Anda di halaman 1dari 10

PAJAK

Pajak adalah iuran yang wajib dibayar oleh rakyat kepada negara tanpa mendapat balas
jasa secara langsung, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran kolektif negara.
Fungsi pajak:
1. Fungsi budgeter, pajak sebagai sumber pendapatan negara.
2. Fungsi regulasi, pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur perekonomian.
3. Fungsi distribusi, pajak digunakan sebagai alat pemerataan pendapatan, karena pajak
digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan yang harus
dilaksanakan secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.
4. Fungsi stabilisasi, pajak digunakan untuk menstabilkan keadaan perekonomian.

Pungutan resmi lain selain pajak:


a. Restribusi, pungutan yang dilakukan dengan pemberian jasa atau fasilitas langsung
dari negara kepada pihak yang dipungut.
b. Sumbangan, sejumlah dana yang disumbangkan masyarakat kepada pemerintah.

Tarif pajak
Merupakan dasar pembebanan besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak,
dinyatakan dalam bentuk persentase. Macam tarif pajak:
a. Tarif tetap, tarif pajak yang ditetapkan dalam nilai rupiah tertentu yang jumlahnya
tetap.
b. Tarif proporsional, tarif pajak yang menggunakan persentase tetap terhadap
berapapun jumlah objek pajak sehingga jika dihitung, besarnya pajak akan sebanding
dengan besarnya jumlah objek pajak.
c. Tarif progresif, tarif pajak yang persentasenya semakin meningkat jika jumlah objek
pajak semakin bertambah.
d. Tarif regresif, tarif pajak yang persentasenya semakin menurun jika jumlah objek
pajak semakin bertambah.

Pajak penghasilan (PPh)


Subjek pajaknya:
1. Orang pribadi.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan.
4. Bentuk usaha tetap.
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah penghasilan yang menjadi batasan
tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Besarnya penghasilan tidak kena
pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013 sebagai berikut :
1. Rp.24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
2. Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp.24.300.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
4. Rp.2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Tarif pajak penghasilan orang pribadi:
- Sampai dengan Rp 50.000.000,- tarif pajak 5%
- di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- tarif pajak 15%
- di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- tarif pajak 25%
- di atas Rp 500.000.000,- tarif pajak 30%
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28%

Pajak bumi dan bangunan (PBB)


PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek pajak yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP). Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut. Untuk objek pajak:
- perkebunan 40%
- kehutanan 40%
- pertambangan 40%
- lainnya (pedesaan dan perkotaan):
o NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
o NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Rumus penghitungan PBB


PBB = Tarif x NJKP,
NJKP = persentase NJKP x (NJOP – NJOTKP)
Dimana NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena
pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,-

CTH SOAL

Pak Anton sudah menikah dan memiliki 4 orang anak. Istrinya adalah seorang ibu
rumah tangga. Maka besar penghasilan tidak kena pajaknya pada tahun 2013 sebesar

Besarnya PTKP 2013 adalah Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi,
tambahan Rp2.025.000,00 untuk wajib pajak menikah, tambahan Rp2.025.000,00
untuk tanggungan per anak, maksimal 3 anak. Maka total PTKP Pak Anton sebesar
Rp32.400.000,00.

Ardi seorang pegawai yang memiliki penghasilan bruto per bulan sebesar
Rp4.200.000,00. Iuran dana pensiun dan biaya jamsostek harus dibayar Ardi sebesar
5% dari penghasilan per bulannya. Ardi berencana untuk menikah pada tahun depan.
Pada tahun ini, jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan pada tahun ini sebesar
….

Penghasilan kotor per tahun = 12 ×× Rp4.200.000,00 = Rp50.400.000,00


Iuran dana pensiun dan biaya jamsostek per tahun = 5% ×× 12 ×× Rp4.200.000,00 =
Rp2.520.000,00
Penghasilan bersih per tahun = Rp50.400.000,00 - Rp2.520.000,00 =
Rp47.880.000,00
PKP = Rp47.880.000,00 - Rp24.300.000,00 = Rp23.580.000,00
PPh = 5% ×× Rp23.580.000,00 = Rp1.179.000,00

Seorang pengusaha memiliki penghasilan sebesar Rp12.500.000,00 per bulan. Ia


memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Dua orang keponakan yang yatim piatu juga
ikut tinggal dan menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, besarnya pajak
penghasilan yang harus dibayarkan oleh pengusaha tersebut per tahun adalah ….

Penghasilan per tahun = 12 ×× Rp12.500.000,00 = Rp150.000.000,00


PTKP = Rp24.300.000,00 + Rp2.025.000,00 (tambahan WP menikah) +
(3 ×× Rp2.025.000,00) [tambahan anak, maksimal 3 anak] = Rp32.400.000,00
PKP = Rp150.000.000,00 - Rp32.400.000,00 = Rp117.600.000,00
PPh:
Sampai dengan Rp50juta = 5% ×× Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
Rp50juta sampai dengan Rp250juta = 15% ×× Rp67.600.000,00 = Rp10.140.000,00
Total PPh = Rp12.640.000,00

Bondan memiliki tanah seluas 700 m2. Ketika ditaksir, nilai jual tanah tersebut sebesar
Rp425.000,00/m2. Diatas tanah tersebut dibangun rumah seluas 500 m2 dengan nilai
jual Rp500.000,00/m2. Dari keterangan di atas, maka PBB yang harus dibayar oleh
Bondan sebesar .…

NJOP tanah = 700 ×× Rp425.000,00 = Rp297.500.000,00


NJOP rumah = 500 ×× Rp500.000,00 = Rp250.000.000,00
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp547.500.000,00
NJOP hitung = NJOP dasar - NJOPTKP = Rp547.500.000,00 - Rp12.000.000,00 =
Rp535.500.000,00
NJKP = 20% ×× Rp535.500.000,00 = Rp107.100.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp107.100.000,00 = Rp535.500,00

Andre memiliki sebidang tanah di pusat kota seluas 600 m2 dengan nilai jual
Rp1.000.000,00/m2. Di atas tanah tersebut Andre membangun sebuah rumah seluas
500 m2 dengan nilai jual Rp1.400.000,00/m2. Total PBB yang harus dibayar Andre
sebesar ….

NJOP tanah = 600 ×× Rp1.000.000,00 = Rp600.000.000,00


NJOP rumah = 500 ×× Rp1.400.000,00= Rp700.000.000,00
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp1.300.000.000,00
NJOP hitung = NJOP dasar - NJOPTKP = Rp1.300.000.000,00 - Rp12.000.000,00 =
Rp1.288.000.000,00
NJKP = 40% ×× Rp1.288.000.000,00 = Rp515.200.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp515.200.000,00= Rp2.576.000,00

Ranu memiliki tanah seluas 600 m2. Ketika ditaksir, nijai jual tanah tersebut sebesar
Rp355.000,00/m2. Di atas tanah tersebut dibangun rumah seluas 450 m2 dengan nilai
jual Rp470.000,00/m2. Di tempat lain, Ranu memiliki tanah seluas 1000 m2 yang
dimanfaatkan sebagai perkebunan apel, dengan nilai jual Rp300.000,00/m 2 dan 1500
m2 yang dimanfaatkan sebagai perkebunan teh dengan nilai jual Rp250.000,00/m 2.
Dengan demikian, total PBB yang harus dibayar Ranu sebesar ….

Tempat tinggal
NJOP tanah = 600 ×× Rp355.000,00 = Rp213.000.000,00
NJOP rumah = 450 ×× Rp470.000,00= Rp211.500.000,00
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp424.500.000,00 (NJOP tertinggi)
NJOP hitung = NJOP dasar - NJOPTKP = Rp424.500.000,00 - Rp12.000.000,00 =
Rp412.500.000,00
NJKP = 20% ×× Rp412.500.000,00 = Rp82.500.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp82.500.000,00= Rp412.500,00
Kebun apel
NJOP tanah = 1000 ×× Rp300.000,00 = Rp300.000.000,00
NJKP = 40% ×× Rp300.000.000,00 = Rp120.000.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp120.000.000,00 = Rp600.000,00
Kebun teh
NJOP tanah = 1500 ×× Rp250.000,00 = Rp375.000.000,00
NJKP = 40% ×× Rp375.000.000,00 = Rp150.000.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp150.000.000,00 = Rp750.000,00
total PBB = Rp412.500,00 + Rp600.000,00 + Rp750.000,00 = Rp1.762.500,00

Seorang manager memiliki penghasilan sebesar Rp25.000.000,00 per bulan. Ia


memiliki seorang istri dan seorang anak. Ia memiliki tiga orang anak asuh yang menjadi
tanggung jawabnya. Ia tinggal di rumah seluas 600 m2 dengan luas tanah 1.000 m2. jika
ditaksir, nilai jual rumahnya sebesar Rp750.000,00/m2 dan nilai jual tanahnya
Rp500.000,00/m2. Di kota orangtuanya, ia memiliki sebuah villa seluas 500 m2 yang
dibangun diatas tanah seluas 600 m2. Harga jual villa tersebut Rp350.000,00/m2 dan
harga jual tanahnya Rp300.000,00/m2. Ia juga memiliki sebuah kebun anggur seluas
1000 m2 dengan nilai jual Rp300.000,00/m2. Total PPh dan PBB yang harus dibayar
direktur tersebut dalam 1 tahun sebesar ….

PPh
Penghasilan per tahun = 12 ×× Rp25.000.000,00 = Rp300.000.000,00
PTKP = Rp24.300.000,00 + Rp2.025.000,00 (tambahan WP menikah) +
(3 ×× Rp2.025.000,00) [tambahan anak, maksimal 3 anak] = Rp32.400.000,00
PKP = Rp300.000.000,00 - Rp32.400.000,00 = Rp267.600.000,00
PPh:
Sampai dengan Rp50juta = 5% ×× Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
Rp50juta sampai dengan Rp250juta = 15% ×× Rp200.000.000,00 = Rp30.000.000,00
Di atas Rp250juta = 25% ×× Rp17.600.000,00 = Rp4.400.000
Total PPh = Rp36.900.000,00
Tempat tinggal
NJOP tanah = 1000 ×× Rp500.000,00= Rp500.000.000,00
NJOP rumah= 600 ×× Rp750.000,00 = Rp450.000.000,00
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp950.000.000,00 (NJOP tertinggi)
NJOP hitung = NJOP dasar - NJOPTKP = Rp950.000.000,00 - Rp12.000.000,00 =
Rp938.000.000,00
NJKP = 20% ×× Rp938.000.000,00 = Rp187.600.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp187.600.000,00 = Rp938.000,00
Villa
NJOP rumah= 600 ×× Rp300.000,00 = Rp180.000.000,00
NJOP tanah = 500 ×× Rp350.000,00 = Rp175.000.000,00
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp355.000.000,00
NJKP = 20% ×× Rp355.000.000,00 = Rp71.000.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp71.000.000,00 = Rp355.000,00
Kebun anggur
NJOP tanah = 1000 ×× Rp300.000,00 = Rp300.000.000,00
NJKP = 40% ×× Rp300.000.000,00 = Rp120.000.000,00
PBB = 0.5% ×× Rp120.000.000,00 = Rp600.000,00
Total pajak = Rp36.900.000,00 + Rp938.000,00 + Rp355.000,00 + Rp600.000,00 =
Rp1.762.500,00 = Rp38.793.000,00.

ASAS PEMUNGUTAN PAJAK

Asas-asas yang sering dipakai negara dalam pelaksanaan wewenangnya untuk


menentukan pemungutan pajak kepada warga negara, di antaranya :
1. Asas Sumber, artinya asas pemungutan pajak bergantung atas adanya sumber
penghasilan di suatu negara. Jika dalam suatu negara terdapat suatu sumber
penghasilan tertentu, maka negara dapat memungut pajak tanpa melihat di mana wajib
pajak tersebut tinggal.
2. Asas Domisili, artinya negara berhak memungut pajak kepada wajib pajak atas dasar
tempat tinggalnya di suatu negara. Ini bermakna bahwa negara dimana wajib pajak
tinggal berhak memungut pajak atas pengahasilan wajib pajak tersebut.
3. Asas Nasional, artinya bahwa asas pemungutan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan dari wajib pajak.
Adapun menurut Adam Smith dalam bukunya The Wealth Of The Nation dengan ajaran
yang terkenal "The Four Maxims" menjelaskan bahwa pemungutan pajak oleh negara
harus menganut asas-asas sebagai berikut :
1. Asas Equality, artinya pemungutan pajak harus menganut asas kesamaan atau
keadilan bagi masyarakat wajib pajak. Persamaan ini menyangkut hak dan kewajiban
wajib pajak, serta tidak adanya diskriminasi di antara masyarakat wajib pajak.
Pemungutan wajib pajak dilakukan harus berdasarkan kemampuan wajib pajak.
Masyarakat wajib pajak yang mempunyai kondisi sama harus dikenakan pajak yang
sama pula.
Keadilan dalam pemungutan pajak menganut dua hal :
• Keadilan Horisontal, artinya pemungutan pajak harus dikenakan dengan jumlah yang
sama kepada wajib pajak yang memiliki penghasilan sama dan jumlah tanggungan
sama, tanpa membedakan jenis penghasilan dan sumber penghasilan.
• Keadilan Vertikal, artinya pemungutan pajak jika wajib pajak memiliki kondisi
ekonomi bersamaan maka dikenakan pajak yang sama.
2. Asas Certainty, bermakna bahwa penetapan pajak tidak boleh dilakukan dengan cara
yang sewenang-wenang. Penetapan pajak harus memiliki kepastian pemungutan pajak,
kepastian subyek pajak, kepastian obyek pajak, kepastian tata cara pemungutan pajak,
dan kepastian waktu pembayaran pajak.
3. Asas Convenience of Payment, artinya pemungutan pajak harus menganut asas yang
membuat nyaman dan tidak menyulitkan wajib pajak. Pengenaan pajak dilakukan saat
wajib pajak mendapatkan penghasilan (pay as you earn) dan memenuhi syarat
obyektivitas (memiliki penghasilan melampaui besaran penghasilan tidak kena pajak).
4. Asas Economic, artinya biaya yang dikeluarkan harus seminimal mungkin. Biaya
yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar
daripada pajak yang dipungut. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah pusat dan
daerah dapat bertindak rasional dalam pemungutan pajak.

PAJAK DAN PUNGUTAN RESMI LAINNYA

Pajak
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada dasarnya pajak
merupakan sumbangan wajib kepada negara yang dipungut berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapat imbalan (kontraprestasi) secara langsung.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan dari pihak masyarakat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin. Surplusnya
digunakan untuk investasi pada barang-barang publik, misalnya jalan raya dan
jembatan.

Menurut P.J.A. Adriani, pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara serta penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak ialah :


1. Pungutan wajib (yang dapat dipaksakan) pemerintah kepada warga negara.
2. Pungutan wajib ini diatur berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
3. Digunakan untuk membiayai kepentingan umum atau bersama.
4. Balas jasanya tidak langsung.

Jenis-Jenis Pajak
a. Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak dibedakan atas pajak langsung dan pajak
tidak langsung. Pajak langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak, contohnya pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan. Pajak tidak langsung dikenakan atas perbuatan
atau peristiwa, contohnya pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, dan cukai.
b. Berdasarkan lembaga pemungut, pajak dibedakan atas pajak negara (pemerintah
pusat) dan pajak daerah (pemerintah daerah)
c. Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan atas pajak subyektif dan pajak obyektif. Pajak
subyektif adalah pajak yang berpangkal pada subyeknya (wajib pajak), contohnya pajak
penghasilan. Pajak obyektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan obyeknya tanpa
memperhatikan wajib pajak, contohnya pajak penjualan dan cukai.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pungutan pajak sifatnya wajib
dan dapat dipaksakan. Kelalalaian kewajiban membayar pajak bisa dikenai sanksi.
Dalam pemungutannya, pajak diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
yang memberikan rasa keadilan sekaligus kepastian hukum.

Pungutan Resmi Lain selain Pajak

Selain pajak, pemerintah juga memiliki pungutan resmi lain selain pajak,
yaitu retribusi. Retribusi ialah pungutan langsung yang ditarik oleh pemerintah daerah
dengan pemberian fasilitas kepada yang melakukan pembayaran. Retribusi dibagi atas
dua golongan, yakni Retribusi Jasa Umum (obyeknya jasa umum) dan Retribusi Jasa
Usaha (obyeknya jasa usaha). Tidak seperti pajak, dalam retribusi biasanya pemerintah
memberikan imbalan langsung kepada pembayarnya.
Selain retribusi, pungutan lain adalah sumbangan wajib. Pungutan yang termasuk
sumbangan wajib adalah sumbangan wajib perbaikan jalan (SWPJ), Sumbagan Wajib
Lalu-Lintas Jalan Raya (SWLLJR).

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
berikut jenis-jenis pajak daerah :
1. Pajak Provinsi, antara lain, terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan,
dan Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota, misalnya, terdiri atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
Meskipun secara sepintas terlihat sama antara pajak dan pungutan resmi lainnya, tapi
terdapat terdapat beberapa perbedaan antara pajak dengan pungutan resmi lainnya,
yakni :
a. Dasar Hukum
Pada pajak, dasar hukum diatur berdasarkan undang-undang. Sedangkan pungutan
resmi lainnya berdasarkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri atau pejabat yang
lebih rendah.
b. Balas Jasa
Pada pajak, balas jasanya tidak dapat diperoleh secara langsung. Sedangkan pungutan
resmi lainnya, balas jasanya dapat dinikmati secara langsung.
c. Obyek Pemungutan
Pada pajak, obyek pemungutannya bersifat umum. Artinya, pajak berlaku pada semua
orang yang memenuhi syarat. Sedangkan pungutan resmi lainnya diberlakukan hanya
kepada orang yang mempergunakan suatu jasa tertentu.
d. Sifat dan Sanksi
Pajak sifatnya memaksa, jika ada yang tidak membayar maka dapat dikenai sanksi
hukum. Sedangkan pungutan resmi lainnya dapat dipaksakan, tetapi keputusan
diserahkan kepada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak.
e. Lembaga Pemungut
Pajak atau pun pungutan resmi lainnya dapat dipungut oleh pemerintah pusat atau
daerah.
f. Cara Perhitungan
Pada pajak, cara perhitungannya dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Adapun pungutan
resmi lainnya diperhitungkan oleh aparatur negara.
g. Jatuh Tempo
Pajak jatuh tempo sesuai dengan tahun pajak, sementara pungutan resmi lainnya
disesuaikan dengan pemakaian.
h. Surat Ketetapan Akhir
Dalam pajak terdapat surat ketetapan akhir, sedangkan pungutan resmi lainnya tidak.

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

A. Sistem Pemungutan Pajak

1. Self Assessment
Self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-
undang perpajakan. Dalam tata cara ini, kegiatan pemungutan pajak bertumpu pada
aktivitas masyarakat sendiri, yang diberi kepercayaan untuk :
a) Menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang.
b) Membayar sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
c) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
Tata cara ini akan berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai pengetahuan dan
disiplin pajak yang tinggi.
Ciri-ciri sistem self assessment adalah:
• Adanya kepastian hukum.
• Sederhana penghitungannya.
• Mudah pelaksanaan
• Lebih adil dan merata.
• Penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak.

2. Official Assessment
Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana aparatur
perpajakan menentukan sendiri (di luar wajib pajak) jumlah pajak yang terutang.
Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan dalam penghitungan maupun pemungutan
pajak sepenuhnya ada pada aparatur perpajakan. Sistem ini akan berhasil dengan baik
bila aparatur perpajakan telah memenuhi standar kualitas maupun kuantitas.

3.Witholding System
Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana penghitungan
besarnya pajak terutang dari seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga.

**B. Teori dalam Pemungutan Pajak**


1) Teori Asuransi
Beranggapan bahwa pajak disamakan dengan pembayaran premi untuk perlindungan,
sebagaimana terdapat dalam asuransi pertanggungan.
2) Teori Kepentingan
Berasumsi bahwa sudah selayaknya apabila biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
negara untuk kepentingan penduduk (termasuk perlindungan terhadap jiwa dan harta)
dibebankan kepada rakyat.
3) Teori Daya Pikul
Dasar keadilan pemungutan pajak adalah terletak pada jasa yang diberikan oleh negara
kepada warganya dalam bentuk perlindungan jiwa dan harta sehingga wajar apabila
biaya yang telah dikeluarkan oleh negara tersebut dipikulkan kepada yang
menikmatinya.
4) Teori Bakti
Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak, sementara warga negara
mempunyai kewajiban membayar pajak sebagai bukti tanda baktinya kepada negara.
5) Teori Daya Beli
Teori ini mengambil daya beli dari semua rumah tangga dalam masyarakat untuk
rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dengan maksud memelihara kehidupan masyarakat. Teori ini tidak mempersoalkan asal
mula negara memungut pajak, tetapi hanya melihat kepada efeknya dan memandang
efek yang baik tersebut sebagai dasar keadilan.

C. Administrasi Pemungutan Pajak di Indonesia

Dalam hukum pajak, mekanisme administrasi perpajakan di Indonesia yang


menganut self assessment system terbagi dalam tiga wilayah hak dan kewajiban, antara
lain :

1. Wilayah hak dan kewajiban wajib pajak,


2. Wilayah wewenang administasi Pajak,
3. Wilayah peradilan pajak (penyelesaian sengketa perpajakan).
Pola hubungan antara negara dan masyarakat wajib pajak yang tertuang dalam
administrasi perpajakan merupakan instrumen dari pelaksanaan hukum pajak,
khususnya ketentuan formal perpajakan. Dengan kata lain, dalam melaksanakan
administrasi pajak, aparatur pajak sebagai pelaksana pemungutan pajak, sebenarnya
adalah sedang beracara dengan wajib pajak dalam sistem perpajakan yang
menganut self assessment system.
Dapat disimpulkan bahwa administrasi perpajakan yang menganut self assessment
system adalah sebuah model pembayaran pajak melalui mana masyarakat wajib pajak
melakukan sendiri pendaftaran, pencatatan, penghitungan, penyetoran, hingga
pelaporan pajak kepada negara. Adapun kantor pajak memiliki tugas melayani wajib
pajak. Kantor pajak memberikan pembinaan, penyuluhan, pengawasan, hingga
langkah-langkah penegakan hukum (law enforcement). Model perikatan antara negara
dan wajib pajak merupakan perikatan hukum yang masuk wilayah hukum administrasi
negara.

D. SYARAT-AYARAT ADMINISTRASI PAJAK

Pelaksanaan self assessment sebagai suatu sistem perpajakan yang bersifat mandiri


menuntut wajib pajak memiliki sejumlah persyaratan, antara lain:
1. Wajib pajak harus memahami terlebih dahulu arti pentingnya pajak. Dalam kasus ini,
kendala terbesar yang dialami administrasi pajak nasional adalah tingginya tingkat
korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pemerintahan, sehingga wajib pajak merasa tidak
perlu membayar pajak yang benar sebab pembayaran akan mendukung keberhasilan
penerimaan pajak dan keberhasilan penerimaan pajak hanya menjadi pupuk dari
kegiatan KKN tersebut;
2. Memiliki pengetahuan perundang-undangan perpajakan. Dalam kasus ini, hukum
pajak sebagai ilmu memang benar-benar belum berkembang dengan baik di Indonesia.
Perguruan tinggi lebih terpaku pada studi perpajakan daripada studi hukum pajak.
Bukan mustahil kadangkala melakukan pembenaran dari suatu kesalahan pelaksanaan
hukum, apabila para pengajarnya adalah dari aparat Direktorat Jenderal Pajak.
Pembenaran yang tidak disadari itu kadangkala menimbulkan konflik dengan wajib
pajak sebagai pelaku pelaksanaan kewajiban perpajakan;
3. Dapat mengaplikasikan metode akuntansi untuk pelaksanaan kewajiban pajak
penghasilan;
4. Adanya kesadaran membayar pajak yang menjadi tanggung jawabnya. Sebenarnya
kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak adalah sejalan dengan bagaimana
administrasi publik dilaksanakan.
Pelaksanaan tata usaha dalam administrasi pajak melalui self assessment system,
sesungguhnya berlaku seperti “ban berjalan”, artinya produk dari suatu unit kerja akan
dimanfaatkan atau menjadi bahan baku pada unit kerja yang lain. Oleh karena itu,
keakuratan dari produk kerja awal adalah sangat penting, sehingga tidak terjadi adanya
produk yang cacat dan arus dokumen yang terhambat. Misalnya adalah ‘alamat Wajib
Pajak’ apabila pencatatan alamat ini dari awal telah salah maka kesalahan akan dibawa
terus sampai dengan tingkat pekerjaan terakhir yakni penagihan pajak.

Anda mungkin juga menyukai