Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PROFIL MEDICATION EROR FASE PRESCRIBING PADA

RESEP DIABETES MELITUS

(studi di lakukan di apotek Kapuas Farma Surabaya)

OLEH

TIARA RACHMAWATI

1351810317

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

AKADEMI FARMASI SURABAYA

SURABAYA

2021
4

PROFIL MEDICATION EROR FASE

PRESCRIBING PADA RESEP

DIABETES MELITUS

(Studi dilakukan di Apotek Kapuas Farma )

Diajukan Untuk Memperoleh

Gelar Ahli Madya Farmasi

Dalam Program Pendidikan D-III Farmasi

Akademi Farmasi Surabaya

OLEH

TIARA RACHMAWATI

NIM : 1351810317

2
4

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS MEDICATION ERROR FASE PRESCRIBING PADA


RESEP DIABETES MELITUS

(studi dilakukan di Apotek Kapuas Farma Surabaya)

TIARA RACHMAWATI

NIM : 1351810317

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui isi serta

Susunannya untuk dapat diuji dan dipertahankan dihadapan Tim penguji

Proposal Karya Tulis Ilmiah Jenjang Pendidikan Diploma III Akademi

Farmasi Surabaya

Surabaya, 10 februari 2021


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ninik Mas Ulfa, S.Si., Apt., Sp. Fitria Dewi Yunitasari, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.
FRS. NIDN. 0701027504 NIDN. 0716068502

Penguji,

Apt.Eziah Ika Lubada, S.Farm., M.Farm-


Klin NIDN 0705108603

3
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan naskah proposal karya tulis

ilmiah ini tepat pada waktunya. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima

kasih dengan tulus kepada setiap orang yang telah hadir selama perjalanan studi

penulis, membimbing, memberikan inspirasi, bantuan dan dukungan dalam

menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

Pertama, ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak M.A. Hanny

Ferry Fernanda, S.Farm., M.Farm., Apt., selaku plt Direktur Akademi Farmasi

Surabaya yang telah menerima dan memberikan kesempatan untuk studi di

lembaga yang beliau pimpin.

Kedua, ucapan terima kasih disampaikan kepada jajaran akademisi Bapak

M.A. Hanny Ferry Fernanda, S.Farm., M.Farm., Apt., selaku Wakil Direktur I

Bidang Akademik dan Kemahasiswaan dan Bapak Umarudin, M.Si., selaku Wakil

Direktur II Bidang Umum, Humas dan Kerjasama.

Ketiga ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada

Bapak/Ibu selaku pembimbing I Ibu Ninik Mas Ulfa , S.Si., Apt., Sp.FRS dan

pembimbing II Ibu Fitria Dewi Yunitasari, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt dst.

Surabaya, 10 Februari 2021

Tiara Rachmawati

4
4

DAFTAR ISI

5
4

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat

yang memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Apotek harus terus memberikan pelayanan yang berkualitas kepada

pasien. Salah satu faktor penentu keberhasilan pelayanan kefarmasian secara

umum pelayanan kesehatan adalah penggunaan obat yang rasional

Dampak dari tidak dilaksanakannya kegiatan pelayanan kefarmasian yang

baik adalah dapat terjadi kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses

pelayanan.Lebih dari satu juta kesalahan pengobatan terjadi dan diperkirakan

7.000 kematian akibat kesalahan pengobatan (medication error).

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Salah satu tujuan pelayanan kefarmasian yaitu melindungi pasien dan masyarakat

dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (1)

Medication Error adalah setiap kejadian yang sebenarnya dapat dihindari

atau dicegah hal ini berakibat pada ketidak tepatan pelayanan obat yang dapat

membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga

kesehatan atau pasien.

Jika disimpulkan Medication Error merupakan kejadian yang dapat

merugikan dan membahayakan pasien yang dilakukan oleh petugas

kesehatan,pada tahap pelayanan kefarmasian ataupun administrasi resep

1
4

khususnya dalam hal


2

pengobatan pasien. Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses

pengobatan, baik dalam proses peresepan (prescribing), pembacaan resep

(transcribing), penyiapan hingga penyerahan obat (dispensing), maupun dalam

proses penggunaan obat (administration)(2). Transcribing errors. Pada fase ini

kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing, antara lain

salah membaca resep karena tulisan tidak jelas, informasi tidak jelas atau

penggunaan singkatan tidak tepat . Dimana setelah resep di terima maka proses

kesalahan yang terjadi adalah pada saat melakukan pembacaan resep dari

prescriber (penulis resep).Dispensing errors merupakan ketidaksesuaian antara

obat yang diresepkan dengan obat yang diberikan oleh instalasi farmasi kepada

pasien atau didistribusikan ke suatu bangsal termasuk pemberian obat dengan

kualitas informasi yang rendah . Kesalahan Prescribing error yang sering terjadi

meliputi administrasi resep yang tidak lengkap, tidak ada umur pasien, tidak ada

nama dokter ,dosis salah , tidak ada sip dan penulisan aturan pakai yang tidak

jelas(3).

Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses pengobatan baik

dalam prescribing, transcribing, dispensing, administering. Kesalahan dalam

peresepan dan pemberian obat merupakan dua hal yang sering terjadi dalam

kesalahan pengobatan.(4) Penelitian dari Timbongol et al.,(2016) tentang

Identifikasi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap peresepan

(prescribing) di poli interna RSUD Bitung pada periode juli-desember 2015,

menunjukkan bahwa medication error yang terjadi pada tahap prescribing

meliputi tulisan resep tidak jelas atau tidak terbaca 6,50%, tidak ada umur pasien

62,87%, tidak ada bentuk sediaan 74,53%, tidak ada dosis sediaan 20,87%.
3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa potensi

terjadinya medication error pada tahap prescribing tergolong cukup tinggi.(2)

Kesalahan pengobatan yang sering terjadi adalah pada tahap prescribing

error hal ini menimbulkan kerugian meliputi resep yang tidak rasional, tidak

efektif serta kelebihan. Prescribing eror meliputi dosis yang salah, tidak ada SIP

dokter, resep sulit dibaca , tidak ada nama dokter , tidak ada umur pasien, Satuan

numerik obat salah(3). Kejadian tersebut menimbulkan dampak bagi pasien yang

dapat memperparah penyakit tersebut. Dampak bagi apotek yaitu kerugian bagian

administrasi, kehilangan pelanggan dan nama instasi menjadi buruk (5)

Tenaga Kefarmasian harus memahami dan menyadari kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan

mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug related

problems), masalah farmakoekonomi dan farmasi sosial (socio

pharmacoeconomy).(6) Diabetes Melitus sebagai kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia dan menjadi salah satu penyakit kronik dapat

membebani masyarakat baik dari sisi ekonomi maupun kualitas hidup hampir di

seluruh dunia serta menjadi salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat

manusia(7)

Hasil data yang diperoleh di Apotek Kapuas Farma Surabaya jumlah resep

obat diabetes rata-rata 1 bulan adalah 80 lebar resep DM yang kemungkinan dapat

menyebabkan medication error kemungkinan dapat menimbulkan medication

error terutama pada fase prescribing yang meliputi administrasi dan farmasetis

hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Timbongol pada tahun 2016 di

RSUD Bitung pada periode Juli- Desember 2015. Berdasarkan uraian diata
3

peneliti tertarik
4

unuk melakukan penelitian di Apotek Kapuas Farma yang sebelumnya belum

pernah dilakukan penelitian tentang medication error fase prescribing .Penelitian

ini dilakukan dengan tujuan dapat menghindari kejadian medication error di

Apotek Kapuas Farma sehingga dapat memberikan informasi kepada tenaga

kefarmasian yaitu apoteker dan tenaga Teknik kefarmasian yang bekerja di apotek

tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil kejadian medication errors fase prescribing errors pada


peresepan obat diabetes melitus di Apotek Kapuas Farma ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui medication errors khususnya tahap prescribing pada resep


diabetes di Apotek Kapuas Farma

1.3.2 Tujuan khusus

Mengetahui analisis dari medication error fase prescribing pada kajian

administrasi dan kajian farmasetik.

Kajian administrasi meliputi parameter

A.nama pasien,

B.umur pasien

C.jenis kelamin pasien

D.berat badan pasien

E.nama dokter

F.Surat Izin Praktik (SIP) dokter

G.alamat praktik dokter


3

H.nomor telepon dokter


5

I.paraf dokter

J.tanggal penulisan resep.

Kajian farmasetik meliputi

a.bentuk sediaan obat

b.kekuatan sediaan obat

1.4 Manfaat penelitian


1.Hasil presentase pada resep diabetes ini dapat dijadikan informasi untuk lebih

teliti dan berhati-hati melakukan tahap prescribing bagi apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian

2.Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bekal ketika memasuki dunia

kerja dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi

3.Manfaat penelitian untuk Akademi Farmasi Surabaya sebagai bahan referensi

mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Diabetes
2.2.1 Definisi Diabetes
Diabetes adalah hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh defisiensi

insulin baik absolut maupun relatif(8). Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.(9)

2.2.2 Epidemiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang diakui pemerintah

Indonesia sebagai masalah kesehatan masyarakat, dengan konsekuensi tidak

hanya pada efek yang tidak dikehendaki, tetapi juga menjadi beban ekonomi pada

sistem pelayanan kesehatan . Berdasarkan laporan statistik Dinas Kesehatan kota

Surabaya pada tahun 2007, diabetes melitus masuk kedalam kategori sepuluh

besar penyakit terbanyak yang terjadi di kota Surabaya dan berada pada posisi ke

tujuh dengan jumlah kasus sebesar 3810.(10)

2.2.3 Faktor resiko


a)Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada

wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,

dislipidemi dan diet tidak sehat.11 Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes

adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolic

memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah

puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,

faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.2,4,5 1.

Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar

glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan

6
3

peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 1,2

b)Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat

dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan

dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

c)Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus Seorang yang menderita Diabetes

Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes

merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif

tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

d)Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar

lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat 1hubungan antara kenaikan

plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien

Diabetes.

e)Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes

Mellitus adalah > 45 tahun. 6. Riwayat persalinan Riwayat abortus berulang,

melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram

f)Faktor Genetik DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai

faktomental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi

familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua

sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami

penyakitini.

g)Alkohol dan Rokok Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan

dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor- faktor

lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional

kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam


3

konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM Alkohol akan

menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan

mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan

meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari

yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240ml wine atau 720 ml (11)

2.2.4 Klasifikasi Diabetes Melitus


a.Diabetes Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan pada defisiensi insulin

absolut- Autoimun,Idiopatik

b.Diabetes tipe 2

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin.

c.Diabetes gestasional

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan

dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes.

d. Tipe Lainnya

Tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain

-Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal, maturity – onset

diabetes of the young [MODY])

-Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,pankreatitis)

-Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan

glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)(12)

2.2.5 Komplikasi diabetes


1. Komplikasi Mikrovaskular Nefropati Retinopati

Neuropati Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil


3

khususnya kapiler. Komplikasi mi spesifik untuk diabetes melitus. Retinopati

diabetika Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala

berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat

mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu

Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan

stadium awal dengan ditandai

adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan

adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia

retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah

yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki

hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila

dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat. Nefropati diabetika

Diabetes mellitus , merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagi penyebab

terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM

mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar

seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati

diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai

dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan

hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol

metabolisme dan kontrol tekanan darah.

2. Komplikasi Makrovaskular

Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia Penyakit pembuluh darah

perifer Hipertensi Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah

besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak


3

spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan

lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian

akibat penyakit

,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan

orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya

dengan kontrol kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara

epidemiologi bahwa

hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di

mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi

pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas

koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor

aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi

makrovaskular.(13)

2.2.6 Diagnosis Diabetes


Diagnosis dini penyakit DM sangat menentukan perkembangan penyakit

DM pada penderita. Seseorang yang menderita DM tetapi tidak terdiagnosis

dengan cepat mempunyai resiko yang lebih besar menderita komplikasi dan

kesehatan yang memburuk.Diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan

pemeriksan glukosa darah yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai

macam pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan glukosa darah. Metode

yang paling dianjurkan untuk mengetahui kadar glukosa darah adalah metode

enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena. Alat diagnostik

glukometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan pemantauan hasil

pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. DM tidak dapat didiagnosis

berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria). Keluhan dan gejala DM yang


3

muncul pada seseorang dapat membantu dalam mendiagnosis DM. Seseorang

dengan keluhan klasik DM (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain

seperti lemas, kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat

dicurigai menderita DM (14)

Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :

a.Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b.Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.

c.Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

klasik.

d.Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP). Catatan untuk diagnosis berdasarkan HbA1c, tidak semua

laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-

hati dalam membuat interpretasi. Kadar glukosa darah yang tidak

memenuhi kriteria normal dan tidak juga memenuhi kriteria diagnosis DM

dikategorikan sebagai kategori prediabetes. Kriteria prediabetes menurut

Perkeni (2015) adalah glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) dan hasil pemeriksaan HbA1c yang

menunjukkan angka 5,7 – 6,4 % berdasarkan standar NGSP Perbedaan

antara prediabetes dan diabetes adalah bagaimana tinggi kadar gula darah.

Pradiabetes adalah ketika kadar gula darah (glukosa) lebih tinggi dari normal

tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes tipe 2. Prediabetes
3

tidak harus menghasilkan diabetes jika perubahan gaya hidup yang dijalani adalah

gaya hidup sehat (15)

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada seseorang yang mungkin

menderita DM tetapi tidak menunjukkan gejala dan keluhan. Pemeriksaan

penyaring dilakukan untuk mendiagnosis DM tipe 2 dan prediabetes. Pemeriksaan

penyaring ini dilakukan pada kelompok dengan resiko menderita DM yang tinggi

yaitu kelompok dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang besar, kelompok dengan

faktor risiko DM tinggi dan kelompok usia >45 tahun (Perkeni, 2015).

Komplikasi yang ditimbulkan oleh DM dibagi menjadi kategori komplikasi akut

dan komplikasi kronis. Komplikasi akut menunjukan perubahan relatif glukosa

darah yang akut dan diabetik ketoasidosis. DM yang terjadi begitu lama dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan menimbulkan komplikasi

kronik. Retinopati, neuropati, nefropati, penyakit arteri koroner, infeksi, katarak

dan glaukoma adalah beberapa contoh komplikasi kronik dari DM .(14)

2.2.7 Tata laksana diabetes


Pemberian insulin

1.Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh

selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal

maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek

glikemik makanan.

2.Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang

seragam untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan

bertujuan untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga

mampu menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal.

3.Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur,


3

lama menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal

latihan, sekolah dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun

keluarganya.

4.Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan

sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan

kepada dokter.

5.Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi

insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).

6.Dosis insulin harian, tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama

menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil

monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.

7.Dosis insulin (empiris):

a.Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/ kg/ hari.

b.Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1 IU/kg/hari.

c.Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.(16)

a.Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat:

1.jika melkaukan kegiatan olahraga Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin

sebelum olahraga dengan dokter.

2.jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin

harus diturunkan secara bermakna.

3.Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90

menit sebelum mulai latihan.

4.Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan.

b.Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan
3

ketonuria /ketonemia (> 0,5 mmol/L)

1.Olahraga atau latihan fisik harus dihindari

2.Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari dosis

total harian.

3.Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif.

1.Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga

yang lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau

insulin sebelum latihan tidak dikurangi.

2.Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah

latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.

3.Hipoglikemia dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga.

a.Ukur kadar glukosa darah sebelum tidur dan kurangi insulin basal sebelum tidur

(atau basal pompa insulin) sebesar 10-20% setelah olahraga di siang atau sore hari

jika latihannya lebih intensif dari biasanya atau jika aktivitasnya tidak dilakukan

secara reguler.

b.Karbohidrat ekstra setelah aktivitas biasanya merupakan pilihan terbaik untuk

mencegah hipoglikemia pasca latihan setelah olahraga anerobik dengan intensitas

tinggi.

c.Olahraga yang merupakan kombinasi antara latihan aerobik (sepeda, lari,

berenang) dan anaerobik memerlukan tambahan ekstra karbohidrat sebelum,

selama, dan setelah aktivitas.

d.Hiperglikemia setelah latihan dapat dicegah dengan memberikan tambahan kecil

dosis insulin kerja cepat saat pertengahan atau segera setelah selesai olahraga.

e.Risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal pasca olahraga cukup tinggi


3

terutama jika kadar glukosa darah sebelum tidur < 125 mg/dL (<7.0

mmol/L). Dosis insulin basal sebelum tidur sebaiknya dikurangi.

f.Pasien dengan retinopati proliferatif atau nefropati harus menghindari

olahraga yang bersifat anaerobik atau yang membutuhkan ketahanan fisik

karena dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

g.Kudapan dengan indeks glikemik tinggi harus selalu siap di sekolah.(17)

Berikut ini adalah petunjuk mengenai beberapa penyesuaian diet, insulin,

dan cara monitoring gula darah agar aman berolahraga bagi anak dan

remaja :

1.Sebelum berolahraga

a.Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan dengan

pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan dokter.

b.Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.

c.Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.

d.Jika glukosa darah <90 mg/dL (< 5 mmol/L) dan cenderung turun,

tambahkan ekstra karbohidrat

e.Jika glukosa darah 90-250 mg/dL (5-14 mmol/L) tidak diperlukan ekstra

karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).

f.Jika glukosa darah >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olah raga

sampai glukosa darah normal dengan insulin(18)

2.2.8 Golongan obat


Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit

mikrovaskuler dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi

kematian dan meningkatkan kualitas hidup.

1)Terapi Non Farmakologi


3

a)Diet Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua

pasien diabetes mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil

yang dicapai untuk hasil metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam

komplikasi. Individu dengan diabetes mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan

administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes membutuhkan porsi makan

dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus pada

keseimbangan makanan. Pasien dengan diabetes

mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk penurunan berat

badan (Dipiro dkk., 2005).

b)Aktivitas Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol

gula pada mayoritas individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi

untuk turunnya berat badan atau pemeliharaan (Dipiro dkk., 2005).

2)Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan terapi non farmakologi.

a)Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi

menjadi beberapa golongan :

1.Sulfonilurea Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan

obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat

badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.

Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita

gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui

usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Senyawa sulfonilurea dibagi

menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama senyawa

sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan


3

klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi glibenklamida (gliburida),

glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat

dibandingkan senyawa sebelumnya

2.Biguanid Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai

obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama

mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penderita diabetes

gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung

3.Glinid Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan

nateglinid. Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat- obat

antidiabetik lainnya

4.Tiazolidindion Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal

5.Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose) Obat ini bekerja dengan

mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia (Anonim, 2006). Indikasi

pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :


3

a.Diabetes sesudah umur 40 tahun.

b.Diabetes kurang dari 5 tahun.

c.Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.

d.Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih .(10)

Tabel 2.1. Penggolongan Obat Hipoglikemik oral

Golongan obat Nama obat Mekanisme kerja

SULFONILUREA Gliburida/ Merangsang sekresi

Glibenklamid insulin di kelenjar

Glipizida pankreas, sehingga hanya

Glikazida efektif pada penderita

Glimepirida diabetes yang se-sel β

Glikuidon pankreasnya masih

berfungsi dengan baik

Meglitinida Repaglinid Merangsang sekresi

insulin di kelenjar

pancreas

Turunan Fenilalamin Nateglinid Meningkatkan kecepatan

insulin oleh pankreas.


3

Biguanida Metformin Bekerja langsung pada

hati (hepar), menurunkan

produksi glukosa hati.

Tidak merangsang sekresi

insulin oleh kelenjar

pankreas.

Tiazolidindion Rosiglitazon Troglitazon Meningkatkan kepekatan

Pioglitazon tubuh terhadap insulin.

Berikatan dengan

peroxisome proliferators

actived receptor

gamma/PPAR gamma di

otot, jaringan lemak, dan

hati untuk menurunkan

resistensi insulin.

Inhibitor α glukosidase Acarbose Migiitol Menghambat kerja

Acarbose Migiitol enzim- enzim pencernaan

yang mencerna

karbohidrat, sehingga

memperlambat

absorpsi glukosa ke darah.

b) Terapi Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita

diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar
3

pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai

penggantinya, maka penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin

eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat

berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak

memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping

terapi hipoglikemik oral

Insulin diperlukan pada keadaan :

1)Penurunan berat badan yang cepat

2)Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3)Ketoasidosis diabetik

4)Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5)Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6)Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7)Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

8)Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali

dengan terapi gizi medis

9)Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10)Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Anonim, 2006a )

c)Terapi Kombinasi Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu

dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai

dengan respon kadar glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral

kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda,
3

atau kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai

dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih

terapi dengan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral (Anonim, 2006a ).(19).

2.2 Definisi Resep


Resep yaitu satu tablet dan informasi mengenai frekuensi penggunaan obat dalam

penelitian ini adalah seberapa sering obat tersebut harus digunakan, yaitu 1 kali

sehari atau dijelaskan dengan kata lain yang menunjukkan frekuensi seperti tiap

atau setiap. (10)

2.2.1 Bagian-bagian Resep


1.Inscriptio terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter,

tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu

kota provinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit

berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2 .Invocatio merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.

Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = recipe” artinya

ambilah atau berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka komunikasi

antara dokter penulis resep dengan apoteker di apotek.

3.Prescriptio/ordonatio terdiri dari nama obat yang diinginkan, bentuk

sediaan obat, dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.

4.Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri

dari tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu

pemberian. Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan

obat dan keberhasilan terapi

5.Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang

berperan sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.


3

6.Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan

berat badan pasien (20)

2.3 Definisi Medication error


Medication error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang dapat

menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau

membahayakan pasien (NCCMERP, 2016)(2)

2.3.1 Klasifikasi Medication error


1. fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk

proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan tidak

jelas, informasi tidak jelas atau penggunaan singkatan tidak tepat.

Berdasarkan studi dokumentasi dari hasil laporan insiden pada tahap

prescribing dimana setelah resep di terima oleh unit farmasi

rawat inap maka proses kesalahan yang terjadi adalah pada saat staf

farmasi melakukan pembacaan resep dari prescriber (penulis resep)(3)

2.Fase Prescribing error (kesalahan dalam peresepan)

Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontra indikasi, alergi

yang tidak diketahui, terapi obat yang sedang berlangsung, dan faktor

lainya) dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan

pemberian, atau instruksi untuk penggunaan obat, penulisan resep yang

tidak jelas, dan lain-ain yang menyebabkan terjadinya kesalahan

pemberian obat kepada pasien.(21)

3.Fase Dispensing error

Dispensing error merupakan ketidaksesuaian antara obat yang diresepkan

dengan obat yang diberikan oleh instalasi farmasi kepada pasien atau

didistribusikan ke suatu bangsal termasuk pemberian obat dengan kualitas


3

informasi yang rendah(3)

2.4 Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1.pengkajian dan pelayanan Resep;

2.dispensing;

3.Pelayanan Informasi Obat (PIO);

4.konseling;

5.Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

6.Pemantauan Terapi Obat (PTO);

7.Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

A. Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi

administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1.nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2.nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;

3.tanggal penulisan Resep. (22)


3
3

2.1 kerangka konsep


Peresepan Diabetes Melitus
di Apotek Kapuas Farma

Penggolongan resep Diabetes Melitus

Resep DM tunggal Resep DM kombinasi

Skrining resep DiabetsMelitus

Analisis medication error

Prescribing Dispensing Transcribing Administering

Kajian administrasi : Kajian farmasetik : Kajian klinis :


1. Nama pasien 1. Bentuk sediaan obat 1. Ketepatan indikasi dan
2. Umur pasien 2. Kekuatan sediaan obat dosis obat
3. Jenis kelamin pasien 2. Aturan, cara dan lama
4. Berat badan pasien 3. Stabilitas penggunaan obat
5. Nama dokter 4. Kompatibilitas 3. Duplikasi dan/atau
6. Surat Izin Praktik dokter polifarmasi
7. Alamat praktik dokter 4. Reaksi obat yang tidak
8. Nomor telepon dokter diinginkan
9. Paraf dokter 5. Kontraindikasi
10. Tanggal penulisan resep 6. Interaksi

Kesimpulan

Keterangan :
: Diteliti
3

: Tidak Diteliti
3

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif sedangkan untuk

pengambilan data digunakan metode secara retrospektif .Data diambil pada resep

periode bulan Januari 2020 sampai dengan Maret 2020.

3.2 Lokasi ,Waktu Penelitian dan Populasi penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk penelitian adalah di Apotek Kapuas Farma

Surabaya.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pengamatan resep pada bulan Maret – April 2021

3.2.3 Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh Resep diabetes

konsumen apotek Kapuas Farma.

3.2.4 Populasi Target

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh resep obat Diabetes Melitus

kombinasi di Apotek Kapuas Farma Surabaya pada resep periode bulan Januari

2020 sampai Maret tahun 2020.

3.2.5 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh resep Diabetes Melitus

kombinasi di Apotek Kapuas Farma Surabaya pada periode Januari – Maret 2020.

3.3 Sampel, Besar sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

3.3.1 Sampel penelitian

25
3

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah resep obat Diabetes

26
3

Melitus di Apotek Kapuas Farma Surabaya dengan periode waktu bulan

Januari 2020 sampai Maret 2020 kriteria resep obat Diabetes Melitus yang

diambil yaitu :

1.Kriteria Inklusi

a.Resep pasien obat Diabetes Melitus yang ada di Apotek Kapuas Farma

Surabaya.

b.Resep obat Diabetes Melitus tunggal dan kombinasi.

c.Resep obat Diabetes Melitus yang dikombinasikan selain obat Diabetes Melitus.

d.Resep Diabetes Melitus semua jenis kelamin

2.Kriteria Eksklusi

a.Resep obat Diabetes melitus dari dokter spesialis obgyn

3.3.2 Besar Sampel Penelitian


Rumus slovin

n = jumlah sampel yang di teliti

n= N N = jumlah populasi
1 + 𝑁(𝑒2)
e = batas toleransi 0,05

Estimasi jumlah resep diabetes di apotik kapuas farma Surabaya dalam 1 bulan

sekitar 80 resep. Maka resep yang terwakili dalam 1 bulan.

𝑛=𝑁
1 + 𝑁(𝑒2)
𝑛 = 80
1 + 80(0,052)
=67

Maka jumlah Resep diabete melitus di Apotek Kapuas Farma selama 3 bulan

(Januari-Maret)
3

N=3 x 67 =201

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah resep minimal yang diteliti adalah 201

resep dalam 3 bulan dan setiap bulan minimal R/ yang diamati adalah 67 resep.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel


Sampel resep Diabetes melitus diperoleh dari Apotek Kapuas Farma pada periode

Januari – Maret 2020 yang terletak di jalan Kapuas No.49 Surabaya. Metode

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis

probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak (Simple

Random Sampling). Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel secara

acak sistematis dengan menggunakan komputer sebagai media pengacaknya.

3.4 Variabel Peneltian


Resep obat Diabetes Melitus kombinasi dengan parameter nama pasien, umur

pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama dokter, Surat Izin Praktik

(SIP) dokter, alamat praktik dokter, nomor telepon dokter, paraf dokter, tanggal

penulisan resep, bentuk sediaan obat dan kekuatan sediaan obat.

3.1 Kerangka operasional

Peresepan obat Diabetes Melitus di


Apotek Kapuas Farma Surabaya
periode Januari – Maret 2020
3

Skrining resep fase prescribing dengan parameter :


a. Kajian administrasi resep
1. Nama pasien
2. Umur pasien
3. Jenis kelamin pasien
4. Berat badan pasien
5. Nama dokter
6. Surat Izin Praktik (SIP) dokter
7. Alamat praktik dokter
8. Nomor telepon dokter
9. Paraf dokter
10. Tanggal penulisan resep
b. Kajian farmasetik resep
1. Bentuk sediaan obat
2. Kekuatan sediaan obat

Lembar pengumpulan data

Analisis secara deskriptif

Pengambilan kesimpulan

3.6 Instrumen Penelitian

1.Resep obat Diabetes Melitus di Apotek Kapuas Farma.

2.Resep obat Diabetes Melitus yang dikombinasikan dengan selain obat Diabetes

Melitus

3.7 Definisi Operasional

1.Medication error adalah kesalahan yang terjadi selama dalam pengobatan.


3

Kesalahan ini dapat terjadi pada fase prescribing, transcribing, dispensing, dan

administering. Pada penelitian ini yang diamati adalah fase prescribing.

2.Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, atau dokter

hewan kepada apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk

menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi

pasien.

3.Prescribing adalah peresepan obat. Kesalahan terjadi karena resep tidak

memenuhi kajian administrasi, kajian farmasetik, dan kajian klinis. Pada

penelitian ini yang diamati yaitu kajian administrasi dan kajian farmasetik.

4.Kajian administrasi resep meliputi nama pasien, umur pasien, jenis kelamin

pasien, berat badan pasien, nama dokter, Surat Izin Praktik (SIP) dokter, alamat

praktik dokter, nomor telepon dokter, paraf dokter, dan tanggal penulisan resep.

5.Kajian Farmasetik resep meliputi bentuk sediaan obat, kekuatan sediaan obat,

stabilitas, kompatibilitas (ketercampuran obat). pada penelitian ini yang

diamati yaitu bentuk sediaan obat dan kekuatan sediaan obat.

6.Diabetes adalah hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh defisiensi insulin

baik absolut maupun relative.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

1.Melakukan observasi pada resep obat Diabetes Melitus di Apotek Kapuas Farma

Surabaya untuk menentukan sampel jumlah resep yang akan diambil.

2.Sampel jumlah resep sudah ditentukan , peneliti mengambil sampel resep obat

Diabetes Melitus dengan teknik simple random sampling secara acak dari

populasi .
3

3.Mencatat data dari lembar resep dimasukkan ke form daftar resep yang Tidak

sesuai data pada periode Januari 2020 sampai Maret 2020 meliputi dosis tidak

sesuai resep sulit dibaca ,tidak ada umur pasien,tidak ada nama dokter,tidak ada

SIP,satuan numeric obat salah

3.9 Teknik Pengumpulan Data

1.Data dari hasil rekapan form data resep yang tidak sesuai di analisis

secara deskriptif kesesuain dosis tidak sesuai resep sulit dibaca ,tidak ada

umur pasien,tidak ada nama dokter,tidak ada SIP,satuan numeric obat

salah.

2.Menghitung presentase masing-masing parameter resep obat Diabetes Melitus

dengan Formularium Nasional dengan analisis stastistik deskriptif.

3.Pengelolahan dan penyajian hasil penelitian dalam bentuk tabel dan diagram

batang.

4.Pengolahan data penelitian dan pembahasan data meliputi penyusunan laporan

penelitian dan penarikan kesimpulan Pengumpulan data yang dilakukan adalah

pengumpulan data retrospektif, penghitungan presentase dan penggambaran

secara bentuk table dan diagram batang lalu penarikan kesimpulan.

3.1 Rancangan hasil Penelitian

Tabel 3. 1 Jenis Kelamin Lalu Di Total Per 3 Bulan


Jenis kelamin Jumlah Jumlah(%)
Laki-Laki
Perempuan
Tabel 3. 2 Nama Obat
No. No. Resep Jelas Tidak Jelas
1.
2.
3

Tabel 3. 3 Umur

No. No. Resep Ada Tidak


1.
2.
Tabel 3. 4 Nama Dokter

No.
No. Resep Ada Tidak Jumlah %
1.
2.

Tabel 3. 5 SIP Dokter

No.
No. Resep Ada Tidak Jumlah %
1.
2.

Tabel 3. 6 Tanggal Penulisan Resep

No.
No. Ada Tidak Jumlah %
Resep
1.
2.

Tabel 3. 7 Bentuk Sediaan

No.
No. Ada Tidak Jumlah %
Resep
1.
2.

Tabel 3. 8 Kekuatan Tablet

No. No. Resep Ada Tidak Jumlah %


1.
2.

Tabel 3.9 Nomer Telephone dokter


3

No. No. Resep Ada Tidak Jumlah %

1.
2.

Tabel 3. 10 alamat pasien

No. No. Resep Ada Tidak Jumlah %


1.
2.

Tabel 3.12 Total jumlah kelengkapan resep per bulan


No. Resep Prescribing Error Lengkap %
Kajian Administratif
1. Nama Pasien
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Berat Badan
5. Nama Dokter
6. Nomor Surat Izin Praktek
7. Alamat
8. Nomor Telephone
9. Paraf
10. Tanggal Penulisan Resep
Kajian Farmasetik
1. Nama Obat
2. Kekuatan Obat

Analisis Medication Error Fase Prescribing Pada ResepDiabetes


Melitus Di Apotek Kapuas Farma Surabaya Pada Bulan Januari –
Maret.

Total Per 3 Bulan Jumlah Dari Bulan Januari, Februari, Maret


No. Resep Prescribing Error Jumlah %
Kajian Administratif
1. Nama Pasien
2. Umur
3. Jenis Kelamin
3

4. Berat Badan
5. Nama Dokter
6. Nomor Surat Izin Praktek
7. Alamat
8. Nomor Telephone
9. Paraf
10. Tanggal Penulisan Resep
Kajian Farmasetik
1. Nama Obat
2. Kekuatan Obat
TOTAL
DAFTAR PUSTAKA

1. Anani R, Febrina L, Fadraersada J. Analisis Prescribing Error Di Beberapa


Apotek Wilayah Samarinda Ulu. Mullawarwan Pharm Conf . 2017;72–7.

2. Aulianida Dea, Liestyasari SI, Ch SR. Aprilian Elkel, Lidya and Hasani
Furdiyanti, Nova and Dyahariesti, Niken. Identifikasi Prescribing Error pada
Resep Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Puri Asih Salatiga. thesis.,Salatiga
Universitas Ngudi Waluyo;2019.

3. Sakit R, Fatimah S, Rochmah NN, Pertiwi Y. Siti Fatimah,Nikmah Nur


Rochmah,Yuniariana Pertiwi. Analisi Kejadian ,Medication Error Resep pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit X Cilacap. 2020;2:pp 36-43.

4. Herpianti Lolok N, Fudholi A. Hartati, Nike Herpianti Lolok , Achmad fudol SM


dan PF. Hartati,Nike Herpianti Lolok ,Achmad fudol, Satibi, Analisis Kejadian
Medication Error pada Pasien ICU. 2014;vol.4:pp 125-132.

5. Lestari DP. K penggunaan obat keras berdasarkan indikator peresepan W dan


prescribing error di AB baru GSUMG 2020. Lestari, Deviana Putri .Kajian
penggunaan obat keras berdasarkan indikator peresepan WHO dan prescribing
error di Apotek Banjar baru Gresik. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Gresik.
2020.

6. Setiyawan. Setiyawan skrinning Adm di Apot Garuda Madiun periode bulan


januari 2020 skripsi. 2013;53(9):1689–99.

7. Suhartono, Athiyah U, Utami W. Analisis Hubungan Profesionalisme Apoteker


dengan Praktek Asuhan Kefarmasian: Studi pada Kasus Terapi Diabetes di
Apotek Wilayah Kabupaten Sidoarjo (Analysis of Relationship between
Pharmacist Professionalism and Pharmaceutical Care Practice: Case Study o. J
Ilmu Kefarmasian Indones. 2015;13(2):166–73.

8. Wisman W, Siregar CD, Deliana M. Pemberian Insulin pada Diabetes Melitus


Tipe-1. Sari Pediatr. 2016;9(1):48.

35
36

9. Soelistijo SA, Lindarto D, Decroli E, Permana H, Sucipto KW, Kusnadi Y, et al.


Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di
Indonesia 2019. Perkumpulan Endokrinol Indones [Internet]. 2019;1–117.
Available from: https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2020/07/Pedoman-
Pengelolaan-DM-Tipe-2-Dewasa-di-Indonesia-eBook-PDF-1.pdf

10. 2012. ERPPR dengan OG di AWSSSUA; Erika Rismawati. Profil Pelayanan


Resep dengan Obat Glibenklamid di Apotek Wilayah Surabaya.Skripsi.
Surabaya; Universitas Airlangga ; 2012.

11. Bhatt H, Saklani S, Upadhayay K. Anti-oxidant and anti-diabetic activities of


ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indones J Pharm.
2016;27(2):74–9.

12. Soelistijo SA, Lindarto D, Decroli E, Permana H, Sucipto KW, Kusnadi Y, et al.
Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di
Indonesia 2019. Perkumpulan Endokrinol Indones. 2019;1–117.

13. Hikmat P komplikasi kronik dan penyakit penyerta pada diabetes. skripsi. UM
school. 201. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerita pada Diabetes. Med Care
[Internet]. 2015;1–5. Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/09/kompilasi_kronik_dan_penyakit_penyerta_pada_diab
etesi.pdf

14. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes melitus (DM). 2016;(Dm):7–32.


Available from: http://repository.unimus.ac.id

15. Han ES, Goleman D, Boyatzis R, Mckee A. Prosiding Seminar Nasional Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Vol. 53, Journal of Chemical
Information and Modeling. 2019. 1689–1699 p.

16. Sitepu YRBTPD melitus T 1. 2019. 89-94, Simanungkalit JN. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional. Y sitepu [Internet]. 2019;1(November):89–94. Available
from: http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/
download/8 3/65
37

17. IDAI. Konsesus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 1 [Internet]. 2015.
6–36 p. Available from:
http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Konsensus Endokrin DM tipe
1 (2015).pdf

18. IDAI. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. Jakarta. 2017;1–15.

19. Wulandari A. Penderita Diabetes Mellitus Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga Tahun 2008. 2009;

20. Shoewu O, Ph D, Idowu OA, Sc B, Tenuche SS, Elisha B, et al. No Analisis


struktur kovarian Judul untuk indikator terkait kesehatan pada lansia di rumah
dengan fokus pada kesehatan subjektif. CEUR Workshop Proc. 2016;13(1):315–
22.

21. Syarif U, Jakarta H. Ika Susanti. Identifikasi Medication Error pada Fase
Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit
Dalam Gedung Teratai, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Skripsi. Jakarta ;
UIN Syarif Hidayatullah ;2013.

22. Menteri Kesehatan Republik indonesia no 73 tahun 2016. Berita Negara Republik
Indonesia .Peraturan Menteri Kesehatan RI No 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek ; 2017. Kementeri Kesehat
Republik Indones. 2016;50(50):851–69.

Anda mungkin juga menyukai