Ika Susanti Fkik
Ika Susanti Fkik
SKRIPSI
IKA SUSANTI
NIM.109102000059
SKRIPSI
IKA SUSANTI
NIM.109102000059
NIM : 109102000059
Medication Error is patient adverse events due to the use of the drug for the
treatment of health workers, which could otherwise be prevented. This study aims
to determine Medication Error that occurred at different phases in drug services in
Fatmawati. Ie the phase prescribing, transcribing and dispensing phase. The
research was conducted in the Lotus Building Depot Pharmacy, Pharmacy
Installation Fatmawati. Designe used in this study was a cross sectional study
with prospective data collection conducted during the months of May to June
2013. The results showed that there was the potential for medication errors. Each
to that phase of prescribing potential error occur because: prescription writing
unreadable: 0.3%, the name of the drug in the form of the abbreviation 12%, no
dose of granting 39%, no amount of grant of 18%, there is no rule 34% share, Don
' t write satuan a dose 59 %, there is no form of 84 % preparation there is no route
granting 49 %, No date 16 %, demand a recipe not complete the identity of the
patient, (There is no medical record number 62%, age 87%, weight 88%, height
88%, sex 76% and no of patients rooms 77%). On transcribing potential
happened because there was no mistake: 89 %, a dose of administering
medication there is no route granting 21 %, no the form of preparation 14 %. On
dispensing potential error occurred because: the provision of etiquette incomplete
61 %.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala
rahmat-Nya kepada kita semua, khusnya penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Identifikasi Medication error pada fase Prescribing,
Transcribing dan Dispensing di Depo farmasi rawat Inap Penyakit Dalam gedung
Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati periode 2013” ini. Shalawat serta
salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi muhammad SAW,
yang merupakan suri tauladan bagi kita semua.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Depo Farmasi Gedung
Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Skripsi ini juga disusun berdasarkan
dari berbagai sumber. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan
ini tentu banyak berbagai halangan serta kesulitan yang menyertai, sehingga
penulis tidak terlepas dari do’a, dorongan, bantuan, dan bimbingan dari banyak
pihak. Oleh karena itu, izinkan menulis untuk menghaturkan ucapan terimakasih
yang mendalam kepada:
1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan Bapak Ahmad
Subhan, M.Si, Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
waktu, tenaga, nasehat, serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi
ini.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Sabrina, M.Farm,Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
arahan selama masa perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Yang menyatakan,
(Ika Susanti)
Halaman
Lampiran Halaman
Lampiran. 1 Lembar Kerja Pengamatan ..........................................................48
Lampiran. 2 Contoh Resep .................................................................................49
Lampiran. 3 Contoh Transcribing .....................................................................50
Lampiran. 4 Contoh Dispensing .........................................................................51
Lampiran. 5 Contoh Troly Box Obat .................................................................52
Lampiran. 6 Gambar Rak Obat .........................................................................53
Lampiran. 7 Alur Resep ......................................................................................55
Lampiran. 8 Alur Resep ......................................................................................56
Lampiran. 9 Alur Resep ......................................................................................57
Tabel Halaman
Tabel 2.2 Penggolongan ME Berdasarkan Tempat Kejadiannya .....................6
Tabel 5.1 Distribusi Hasil Penilaian ME Pada Tahap Prescribing .................29
Tabel 5.2 Distribusi Hasil Penilaian ME Pada Tahap Transcribing ..............30
Tabel 5.2 Distribusi Hasil Penilaian ME Pada Tahap Dispensing ..................31
ME : Medication error
RM : Rekam Medik
1
2
5
6
Tipe Keterangan
Prescribing error Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi,
(kesalahan dalam kontra indikasi, alergi yang tidak diketahui,
peresepan) terapi obat yang sedang berlangsung, dan faktor
lainya) dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas,
rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau
instruksi untuk penggunaan obat, penulisan resep
yang tidak jelas, dan lain-ain yang menyebabkan
terjadinya kesalahan pemberian obat kepada
pasien.
Omission error Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien
(kesalahan karena sampai pada jadwal berikutnya.
kurang stok obat)
Wrong time error Memberikan obat diluar waktu, dari interval
(salah waktu waktu yang telah ditentukan.
pemberian)
Unauthorized drug Memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh
error (kesalahan dokter
pemberiaan obat
diluar kuasa)
Wrong patient (salah Memberikan obat kepada pasien yang salah
pasien)
Improper dose error Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar
(kesalahan karena atau lebih kecil dari pada dosis yang
dosis yang tidak diinstruksikan oleh dokter, atau memberikan
tepat) dosis duplikasi.
Wrong dosage from Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang
error (kesalahan dari tidak sesuai
dosis yang salah)
Wrong drug Mempersiapkan obat dengan bentuk sediaan
preparation error yang tidak sesuai.
(kesalahan dari
persiapan obat)
Wrong administration Prosedur atau teknik yang tidak layak atau tidak
thecnequi error benar saat memberikan obat.
(kesalahan dari
teknik adminstrasi
yang salah)
Deteriorated drug Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau
error (kesalahan yang telah mengalami penurunan.
pemberian obat yang
aktifitasnya menurun)
Monitoring error Kegagalan untuk memantau kelayakan dan
(kesalahan dalam deteksi problem dari regimen yang diresepkan,
pemantauan) atau kegagalan untuk menggunakan data klinis
atau laboratorium untuk asesmen respon pasien
terhadap terapi obat yang diresepkan.
Compliance error Sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan
(kesalahan ketaatan penggunaan obat yang diresepkan
kepatuhan
penggunaan obat oleh
pasien)
b) Penyiapan obat
1) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan
peracikan obat, harus diabuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket
yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien, harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
5) Informasi obat
Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter
harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi
yaitu tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan sifat-sifat fisiko kimia
obat yang diberikan. Oleh karena itu, dokter memainkan peranan penting
dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan
pengobatan melalui pemberian obat kepada pasien (Harianto, 2006).
2. Kontraindikasi.
3. Obat kadaluwarsa.
4. Bentuk sediaan yang salah.
5. Frekuensi pemberian yang salah.
6. Label obat salah / tidak ada / tidak jelas.
7. Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas.
8. Obat diberikan pada pasien yang salah.
9. Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah.
10. Jumlah obat yang tidak sesuai.
11. ADR (jika digunakan berulang).
12. Rute pemberian yang salah.
13. Cara penyimpanan yang salah.
14. Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah.
3. Proses Dispensing.
a. Tahap pertama:
Menerima dan memvalidasi order atau resep dengan
mengidentifikasi penderita dan menegaskan nama penderita.
b. Tahap kedua :
Mengkaji order/ resep untuk kelengkapan resep meliputi:
1. Nama penderita
2. Ruang, kamar, nomor penderita
3. Nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, kuantitas, aturan pakai
4. Tanggal dan jam penulisan order/resep
5. Tanda tangan dokter penulis dan Jika perlu, instruksi lain dari
dokter.
c. Tahap ketiga:
Mengerti dan menginterpretasi order/resep. Harus dilakukan
oleh apoteker atau asisten apoteker senior yang telah terlatih
untuk tahap ini:
a) Membaca order/resep
b) Menginterpretasi setiap singkatan yang digunakan dokter
penulis resep secara benar
c) Menegaskan bahwa dosis yang ditulis berada dalam rentang
yang normal bagi penderita (jenis kelamin dan umur perlu
diperhatikan)
d) Melakukan perhitungan dosis dan kuantitas secara benar
e) Mengkaji ketidak tepatan yang tertera pada resep, antara
lain kontra indikasi, interaksi, duplikasi dan
inkompatibilitas. Order obat secara lisan hanya diberikan
dalam situasi luar biasa dan darurat.
d. Tahap keempat :
Menapis profil pengobatan penderita. Apoteker memasukkan
semua data obat yang tertulis pada order/resep formula kedalam
profil formulir pengobatan penderita (terkomputerisasi). Suatu
profil pengobatan penderita (p-3) mengandung dua jenis
yang perlu waspada tinggi (high-alert) sebanyak 632 (89,6%) dari 705 obat
yang diresepkan dan dibagikan. Kemudian mengidentifikasi setidaknya satu
kesalahan dispensing dalam setiap obat high alert yang di keluarkan,
sejumlah 1.707 kesalahan. Di antara kesalahan dispensing, sebanyak 723
(42,4%) terjadi pada kesalahan isi yang bersamaan dengan kesalahan
resep.
2.5.1 Pengertian
Prosedur program monitoring medication error (ME) adalah suatu
proses dan tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam proses
pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada
pasien.
Medication error (ME) adalah suatu kejadian “kesalahan” dalam
rangkaian pengobatan yang seharusnya dapat dicegah, dimana kesalahan
tersebut dapat menyebabkan bahaya pada pasien atau dapat berkembang
menjadi penggunaan obat yang tidak tepat, dimana pengobatan masih
tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau keluarga pasien.
Laporan ME dapat dibuat oleh: dokter, perawat, apoteker, tenaga
kesehatan lainya termasuk pasien dan keluarga pasien. Bentuk laporan awal
dapat berupa penyampaian secara lisan atau tulisan kronologis temuan.
Ruang Lingkup prosedur ini dimulai dari proses penerimaan laporan
kejadian ME hingga penyampaian laporan hasil audit selesai dibuat.
2.4.2 Tujuan
1. Tersedianya prosedur untuk mengetahi medication error di RSUP
Fatmawati
2. Tersedianya tindakan pengatasan yang diperlukan untuk menangani
kejadian medication error pada pasien.
2.5.2 Kebijakan
Monitoring / pelaporan medical error dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan keberbahayaan
pada pasien dengan jenis insiden:
1. Sentinel
2. Kejadian tidak diharapkan (KTD)
3. Kejadian tidak cedera
4. Kejadian nyaris cedera (KNC)
5. Kondisi potensial cedera (KPC)
2.4.4 Prosedur
1. Pelaksanaan kegiatan monitoring oleh tenaga kesehatan terhadap
timbulnya kejadian medication error pada pasien dari seluruh tahapan
proses pelayanan obat.
2. Pelaksanaan kegiatan penerimaan laporan kejadian ME dari: Dokter,
Perawat, Apoteker, Pasien, Keluarga pasien atau dari petugaslainya.
3. Pelaksanaan kegiatan komunikasi/ interview oleh tim monitoring ME
yang terdiri dari: Dokter DPJP, Perawat ruangan, Apoteker ruangan.
Untuk pendalaman observasi data temuan ME. Observasi dilakukan
kepada: pasien atau keluarga pasien saat kunjungan ke pasien (visite)
untuk mendapatkan informasi lengkap kejadian ME dalam formulir
pelaporan oleh tim monitoring.
4. Pelaksanaan kegiatan pencatatan temuan kejadian ME dalam formulir
pelaporan oleh tim monitoring.
5. Pelaksanaan kegiatan analisa (assessment) terhadap hasil interview
maupun laporan ME dari semua sumber dengan analisis akar masalah
pada tahapan:
a. Tahapan peresepan
b. Tahapan penyalinan/ penyalinan resep
c. Tahapan penyiapan obat
Prescribing
Medication
Transcribing SDM
Error
Dispensing
JUMLAH PERSEN
No JENIS PENILAIAN
KEJADIAN (%)
1 Tulisan resep tidak terbaca dengan jelas 1 0,3
2 Tidak ada nama Dokter penulis resep 138 42
3 Tidak ada SIP dokter 325 100
4 Tidak ada status dokter 300 92
5 Tidak ada paraf dokter 269 91
6 Tidak jelas nama pasien 0 0
7 Tidak ada nomor rekam medik 202 62
8 Tidak ada tanggal lahir (usia) 284 87
9 Nama obat berupa singkatan 40 12
10 Tidak ada konsentrasi 127 39
11 Tidak ada jumlah pemberian obat 60 18
12 Tidak ada aturan pakai 113 34
13 Tidak menuliskan satuan dosis 194 59
14 Tidak ada bentuk sediaan 276 84
15 Tidak ada rute pemberian 162 49
16 Tidak ada tanggal permintaan resep 52 16
Lain-lain:
17 Tidak ada berat badan 287 88
18 Tidak ada tinggi badan 287 88
19 Tidak ada jenis kelamin 249 76
20 Tidak ada no kamar 251 77
Keterangan: 0 tidak ditemukan kesalahan
249 251
250 202 194
200 162
138 127
150 100 113
92 91 87 84 88 88 76 77
100 62 60 59 49 52
42 40 39 34
50 10,3 12 18 16
00
0
jumlah /R
persentase
TAHAPAN PRESCRIBING
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahap prescribing yang berpotensi menimbulkan medication error yang sangat
berbahaya terjadi karena tidak ada bentuk sediaan 84%, tidak ada satuan dosis 59%, tidak ada konsentrasi 39%, tidak ada rute pemberian
49%, dan tidak ada aturan pakai 34%, nama obat berupa singkatan 12%.
300
192
200
89 89
69 59
100 48
21 14
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Jumlah kejadian
persentase
tahapan trasncribing
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahap trascribing kesalahan yang berpotensi meninbulkan medication error yang
sangat berbahaya terjadi karena tidak ada dosis pemberian 89%, tidak ada rute pemberian 21%, dan tidak ada bentuk sediaan 14%.
200
100 61
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,6 0 0
0
Jumlah kejadian
persentase
TAHAPAN DISPENSING
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahap Dispensing kesalahan kesalahan yang berpotensi menimbulkan
medication error terjadi Pada pemberin etiket yang tidak lengkap sebesar 61%.
dokter, tidak ada status profesi dokter, tidak ada paraf dokter, tidak ada
nomor rekam medik pasien, tidak ada usia pasien, tidak ada berat badan
pasien, tidak ada tinggi badan pasien, tidak ada jenis kelamin pasien, tidak
ada nomor kamar pasien, nama obat berupa singkatan, tidak ada konsentrasi
atau dosis yang diminta, tidak ada jumlah pemberian obat, tidak ada rute
pemberian, tidak ada aturan pakai, tidak menuliskan satuan dosis, tidak ada
bentuk sediaan, tidak ada tanggal permintaan resep. Dan potensi kesalahan
pada tahap prescribing yang sangat berbahaya terjadi pada tidak ada bentuk
sediaan, tidak ada satuan dosis, tidak ada konsentrasi/ dosis, tidak ada rute
pemberian, dan tidak ada aturan pakai, nama obat berupa singkatan.
Kesalahan terjadi karena tulisan resep tidak terbaca dengan jelas. Ini
bisa berakibat fatal. Jika resep tidak terbaca dengan jelas maka bisa
menimbulkan kesalahan pada tahap transcribing, yaitu kesalahan pada saat
menerjemahkan nama obat, konsentrasi, dosis pemberian obat, durasi
pemberian, rute pemberian, bentuk sediaan, tanggal permintaan resep.
Sehingga dalam tahap dispensing juga salah dalam melakukan pelayanan
obat yakni pada saat pengambilan obat (jenis/konsentrasi berbeda),
mengantar ke ruangan, menghitung dosis, dan pemakaian jenis pelarut.
Dengan demikian kemungkinan terjadinya medication error menjadi lebih
besar.
Tidak ada bentuk sediaan. Tidak ada bentuk sediaan obat ini sangat
merugikan pasien. Karena pemilihan bentuk sediaan ini disesuaikan dengan
kondisi tubuh pasien. Bentuk sediaan obat ini juga terhadap kenyamanan
pasien.
Tidak ada konsentrasi obat. Ini juga sangat berbahaya dimana
konsentrasi obat ini berpengaruh terhadap hasil terapi yang akan di jalani,
dimana jika konsentrasi obat lebih kecil dari kebutuhan pasien maka terapi/
pengobatan yang dijalani tidak tercapai, namun jika dosis obat yang
diberikan lebih tinggi maka sangat berbahaya mungkin bisa menimbulkan
keracunan bahkan kematian.
Nama obat berupa singkatan Ini juga sangat berbahaya. Karena ada
beberapa obat yang mempunyai nama yang mirip/ bunyinya yang mirip
sehingga bisa salah mengartikan obat yang dimkasud. Jika salah dalam
mengartikan (transcribing) nantinya juga akan menimbulkan kesalahan
dalam penyiapan, peracikan bahkan hingga penyerahan obat pada pasien
(dispensing).
Kemudian tidak ada rute pemberian. Tidak adanya rute pemberian ini
juga akan membingungkan trascriber karena terkait dengan pemilihan
bentuk sediaan obat yang akan diberikan serta berkaitan dengan dosis dan
hasil terapi yang akan dicapai. Begitu juga dengan usia pasien, berat badan
pasien serta tinggi badan pasien juga sangat berpengaruh terhadap
pemberian obat. Yaitu terkait dalam pemilihan dosis obat yang akan
diberikan.
Kesalahan selanjutnya yaitu tidak ada nama dokter, SIP, dan paraf
dokter. Tidak ada berat badan pasien, tinggi badan pasien, tidak ada usia
pasien, bentuk sediaan dan nomor kamar. Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan di kota Madya Yogyakarta menunjukkan
bahwa ketidaklengkapan resep disebabkan antara lain karena tidak adanya
paraf, nomor ijin praktek dokter, dan tanggal resep (Rahmawati, 2002).
Artinya bahwa SIP (Surat Izin Praktek) dokter dan paraf dokter paling
sering tidak tercantum dalam resep. penulisan SIP (Surat Izin Praktek)
dokter dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa
dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-undang
dalam memberikan pengobatan kepada pasien. Begitu juga dengan paraf
dokter. Paraf dokter dalam resep merupakan salah satu parameter
keabsahan suatu resep dan merupakan suatu bukti bahwa yang tertulis
dalam resep adalah benar sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keahliannya.
Padahal persyaratan resep menurut Kepmenkes No.280/Menkes/SK/
V/1984 telah disebutkan bahwa pada resep harus dicantumkan : (1) Nama
dan alamat penulis resep, serta nomor izin praktek. (2) Tanggal penulisan
resep. (3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. (4) Dibelakang
lambang R/ harus ditulis nama setiap obat atau komposisi obat. (5) Tanda
tangan atau paraf penulis resep. (6) Jenis hewan, nama serta alamat
pemiliknya untuk resep dokter hewan.
Kemudian berat badan pasien, tinggi badan pasien dan usia pasien
disini penting untuk mempertimbangkan dosis sediaan yang akan di berikan.
Kondisi tubuh pasien tersebut bisa saja sangat berpengaruh terhadap terapi
yang akan dipilih untuk pasien tersebut. Tidak ditulisnya dosis atau
konsentrasi ini juga sangat membingungkan transcriber dalam melayani
obat di Depo Farmasi karena konsentrasi sediaan obat terdapat berbagi
macam dosis. Sehingga biasanya transcriber memberikan obat dengan dosis
lazim atau yang biasa di gunakan. Tidak adanya nomor kamar juga
berpotensi untuk menimbulkan kesalahan, karena dimungkinkan adanya
nama pasien yang mirip atau sama. Penulisan nama obat yang tidak jelas
maupun sukar dibaca akan membahayakan pasien. Karena banyak obat
dengan nama yang hampir sama.
Selanjutnya yaitu tidak adanya status dokter penulis resep. Padahal
pencantuman status dokter penulis resep ini juga sangat di perlukan,
terutama bila terdapat hal-hal yang tidak jelas atau meragukan dalam resep
yang perlu ditanyakan terlebih dahulu kepada penulis resep, sehingga
memperlancar pelayanan di Depo Farmasi. Kemudian tidak ditulisnya
jumlah obat juga akan memperlambat pelayanan di Depo Farmasi, dan juga
akan berpengaruh terhadap hasil terapi dan harga obat. Begitu juga dengan
bentuk sediaan yang tidak jelas juga sangat berpengaruh terdapat hasil terapi
dan harga obat.
Kesalahan lain yang juga berpotensi menimbulkan medication error
yaitu terjadi karena tidak ada nama dokter sehingga kemungkinan besar
resep ini di tulis oleh tenaga kesehatan lain. Padahal menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang berhak menulis resep adalah
dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien (Kepmenkes, 2004 ).
Kemudian tidak ada tanggal permintaan resep. Padahal tanggal
pemberian pada resep sangat penting. Untuk mengetahi kapan resep tersebut
ditulis dan untuk menyiapkan obat yang diminta.
Resep bukan sekedar alat bagi pasien untuk mendapatkan obat
diapotik, namun lebih jauh merupakan dokumen resmi yang dapat
pemilihan obat yang ada, jika pasien kurang mampu dan diberikan obat
paten maka akan sangat merugikan pasien.
Pada tahap ini ada beberapa komponen yang telah lengkap ditulis oleh
transcriber pada lembar profil pengobatan pasien. Yakni nama pasien,
nomor rekam medik, nama obat, tanggal permintaan resep serta durasi
pemkaian obat. Karena hal tersebut merupakan parameter yang sangat
penting mengingat jika nama pasien salah maka kesalahannya akan berkibat
fatal. Karena menyangkut jenis obat yang diberikan, dosis yang diberikan,
serta bentuk sediaan yang diberikan sehingga pengobatan pada pasien tidak
tercapai atau tidak berhasil.
juga akan memberatkan pasien dari keluarga kurang mampu (miskin) yang
tidak mampu membeli obat.
Salah jenis atau konsentrasi obat disini juga tidak ditemukan karena
obat di siapkan sesuai dengan cacatan transcriber dan sesuai dengan etiket.
Di depo penyusunan obat menggunakan alfabet sehingga mudah dalam
pengambilan dan untuk obat dengan nama yang mirip atau dengan tampilan
yang mirip diberi tanda peringatan LASA (look alike sound alike) Sehingga
menambah kewaspadaan dispenser dalam mengambil obat.
Pada tahap ini juga tidak ditemukan adanya obat yang rusak. Tempat
penyimpanan obat di Depo Farmasi Gedung Teratai ini juga sudah tepat.
dimana obat di tempatkan di rak dengan sistem alfabet serta obat disusun
berdasarkan sistem FIFO (frist in frist out). Ruangan dilengkapi dengan
pendingin ruangan, untuk obat yang tidak stabil pada suhu ruangan
disimpan dilemari es.
Setelah selesai dalam tahap penyiapan obat sesuai dengan etiket dan
catatan transcriber, kemudian obat disusun dalam box troly, untuk setiap box
troly tersebut diberi nama pasien. Kemudian obat yang telah disiapkan
sesuai dengan etiket yang ditulis dimasukkan dalam rak box troly obat
sesuai dengan nama pasien. Setelah itu obat baru dikirim keruangan atau
bangsal sehingga kesalahan dalam pemberian obat disini tidak terjadi. Obat
yang dikirim ke bangsal tersebut diserahkan kepada perawat, kemudian
perawat nantinya yang akan memberikan langsung obat tersebut kepada
pasien.
Adanya sistem penyerahan obat kepada perawat ini sangat membantu
dalam mencegah terjadinya kesalahan dalam memberikan obat. Karena
adanya pengecekan ulang oleh perawat. Sehingga kesalahan dalam
memberikan obat kepada pasien kemungkinannya sangat kecil. Namun
seharusnya farmasi ikut serta dalam pemberian obat kepada pasien. Tetapi
di RSUP Fatmawati dalam pemberian obat kepada pasien hanya diberikan
oleh perawat. Hal ini mungkin dikarenakan beban kerja yang berlebih dan
kurangnya tenaga kerja.
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pelayanan
resep pada tahap prescribing, transcribing dan dispensing di depo farmasi
rawat inap penyakit dalam gedung Teratai, instalasi farmasi RSUP
Fatmawati tidak terjadi adanya medication error. Namun berpontensi untuk
terjadi medication error. Masing – masing pada fase tersebut yakni:
1) pada prescribing potensi kesalahan terjadi karena: tulisan resep tidak
terbaca 0,3%, nama obat berupa singkatan 12%, tidak ada dosis
pemberian 39%, tidak ada jumlah pemberian 18%, tidak ada aturan
pakai 34%, tidak menuliskan satuan dosis 59%, tidak ada bentuk
sediaan 84%, tidak ada rute pemberian 49%, tidak ada tanggal
permintaan resep 16%, tidak lengkap identitas pasien, (tidak ada nomor
rekam medik 62%, usia 87%, berat badan 88%, tinggi badan 88%, jenis
kelamin pasien 76% dan no kamar pasien 77%).
2) Pada Transcribing potensi kesalahan terjadi karena: Tidak ada dosis
pemberian obat 89%, Tidak ada rute pemberian 21%, Tidak ada bentuk
sediaan 14%.
3) Pada Dispensing potensi kesalahan terjadi karena: Pemberian etiket
yang tidak lengkap 61%.
6.2 Saran
1) Kepada dokter, farmasi, maupun tenaga kesehatan lainya diharapkan
untuk memperhatikan hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication
error.
2) Kepada peneliti selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai medication error hingga sampai pada tahap penilaian
potensial cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Agalu, asrat et al. 2011. Medication prescribing errors in the intensive care unit
of Jimma University Specialized Hospital, Southwest Ethiopia. Journal of
Multidisciplinary Healthcare :4
Ansari, mukhtar & sen, abhishek. 2013. Evaluation Of Look-Alike And Sound-
Alike Medicines And Dispensing Errors In A Tertiary Care Hospital Pharmacy Of
Eastern Nepal : Int J Pharm. P(14-19)
Aronson, JK. 2009. Medication errors: what they are, how they happen ,and how
to avoid them: from http://qjmed.oxfordjournals.org/ by guest on januari 19,2013
Dobrzanski et all. 2002. The nature of hospital prescribing error. Brithis journal
of clinical govermen. Vol. 7. No 3. P(187-193)
Mashuda, ali. 2011. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (Cpfb)
Good Pharmacy Practice (Gpp). Kerjasama direktorat jenderal bina kefarmasian
dan alat kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia Dengan pengurus
pusat ikatan apoteker indonesia
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen kesehatan RI. 2008. Tanggung Jawab Apoteker Terhadap
Keselamatan Pasien (Patient Safety ).
Direktorat jendral pelayanan farmasi dan alat kesehatan. 2004. keputusan mentri
kesehatan republik indonesia tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek
Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004. Jakarta: mentri kesehatan republik
indonesia
Rustia, hana nika. 2010. kontroversi legislatif praktik kefarmasian oleh tenaga
keperawatan. Aspirasi vol. 1. No.1
Rahmawati, fita & oetari, R.A. 2002. kajian penulisan resep: tinjauan aspek
legalitas dan kelengkapan resep di apotek-apotek kotamadya yogyakarta :
majalah farmasi indonesia 13(2)
Smith, D.G & aronson, JK. 1992. clinical pharmacology and drugh terapi. tokyo
new yor: oxford university press
Siregar, charles J.P. 2006. farmasi klinik teori dan penerapan. jakarta:EGC
Velo, Giampaolo & Minuz, Pietro. 2009. Medication errors: prescribing faults
and prescription errors: british journal of clinical pharmacology. P(624-628)
TAHAP
TERJADI (√ )
NO MEDICATION PARAMETER YANG DINILAI
/TIDAK ( - )
ERROR
tulisan resep tidak terbaca
Tidak nama dokter penulis resep
Tidak ada No SIP dokter
Status dokter
paraf dokter
Salah/tidak jelas nama pasien
Nomor rekam medik
Tanggal lahir (usia)
Nama obat tidak jelas atau berupa singkatan
Tidak ada konsentrasi/ dosis sediaan
Prescribing
Tidak lengkap/ tidak ada dosis pemberian (jumlah)
I Error
Tidak ada/ salah durasi pemberiaan (aturan pakai)
Penulisan satuan dosis salah/ tidak menuliskan satuan
dosis
Tidak ada bentuk sediaan
Tidak ada rute pemberian
Tidak ada tanggal permintaan(resep)
Tidak lengkap/ tidak ada tinggi badan
Tidak lengkap/ tidak ada berat badan
Lain-Lain: - No kamar
- Jenis kelamin
Obat generik
Obat paten
54
Tidak ada nomor rekam medik, Resep tidak terbaca dengan jelas.
ruangan yang salah)
Tidak ada durasi pemberian
Salah menghitung dosis
Tidak ada rute pemberian, Salah jenis pelarut
Obat tidak kompatibel
Tidak lengkap/ tidak ada bentuk sediaan
Pemberian obat diluar instruksi,
Tidak ada tanggal permintaan resep
Tempat penyimpanan tidak tepat
Tidak ada Status pasien. Obat ada yang kurang (omission)
Obat kadaluarsa atau sudah rusak
55