Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tiroiditis Hashimoto (TH), yang juga dikenal sebagai tiroiditis autoimun

limfositik kronik merupakan suatu penyakit autoimun dengan tampilan klinis khas

berupa pembesaran difus dari kelenjar tiroid yang diikuti dengan hipotiroidisme

dan autoantibodi tiroid.1

Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun

1912. Hashimoto menampilkan 4 orang pasien dengan kelainan tiroid kronis, yang

dia sebut dengan istilah struma limfomatosa, yang ditandai dengan infiltrasi

limfositik difus dengan sentral germinal, fibrosis, atrofi parenkim dan perubahan

eosinofilik pada beberapa sel folikuler tiroid. Istilah Tiroiditis Hashimoto sendiri

baru dikenal dan digunakan secara luas sejak tahun 1956 setelah Deborah

Doniach dkk dari RS Middlesex London memurnikan sebuah antibodi anti-

tiroglobulin (Anti-Tg) dari serum pasien dengan TH dan menyatakan bahwa

pasien dengan TH memiliki reaksi immunologi dengan tiroglobulin manusia.

Doniach juga mengusulkan bahwa TH adalah sebuah penyakit autoimun dari

kelenjar tiroid.2

Tiroiditis Hashimoto merupakan kelainan tiroid yang paling tersebar luas dan

menyebabkan hipotiroidisme pada daerah di dunia dimana asupan zat yodium

cukup. Kelainan ini mempengaruhi hingga 2% dari seluruh populasi. Angka

insidensi TH adalah 0,3 – 1,5 kasus per 1000 orang pertahun. Wanita yang lebih
2

tua lebih sering menderita kelainan ini dengan prevalensi laki-laki dan wanita

adalah 1 : 10.2

Diantara pasien-pasien TH dan populasi secara umum, karsinoma tiroid papiler

(KTP) merupakan keganasan tersering pada tiroid. Banyak penelitian yang telah

menunjukkan bahwa TH merupakan sebuah faktor resiko potensial untuk

terjadinya KTP.3

Tiroiditis Hashimoto secara klinis kadang tidak menunjukkan gejala yang jelas,

terutama pada fase awal. Diagnosa dari TH dapat ditentukan dengan pemeriksaan

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang biasanya mengalami kenaikan. Selain

itu autoantibodi Tiroid Peroksidase (anti-TPo) dan autoantibodi tiroglobulin

(anti-Tg) juga dapat ditemukan.4 Pemeriksaan histologi dengan gambaran

infiltrasi limfositik saja tidak dapat menegakkan diagnosa secara pasti TH tanpa

adanya titer serum autoantibodi anti-tiroid yang tinggi.5

Ultrasonografi (USG) adalah modalitas pencitraan terpilih pada skrining

penyakit tiroid yang seperti pada kelainan TH ini karena resolusinya yang tinggi,

nyaman, tanpa radiasi, dapat dipergunakan secara luas dan biaya yang cukup

efektif. Modalitas pencitaran lain seperti Computed Tomography scan (CT scan)

dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dilakukan dalam membantu

penegakkan diagnosa TH, walaupun tidak sesering penggunaan USG.

Referat ini dibuat dengan tujuan dapat memberikan gambaran penyakit TH

khususnya secara radiologis serta dapat membedakan dengan diagnosis banding

lainnya dari penyakit ini.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi

Kelenjar tiroid merupakan sebuah organ endokrin yang terletak di regio coli di

bagian depan. Tiroid berasal dari istilah Yunani yaitu thyreoidos yang berarti

berbentuk seperti tameng. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus yaitu lobus kanan

dan kiri dengan bentuk seperti baji.6

Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini berjalan

turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak

anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas

tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. 6,7

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Pada orang dewasa, tiroid mempunyai ukuran sekitar 4 cm dalam jarak

superior ke inferior, dengan lebar sekitar 15-20 mm dan tebal sekitar 20-39 mm,

dengan berat sekitar 15-25 gram. Lobus kanan dan kiri dihubungkan oleh isthmus

tiroid yang terletak di anterior trakea. Pada kasus tertentu dapat dilihat adanya

lobus piramidalis, merupakan lobus kecil yang berlokasi di dekat garis tengah.

Ukuran tiroid ini dapat berubah dengan drastis sesuai dengan penyakit yang

menyertainya.
4

Gambar 2.1 Anatomi dan perdarahan kelenjar tiroid


Dikutip dari Encyclopaedia Britannica 8

Tiroid dibungkus oleh kapsul yang terdiri dari jaringan fibrous tanpa disertai

gambaran lobulasi yang nyata. Lobus lateral tiroid terletak di sebelah medial dari

trakea dan laring, serta di sebelah lateral dari muskulus sternocleidomastoid. Pada

bagian anterior, tiroid dibungkus oleh fasia superfisial dan platisma, pada bagian

posterior dibungkus oleh struktur campuran yang berasal dari fascia servikalis

profunda yang membentuk ligamentum suspensorium dari Berry yang akan

memfiksasi tiroid ke trakea dan laring.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber yaitu arteri karotis

superior kanan dan kiri serta arteri tiroidea superior yang berasal dari arteri karotis

eksterna yang memperdarahi bagian superior dan posterior kelenjar tiroid serta

arteri tiroidea inferior yang berasl dari trunkus tiroservikalis yang memperdarahi

bagian medial dan inferior tiroid. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior
5

yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena

tiroidea inferior.

Kelenjar tiroid berfungsi untuk mengoptimalkan metabolisme pada jaringan.

Hormon tiroid merangsang penggunaan oksigen pada sel sel tubuh, dimana

hormon tiroid ini sangat penting dalam metabolisme lemak, hidrat arang dan

pertumbuhan serta maturasi yang normal. Pada pasien dengan kadar hormon tiroid

yang rendah akan mengalami gangguan pertumbuhan baik secara fisik maupun

mental.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin (T4) yang kemudian diubah

menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Hormon T3 dan T4 yang

dihasilkan akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam parenkim tiroid. Sebagian

besar T4 akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan sebagian kecil lainnya

disimpan dalam koloid dan akan menjalani daur ulang.

Dalam sirkulasi darah, T4 ini akan berikatan dengan Thyroid Binding Globulin

(TBG) atau Thyroid Binding PreAlbumin (TBPA). Pengaturan sekresi di kelenjar

tiroid ini dipengaruhi oleh sebuah hormon bernama Thyroid Stimulating Hormone

(TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Berdasarakan mekanisme ini

maka sekresi kelenjar tiroid dapat disesuaikan dengan kondisi ataupun perubahan

di dalam maupun di luar tubuh. 7,9

2.3 Histologi

Secara mikroskopik, parenkim tiroid disusun oleh struktur epithelial berbentuk

lingkaran yang disebut folikel tiroid. Setiap folikel berisi koloid yang terdiri dari
6

glikoprotein tiroglobulin, prekursor untuk hormon yang aktif. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya kelenjar dengan simpanan terbanyak. Pada manusia,

simpanan tersebut cukup untuk digunakan lebih dari tiga bulan tanpa adanya

sintesis yang baru.

Bentuk sel folikular yang gepeng dan lumen penuh berisi koloid menandakan

bahwa kelenjar inaktif. Sebaliknya, jika sel folikular berbentuk kuboid dan lumen

kosong maka kelenjar aktif. Selain itu, sel folikular memiliki inti yang bulat

dengan daerah basal yang kaya dengan retikulum endoplasma kasar dan apikal

(yang menghadap ke lumen), terdapat kompleks Golgi dan granul sekretorik berisi

koloid.10

Gambar 2.2 Histologi dari kelenjar tiroid


Dikutip dari Mescher10

2.4 Definisi

Tiroiditis Hashimoto atau juga yang dikenal dengan tirioditis auotoimun

limfositik kronis merupakan sebuah kelainan autoimun organ spesifik tiroid yang

ditandai dengan adanya goiter difus dengan infiltrasi limfositik dimana antibodi

tubuh secara langsung menyerang kelenjar tiroid yang akhirnya menyebabkan

peradangan kronis. Masih belum jelas bagaimana mekanisme seseorang dapat


7

membentuk antibodi ini, walaupun ada kecenderungan bahwa kondisi ini mungkin

berhubungan dengan keturunan. Sejalan dengan perjalanannya, kelainan ini

berakibat pada kegagalan kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid, yang

mengakibatkan penurunan fungsinya secara bertahap hingga pada akhirnya

menyebabkan terjadinya hipotiroidisme.2

2.5 Epidemiologi

Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab tersering kejadian hipotiroidisme di

Amerika Utara. Insidens puncak dari TH terjadi pada dekade ketiga sampai

kelima dari kehidupan. Rasio kejadian antara wanita dan pria dari Tiroiditis

Hashimoto ini adalah 10-15 : 1 dan mengenai kurang lebih 2 % populasi dari

seluruh wanita.6,11

Umur rata-rata didiagnosis TH adalah 60 tahun dan prevalensi dari

hipotiroidisme yang jelas meningkat sesuai dengan umur. Hipotiroidisme

subklinis ditemukan pada 6-8 % wanita (10% pada usia lebih dari 60 tahun) dan

3% pada laki-laki. Resiko tahunan dari perkembangan hipotiroidisme klinis

adalah sekitar 4% ketika hipotiroidisme subklinis berhubungan dengan antibodi

TPo yang positif.12

2.6 Etiologi

Walaupun sampai saat ini penyebab dari TH belum diketahui secara pasti, tapi

diperkirakan TH muncul sebagai akibat dari interaksi antara faktor suseptibilitas


8

genetik, efek epigenetik dan berbagai pemicu dari lingkungan (seperti yodium,

infeksi).

2.6.1 Suseptibilitas genetik

Penelitian pada kembar menunjukkan bukti epidemiologis dari suseptibilitas

genetik terhadap TH. Tingkat kesesuaian antara kembar monozigotik adalah 55%

dibandingkan 0% pada kembar dizigotik pada kejadian TH. Tingkat kesesuaian

untuk autoantibodi tiroid juga lebih tinggi pada kembar monozigotik

dibandingkan pada kembar dizigotik (80% vs. 40%). Penelitian akhir

menunjukkan beberapa lokus telah dikaitkan dengan TH, seperti HLA-DR, gen

regulator imun (CD40, CTLA-4, PTPN22, FOXP3 dan CD25) dan spesifik-tiroid

(reseptor thyroglobulin dan TSH). HLA-DR β1 Tyr26, Gln70, Lys71 dan Arg74

mungkin menyebabkan perubuhan struktural pada kantung 4 dan akibatnya

mempengaruhi ikatan dari peptida patogen turunan-tiroid tertentu. Perubahan-

perubahan struktural ini dapat mempengaruhi selektivitas dan ikatan peptida

patogen dari kantung-kantung ini, mempengaruhi resiko dari TH.

2.6.2 Pemicu-pemicu yang berhubungan dengan lingkungan

Tingkat kesesuaian pada kembar identik yang hanya sekitar 50%,

menunjukkan bahwa faktor-faktor penting lainnya seperti faktor lingkungan

memiliki peranan dalam patogenesis dari TH. Pada individual-individual yang

secara genetik suseptibel, faktor lingkungan seperti infeksi, faktor diet (yodium),

stress dan kehamilan, dapat memicu autoimunitas pada tiroid.

Walaupun kelebihan asupan dari yodium langsung menghalangi sintesis

hormon atau langsung toksik terhadap sel tirosit, yodium dapat menginduksi
9

autoimunitas pada tiroid dengan meningkatkan imunogenisitas dari molekul-

molekul tiroglobulin dan dapat juga melepaskan oksigen radikal bebas melalui

reaksi enzimatik dari tiroid peroksidase. Peningkatan radikal bebas menginduksi

peningkatan ekspresi dari molekul-1 adhesi intraselular. Akan tetapi, bagaimana

tepatnya mekanisme dari induksi yodium autoimun pada tiroid belum dapat

dijelaskan.

Faktor lingkungan lainnya, seperti merokok, infeksi virus hepatitis C, atau

defisiensi selenium, dapat meningkatkan reaksi autoimun dan inflamasi

berikutnya pada tiroid. Akhir-akhir ini, telah diajukan bahwa infeksi virus dan

reseptor bawaan mungkin mempunyai peran dalam etiologi dari TH. Akan tetapi,

mekanisme pasti dari perkembangan TH atau peranannya pada patogenesis dari

TH belum dapat sepenuhnya dijelaskan.13,14,15

2.7 Patogenesis

Patogenesis dari TH ini melibatkan infiltrasi dari sel T dan sel B dari

kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid. Sel B yang teraktivasi

mengeluarkan autoantibodi tiroid, termasuk diantaranya antibodi terhadap

tiroglobulin (anti-TG), tiroid peroksidase (Anti-TPo) dan tirotropin. Sel T

sitotoksik secara luas bertanggung jawab terhadap kerusakan dari parenkim tiroid,

yang berakibat pada terjadinya tirotoksikosis yang akhirnya menjadi

hipotiroidisme. Proses inflamasi ini berakibat pada tampilan histopatologis dari

TH ini, yang mana termasuk diantaranya berupa aggregasi limfosit dengan sentral
10

germinal, folikel-folikel tiroid kecil dengan koloid yang jarang, perubahan

oksifilik pada sel-sel epitel dan fibrosis yang bervariasi.

Beberapa mekanisme lainnya telah diusulkan sebagai patogenesis dari TH.

Patogenesis-patogensis ini termasuk hipotesis terbaru bagi semua penyakit

autoimun— molecular mimicry dan bystander activation termasuk keterlibatan

dari ekspresi sel tiroid antigen-HLA dan aktivasi apoptosis sel tiroid oleh interkasi

Fas ligand-Fas.1, 12,13,14,15

Gambar 2.3 Diagram Patogenesis Tiroiditis Hashimoto


Dikutip dari Chistiakov DA15

2.8. Tahapan Tiroiditis Hashimoto

Wiersinga dkk pada tahun 2014 menjelaskan tentang 5 tahapan dari Tiroiditis

Hashimoto.
11

2.8.1 Predisposisi genetik

Pada fase awal ini, seseorang akan memiliki predisposisi genetik dari TH,

tetapi mereka belum terpapar oleh pemicu yang penting sehingga akan memiliki

kadar hormon TSH, T4/T3 yang masih normal, tidak ada antibodi tiroid dan tidak

akan memiliki kelainan pada kelenjar tiroidnya. Dengan kata lain ini dapat disebut

juga tahap 0, karena tidak ada manifestasi dari penyakit TH pada fase ini.

2.8.2 Infiltrasi sel imun dari kelenjar tiroid

Pada tahap awal dari TH ini, seseorang biasanya akan memiliki kadar

antibodi tiroid yang meningkat. Peningkatan level antibodi tiroid hingga sampai

80-90 % pada pemeriksaan darah, yaitu antibodi tiroglobulin (anti-Tg) dan

antibodi tiroid peroksidase (anti-TPo).

Beberapa orang bisa saja tidak menunjukkan adanya antibodi tiroid pada

pemeriksaan darah, akan tetapi pastinya pada pemerikasan ultraUSG ataupun

biopsi, perubahan pada kelenjar tiroid yang konsisten dengan tanda TH akan

terlihat.

Tahapan ini bisa berlangsung selama beberapa dekade hingga kerusakan

terjadi dan perubahan level hormon tiroid dapat terdeteksi pada pemerikasaan

darah, pada tahap ini level TSH, T3 dan T4 bebas akan normal.

2.8.3 Hipotiroidisme subklinis

Tahapan berikutnya dari TH dikenal dengan hipotiroidisme subklinis. Pada

fase ini, kadar TSH mungkin akan sedikit meningkat pada pemeriksaan darah, dan

kadar T3/T4 bebas akan normal. Antibodi tiroid akan lebih tinggi pada tahap ini

dibandingkan pada tahap kedua, sebagaimana peningkatan pada TSH akan


12

meningkatkan inflamasi pada kelenjar tiroid. Akan tetapi pada beberapa pasien

antibodi ini akan tetap negatif.

2.8.4 Hipotiroidisme yang nyata

Pada tahap ini, seseorang akan mulai mengalami kegagalan kelenjar tiroid.

Kelenjar tiroidnya akan rusak sampai pada fase dimana penderita TH tidak akan

mampu lagi memproduksi hormone tiroidnya sendiri.

Seorang penderita TH akan mengalami kenaikan kadar TSH disertai dengan

kadar T3/T4 bebas yang rendah. Antibodi tiroid akan lebih tinggi dibandingkan

tahap yang sebelumnya. Inilah tahapan yang paling sering dimana seseorang

didiagnosa menderita TH, sebagaimana pada fase ini seseorang akan memiliki

gejala tiroid yang signifikan. Pada tahap inilah seseorang akan membutuhkan

pengobatan tiroid untuk mencegah dari akibat yang serius.

2.8.5 Perkembangan menjadi kelainan autoimun lainnya

Penderita TH memiliki resiko yang lebih besar untuk berkembang menjadi

kondisi autoimun lainnya seperti penyakit Celiac, psoriasis, Arthritis rematoid

Sjogren, penyakit lupus, Multiple sclerosis, dan banyak kondisi autoimun yang

lainnya.

Hal ini merupakan perkembangan dari respon autoimun, sejalan dengan sistem

imunitas yang berlanjut menjadi tidak seimbang, dapat ditemui kelenjar hormon

lain dan jaringan tubuh lainnya juga diserang seperti pada usus halus terjadi

penyait Celiac, kelenjar air ludah dan air mata dengan penyakit Sjogren’s dan

pada sendi terjadi artritis rematoid.16


13

2.9 Diagnosis

Diagnosis klinis dari TH ditentukan berdasarkan adanya goiter yang difus,

anti-TPo, anti-Tg maupun gambaran infiltrasi limfositik pada pemeriksaan

sitologi.

Diagnosis TH juga dibuat berdasarkan tanda-tanda dan gejala dan hasil dari

pemeriksaan darah yang mengkur kadar hormon tiroid dan TSH yang diproduksi

di kelenjar pituitari. Pada pemeriksaan hormon tiroid pemeriksaan darah dapat

mendeteksi jumlah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid dan kelenjar

pituitari. Jika kelenjar tiroid kurang aktif, kadar dari hormon tiroid akan rendah.

Pada saat yang sama, kadar TSH akan meningkat karena kelenjar pituitari akan

mencoba merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormon

tiroid. Sedangkan pada pemeriksaan antibodi tiroid, karena TH merupakan

sebuah kelainan autoimun sebagai akibatnya akan memproduksi antibodi yang

abnormal. Pemeriksaan darah akan mengkonfirmasi adanya antibodi melawan

tiroid peroksidase (antibodi TPo), sebuah enzim yang normalnya dijumpai pada

kelenjar tiroid yang memiliki peranan penting dalam produksi hormon-hormon

tiroid.

Selain pemeriksaan diatas, modalitas radiologi juga dapat digunakan dalam

membantu penegakan diagnosis dari TH. Ultrasonografi merupakan modalitas

pencitraan lini pertama untuk penyakit TH disebabkan oleh resolusinya yang

tinggi, nyaman, tanpa radiasi, penggunaan yang luas dan biaya yang efektif.

Selain itu biopsi aspirasi jarum halus (FNA) yang dituntun oleh USG juga

merupakan metode yang efisien dalam mengevaluasi nodul tiroid.


14

Modalitas pencitraan lain seperti CT scan dan MRI juga dapat digunakan

untuk bisa membedakan kelainan jinak seperti TH dengan keganasan pada

tiroid.5,15

Sensitifitas dan spesifisitas diagnosis dari TH meningkat secara signifikan

dengan menggabungkan evaluasi secara USG dengan gejala klinis dan penilaian

secara serologis. Metode yang paling akurat dalam mendiagnosa TH,

bagaimanapun juga tetaplah biopsi dan pemeriksan histopatologis. 1

2.9.1 Tanda dan Gejala Klinis

Penderita TH bisa tidak menunjukkan tanda-tanda maupun gejala penyakit ini

pada awalnya, atau bisa juga ditemukan pembengkakan di leher depan (goiter).

Tiroiditis Hashimoto secara khas berkembang secara perlahan selama bertahun-

tahun dan menyebabkan kerusakan tiroid yang kronis, yang mengakibatkan

turunnya kadar hormon tiroid di dalam darah. Tanda dan gejala umumnya terjadi

merupakan akibat dari kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme). Gejala

dan tanda yang bisa ditemukan antara lain4,12 :

 Kelelahan

 Peningkatan sensitifitas terhadap udara dingin

 Konstipasi

 Pucat dan kulit kering

 Wajah sembab

 Kuku yang rapuh

 Rambut rontok

 Pembesaran lidah
15

 Peningkatan berat badan yang tidak bisa dijelaskan

 Nyeri dan kekakuan otot

 Kelemahan otot

 Nyeri dan kekauan sendi

 Perdarahan haid yang banyak dan panjang (menorrhagia)

 Depresi

 Kehilangan memori.

2.9.2 Pemeriksaan Histopatologi

Tiroid biasanya membesar, meskipun dalam beberapa kasus dapat terlihat

pembesaran yang lebih terlokalisir. Kapsul intak, dan kelenjar memiliki batas

tegas dengan struktur sekitarnya. Permukaan potongan berwarna pucat, kuning

kecoklatan dan nodular.

Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat infiltrasi yang ekstensif dari

parenkim oleh infiltrat inflamatorik mononuklear yang mengandung limfosit-

limfosit kecil, sel-sel plasma dan sentra-sentra germinal yang berkembang dengan

baik.

Folikel-folikel tiroid atrofi dan dibatasi pada banyak area oleh sel-sel

epitel yang ditandai dengan banyaknya eosinofilik, sitoplasma granular yang

disebut sel-sel Hurtle. Hal ini merupakan respon metaplastik dari epitel folikuler

kuboidal rendah yang normal terhadap proses trauma yang sedang berjalan.

Contoh-contoh biopsi aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy)

menunjukkan adanya sel-sel Hurtle dalam populasi limfosit yang heterogen yang

merupakan karakteristik dari TH, jaringan ikat interstitial meningkat dan banyak
16

dijumpai. Varian fibrosa digambarkan oleh atrofi folikuler tiroid yang berat

(severe) serta fibrosis dengan densitas tinggi yang meyerupai keloid (”keloid

like”), pita yang kasar dari kolagen aseluler mencakup jaringan tiroid residual.

Fibrosis pada TH tidak meluas hingga diluar kapsul kelenjar. Parenkim tiroid

yang tersisa menggambarkan tiroiditis limfositik kronik.17

Gambar 2.4 A. Potongan permukaan dari lobus tiroid yang menunjukkan nodul
berbatas tegas pada lobus kanan dan kiri. B. Infiltrasi limfositik
dengan sentra germinal (HE x40), C. Folikel-folikel tiroid yang
mengandung koloid metaplasia sel-sel Hurtle (HE x100), D. Sel-sel
Hurtle dengan sitoplasma granular eosinofilik (HE 400x)
Dikutip dari Gayathri BN dkk18

2.9.3 Pemeriksaan Radiologi

2.9.3.1 Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG adalah aman karena tidak menggunakan radiasi ionisasi dan

tidak menyebabkan kerusakan jaringan. Pemeriksaan ini juga lebih terjangkau

dibandingkan modalitas pemeriksaan lain. Pasien akan tetap merasa nyaman

karena pemeriksaannya yang non-invasif. Tidak ada persiapan khusus ataupun

penghentian obat-obatan untuk pemeriksaan ini. Ultrasonogafi tiroid secara

konvensional digunakan dalam evaluasi nodul pada tiroid dan selama biopsi
17

aspirasi jarum halus (FNAB). Tiroid dan nodul dapat diukur dengan akurat

dengan pemeriksaan ini. Ekhogenisitas dan kalsifikasi serta bagaimana polanya

juga dapat dideteksi dengan mudah dengan pemeriksaan USG ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Pishdad dkk (2016) menemukan bahwa

pemeriksaan USG memiliki spesifisitas yang tinggi (90,6%) namun sensitifitas

yang rendah (45,2%) dalam diagnosa TH. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Tabur dkk yang menemukan spsesifisitas yang tinggi (90%) dan sensitifitas yang

rendah (35%) dalam mendiagnosis kasus tiroiditis. Kim dkk menemukan

spesifisitas USG tiroid sekitar 92,1% dan sensitifitas 87,2% dalam diagnosis

penyakit tiroid difus yang asimptomatis.19

Gambaran USG yang khas pada TH difus sekarang cukup dikenali dengan

baik. Pada USG, kelenjar tiroid yang menderita TH khasnya akan memberikan

gambaran perubahan parenkim yang luas. Kelenjar tiroid umumnya akan tampak

membesar dan hipoekhoik dengan ekhostruktur yang heterogen dan septasi yang

ekhogenik. Penurunan ekogenisitas terjadi sebagai akibat dari infiltrasi limfosit

dan sering berhubungan dengan kejadian hipotiroidisme. Pada penelitian terakhir,

43% dari pasien dengan dengan gambaran USG TH difus, termasuk dengan

penurunan ekogenisitas, dilaporkan bahwa mereka juga menderita

hipotiroidisme.1,3, 20
18

Gambar 2. 5 Kelenjar tiroid yang terlihat sangat hipoekhoik disebabkan infiltrasi


dari limfosit pada jaringan tiroid. Ekogenisitas tampak sama dengan
otot sekitarnya.
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Gambar 2.6 Kelenjar tiroid yang membesar merupakan gambaran khas pada
Tiroiditis Hashimoto dengan pola hipoekhoik tetapi heterogen
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Temuan yang menggambarkan heterogenisitas dari tampilan USG pada

parenkim tiroid yang disebabkan oleh perusakan dari struktur homogen normal

arsitektur ‘’ground glass” pada jaringan tiroid berujung pada pembentukan dari

pseudonodul yang bis banyak jumlahnya dan menyerupai sebuah gambaran ‘’bag

of marbles”. Pseudonodul ini tidak memiliki batas yang tegas. Pseudonodul ini

juga dapat hilang timbul, yang berarti gambaran ini dapat terlihat hari ini tapi bisa

juga menghilang jika kita melakukan pemeriksaan kembali pada minggu

berikutnya. Pseudonodul digambarkan sebagai suatu “ danau luas dari limfosit”. 5


19

Gambar 2.7 Gambaran USG parenkim tiroid ini menunjukkan beberapa


pseudonodul (tanda panah) yang awalnya mungkin disalahartikan
sebagai nodul-nodul. Tetapi nodul-nodul ini tidak memiliki halo dan
batas yang tegas, tidak teraba dan akan berubah sejalan dengan
waktu
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Gambar 2.8 “Bag of marbles,” Daerah fibrosis tampak hiperekhoik dibandingkan


dengan gambaran hipoekogenisitas dari daerah kelenjar lainnya, yang
dapat disalahartikan sebagai nodul hiperekhoik (pseudonodul).
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Gambaran USG yang lain yang telah dilaporkan memiliki angka diagnostik

yang tinggi adalah dijumpainya gambaran mikronodul, yang memiliki nilai

prediktif postif hingga 95%. Mikronodul ini dilaporkan berukuran berkisar antara

1-7 mm. Nodul ini hipoekhoik sebagai akibat dari infiltrasi limfosit dan memiliki

tepi yang ekogenik karena untaian fibrosa disepanjang parenkim.1,5,21


20

A B
Gambar 2.9 Tiroiditis Hashimoto : Mikronodularitas A. USG potongan transversal,
dan B. potongan longitudinal, gambaran dari lobus kiri tiroid
menunjukkan nodul kecil multipel yang merupakan infiltrasi limfosit
dari parenkim tiroid.
Dikutip dari Rumack dkk 21

Temuan lain yang juga sering pada USG tiroid adalah gambaran lesi kistik

kecil yang bisa digambarkan sebagai gambaran “swiss cheese” pada parenkim

kelenjar tiroid. Lesi kistik difus ini biasanya berukuran 2-3 mm.5

Gambar 2.10 “Swiss cheese” ; Lesi kistik kecil multipel difus menyebar di sepanjang
parenkim tiroid yang terlihat normal menggambarkan fase awal dari
Tiroiditis Hashimoto
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Karakter lainnya dari tampilan TH pada USG adalah untaian garis yang

ekhogenik, atau septa. Untaian-untaian garis ini dideskripsikan sebagai septa tipis

ekhogenik yang melintasi jaringan tiroid, terkadang memberi gambaran yang

berlobulasi. Gambaran ini diperkirakan terjadi akibat fibrosis di dalam kelenjar.


21

Fibrosis ini juga bisa terjadi di dalam pseudonodul, mengubah gambaran dari

hipoekhoik menjadi hiperekhoik.5

Gambar 2.11 USG lobus kiri tiroid dari pasien dengan TH. Fibrosis telah
berkembang dengan bentuk menyerupai lembaran-lembaran dengan
lapisan jaringan ikat melintasi parenkim tiroid yang hipoekhoik.
Dikutip dari Baskin H.J dkk5

Vaskularisasi pada gambaran USG color Doppler tampak normal atau

menurun pada sebagian besar pasien dengan diagnosa TH. Biasanya

hipervaskularisasi atau yang menyerupai gamabaran “thyroid inferno” pada

penyakit Graves juga terjadi. Peningkatan vaskularisasi ini tampaknya

berhubungan dengan perkembangan dari hipotiroidisme, yang mungkin

berhubungan dengan kadar yang tinggi dari.1,21

Gambar 2.12 USG potongan longitudinal pada pasien Tiroiditis Hashimoto


menunjukkan nodul kecil multipel dan penurunan aliran pada
skan Color Doppler. Aliran darah tampak normal atau berkurang
pada sebagian besar kasus TH.
Dikutip dari Rumack dkk 21
22

Sebagai tambahan dari bentuk difus TH ini, dapat juga terbentuk nodul

tersendiri di dalam parenkim yang berubah ataupun di dalam parenkim tiroid

yang tampak normal secara USG. Bentuk kedua dari TH juga dikenal sebagai TH

nodular, tiroiditis limfositik fokal, ataupun pseudotumor memiliki insidensi

sekitar 5% diantara nodul-nodul yang dibiopsi pada penelitian terbaru. Beberapa

peneliti telah mengusulkan bahwa TH nodular merupakan sebuah tampilan awal

dari TH. Sebagian peneliti lainnya berpikir bahwa itu merupakan bentuk klinis

lainnya dari TH. Penelitian terakhir belum dapat membuktikan teori yang mana

diantara kedua ini yang paling benar. Akan tetapi penelitian terakhir menunjukkan

bahwa insidensi hipotiroidisme lebih rendah pada pasien dengan nodular TH saja

(tanpa ada bukti USG adanya tiroiditis difus) dibandingkan dengan pada pasien

yang memiliki gambaran TH nodular dan TH difus. Temuan ini menegaskan

bahwa TH nodular saja secara klinis lebih ringan dibandingkan dengan TH yang

difus.

Ketika dibandingkan gambaran USG dari nodul-nodul pada latar belakang TH

difus dan pada yang tidak difus, TH nodular yang disertai dengan TH difus

tampaknya memiliki gambaran yang lebih solid, lebih hiperekhoik, memiliki halo

yang tipis, sedikit kalsifikasi, dan tampil sebagai sebuah nodul soliter. Sementara

di sisi lain, TH nodular tanpa adanya TH difus tampaknya lebih memiliki elemen

kistik dan mempunyai kalsifikasi pada kulit perifernya.1


23

Gambar 2.13 USG potongan longitudinal pada pasien Tiroiditis Hashimoto, wanita
usia 63 tahun menunjukkan nodul solid hipoekhoik sedikit inhomogen
batas tegas (kursor). Latar belakang parenkim tampak normal.
Dikutip dari Anderson dkk 1

Gambar 2.14 Wanita 37 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto nodular. USG potongan
transversal menunjukkan nodul solid hiperekhoik homogen batas
tegas (kursor) dengan halo hipoekhoik. Latar belakang parenkim
tampak mikronodular.
Dikutip dari Anderson dkk 1

Gambar 2.15. USG potongan transversal, wanita 61 tahun dengan TH nodular


tampak nodul solid halus isoekhoik homogen batas tidak jelas
(kursor) dengan parenkim tampak inhomogen dan hipoekhoik
Dikutip dari Anderson dkk 1
24

Gambar 2.16 Wanita 49 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto nodular.


A.USG potongan transversal menunjukkan nodul solid isoekhoik
homogen tegas (kursor) dengan halo tipis hipoekhoik.
B.Color Doppler potongan longitudinal menunjukkan bahwa nodul
(kursor) tampak hipovaskular dibandingkan dengan parenkim
disekitarnya.
Dikutip dari Anderson dkk 1

Sering indikasi pertama tiroiditis yang ditemukan pada USG adalah

dijumpainya pembesaran kelenjar getah bening (KGB). Hal ini bisa dijumpai

bilateral maupun unilateral; biasa pada bagian sentral maupun bagan lateral dari

leher. Kecuali dari ukurannya, pembesaran KGB khasnya menyerupai gambaran

KGB normal dengan rasio pendek/panjang < 0,7. Pembesaran KGB yang

menunjukkan gambaran yang sangat mencurigakan seperti gambaran vaskular

yang kacau mungkin memerlukan pemeriksaan biopsi AJH dengan panduan

USG.5

Gambar 2.17 Pembesaran KGB yang gepeng dibawah otot sternocleidomastoideus


umumnya terlihat pada fase awal TH dan sering menjadi petunjuk
awal untuk diagnosis yang lebih cepat.
Dikutip dari Baskin H.J dkk5
25

Gambar 2.18 Tiroiditis Hashimoto dengan pembesaran KGB hiperplastik. USG


potongan longitudinal menunjukkan mikronodular dari TH dan
sebuah pembesaran KGB (tanda panah) di bagian inferior pole
bawah kelenjar tiroid.
Dikutip dari Rumack dkk21

Diketahui sebelumnya bahwa nodul jinak maupun ganas dapat berdampingan

dengan penyakit TH difus. Faktanya, dijumpai sebuah hubungan antara TH

dengan keganasan tiroid tertentu. Walaupun jarang, beberapa penelitian telah

melaporkan hubungan yang kuat antara TH dengan limfoma tiroid primer.

Sebagai tambahan, walaupun masih kontroversial, terdapat bukti yang

menguatkan bahwa terdapat peningkatan resiko terjadinya karsinoma tiroid

papiler (KTP) pada pasien-pasien dengan penyakit TH.

Ketika gambaran USG dari nodul jinak dan ganas pada TH difus

dibandingkan, banyak gambaran yang sama dengan yang ditemukan sebelumnya

pada nodul jinak dan ganas apada pasien tanpa TH difus. Nodul jinak pada TH

tampak lebih hiperekhoik, memiliki halo tipis dan reguler, dan kurang kalsifikasi.

Nodul ganas pada pasien dengan TH difus tampaknya lebih isoekhoik ataupun

sangat hipoekhoik dibandingkan dengan nodul jinak. Penentuan nodul jinak

ataupun ganas pada pasien dengan TH ditentukan dengan biopsi .22


26

Gambar 2.19 Wanita 55 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto dan KTP. USG
potongan longitudinal dari lobus kiri tiroid menunjukkan nodul solid
hipoekhoik (kursor) dengan area kalsifikasi internal (tanda panah)
Dikutip dari Anderson dkk22

Gambar 2.20 Wanita 45 tahun dengan Tiroiditis Hashimoto dan KTP. USG
potongan longitudinal dari lobus kiri tiroid menunjukkan nodul solid
hipoekhoik (kursor) dengan mikrokalsifikasi internal
Dikutip dari Anderson dkk22

Gambar 2.21 USG potongan longitudinal menunjukkan gambaran klasik TH


(mikronodularitas) dan sebuah nodul dominan hipoekhoik (tanda
panah) di bagian atas yang disebabkan oleh KTP. Sebuah nodul
dominan pada TH harus dianggap “tidak dapat ditentukan” dan
dilakukan biopsi aspirasi jarum halus.
Dikutip dari Rumack 21
27

Gambar 2.22 Limfoma pada Tiroiditis Hashimoto. USG potongan transversal dari
lobus kiri tiroid menunjukkan pembesaran difus hipoekhoik yang
disebabkan oleh limfoma pada kelenjar tiroid dengan TH.
Dikutip dari Rumack 21

2.9.3.2 Computed Tomography scan (CT scan)

Gambaran CT scan dari tiroiditis tidaklah spesifik dan bervariasi. Kelenjar

tiroid memiliki konsentrasi yodium yang sangat tinggi, yang berakibat pada

tingginya attenuasi CT (80-100 Hounsfield Unit). Adanya suatu tiroiditis dapat

ditentukan dengan pembesaran kelenjar yang difus dan kelenjar tiroid yang

hipodens (sekitar 45 Hounsfield unit). Gambaran ini kemungkinan disebabkan

oleh kerusakan sel folikuler dan penurunan dari konsentrasi yodium. Penyangatan

homogen yang nyata biasanya terlihat. Penyangatan homogen yang moderat pada

kasus tiroiditis menyokong suatu proses inflamasi yang luas. Temuan CT scan ini

sangat penting untuk dibandingkan dengan pemeriksaan fungsi tiroid dan antibodi

serum.23
28

Gambar 2.23 Laki-laki , 19 tahun yang dengan goiter moltinodular dan TH. a,b
potongan sagital USG greyscale dan colour doppler dari leher
memperlihatkan pembesaran kelenjar tiroid lobus kiri yang
hipoekhoik dengan nodul-nodul regeneratif kecil hiperekhoik dan
hipervaskularisasi yang jelas (tanda panah putih). c,d gambaran CT
scan potongan aksial dari leher menunjukkan sebuah pembesaran
kelenjar tiroid dimana kiri lebih besar dari kanan dan penyempitan
trakea.
Dikutip dari Saeedan MB dkk23

Gambar 2.24 Wanita, 33 tahun dengan keluhan pembengkakan leher dan nyeri
kemudian didiagnosa dengan TH a. CT scan kontras potongan
aksial dari leher menunjukkan sebuah pembesaran minimal
kelenjar tiroid, terutama istmus (tanda panah putih). B. potongan
transversal USG greyscale dari leher memperlihatkan pembesaran
kelenjar tiroid lobus inhomogen dan penebalan dari istmus
(ukuran 8,6 mm.)
Dikutip dari Saeedan MB dkk 23

2.9.3.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Tidak banyak penelitian yang menjelaskan tentang gambaran spesifik dari MRI

pada penyakit TH. Sebuah penelitian dilakukan oleh Takashima dkk (1995) untuk

menilai kegunaan klinis dari pemeriksaan MRI pada kelenjar tiroid pada penderita
29

TH. Mereka mencoba membandingkan hasil pemeriksaan MRI dengan hasil

histopatologis dan tes fungsi tiroid. Penelitian ini menemukan bahwa intensitas

sinyal pada pasien dengan TH secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada

pasien kontrol yang normal pada semua sekuens akan tetapi lebih kecil

dibandingkan dengan pasien limfoma tiroid. Takashima dkk meperkirakan bahwa

terdapat kenaikan intensitas sinyal yang signifikan pada sekuens T1, T2 dan

proton-density dengan kenaikan intensitas pada T2 dan proton-density lebih besar

dibanding pada sekuens T1.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gambaran intensitas sinyal dapat

menggambarkan hasil dari tes fungsi tiroid dan temuan histopatologis. Rasio dari

intensitas sinyal pada sekuens proton-density secara stastistik signifikan

meningkat pada kenaikan titer serum TSH dan atrofi folikel serta juga dengan

penurunan level antibodi anti-tiroglobulin dan infiltrasi dari limfosit. Akan tetapi

semua hubungan antara gambaran intensitas sinyal pada MRI dan histopatologi

serta data laboratorium hanya valid pada yang tidak diobati.24

a b c
Gambar 2.25 Wanita umur 53 tahun dengan TH, pembesaran homogen kelenjar
tiroid tergambar pada (a) potongan axial T1WI, (b) Proton-density
WI, dan (c) T2 WI. Kursor melingkar pada gambar (a)
menunjukkan posisi dari ROI untuk mengukur intensitas sinyal
pada kelenjar tiroid. Rasio intensitas sinyal adalah 1,33 pada T1-
WI, 1,33 pada proton density-WI dan 3,52 pada T2-WI.
Dikutip dari Takashima S dkk 24
30

a b c
Gambar 2.26 Wanita, 53 tahun dengan TH dan Limfoma tiroid primer, (a)
potongan axial T1WI, limfoma tiroid tidak dapat dibedakan dengan
TH (b) axial Proton-density WI, (c) axial T2 WI. Tumor (tanda
panah) adalah daerah dengan sinyal yang hiperintens homoge. Rasio
intensitas sinyal limfoma adalah 1,22 pada T1-WI, 1,74 pada proton
density-WI dan 4,46 pada T2 WI.
Dikutip dari Takashima S dkk 24

2.9.3.4 Thyroid Scintigraphy (sintigrafi tiroid)

Pengukuran ambilan tiroid dan temuan sintigrafi (biasanya diperoleh dengan

technetium-99m atau Iodine-123) memiliki peran sebagai pelengkap bersama

dengan pemeriksaan fungsi tiroid dalam membedakan penyakit tiroiditis

autoimun dengan penyakit tiroid lainnya, dengan demikian mempengaruhi

rencana tindakan terapi.

Pada fase awal dari TH, fungsi tiroid masih normal. Hal ini disebabkan karena

pada awalnya sedikit penurunan dari hormon tiroid pada sirkulasi ditangkap oleh

sensor pada kelenjar pituitari, dan sebagai kompensasi terjadi peningkatan sekresi

TSH untuk menstimulasi kelenjar tiroid dalam menghasilkan lebih banyak

hormon tiroid sehingga kadar hormon T3 da T4 dapat kembali normal. Stimulasi

triroid seperti diatas berakibat pada peningkatan nilai ambilan yodium

sebagaimana juga terjadi peningkatan aktifitas radionuklid di sepanjang kelenjar

tiroid. Folikel dari tiroid pada beberapa contoh, menunjukkan berbagai respon
31

yang berbeda terhadap stimulasi kronik dari TSH, yang mengakibatkan proliferasi

yang tidak sempurna dari folikel-folikel ini. Fenomena ini pada skan tiroid

terwujud sebagai daerah dengan peningkatan aktifitas (folikel yang merespon

terhadap TSH) dan daerah dengan penurunan aktifitas (folikel yang tidak

merespon). Alhasil, sebuah goiter multinodular terbentuk. Radioactive Iodine

Uptake (RAIU) dapat tetap meningkat akibat dari stimulasi dari TSH. Sejalan

dengan perubahan parenkim tiroid yang digantikan oleh jaringan fibrosa, pada

akhirnya kadar serum tiroid akan menurun sebagai akibat dari kegagalan kelenjar

merespon peningkatan kadar TSH, dan hipoiroidisme yang nyata akan terjadi,

dengan penurunan ambilan yang tidak seragam dalam berbagai tingkatan di

sepanjang tiroid.25

Gambar 2.26 Fase Awal Tiroiditis Hashimoto pada wanita umur 42 tahun, yang
datang dengan goiter dan juga kekerasan pada tiroid kanan. Nilai
laboratorium sbb : T4 = 7,6 µg/dl, T3 = 11 ng/dl, dan TSH = 5,5
µIU/mL. RAIU 24 jam sedikit meningkat pada 39%. Sintigram
anterior menunjukkan pembesaran tiroid dengan peningkatan luas
ambilan radiotracer, temuan yang sama pada goiter toksik.
Perhatikan penurunan aktifitas pada latar yang ditunjukkan dengan
konsentrasi yang rendah dari radiotracer pada kelenjar saliva
(panah tipis). Area fotopenic (panah tebal) mewakili marker sternal
dingin.
Dikutip dari Intenzo C dkk 25
32

Gambar 2.27 Tiroiditis Hashimoto dengan tampilan goiter multinodular pada pria
umur 51 tahun, yang datang dengan nodul multipel yang teraba.
Nilai laboratorium sbb : FT4 = 0,7 ng/dl, T3 = 95 ng/dl, dan TSH =
6,1 µIU/mL. RAIU 24 jam adalah 40%. Sintigram anterior
menunjukkan pembesaran tiroid dengan nodul baik yang dingin
(panah tipis) dan juga “panas” (panah tebal).
Dikutip dari Intenzo C dkk 25

2.10 Diagnosis Banding

2.10.1 Silent (Painless/atypical) Thyroiditis

Tiroiditis sunyi, yang juga dikenal sebagai tiroiditis tanpa nyeri ataupun

atipikal merupakan sebuah sindroma klinis yang terwujud sebagai tirotoksikosis

sementara yang diikuti oleh hipotiroidisme sementara. Sindroma ini pada awalnya

digambarkan sebagai bentuk tidak nyeri dari tiroiditis subakut, sebuah kelainan

yang tandai dengan tirotoksikosis yang berhubungan dengan nyeri tiroid.

Tiroiditis sunyi merupakan sebuah penyakit autoimun yang ditandai dengan

peningkatan kadar antibodi TPo dan antibodi Tg. Analisa histopatologi dari

tiroiditis sunyi ini memperlihatkan infiltrasi limfosit pada folikel tiroid, yang

mengakibatkan kerusakan dari sel folikuler tiroid. Tiroiditis sunyi memiliki

tampilan USG tiroiditis autoimun kronis (hipoekogenisitas, mikronodulasi, dan

fibrosis), akan tetapi temuan klinis menyerupai tiroiditis subakut, dengan

pengecualian nodul yang lembut.21,26,27


33

Gambar 2.28 Silent Thyroiditis : kelenjar tiroid yang inhomogen dengan area
hipoekhogenik batas tidak jelas, dan tepi yag sedikit lobular.
Dikutip dari Yamashiro dkk 26

2.10.2 Tiroiditis granulomatosa subakut

Tiroiditis granulomatosa subakut (tiroiditis non-supuratif atau Tiroiditis de

Quervain) adalah penyakit inflamasi terbatas pada kelenjar tiroid yang sering

terjadi akibat infeksi virus. Insidensi penyakit ini jarang dan mewakili sekitar 0,16

sampai 0,36% dari seluruh kelainan pada kelenjar tiroid. Penyakit ini terjadi

umumnya pada wanita dalam dekade kedua sampai kelima dari kehidupan.

Wanita lima kali lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pada pria.

Tiroiditis granulomatosa subakut secara klinis ditandai dengan nyeri akut di

daerah tiroid. Nyeri akan kambuh dengan menggelengkan kepala ataupun pada

saat menelan, dan nyeri dapat menjalar ke rahang, telinga maupun dada.

Pada fase awal dari penyakit ini, gambaran USG menunjukkan daerah

hipoekhoik dengan batas yang tidak tegas dan ireguler, terutama di daerah

subkapsular. Kemudian pada fase berikutnya, pseudonodul dapat terlihat di

daerah sentral dari kelenjar tiroid. Vaskularisasi pada fase awal mungkin tampak

berkurang.24-28
34

LLobus kanan

Gambar 2.29 Tiroiditis De Quervain : Daerah hipoekhogenik dengan batas tidak


jelas dan kontour yang ireguler, khususnya daerah subkapsular.
Dikutip dari Yamashiro dkk 26

Gambar 2.30 Tiroiditis De Quervain: daerah hipoekhogenik dengan batas tidak


jelas dengan pseudonodul pada daerah sentral kelenjar tiroid yang
hipovaskularisasi.
Dikutip dari Yamashiro dkk 26

A B
Gambar 2.31 Tiroiditis De Quervain : A. USG potongan longitudinal menunjukkan
daerah hipoekhoik dengan batas tidak jelas (panah).
B. Daerah tersebut kembali tampak normal pada pemeriksaan follow-
up 4 minggu kemudian setelah terapi medis.
Dikutip dari Yamashiro dkk 26
35

2.10.3 Penyakit Graves’

Penyakit Graves’ merupakan kelainan difus umum pada kelenjar tiroid dan

biasnya secara biokimia ditandai dengan hiperfungsi kelenjar (tirotoksikosis).

Pemeriksaan USG tiroid pada penyakit ini mungkin menunjukkan ekhostruktur

yang lebih inhomogen dibandingkan pada goiter difus yang pada dasarnya akibat

pembuluh darah intraparenkim yang banyak jumlahnya. Lebih lanjut lagi,

khususnya pada pasien yang lebih muda, parenkim akan tampak lebih hipoekhoik

yang luas akibat dari infiltrasi limfosit atau karena sebagian besar kandungan

selular pada parenkim, yang mana akan hampir menjadi substansi koloid.

Pemeriksaan USG color Doppler seringnya akan menunjukkan pola

hipervaskularisasi yang dikenal dengan istilah thyroid inferno. Pemeriksaan USG

spektral Doppler akan selalu menunjukkan Peak systolic velocity (PSV) melebihi

70 cm/sec yang merupakan kecepatan yang paling tinggi pada kelainan tiroid.

Tidak ada hubungan antara derajat hiperfungsi kelenjar tiroid dari pemeriksaan

laboratorium dan perluasan hipervaskularisasi ataupun kecepatan aliran darah.27

A B
Gambar 2.32 Penyakit Graves : A. USG potongan transversal tiroid tampak
pembesaran difus yang nyata dari kedua lobus dan isthmus.
Kelenjar tampak hipoekhoik yang luas. B. USG color doppler
potongan transversal lobus kiri, tampak vaskularitas yang
meningkat, indikasi fase akut dari proses penyakit Graves.
Dikutip dari Rumack dkk 21
36

2.11 Pengobatan Tiroiditis Hashimoto

Pengobatan dari TH bisa terdiri dari observasi dari dan penggunaan obat-

obatan. Jika dalam observasi tidak terlihat adanya bukti kekurangan hormon

tiroid, dan fungsi tiroid masih dalam batas normal, maka akan dipergunakan

pendekatan “tunggu dan lihat”.

Pasien TH yang mengalami defisiensi hormon tiroid akan membutuhkan terapi

pengganti dari hormon tiroid. Biasanya ini akan menggunakan hormon sintetik

hormon tiroid yaitu hormon levotiroksin.

Hormon sintetik levotiroksin ini identik dengan hormon tiroksin, versi alami

dari hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pengobatan oral hormon ini

akan mengembalikan kadar hormon yang cukup adekuat dan bisa mengembalikan

semua gejala dari hipotiroidisme. Pengobatan hormon ini biasanya akan

berlangsung selama seumur hidup pada pasien TH. Dosis terapi hormon akan

disesuaikan berdasarkan pemeriksaan rutin dari hormon TSH yang dilakukan

secara berkala sekali dalam setahun.

Tindakan berupa pembedahan (tiroidektomi atupun lobektomi tiroid) dan

kemoterapi maupun radiasi dipertimbangkan pada penderita TH yang disertai

dengan kejadian karsinoma tiroid maupun limfoma.3,11,29


37

BAB III

RINGKASAN

Tiroiditis Hashimoto merupakan sebuah kelainan autoimun pada kelenjar tiroid

yang paling sering menyebabkan terjadinya hipotiroidisme pada daerah non-

endemik goiter. Tiroiditis Hashimoto mengenai sampai dengan 10-15 kali lebih

tinggi pada wanita dibandingkan pada pria dan mengenai kurang lebih 2% dari

populasi wanita. Puncak kejadian TH ini terjadi pada dekade 3 sampai 5 dari

kehidupan. Beberapa kelainan autoimun lain bisa terjadi bersamaan dengan

kejadian TH ini.

Secara klinis tampilan dari TH ini bisa muncul sebagai goiter keras yang tanpa

nyeri seringnya disertai dengan gejala-gejala hipotiroidisme. Etiologi dari

terjadinya TH ini masih belum dapat ditentukan secara pasti, namun diduga TH

berkembang pada individu yang memiliki faktor predisposisi genetik yang dipicu

oleh berbagai faktor lingkungan.

Patogenesis dari Tiroiditis Hashimoto ini melibatkan infiltrasi dari sel T dan

sel B dari kelenjar tiroid yang reaktif terhadap antigen tiroid yang bertanggung

jawab terhadap kerusakan dari parenkim tiroid secara luas, yang pada akhirnya

menjadi hipotiroidisme.

Secara histopatologis tampilan TH ini berupa aggregasi limfosit dengan sentral

germinal, folikel-folikel tiroid kecil dengan koloid yang jarang, perubahan

oksifilik pada sel-sel epitel serta fibrosis yang bervariasi.


38

Diagnosis klinis dari TH dikonfirmasi oleh adanya kadar serum T4 yang

rendah, kadar hormon TSH yang tinggi, dan ditemukannya autoantibodi Tg dan

TPo.

Sensitifitas dan spesifitas dari pemeriksaan TH ini meningkat secara signifikan

dengan menggabungkan pemeriksaan USG dengan penilaian secara klinis dan

serologis. Metode paling akurat dalam mendiagnosa TH ini tetaplah biopsi dengan

pemerikasaan histopatologis.

Gambaran USG dari TH umumnya berupa pembesaran lobus tiroid yang

luas dengan ekhostruktur yang inhomogen dan hipoekhoik, mikronodul dan nodul

soliter pada parenkim tiroid. Pada pemeriksaan USG color Doppler parenkim

tiroid dapat bervariasi dari sedikit hipervaskular sampai dengan hipervaskularisasi

yang cukup jelas.

Diagnosa banding dari TH diantaranya berupa kelainan tiroid yang difus

seperti pada Silent Thyroiditis, Tiroiditis granulomatosa subakut dan penyakit

Graves’.

Penatalaksanaan dari penyakit TH ini berupa terapi pengganti hormon tiroid

dengan hormon sintetik levotiroksin, jika pasien TH sudah memiliki gejala

hipotiroidisme yang nyata.


39

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson L, et.al. Hashimoto Thyroiditis: Part 1,Sonographic Analysis of

the Nodular Form of Hashimoto Thyroiditis. American Journal of

Radiology. 2010; 195: 208-215

2. Hiromatsu Y, et.al. Hashimoto’s Thyroiditis: History and Future Outlook.

Endocrine Journal. 2013; 12(1):12-18

3. Wang L, et al. Likelihood Ratio–Based Differentiation of Nodular

Hashimoto Thyroiditis and Papillary Thyroid Carcinoma in Patients With

Sonographically Evident Diffuse Hashimoto Thyroiditis : Preliminary

Study. J Ultrasound Med 2012; 311767-1775

4. Berkowits A. Patofisiologi Klinik. Binarupa Aksara.2013;5: 211-17

5. Baskin H.J, et.al. Thyroid Ultrasound and Ultrasound-Guided FNA.

Second Edition. Springer.2008; 5: 63-75

6. Heilo A, Sigstad E, Grøholt K. Atlas of Thyroid Lesions. New York :

Springer; 2011

7. Braunstein G D, Sacks W. Thyroid Nodules. In : Braunstein G D Editor.

Thyroid Cancer. New York. Springer.2012. pp 45-91

8. https://www.britannica.com/science/thyroid-gland

9. Gao J, et.al. Multimodality Imaging and Aspiration Biopsy Guidance in

the Perioperative Management of Thyroid Carcinoma. In : Carpi A,

Mechanick J I Editors. Thyroid Cancer From Emergent Biotechnologies to


40

Clinical Practice Guidelines. 2nd Ed. Boca Raton. FL. Taylor and Francis

Group. 2011. pp 117-132

10. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology 12th ed. Singapore: Mc.Graw

Hill; 2010, p. 348-70

11. Staii A et al. Hashimoto thyroiditis is more frequent than expected when

diagnosed by cytology which uncovers a pre clinical state

http://www.thyroidresearchjournal.com/content/3/2/11

12. Fauci AS, et.al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17 th


edition.

McGraw Hill Medical.2008: p. 2224-32

13. Davies TF, Pathogenesis of Hashimoto's thyroiditis (chronic autoimmune

thyroiditis)http://cursoenarm.net/UPTODATE/contents/mobipreview.htm?

1/59/1969/contributor-disclosure

14. Pyzik A et al. Immune Disorders in Hashimoto’s Thyroiditis: What Do

We Know So Far? Journal of Immunology Reasearch. 2015

15. Chistiakov DA Review: Immunogenetics of Hashimoto's thyroiditis,

Journal of Autoimmune Diseases 2005, 2:1 Published: 11 March 2005

16. Wentz I , The 5 Stages of Hashimoto’s Thyroiditis April 8, 2017

17. Kumar R, Abbas A, DeLancey A, Malone E. Robbins and Cotran

Pathologic basis of disease 8th ed. 2010. Saunders. Philadelphia.

18. Gayathri BN, Kalyani R, Kumar H, Prasad K. Fine Needle Aspiration

Cytology of Hashimoto’s Thyroiditis – A Diagnostic Pitfall with Review

of Literature. Journal of Cytology 2011;28(4): 210-14.


41

19. Pishdad P. Thyroid Ultrasonography in Differentiation between Graves’

Disease and Hashimoto’s Thyroiditis. J Biomed Phys Eng 2017; 7(1)

20. Zhou H et.al . A Modified Thyroid Imaging Reporting and Data System

(mTIRADS) For Thyroid Nodules in Coexisting Hashimoto’s Thyroiditis.

www.nature.com/scientificreports. 6:26410

21. Rumack CM, et.al. Diagnostic Ultrasound. 4th edition. Elsevier.2011;

18:741-46

22. Anderson L, dkk.Hashimoto Thyroiditis: Part 2, Sonographic Analysis of

Benign and Malignant in nodules in Patients With Diffuse HAshimoto

Thyroiditis. American Journal of Radiology. 2010; 195: 216-222

23. Saeedan MB et.al. Thyroid computed tomography imaging : pictorial

review of variable pathologies. Insight Imaging. 2016.

24. Takashima S, et.al. Hashimoto Thyroiditis : Correlation of MR Imaging

Signal Intensity with histopatologic findings and Thyroid function Test

results. Radiology 1995; 197:213-219

25. Intenzo CM, et.al. Scintigraphic features of Autoimmune Thyroiditis.

Radiographics 2001; 21: 957-964.

26. Yamashiro I. Et.al. Ultrasound Findings in Thyroiditis. Radiol Bras 2007;

40(2): 75-79.

27. Slatosky J, et.al. Thyroiditis : Diffrential Diagnosis and Management. Am

Fam Physician. 2000 Feb 15; 61(4): 1047-1052.

28. Jhaveri K. Et.al. CT and MR Imaging findings associated with Subacute

Thyroiditis. Am J Neuroradiol.2003; 24:143-146.


42

29. Mayo Clinic staff. Hashimoto’s disease. www.mayoclinic.org.

Anda mungkin juga menyukai