Anda di halaman 1dari 45

KERATITIS MIKROBIAL PADA PENGGUNA LENSA KONTAK

Lylys Surjani
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia
e-mail: surjani.lylys@gmail.com

ABSTRACT

Microbial keratitis is infection of cornea. Corneal ulcer, or ulcerative


keratitis, is essentially an open wound to the eye. It is characterized by
disruption of the corneal epithelium and stroma and can be either
inflammatory or infectious. The predisposision factors are disease on
cornea surface, corneal trauma, overwear of contact-lens, and systemic
disease. The usage of contact-lens is the main risk factor of microbial
keratitis. This teaching case report reviews the diagnosis and management
of a specific contact lens-related corneal ulcer case and includes a
discussion of the differential diagnosis, risk factors, and pharmacological
treatments for corneal ulcers. This topic is important because of the
potentially severe ocular complications that can arise from overwear of
contact lenses.
KeyWords: microbial keratitis,contact-lens, corneal ulcer

1. PENDAHULUAN
Keratitis mikrobial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai
patogen non-viral. Organisme penyebab keratitis mikrobial adalah bakteri, protista
(contohnya acanthamoeba) dan fungi. Keratitis mikrobial dikarakteritik oleh adanya
nyeri yang bersifat akut atau subakut, kemerahan pada konjungtiva dan ulserasi pada
kornea dengan infiltrat berbentuk stroma.1
Faktor predisposisi keratitis mikrobial berupa penyakit pada permukaan kornea,
trauma pada kornea, pemakaian lensa kontak dan penyakit sistemik. Pemakaian lensa
kontak merupakan faktor resiko utama keratitis mikrobial.2 Insidensi keratitis mikrobial
pada pengguna lensa kontak meningkat dari 40% menjadi 52% selama tahun 2008-
2012.3 Insidensi keratitis mikrobial sebesar 0,5-5,2 dalam 10.000 orang/ tahun pada
pengguna lensa kontak yang kaku, sedangkan pada pengguna lensa kontak yang halus
sebesar 20 orang dalam 10.000 orang/ tahun.4 Kejadian keratitis mikrobial lebih banyak
terjadi pada pengguna lensa kontak usia muda, tetapi infeksi dapat lebih parah terjadi
pada pasien usia tua yang disebabkan oleh banyaknya faktor resiko lain, sehingga
pencegahan sulit dilakukan. Infeksi bakteri terjadi pada 90% keratitis mikrobial. Pada
pengguna lensa kontak umumnya berhubungan dengan infeksi bakteri gram negatif

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 6, Nomor 2 , Mei-Agustus 2016 : 13-26 | 13


seperti Pseudomonas, Serratia, Acinetobacter, Klebsiella spp, namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri gram positif seperti Staphylococcus, Streptococcus spp. Infeksi
bakteri yang paling sering pada pengguna lensa kontak adalah Pseudomonas dan
Staphylococcus yang dapat dijumpai pada lensa kontak, tempat penyimpanan lensa
kontak dan cairan pembersih lensa kontak.5

2. TINJAUAN PUSTAKA
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan
tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun
endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis
dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan
distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan
kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelial stromal, atau endotelial.
Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan
berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya.
Keratitis mikrobial atau infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu
bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan
kornea, sedangkan keratitis noninfeksius merupakan inflamasi kornea tanpa penyebab
yang jelas. Kondisi ini sangat mengancam tajam penglihatan dan merupakan
kegawatdaruratan di bidang oftalmologi.6

Tabel 1. Tipe Keratitis.6

Keratitis Fungal/Jamur (Keratomikosis)


Keratitis infektif yang disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada
negara, sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang
merupakan flora normal eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus
konjungtiva pada 3-28% mata normal. Pada mata yang mengalami penyakit, angka
isolasi jamur dapat mencapai 17-37%. Aspergillus spp. merupakan penyebab terbanyak
keratitis yang timbul di seluruh dunia.7
Tabel 2. Etiologi Keratitis Fungal.6

Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular. Faktor risiko lain
untuk keratitis jamur adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi
dan meningkatkan virulensi jamur, baik melalui penggunaan sistemik maupun topikal.
Faktor risiko lainnya adalah konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif
insisional, ulkus kornea neurotrofik yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau
herpes simpleks, keratoplasti, dan transplantasi membran amnion. Faktor predisposisi
keratitis jamur untuk pasien keratoplasti adalah masalah jahitan, penggunaan steroid
topikal dan antibiotik, penggunaan lensa kontak, kegagalan graft, dan defek epitel
persisten. Trauma umumnya terjadi di lingkungan luar rumah dan melibatkan
tumbuhan. Faktor resiko lainnya yaitu penggunaan lensa kontak akibat
Acremonium,Alternaria, Aspergillus, Candida, Collectotrichum, and Curvularia. Jamur
dapat tumbuh di dalam matriks lensa kontak soft. Penyakit sistemik juga merupakan
faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur, terutama yang berkaitan dengan
imunosupresi. Biasanya penyakit ini ditemukan setelah terjadi trauma organik pada
mata.8
Gejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Tanda klinis yang
dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur filamentosa adalah ulkus kornea
yang bercabang dengan elevasi, batas luka yang iregular dan seperti kapas, permukaan
yang kering dan kasar, serta lesi satelit Tampilan pigmentasi coklat dapat
mengindikasikan infeksi oleh jamur dematiaceous Keratitis jamur juga dapat memiliki
tampilan epitel yang intak dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat
tanda-tanda yang cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal membuktikan
bahwa pemeriksaan klinis cukup untuk membedakan keratitis jamur dan bakterial.8,9
Gambar 1. Lesi Satelit pada Keratitis Jamur.9

Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial jarang terjadi pada mata normal dikarenakan adanya
mekanisme pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor predisposisi yang umum
terjadi adalah penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan
permukaan bola mata, penyakit sistemik dan imunosupresi. Penyebab terbanyak adalah
spesies stafilokokus dan pseudomonas.8
Tanda dan gejala klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi
organisme dan durasi infeksi. Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang
terlokalisir ataupun difus. Umumnya terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal
nekrotik yang berwarna putih-keabu-abuan. Tampilan umum lainnya adalah abses
stroma di bawah epitel yang intak. Infiltrat dan edema kornea dapat terletak jauh dari
lokasi infeksi primer. Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi. Jika
proteinase menyebabkan stromal melting maka akan terbentuk descemetocele. Gejala
yang dikeluhkan dapat berupa rasa nyeri, pembengkakan kelopak mata, mata merah
atau mengeluarkan kotoran, silau, dan penglihatan yang buram.10

Gambar 2. Descemetocele pada keratitis ulseratif yang diakibatkan oleh P.


aeruginosa pada pengguna lensa kontak.10
Terapi keratitis bakterial terdiri atas topikal dan sistemik. Terapi keratitis bakterial
sebelumnya adalah tetes mata fortified seperti 5% cefazoline dan 1% gentamicin,
namun terapi ini memiliki biaya yang mahal dan kurang nyaman digunakan oleh pasien.
Fluorokuinolon yang merupakan antibiotik spektrum luas telah mengubah pola terapi
ini. Antibiotik dari golongan ini umumnya mampu mengatasi sebagian besar bakteri
Gram positif dan bakteri Gram-negatif anaerobik, oleh karena ini antibiotik ini menjadi
drugs of choice untuk keratitis bakterial. Keratoplasti biasanya dilakukan setelah ulkus
pulih dengan antibiotik dan masih meninggalkan sikatriks.10 Tindakan keratoplasti dapat
dilakukan pada fase infeksi akut jika terdapat ancaman perforasi maupun telah terjadi
perforasi. Steroid masih menjadi kontroversi dalam penatalaksanaan keratitis
bakterial.11 Keratitis bakterial tanpa komplikasi tidak membutuhkan terapi sistemik.
Terapi sistemik diberikan pada komplikasi yang berupa endoftalmitis, terutama
endoftalmitis endogen/metastatik yang membutuhkan penanganan infeksi sistemiknya.
Pemberian
terapi sistemik harus diawasi mengingat adanya risiko toksisitas.12

Tabel 3. Derajat keparahan keratitis bakterial menurut kriteria Jones.11

3. PEMBAHASAN
Tn F, laki-laki, usia 33 tahun, datang ke Rumah Sakit Methodist Medan pada
tanggal 17 Oktober 2016 dengan keluhan mata merah dan pandangan kabur. Keluhan
diawali dengan mata merah sejak 3 hari yang lalu. Setelah muncul keluhan mata merah,
pasien ke apotik dan pasien diberi obat tetes mata yang mengandung dexamethason,
neomisin dan polimisin. Pasien meneteskan obat tetes tersebut setiap pasien merasa
matanya pedih dan kering. Setelah 3 hari, pasien melihat adanya bercak putih pada
matanya dan pandangan menjadi kabur.
Pasien merupakan pengguna lensa kontak sejak 10 tahun yang lalu. Kebiasaan tidur
dengan lensa kontak dan jarang membersihkan lensa kontak dijumpai. Riwayat
berenang menggunakan lensa kontak tidak dijumpai. Riwayat trauma pada mata tidak
dijumpai.
Visus saat pasien datang ke klinik : mata kanan 6/45, mata kiri 1/300. Hasil
evaluasi slit lamp ditemukan adanya kemerahan yang difus pada konjungtiva, ulcus
cornea seluas (8mm x 6mm x 2mm). hipopion pada 1/3 anterior chamber. Kelopak
mata atas dan bawah dalam keadaan normal.
Adapun diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan untuk kasus ini adalah :
a. Keratitis bakterial (ulkus pada kornea) ditandai dengan hilangnya stroma dan defek
pada epitel. Ulkus berhubungan dengan penggunaan lensa kontak yang jarang
dilepaskan. Dapat dijumpai nyeri, kemerahan, kotoran mukopurulen, fotofobia dan
reaksi pada anterior chamber.
b. Keratitis fungal berhubungan dengan cedera atau trauma pada kornea. Lesi yang
disebabkan oleh fungi umumnya memiliki batas halus dan dapat dikelilingi oleh
infiltrat berbentuk satelit.
c. Keratitis Acanthamoeba memiliki manifestasi klinis berupa infiltrat berbentuk
cincin yang sangat nyeri, berhubungan dengan penggunaan lensa kontak saat
berenang atau membersihkan lensa kontak dengan air keran. Pasien umumnya
memiliki nyeri yang sangat berat.
d. Keratitis Herpes Simplex berhubungan dengan reaktivasi virus Herpes Simplex 1
yang bermigrasi turun ke axon dari cabang nervus trigeminus ke kornea. Sensitivitas
kornea dapat menurun.
e. Keratitis Herpes Zoster menunjukkan adanya lesi pseudodendritik pada kornea.
Umumnya, disertai vesikel pada kulit yang muncul di sepanjang distibusi dermatom
dan tidak melewati setengah bagian dari tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh
reaktivasi virus Herpes Zoster dan bermigrasi ke cabang pertama nervus trigeminus
ke kulit dan mata. Keratitis Herpes Zoster sering terjadi pada immunocompromised.
f. Keratitis marginal merupakan reaksi eksotoksin Staphylococcus. Keratitis marginal
umumnya muncul berdampingan dengan blepharitis atau rosacea. Kondisi ini
umumnya bilateral dan rekuren. Kemerahan pada konjungtiva umumnya tidak difus.

Pasien sering tidur dengan lensa kontak yang merupakan tanda klasik pada keratitis
mikrobial yang disebabkan oleh lensa kontak. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan slit
lamp pasien didiagnosa dengan keratitis ulcerative bakterial.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik gatifloxacin 2 tetes / 2 jam dan
artificial tears 2 tetes/ 2 jam diberikan selama 1 bulan. Tablet ciprofloxacin 500 mg 2
kali sehari dan tablet methylprednisolon 16 mg 2 kali sehari selama 1 minggu.
Methylprednisolone dilakukan tapping off setelah 1 minggu pemakaian. Tropicamide
1% diberikan 2 kali sehari, selama 2 minggu. Acetazolamide 250mg , diberikan 2 kali
sehari 1 tablet dan kalium L-aspartate 2 kali sehari 1 tablet, diberikan selama 1 minggu.
Berikut adalah follow-up pasien pada kunjungan berikutnya.

Tabel 4. Presentasi klinis awal : 17 Oktober 2016

OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada segmen Normal Konjungtiva hiperemis
anterior Dijumpai hipopion pada 1/3 anterior chamber
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Gambar 3. Kornea dengan ulkus dan hipopion 1/3 anterior chamber

Gambar 4. Kedalaman ulkus kornea (2 mm) diukur dengan sinar slit


danfluoresens
Gambar 5. Kornea setelah disinari slit lamp dengan fluorsensi (tampak depan).

Follow-up pertama (18 Oktober 2016)


Pada pemeriksaan hari pertama dijumpai mata merah dan pandangan kabur dengan
visus pasien masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada oculi sinistra. Ukuran kedua
pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan slit lamp dengan fluoresensi
ditemukan adanya kemerahan yang difus pada konjungtiva, ulkus di central kornea,dan
hipopion pada 1/3 anterior chamber. Pasien diedukasi agar tidak boleh menggunakan
lensa kontak dan kontrol kembali ke klinik 3 hari berikutnya.

Tabel 5. Presentasi klinis awal : 18 Oktober 2016


OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada segmen Normal Konjungtiva hiperemis
anterior Dijumpai hipopion pada 1/3 anterior chamber
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Follow up kedua (19 Oktober 2016)


Pada pemeriksaan dijumpai visus masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada
oculi sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
slit lamp dengan fluoresensi ditemukan ulkus dengan panjang 8 mm, lebar 6 mm dan
tinggi 2 mm.
Tabel 6. Presentasi klinis awal : 19 Oktober 2016
OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada Normal Hipopion berkurang
segmen anterior Ditemukan ulkus dengan panjang 8 mm, lebar 6 mm, tinggi
2mm.
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Follow up ketiga (21 Oktober 2016)


Pada pemeriksaan dijumpai visus masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada
oculi sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
slit lamp dengan fluoresensi ditemukan ukuran ulkus yang mengecil dengan panjang 7
mm, lebar 4 mm dan kedalaman ulkus berkurang.

Tabel 7. Presentasi klinis awal : 21 Oktober 2016


OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada Normal Hipopion berkurang
segmen anterior Ditemukan ulkus dengan panjang 7 mm dan lebar 4 mm.
Kedalaman ulkus berkurang.
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Follow up keempat (25 Oktober 2016)


Pada pemeriksaan dijumpai visus masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada
oculi sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
slit lamp dengan fluoresensi tidak dijumpai adanya hipopion.

Tabel 8. Presentasi klinis awal : 25 Oktober 2016


OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada Normal Hipopion tidak dijumpai.
segmen anterior Ditemukan ulkus dengan panjang 6 mm dan lebar 3 mm.
Kedalaman ulkus berkurang.
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi
Follow up kelima (28 Oktober 2016)
Pada pemeriksaan dijumpai visus masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada
oculi sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
slit lamp dengan fluoresensi tidak dijumpai adanya hipopion.

Tabel 9. Presentasi klinis awal : 28 Oktober 2016


OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada Normal Hipopion tidak dijumpai.
segmen anterior Ditemukan ulkus dengan panjang 4 mm dan lebar 2 mm.
Kedalaman ulkus berkurang.
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Follow up keenam (3 November 2016)


Pada pemeriksaan dijumpai visus masih 6/45 pada oculi dextra dan 1/300 pada
oculi sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
slit lamp dengan fluoresensi tidak dijumpai adanya hipopion.

Tabel 10. Presentasi klinis awal : 3 November 2016


OD OS
Visus 6/45 1/300
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Ditemukan ulkus dengan panjang 2 mm dan lebar 1 mm.
Kedalaman ulkus berkurang.
Temuan pada Normal Hipopion tidak dijumpai.
segmen anterior
Slit lamp dengan Normal Pewarnaan positif dengan defek kornea
fluoresensi

Follow up ketujuh ( 11 November 2016)


Pada pemeriksaan dijumpai visus 6/45 pada oculi dextra dan 1/60 pada oculi
sinistra. Ukuran kedua pupil sama dan reaktif terhadap cahaya.
Tabel 11. Presentasi klinis awal : 11 November 2016
OD OS
Visus 6/45 1/60
Pupil Normal Bulat dan reaktif terhadap cahaya
Temuan pada Normal Ulkus hilang meninggalkan sequel pada kornea (makula
segmen anterior kornea)
Gambar 6 Ulkus hilang meninggalkan sequel pada kornea

DISKUSI
Keratitis mikrobial akibat lensa kontak merupakan kondisi yang parah dan memiliki
potensi menyebabkan kebutaan, sehingga membutuhkan pengobatan yang cepat untuk
mencegah kerusakan dan memperbaiki prognosis. Keratitis mikrobial terjadi kira-kira
pada 5 dari 10.000 pengguna lensa kontak.6 Pada studi sebelumnya, menunjukkan
bahwa lensa kontak dapat menyebabkan keratitis sebesar 3,2%. 7 Penggunaan lensa
kontak yang tidak dilepaskan lebih dari 1 hari merupakan faktor resiko yang paling
sering menyebabkan keratitis. Berdasarkan studi Lam et al., resiko terjadi keratitis
mikrobial akibat penggunaan lensa kontak berhari-hari sebesar 5 kali.8
Pada kasus, pasien datang dengan ulkus pada kornea sebesar dengan panjang 8 mm,
lebar 6 mm, tinggi 2 mm dan hipopion pada anterior chamber. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, prevalensi keratitis mikrobial akibat lensa kontak yang memiliki gambaran
seperti infiltrasi stroma pada kornea dengan ulkus yaitu 38,7%. 9 Terdapat beberapa
faktor yang memiliki peran terjadinya ulkus pada kasus ini, yaitu adanya adhesi bakteri
pada lensa, formasi biofilm pada lensa dan tempat penyimpanan lensa, resistensi
mikroorganisme terhadap desinfektan, stagnasi air mata di belakang lensa kontak, serta
penurunan resistensi kornea terhadap infeksi.10 Pada keratitis bakterial, bakteri masuk
ke stroma kornea menyebabkan kerusakan dan respon inflamasi, sehingga terjadi
gangguan penglihatan. Hipoksia dapat meningkatkan penempelan bakteri dan
menganggu penyembuhan luka. Perubahan permukaan mata di bawah lensa kontak
menyebabkan pengguna lensa kontak gampang terinfeksi.11 Lensa kontak merupakan
permukaan yang cocok untuk adhesi bakteri dan pembentukan biofilm. Lensa kontak
dapat menampung jumlah organime yang banyak. Semakin kasar permukaan lensa
kontak, semakin ekstensif adhesi bakteri dan kolonisasi mikroorganisme pada
permukaan lensa.12
Pada kasus, pasien datang dengan keluhan pandangan kabur. Pandangan kabur
terjadi akibat adanya infeksi pada kornea, sehingga menyebabkan inflamasi dan
kerusakan. Prevalensi gangguan penglihatan akibat keratitis mikrobial sebesar 12-
14%.13
Oleh karena tidak adanya gejala yang khas pada keratitis mikrobial akibat lensa
kontak, kultur merupakan diagnostik yang bagus untuk menentukan kuman penyebab
keratitis. Di Amerika Serikat, kultur dilakukan setelah pengobatan antibiotik empiris
gagal. Sebelum memulai pengobatan, kultur dilakukan dengan indikasi yang
mengancam penglihatan atau keratitis berat. Hapusan dan kultur dilakukan apabila
ulkus sentral (3 mm visual axis), ulkus jelas dan purulen, adanya hipopion, kedalaman
ulkus > 1/3 ketebalan kornea, diameter ulkus > 2-3 mm, tidak respon terhadap
antibiotik, infeksi luas, gejala klinis atipikal yang mengarah ke infeksi seperti jamur
atau acanthamoeba. Kultur mengurangi toksisitas dengan mengeliminasi pengobatan
yang tidak membantu.14 Pada kasus, kultur tidak dilakukan karena pasien telah
menerima antibiotik sebelumnya. Berdasarkan penelitian Marangon et al., 56% pasien
dirujuk dengan terapi antibiotik sebelum kultur. Apabila terapi sudah dimulai, akan sulit
untuk mendapatkan organisme pada kultur untuk identifikasi dan sensitivitas.15 Pada
penelitian McDonnel et al., pasien yang sudah melakukan pengobatan sebelum kultur
menunjukkan adanya keterlambatan dalam penyembuhan ulkus, kemungkinan
disebabkan oleh efek toksik dari terapi antibiotik yang lama dan tidak efektif.
Konsentrasi sub-optimal antibiotik tidak akan mengizinkan pertumbuhan bakteri pada
media kultur.16
Keratitis mikrobial dianggap keratitis bakterial hingga ada pembuktian melalui
kultur. Tujuan terapi adalah eradikasi cepat bakteri penyebab. Gold standard
pengobatan ulkus kornea adalah antibiotik, seperti cefrazolin 5% dan tobramycin 1,3%
atau monoterapi dengan fluorokuinolon generasi ke 2. Bakteri gram positif yang
berhubungan keratitis bakterial harus segera diberi fluorokuinolon dan eritromisin,
sedangkan keratitis bakterial yang disebabkan gram positif diberi kombinasi
aminoglikosida dan eritromisin.17 Pada pasien diberikan pengobatan antibiotik golongan
fluorokuinolon yaitu obat tetes gatifloxacin dan ciprofloxacin tablet. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, pemberian ciprofloxacin dapat menurunkan koloni kuman
sejumlah 6,67 CFU menjadi 2,75 CFU dalam 10-20 jam post-infeksi. Ciprofloxacin
merupakan antibiotik yang paling sering diresepkan, diresepkan pada kira-kira 90%
pasien denga keratitis.18 Pada penelitian Shah, antibiotik gatifloxacin memiliki minimum
inhibitory concentration yang lebih rendah dibandingkan fluorokuinolon generasi
kedua. Bagian inhibitori pada DNA topoisomerase IV menurunkan kemungkinan
resistensi terhadap gatifloxacin.19
Sebelum pasien berobat, pasien menggunakan obat tetes mata yang mengandung
steroid yaitu dexamethasone. Berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan
kortikosteroid masih kontroversial. Pada penelitian Herres et al., menyatakan bahwa
penggunaan kortikosteroid dapat memperlambat re-epitalisasi ulkus pada kornea sebesar
53%.20
Pengobatan awal dapat mencegah terjadinya parut dan hilangnya penglihatan yang
disebabkan oleh keratitis mikrobial akibat lensa kontak. Bahkan diagnosis dan
pengobatan yang tertunda dapat meningkatkan resiko prognosis yang jelek.

4. KESIMPULAN
Pada kasus keratitis mikrobial ini, menunjukkan cepatnya diagnosis dan manajemen
yang efektif pada tahap awal menghasilkan kondisi dengan resolusi cepat dan mencegah
hilangnya penglihatan. Adanya penelitian selanjutnya tentang patogenesis keratitis
mikrobial serta edukasi pasien tentang prosedur penggunaan lensa kontak yang benar
diharapkan dapat menurunkan insidensi keratitis mikrobial.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dyavaiah, M., Phaniendra, A., Sudharshan, S., 2015. Microbial Keratitis in
Contact Lens Wearers. JSM Opthalmology, 3(3) : 1-9.
2. Khuu, T., Denial, A., 2011. Contact Lens- Related Corneal Ulcer : A Teaching
Case Report. Optometric Education, 37(1) : 1-7.
3. Stapleton, F., et al., 2008. The Incidence of Contact-Lens Related Microbial
Keratitis. American Academy of Opthalmology, 115(2) : 1655-1662.
4. Dart J.K., 2003. Predisposing factors in microbial keratitis: the significance of
contact lens wear. Br J Ophthalmol : 72 (3) : 926-930.
5. Tuft, S., Burton, M., 2013. Microbial Keratitis. The Royal College of
Opthalmologist, 2(2) : 1-2.
6. Al-Yousuf N., 2009. Microbial keratitis in kingdom of Bahrain: clinical and
microbiology study. Middle East Afr J Ophthalmol, 16(3) : 3-7.
7. Yilmaz S, Ozturk I, Maden A., 2007. Microbial keratitis in West Anatolia, Turkey:
aretrospective review. Int Ophthalmol , 27(3) : 261-268.
8. Lam DS, Houang E, Fan DS, Lyon D, Seal D, Wong E, et al., 2002. Incidence and
Risk Factors for Microbial Keratitis in Hong Kong: comparison with Europe and
North America. Eye. 16(6) : 608-18
9. Musa F, Tailor R, Gao A, Hutley E, Rauz S, Scott R.A.., 2010. Contact lens-related
microbial keratitis in deployed British military personnel. BR J Ophthalmol, 94(3) :
988-993.
10. Poggio E.C. et al., 2008. The .incidence of ulcerative keratitis among users of
daily-wear and extended-wear soft contact lenses. N Engl J Med 321 (298) : 779–
783.
11. Fleiszig S.M., Evans D.J., 2010. Pathogenesis of contact lens-associated microbial
keratitis. Optom Vis Sci, 87 (5) : 225-232.
12. Giraldez MJ, Resua CG, Lira M, et al. Contact lens hydrophobicity and roughness
effects on bacterial adhesion. Optom Vis Sci, 84 (26) : 431.
13. Keay L, Edwards K, Naduvilath T, Forde K, Stapleton F, 2006. Factors affecting
the morbidity of contact lens-related microbial keratitis: a population study. Invest
Ophthalmol Vis Sci, 47 (32) : 4302–8.
14. Fleiszig S.M., Evans D.J., 2010. Pathogenesis of contact lens-associated microbial
keratitis. Optom Vis Sci : 87 (28) : 225-232.
15. Marangon FB, Miller D, Alfonso EC, 2008. Impact of prior therapy on the
recovery and frequency of corneal pathogens. Cornea, 23 (20) :158–64.
16. McDonnell PJ, Nobe J, Gauderman WJ, Lee P, Aiello A, Trousdale M., 2009.
Community care of corneal ulcers. Am J Ophthalmol, 114 (110) : 531–8.
17. Ehlers JP, Shah CP. The Wills eye manual: of ce and emergency room diagnosis
and treatment of eye disease. 5th Ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins;
2008. p. 62-86.
18. American Optometric Association; Optometric Clinical Practice Guideline: Care of
the Contact Lenses Patient. St.Louis, MO. Retrieved January 14, 2017 Available
http://www.aoa.org/documents/CPG-19.pdf 40-46.
19. Shah VM, Tandon R, Satpathy G, et al.,2011. Randomized clinical study for
comparative evaluation of fourth-generation fluoroquinolones with the
combination of fortified antibiotics in the treatment of bacterial corneal ulcers.
Cornea, 29 (21) : 751-757.
20. Herretes S, Wang X, Reyes JMG. Topical corticosteroids as adjunctive therapy for
bacterial keratitis. Cochrane Database of Systematic Reviews 2014, Issue 10.
Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0013463/
[ Accessed 10 January 2017].
THE RELATIONSHIP OF AGE AND OCCUPATION ON THE INCIDENCE OF
KERATITIS AND CORNEAL ULCERS IN PATIENTS VISITING AT HOSPITAL
DR.H.ABDOEL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE IN 2013-2014

1
Rahmat Syuhada , Rakhmi Rafie

ABSTRACT

Background: Keratitis is an inflammation of one of the five layers of the cornea


due to the infiltration of inflammatory cells in the cornea which will result in the cornea to
become cloudy. many factors that influence the occurrence of keratitis, one of the factors
of age and occupation. Keratitis may affect all ages but more frequently in adulthood
because that is of productive age, so at that age more at risk of trauma. One of the
complications arising from keratitis is corneal ulcers.
Objective: Determining the relationship of age and occupation on the incidence of
keratitis and corneal ulcers in patients at hospitals Dr.H.Abdoel Moeloek Lampung
Province in 2013-2014.
Methods: Thisstudyis aretrospectiveanalytical researchwith cross sectional
approach. Thestudypopulationwasallpatients withkeratitisandcorneal ulcersin
hospitalsDr.H.AbdoelMoeloekLampung Provincein2013-2014. sampleswereobtainedbased
on the formulaSlovinandinclusion and exclusion criteriainthis study amounted to64
keratitis patientsand97 corneal ulcers patientswith a total of161patientsandtaken
usingPurposive Sampling.
Results:Theresearch usingChi-square testshowed thatthe relationship of
agetooccupationin patients withkeratitis(p =0.009) withOddsRatio=5.000andthe
relationship of agetoemploymentin patients withcorneal ulcers(p =0.021)
withOddsRatio=3.250.
Conclusion:The results of this study can be concluded that there is a relationship
between age and occupation on the incidence of keratitis and corneal ulcers in patients
visiting at hospitals Dr.H.Abdoel Moeloek Lampung Province in 2013-2014 and the age
and occupation is a risk factor for keratitis and corneal ulcers.

Keywords: Keratitis, Corneal Ulcers, Age, Occupation


Bibliography: 31:(2004-2014)
PENDAHULUAN didapatkan kasus keratitis menempati
peringkat ke-8 dengan 1.138 kasus di
Kornea merupakan jaringan bawah konjungtivitis, hordeolum,
transparan yang berfungsi sebagai kelainan refraksi, katarak, glaucoma,
membran pelindung dan bagian mata 5
pterygium, dan kalazion.
yang dilalui oleh berkas cahaya saat Beberapa faktor resiko dapat
menuju retina.Sifat tembus cahaya mendasari terjadinya keratitis salah
kornea disebabkan oleh strukturnya yang satunya adalah pekerjaan. Pekerjaan
uniform, avaskular, dan deturgenses.E diluar maupun didalam ruangan dapat
pitel yang terdapatpada kornea ini adalah mendasari terjadinya keratitis namun
sawar yang efisien terhadap masuknya
para pekerja yang berhubungan langsung
mikroorganisme ke dalam kornea.Infiltrasi
dengan dunia
sel radang pada kornea dapat
1
menyebabkan keratitis. luar lebih berisiko mengalami keratitis,
Keratitis adalah peradangan pada hal ini disebabkan karena lebih rentan
salah satu dari kelima lapisan kornea mengalami kecelakaan kerja. Kemudian
akibat terjadinya infiltrasi sel radang orang yang bekerja di daerah
pada kornea yang akan mengakibatkan perkebunan atau pertanian memiliki
kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya resiko lebih besar terkena keratitis
kekeruhan pada media kornea ini, maka jamur, hal ini disebabkan karena jamur
tajam penglihatan akan menurun. Mata banyak terdapat di tanah dan tumbuh-
6
merah pada keratitis terjadi akibat tumbuhan. Paparan dengan sinar
injeksi pembuluh darah perikorneal
2 yang Ultraviolet yang berlebihan juga dapat
menyebabkan mata siliar.
dalam atau injeksi menjadiKeratitis
kering
sehingga
dapat meningkatkan terjadinnya
diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti
iritasiinfeksi, matapada
dan infeksi yangkornea.
kering, alergi,
k Gambaran klinik masing-masing
o berbeda-beda tergantung dari
keratitis
n
jenis jpenyebab dan tingkat kedalaman
u
n
g
t
i
v
i
t
i
s

k
r
o
n
i
s

d
a
n

p
e
n
g
g
u 4 j
kelainan mata.
n
a Insidensi dari ika keratitis tidak
a keratitis di ditangani dengan
negara benar maka
n
berkembang penyakit ini akan
l lebih tinggi berkembang
e dibandingkan di menjadi suatu
n negara maju ulkus yang dapat
s berkisar antara merusak kornea
a 5,9-20,7 per secara permanen
100.000 orang sehingga akan
k tiap tahun. Di menyebabkan
o
n Indonesia gangguan
t Insidensi penglihatan
a keratitis dan bahkan dapat
k ulkus kornea sampai
pada tahun menyebabkan
y yang1993
terjadiadalah
di kornea,
5,3 kebutaan
a per sehingga
n 100.000 pengobatan
g penduduk di keratitis haruslah
Indonesia, cepat dan tepat
b perbandingan
e agar tidak
laki-laki dan
r menimbulkan
perempuan tidak
l begitu bermakna komplikasi yang
e pada angka merugikan di
b kejadian masa yang akan
i 4 datang.
h keratitis. Data dari
a Di World Health
n Provinsi Organization
Lampung (WHO)
d sendiri
a menyebutkan
n berdasarkan terdapat 39 juta
data yang orang mengalami
k diperoleh dari kebutaan.
u Dinas Kebutaan kornea
r Kesehatan menempati
a Provinsi urutan kelima
n Lampung sebagai penyebab
g menunjukan kebutaan
bahwa pada penduduk di
b tahun 2013
a dunia setelah
i katarak,
k glaukoma,
. degenerasi
3 makula,
Insidensi sampai 11 per dan kelainan
7
tahunan dari 100.000 refraksi.
keratitis di orangper tahun. Sedangkan di
negara maju telah Di Amerika
Serikat negara-negara
meningkat
karenaangka frekuensi
keratitis sebesar berkembang
penggunaan lensa beriklim
5% diantara
kontak yang seluruh kasus tropis,
tinggi yaitu 2
kebutaan
kornea
merupakan
urutan kedua setelah katarak sebagai hubungan antara variabel yang satu
penyebab kebutaan 6dan penurunan dengan variabel nominal lainnya 28 (C =
ketajaman Coefisien of
penglihatan. contingency). Dari
Sedangkan dari hasil
penelitian di D
RSUD dr.
Soedarso O
Pontianak
menyebutkan
bahwa usia yang L
paling banyak
mengalami O
keratitis yaitu
usia 28-35 tahun G
sedangkan usia
yang paling I
sedikit
mengalami
keratitis
yaitu usia
8 P
52-59 tahun.
Kemudian E
orang-orang
yang bekerja
sebagai petani N
juga
meningkatkan E
resiko terjadinya
6
keratitis. L
Berdasar
kan latar I
belakang di atas,
peneliti tertarik
T
untuk meneliti
“Hubungan Usia
dan Pekerjaan I
Terhadap
Kejadian A
Keratitis dan
Ulkus Kornea N
pada Pasien Di
RSUD Dr. H. Jenis
Abdoel penelitianini
Moeloek Bandar menggunakan
Lampung Tahun jenis penelitian
2013-2014.” analitik
retrospekstif
M
dengan
rancangan
E penelitian yang
digunakan
T yaitu cross
sectional.
O
Analisis data uji tersebut bahwa faktor
Analisis menghasilkan tiga yang diteliti
data yang nilai, yaitu : nilai merupakan
dilakukan dalam kemaknaan (p), faktor risiko.
penelitian ini nilai Interval 3. Nilai Odds
adalah analisis Komulatif (IK) Ratio kurang
univariat yang dan nilai Odds dari satu (<1),
dilakukan pada Ratio (OR). menunjukan
masing- masing Untuk bahwa faktor
variabel yang menentukan yang diteliti
akan diteliti. kemaknaan hasil merupakan
Hasil analisis ini perhitungan faktor protektif
nantinya akan statistik digunakan
memberikan batas kemaknaan
gambaran 0.05.dengan
deskripsi dari demikian jika nilai Alur Penelitian
variabel- variabel p kurang dari 0,05 - Identifikasi
yang diteliti. (p<0,05) maka Masalah
Kemudian hasil hasil perhitungan - Menentukan
analisi disajikan secara statistik Tujuan Penelitian
secara tekstular, tidak bermakna. - Pengumpulan
tabular, grafikal. Untuk Tinjauan Pustaka
Analisis mengetahui besar Penelitian
ini dilakukan atau kekuatan - Identifikasi
untuk hubungan antara Variabel
mengetahui variabel dependen Penelitian
hubungan antara dengan variabel - Pembuatan
variabel independen Proposal
independen digunakkan Odds Penelitian
( faktor usia dan Ratio (OR)
pekerjaan ) dengan 95% IK - Penyajian
dengan dependen (Interval Proposal
( keratitis ). Uji Komulatif). Penelitian
hipotesis Interpretasi - Pengumpulan
dilakukan dengan nilai Odds Ratio Data Penelitian
uji Chi- disertai interval - Analisis dan
2
Square (X ). Uji kumulatif sebesar Pengolahan Data
Chi 95% adalah : - Pembuatan
Square 1. Nilai Odds Laporan
digunakan bila Ratiosama Penelitian
data yang dengan satu - Penyajian Hasil
digunakan (=1), Penelitian
bersifat nominal menunjukan - Kesimpulan
atau ordinal dan bahwa pajanan -
berguna untuk atau faktor
menguji yang diteliti
hubungan atau bukan
pengaruh dua merupakan
buah variabel faktor risiko
nominal dan maupun faktor
mengukur protektif.
kuatnya 2. Nilai Odds
Ratio lebih
dari satu (>1),
menunjukan
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
H. Abdul Moeloek pada mulanya
merupakan Rumah Sakit Onderneming
Pemerintahan hindia belanda yang
didirikan pada tahun 1914 untuk buruh
perkebunan.Saat itu bangunan Rumah
Sakit masih semi permanen dengan
kapasitas seratus tempat tidur.Setelah
Indonesia merdeka RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek menjadi RSU
Pemerintah Sumatera Selatan tahun
1950-1964 untuk selanjutnya menjadi
RSU Tanjung Karang-Teluk Betung saat
Lampung menjadi provinsi sendiri.
Setelah menjadi RSUD Provinsi
Lampung pada tahun 1965 sesuai SK
Gubernur Lampung 07 agustus 1984
Rumah Sakit ini berubah nama menjadi
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek hingga
saat ini. Tahun 1993 sesuai SK Menkes
RI Nomor :1163/Menkes/SK/XII/1993
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
dikategorikan menjadi RSUD Kelas B
Non Pendidikan.
Hasil PenelitianAnalisis Univariat
Usia

Tabel 1 Distribusi Faktor Usia Pasien Keratitis di RSUD Dr.H.Abdoel


Moeleok Provinsi Lampung Tahun 2013-2014
Usia Presentasi
(tahun) Frekuensi (%)
<20 16 25,0
>20 48 75,0
Total 64 100

Tabel2. Distribusi Faktor Usia Pasien Ulkus Kornea di RSUD


Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi Lampung Tahun 2013-2014
Usia Presentasi
(tahun) Frekuensi (%)
<20 20 20,6
>20 77 79,4
Total 97 100
Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 64 pasien
keratitis terdapat usia <20 tahun sebanyak 16 pasien (25,0%) dan usia >20 tahun
sebanyak 48 pasien (75,0%). Sedangkan untuk pasien ulkus kornea dari 97 pasien
ulkus kornea didapatkan usia <20 tahun sebanyak 20 pasien (20,6%) dan pada
usia >20 tahun sebanyak 77 pasien (79,4%).
Pekerjaan
Tabel 3 Distribusi Pekerjaan Pasien Keratitis di RSUD
Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi Lampung Tahun 2013-
2014

Pekerjaan Frekuensi Presentasi (%)


Di dalam ruangan 30 46,9
Di luar ruangan 34 53,1
Total 64 100

Tabel 4 Distribusi Pekerjaan Pasien Ulkus Kornea di RSUD


Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi Lampung Tahun 2013-2014

Pekerjaan Frekuensi Presentasi (%)


Di dalam ruangan 41 42,3
Di luar ruangan 56 57,7
Total 97 100

Berdasarkan tabel 3 dan tabel 4 diketahui bahwa dari 64 pasien keratitis


didapatkan bahwa yang bekerja di dalam ruangan sebanyak 30 pasien (46,9%)
dan di luar ruangan sebanyak 34 pasien (53,1%). Sedangkan dari 97 pasien ulkus
kornea didapatkan yang bekerja di dalam ruangan sebanyak 41 pasien (42,3%)
dan di luar ruangan sebanyak 56 pasien (57,7%).

Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen (usia dan pekerjaan) dengan dependen 2
(keratitis dan ulkus kornea).
Uji hipotesis dilakukan dengan uji Chi-Square (X ).
Dari hasil uji tersebut menghasilkan 3 nilai, yaitu : nilai kemaknaan (p),
nilai Interval Komulatif (IK) dan nilai Odds Ratio (OR). Dengan batas
kemaknaan p=0,05. Jika dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (p-
value) <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan yang
bermakna dan jika nilai probabilitas (p-value) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha
28
ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna.
Tabel 5 Hubungan Antara Usia dengan Pekerjaan Pada Pasien
Keratitis di RSUD Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi Lampung Tahun
2013-2014
No Variabel Usia Total P OR 95%
<20 >20 IK
N % N % N %
1. Pekerjaan
Di Dalam 12 40,0 18 60,0 30 100Ref
Ruangan

Di Luar 4 11,8 3088,2 34 1000,009 5,000 1,399-


Ruangan 17,868

Grafik 1 Hubungan Antara Usia dengan Pekerjaan Pada P asien Keratitis


dan di RSUD Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi Lampung Tahun
2013-2014

3
5
3
18 30 >20 Tahun
0
2 <20 Tahun
5 12
20 4
1
5
Di Dalam RuanganDi Luar Ruangan
1
0
5
0 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa d ari 64 pasien keratitis
didapatkan kategori usia <20 tahun yang bekerja di dalam ruangan sebanyak 12
pasien (40,0%) dan yang bekerja di luar ruangan

sebanyak 4 pasien (11,8%), sedangkan pada ka tegori usia >20 tahun yang
bekerja d i dalam ruangan sebanyak 18 pasien (60,0%) dan yang bekerja di luar
ruangan sebanyak 30 pasien (88,2%).

Tabel 6 Hubungan A ntara Usia dengan Pekerjaan Pada Pasien Ulkus Kornea
dan di RSUD Dr.H.Abdoel M oeleok Provinsi Lampung Tahun 2013-2014
No Variabel Usia Total P OR 95%
<20 >20 IK
N % N % N %
1. Pekerjaan
Di Dalam 13 31,7 28 32,5 41 100 Re f
Ruangan
Di Luar 7 12,5 49 44,5 56 100 0,021 3,250 1,161
Ruangan -
9,099

Grafik 2 Hubungan Antara Usia dengan Pekerjaan Pada P asien Ulkus


K ornea dan di RSUD Dr.H.Abdoel Moeleok Provinsi
Lampung Ta hun 2013-2014

60
50
40 49
30 28 >20 Tahun
20 <20 Tahun
10 13 7
0
Di Dalam Di Luar
Ruangan Ruangan

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 97 pasien ulkus kornea
didapatkan kategori usia <20 tahun yang bekerja di dalam ruangan sebanyak 13
pasien (31,7%) dan yang bekerja di luar ruangan sebanyak 7 pasien (12,5%),
sedangkan pada kategori usia >20 tahun yang bekerja di dalam ruangan sebanyak
28 pasien (32,5%) dan yang bekerja di luar ruangan sebanyak 49 pasien (44,5%).

Pembahasan mikroorganisme ke dalam kornea dan


6
menyebabkan peradangan.
Hubungan Usia dengan Pekerjaan
Pada Pasien Keratitis dan Ulkus Keterbatasan Penelitian
Kornea Dalam penelitian ini memiliki
Keratitis dan ulkus kornea beberapa keterbatasan, antara lain :
dapat mengenai segala umur, namun - Keterbatasan variabel yang diteliti
cenderung banyak ditemukan pada usia yaitu hanya usia dan pekerjaan,
dewasa muda yaitu sekitar 17-39 tahun. sedangkan untuk faktor resiko lain
Hal ini dikarenakan pada usia ini seperti riwayat trauma, riwayat
merupakan usia kerja. Dan usia kerja alergi dll tidak diteliti.
ini berisiko terhadap terjadinya - Penelitian ini juga hanya
kecelakaan kerja/trauma kerja. Dengan menggunakan data rekam medik
demikian berisiko pula terhadap dan data rekam medik tersebut
6
terjadinya keratitis. Akibat terjadi banyak yang hilang.
trauma pada mata maka dapat
menyebabkan epitel kornea yang
merupakan pertahanan pertama dari
kornea menjadi terganggu atau rusak
sehingga akan memudahkan invasi
KESIMPULAN DAN SARAN variabel yang lebih banyak lagi seperti
riwayat trauma, riwayat alergi dll.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Bagi Penelitian Selanjutnya
dan pembahasan dapat diambil Diharapkan pada penelitian
kesimpulan sebagai berikut : yang akan datang sebaiknya dilakukan
1. Dari 64 pasien keratitis paling penambahan variabel seperti riwayat
banyak kategori usia >20 tahun trauma, jenis kelamin untuk
sebanyak 48 pasien (75,0%) dan mendapatkan hubungan yang lebih
jenis pekerjaan pasien keratitis banyak lagi mengenai keratitis dan
paling banyak berprofesi di luar ulkus kornea. Dan diharapkan data
ruangan sebanyak 34 pasien yang diambil dari data primer.
(53,1%).
2. Dari 97 pasien ulkus kornea
didapatkan paling banyak pada DAFTAR PUSTAKA
kategori usia >20 tahun sebanyak
77 pasien (79,4%) dan jenis 1. Biswell, R.,.Kornea. In:
pekerjaan terbanyak yang Vaughan, Asbury. Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
berprofesi di luar ruangan 2012:125-148
sebanyak 56 pasien (57,7%). 2. Ilyas ,Sidarta. Ilmu Penyakit
3. Semakin tinggi usia dan Mata Edisi ketiga. Jakarta. FK UI :
beraktivitas di luar ruangan maka 2010:147-158
semakin tinggi resiko terjadinya 3. Ilyas, S. Ilmu Penyakit
keratitis dan ulkus kornea. MataEdisi
4. Dari hasil tersebut maka dapat Ketiga.Jakarta: BalaiPenerbit
disimpulkan bahwa ada hubungan FKUI. 2004:147- 158
antara usia dan pekerjaan terhadap 4. T.J.Contact lens-related microbial
kejadian keratitis dan ulkus kornea keratitis: Part I:epidemiology.
pada pasien yang berobat di RSUD Cornea 16(asi Laporan SP2TP
Dr.H.Abdoel Moeloek Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung Tahun 2013-2014. Lampung Tahun 2013. Lampung.
2014
Saran 5. Albar , M. Y. Karakteristik
Penderita Keratitis Infektif di RS
Bagi Tempat Penelitian
H. Adam Malik Tahun 2010-2011.
Diharapkan data rekam medik
Departemen Ilmu Kesehatan Mata
disimpan dengan baik agar data-data
Fakultas Kedokteran Universitas
tersebut tidak banyak yang hilang
Sumatera Utara. 2012. Tesis.
karena dapat bermanfaat bagi peneliti
Available from:
yang ingin melakukan penelitian
http://repository.usu.ac.id/handle/
dengan data dari rekam
123456789/33583 ( Diunduh 23
medik.Kemudian untuk perawat yang
Desember 2014 )
bekerja di RSUD Dr.H.Abdoel
6. World Health Organization
Moeleok diharapkan untuk memakai
(WHO). Global Data On Visual
pelindung mata agar tidak mengalami Impairments 2010. Geneva: WHO.
trauma pada mata saat bekerja.= 2012. Available from :
http://www.who.int/blindness/pu
Bagi Peneliti blications/globaldata/en/ ( Diakses
Selanjutnya agar melakukan 18 Desember 2014 )
penelitian lebih baik lagi dengan
7. Wardenaar V.V.P. Karakteristik keratitis at a referral center in
Keratitis Numularis di RSUD Brazil. Int Ophthalmol.:197-204
DR. Soedarso Pontianak Januari 16. Wijaya, C., Terabunan, J.,
2010-Desember 2012. Fakultas Perwira, D. Referat keratitis.
Kedokteran Universitas Bagian Ilmu Penyakit Mata
Tanjungpura Pontianak. 2013. Fakultas Kedokteran Universitas
8. VaughanD,AsburyT. Kristen Maranatha Rumah Sakit
Oftalmologi Umum Edisi 17. Immanuel. Bandung. 2012.
Jakarta. Widya Medika:2009:129- Available from:
140 http://www.scribd.com/
9. Gambar Kornea dan Lapisan doc/84409823/keratitis ( Diunduh
Kornea. Diakses dari : 20 Desember 2014 )
http://duniamata.blogspot.com / 17. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam
2010/05/ struktur-bola-mata- Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
kornea.html( Diakses 24 januari Penerbit FKUI. 2009
2015 ) 18. Ilyas, S, Mailangkay, H.H.B,
10. Liesegang.JThomas,et.al. Taim, H, Saman,R.R,
External Disease and Cornea, Simarmata, M., Widodo,
American Academy of P.S. Ilmu Penyakit Mata untuk
Ophthalmology. Section 8. San Dokter Umum dan Mahasiswa
Francisco. 2006. Available from Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta:
:http://www.aao.org/publications/ CV. SagungSeto, 2002.73
eyenet/201204/comprehensive .cfm htm( Diakses 24 Januari 2015)
? RenderForPrint=1& 19. Hartanto, H., et al.Kamus
(Diakses 13 Januari 2015 ) Kedokteran Dorland Ed. 29.
12. Doughman D, Corneal Physiology, Jakarta: EGC: 2012:594-595
Dalam :Peyman GA Sanders DR, 20. American Academy of
Goldberg MF. Ophthalmology. Externa disease
Prinsiples and Practies of and cornea. San Fransisco 2006-
Ofthalmology, Vol I. Chicago. 2007 : 8-12, 26-35
University Book Publishing Co : 21. Susetio,B.,Penatalaksaan
1983:356-387 Infeksi Jamur pada Mata. In:
13. Luiz Carlos Junqueira, Jose Cermin Dunia
Carneiro. Histologi Dasar Edisi ke- Kedokteran;1993:87. Available
10. Jakarta: EGC.2007: 451-464 from : http://www.kalbe.co.id/files/
14. Bangun,C.Y.Y.Prevalensi cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/
Kebutaan Akibat Kelainan Kornea 11InfeksiJamur087.pdf( Diakses
di Kabupaten Langkat. 20 Desember 2014 )
Departemen Ilmu Kesehatan 23. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta
Mata Fakultas Kedokteran edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Universitas Sumatera Utara Aesculapius FKUI. 2001: 56
RSUP. H. Adam Malik. 2009. Tesis. 24. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
Available from: Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.
http://repository.usu.ac.id/bitstrea 2012:115-130
m/123456789/ 25. Lund Research Ltd. Total
6385/1/10E00176.pdf ( Diunduh 20 Population Sampling. 2012.
Desember 2014 ) Available from :
15. Cariello AJ, Passos RM, Yu MC, http://dissertation.laerd.com/total -
Hofling-Lima AL. Microbial population-sampling.php ( Diakses
1 Februari 2015 )
26. Wijayanto A. Uji Chi-Square.
Semarang: UniversitasDiponegoro;
2012. Available from :
http://andiwijayanto.undip.ac.id
( Diakses 1 Februari 2015 )
27. RSAM. Laporan Tahunan
RSUD Dr.H.Abdoel
Moeloek Bandar Lampung,
Provinsi Lampung Tahun
2014. Bandar Lampung:
2014
28. Diunduh dari
www.nutrionandyou.com.
29. Rahmat, B., 1998. Insiden Keratitis
Infeksi di poliklinik Mata RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
1996,Karya Tulis Ilmiah, Jurusan
Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Gadjah
Mada.
30. Abdulhadi, W.W, Pola kuman dan
sensitivitas terhadap antimikroba
pada ulkus kornea bakterialis di
Rumah Sakit Mata Cicendo, Pada
tanggal 27 mei 2015 UNPAD,
Bandung 2008
31. Sulvia Farida , Karakteristik
penderita keratitis di RS Mata
Dr. YAP Yogyakarta tahun 2007,
UII, Yogyakarta, 2008
Bagian Ilmu Kesehatan Mata PORTOFOLIO
FK UMI
2021

K E R AT I T I S

FAD I L E F E N D I
AZ I S 111 2 0 1
91022
S TAT U S PA S I E N
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. T
• Umur : 51 tahun
• Alamat : Menawan Gebog Kudus
• Pekerjaan : Buruh
A N A M N E SI S
Keluhan Utama
Mata kanan merah dan rasa mengganjal
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSUD KUDUS dengan keluhan mata kanan
merah dan terasa ngganjel ± sejak 1 minggu yang lalu . Mata kanan juga
terkadang terasa nyeri dan sering berair serta terasa silau. Sebelum
terjadi keluhan ini pasien mengaku pernah kelilipan 1 minggu yang lalu
dan masih terasa sampai sekarang. Keluhan lain pandangan kabur (-),
gatal (-), kemeng (-), belekan (-) pusing mual muntah (-). Pasien sudah
pernah mengobati keluhan ini dengan tetes mata insto tetapi keluhan tidak
juga hilang.

.
Riwayat Penyakit Riwayat Riwayat Sosial
Dahulu Penyakit Ekonomi
Keluarga
• Riwayat penyakit yang • Riwayat • Kesan ekonomi
sama (-) menderita cukup.
• Riwayat kemasukan penyakit yang
benda asing (+) sama dalam
• Riwayat trauma pada keluarga (-)
mata (-) • Riwayat hipertensi
• Riwayat Alergi (-) (+)
• Riwayat Hipertensi (-) • Riwayat diabetes
• Riwayat Diabetes melitus (-)
Mellitus (-)
• Riwayat Memakai
kacamata (-)
• Riwayat operasi mata (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Status Umum
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : Compos mentis
• Aktivitas : Normoaktif
• Status gizi : Baik
• Vital Sign
• TD : 120/80 mmHg
• Nadi : 88 x/menit
• RR : 20 x/menit
• Suhu : tidak dilakukan
S TAT U S O F TA L M O L O G I

OD OS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

6/7,5 Visus 6/6

Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi

Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,


enoftalmus (-), eksoftalmus (-), Bulbus okuli enoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)

Edema (-), hiperemis(-), Edema (-), hiperemis(-),


nyeri tekan (-), Palpebra nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-) blefarospasme (-), lagoftalmus (-
ektropion (-), entropion (-) )
ektropion (-), entropion (-)
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
Edema (-), Edema (-),
injeksi silier (+), Konjungtiva injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (+), injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-), hiperemis (-) infiltrat (-), hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, Bulat, Jernih
edema (-), arkus senilis (+) Kornea edema (-), arkus senilis (+)
keratik presipitat (-), infiltrat (-), keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Jernih, kedalaman cukup, Flare (-), Camera Oculi Jernih, kedalaman cukup, Flare (-),
hipopion (-), hifema (-) Anterior hipopion (-), hifema (-),
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

Kripta(+), atrofi (-) coklat, Kripta (+), atrofi (-) coklat,


edema(-), synekia (-) Iris edema(-), synekia (-)
Bulat, sentral,reguler Pupil Bulat, sentral,reguler
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Papil N. II bulat, batas tegas, Retina Papil N. II bulat, batas tegas,
ablatio (-), eksudat (-), ablatio (-), eksudat (-),
mikroaneurism(-) mikroaneurism(-)
Cemerlang + Fundus Refleks Cemerlang +
Palpasi N TIO Palpasi N
Normal Sistem Normal
Lakrimasi
(+) Tes fluorescein Tidak dinilai
RESUME
Subyektif
- Mata kanan terasa mengganjal dan merah
- Keluhan sejak 1 minggu yang lalu
- Mata berair (+)
- Photophobia (+)
- Nyeri (+)
- Riwayat mata kemasukkan benda asing

Obyektif
- Injeksi siliar OD (+)
- Fluorescein test OD (+)
D I A G N O S AK E R J A

OD Keratitis Pungtata Superficial


DIAGNOSADIFFERENSIAL

OD

• OD Keratitis Pungtata Superficialis


• OD Keratitis Pungtata Subepitel
• OD Uveitis Anterior
• OD Konjungtivitis Sika
• OD Glaukoma Akut
TERAPI

• Tarivid ED (Ofloxacin 0.3%) 6x1 OD


• Rephitel ED (vitamin A 1000IU, aneurin hydrocloride 0.5mg, calcium
pantothenate 5.0mg) 1x1 OD
PROGNOSIS

OCULI DEXTRA OCULI SINISTRA


(OD) (OS)
Quo ad vitam ad bonam Ad bonam

Quo ad sanam ad bonam Ad bonam

Quo ad fungsionam ad bonam Ad bonam

Quo ad kosmetikam ad bonam Ad bonam


T E R I M AK A S I H

Anda mungkin juga menyukai