Anda di halaman 1dari 5

 

Kerajaan hindu di bali


1. 1. Kerajaan Hindu di Bali Kisah sejarah Kerajaan Bali Kuna lebih banyak bersumber dari
tinggalantinggalan arkeologi, seperti prasasti, arca, bangunan-bangunan kuno dan lain
sebagainya yang ditemukan di daerah Bali, terutama yang berasal dari abad ke- 8
hingga abad ke-14 masehi. Pada zaman Bali Kuna kerajaan bercorak Hindu di Bali
awalnya dari pemerintaan Raja dan permaisuri Dharmodayana Varmadewa dengan
Gunapriya Dharmapatni(putra Empu Sendok). Pada zaman itu datanglah Empu Kuturan
yang ditugaskan untuk menata kehidupan beragama sehingga Bali menjadi aman dan
tertib. Pada masa Bali pertengahan sampai masa Bali baru/kini diawali jatuhnya kerajaan
Bali Kuno, sehingga terjadi kekosongan pimpinan di Bali, kemudian terbentuk majelis
Umat Hindu yang tertinggi bernama Parisada Hindu Bali. Perkembangan agama Hindu
pada masa Bali pertengahan Sri Krsna Kepakisan yang berstana di Samprangan
Kabupaten Gianyar. Kemudian diganti oleh Dalem Watu Renggong dengan mengangkat
Dang Hyang Nirarta sebagai pendeta istana. Pada saat inilah Bali mencapai puncak
keemasannya. Berdasarkan data arkeologi perkembangan Agama Hindu di Bali diduga
mendapat pengaruh dari kerajaan-kerajaan di Jawa Timur yang dimulai pada abad ke-8
M. Sebagai bukti pengaruh Hindu masuk di Bali adalah adanya prasasti yang ditemukan
di Pejeng Gianyar, Bali dengan memakai bahasa Sanskerta, kalau ditinjau dari segi
hurufnya, sezaman dengan materai Tanah Liat, yang memuat mantra Budha disebut
Yete Mantra tahun 778 Masehi. Menurut Dr. R. Goris berdasarkan prasasti tersebut
diatas agama Hindu yang berkembang di Bali adalah Agama Siwa Sidhanta yang masuk
secara perlahan-lahan sebelum abad ke-8, karena pada saat tersebut telah dijumpai
agama Siwa Sidhanta telah menyebar secara luas dan mendalam. Dengan menonjolkan
pahan Siwa dengan adanya ajaran Tantrayana, karena ajaran ini bersumber pada ajaran
Siwa. Sebagai bukti lain penyebaran agama Hindu di Bali adalah ditemukannya arca
Siwa di Pura Putra Betara Desa di desa Bedaulu Gianyar. Arca tersebut satu type
dengan arca Siwa di Candi Dieng. Kemudian dalam Prasasti Sukawana A 1 dari tahun
882 Masehi menyebutkan ada tiga tokoh agama, yakni : Bhiksu Sivakangsita,
Sivanirmala, Sivapradnya, membangun pertapaan di Bukit Kintamani. Menurut lontar
Bhuana Tattwa Maharesi Markandeya menyebutkan kedatangannya ke Bali bertujuan
untuk membuka lahan pertanian di Desa Taro, kecamatan Tegallalang, Kabupaten
Gianyar, dan disebutkan bahwa Maha Resi menganut paham Tri Sakti Paksa dan beliau
menanam Pancadatu di Pura Besakih.
2. 2. Pancadatu terdiri dari likma jenis logam, yaitu : emas, perak, tembaga, besi, dan
campuran dari kelima jenis logam tersebut. Dalam tahun 911 saka (989 M) disebutkan
bahwa raja yang memerintah wilayah kerajaan yang sudah meliputi Bali itu adalah
pasangan Raja dan Ratu bernama Sang Ratu Luhur Sri Gunapriya Dharmapatni
bersama suaminya bernama Sang Ratu Maruhani Sri Dharmodayana Varmadewa.
Pasangan raja yang memerintah Bali ini adalah pasangan yang paling terkenal bila
dibandingkan dengan raja-raja yang memerintah sebelumnya. Pasangan raja ini juga
disebutkan dalam prasasti Batu Calcutta yang bertahun saka 963(1041 M) yang dibuat
oleh Raja Airlangga ( Erlangga). Termuatnya pasangan raja yang memerintah Bali dalam
prasasti yang dibuat oleh Airlangga yang memeritah di Kediri ( Jawa) juga dapat
digunakan sebagai petunjuk bahwa pada masa pemerintahannya pasangan raja dan ratu
ini telah terjadi hubungan antara Jawa dengan Bali. Berdasarkan atas sejumlah prasasti
yang dibuat oleh pasangan raja dan ratu ini dapat diketahui bahwa mereka telah
memerintah bersama dari tahun saka 911(989 M) sampai 923 saka ( 1001 M). Sang
Ratu Luhur Sri Gunapriya Dharmapatni wafat terlebih dahulu dari suaminya dalam tahun
saka 923 (1001 M). Pemerintahan dilanjutkan oleh suaminya bernama Sang Ratu
Maruhani Dharmodayana Varmadewa yang memerintah sampai tahun 933 saka (1011
M). Sang Ratu Luhur Sri Gunapriya Dharmapatni yang juga bernama Mahendradatta
adalah ibu kandung Airlangga yang menjadi raja di Kadiri (Jawa). Sang Ratu adalah
adalah putri dari Makutawangsawardhana dan karena itu juga cucu dari Empu Sendok.
Dari perkawinan antara Ratu Mahendradatta dengan Raja Dharmodayana lahirlah
Airlangga yang pada usia 16 tahun kemudian diminta oleh Dharmawangsa untuk
dijadikan sebagai penggantinya memerintah di Kadiri (Jawa). Pada saat menjelang
wafatnya, Mahendradatta melahirkan lagi seorang putra yang diberi nama Anak Wungsu
( anak bungsu atau anak yang terakhir). Gunapriya Dharmapatni ( Mahendradatta)
adalah seorang Ratu yang sangat dihormati, dan karena itu ketika wafat dia dipuja
sebagai Durga dan diarcakan dalam bentuk Durga Mahisasura Mardhini. Dewasa ini
arca itu berada dalaqm kawasan Pura Dharma di Desa Kutri ( termasuk wilayah
Gianyar), dan karena itu arca ini sering disebut dengan Durga Kutri. Pada masa
pemerintahan Raja suami istri di Bali datanglah Empu Kuturan, saudara kandung dari
Empu Bharadah, yang ikut menata kehidupan di Bali. Pada masa itu di Bali berkembang
sekte-sekte yang banyaknya sembilan, antara lain : a. Sekte Siva Sidhanta pemujaan
terhadap Dewa Siva b. Sekte Pasupata pemujaan terhadap Lingga c. Sekte Bhairava
pemujaan terhadap Siwa dalam wujud Dhurga d. Sekte Vaisnawa pemujaan terhadap
Dewi Seri dewanya padi e. Sekte Boddha pemujaan terhadap Budha Mahayana f. Sekte
Brahmana pemujaan terhadap Siva g. Sekte Rsi pemujaan terhadap Surya Dewa Utama
3. 3. h. Sekte Sora Dewa pemujaan terhadap Dewa matahari disebut Surya Sewana i.
Sekte Ganapatiya pemujaan terhadap Dewa Ganesa Kedatangan Empu Kuturan di Bali
membawa konsep kahyangan tiga dengan harapan untuk mempersatukan umat Hindu
yang ada di Bali, kahyangan tiga yang dimaksud adalah : a. Pura desa atau bale agung
adalah stana Dewa Brahma manifestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai pencipta b. Pura
Puseh adalah stana Dewa Wisnu manifestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai
pemelihara c. Pura adalah stana Dewa Siwa atau Dewa Durga manifestasi dari Sang
Hyang Widhi sebagai pelebur. Selain itu Empu Kuturan juga menulis beberapa lontar,
seperti Ksuma Dewa, Dewa Tattwa, dan Usana Bali. Dibidang sosial beliau mendirikan
dan memberikan status Sad Kahyangan yang ada di Bali seperti : Besakih, Lempuyang,
Andakasa, Uluwatu, Batukaru, Puncak Mangu, dan sebagai ciri khas peninggalan Empu
Kuturan adalah palinggih yang berbentuk meru. Sebagaimana telah disinggung
sebelumnya bahwa Anak Wungsu adalah putra terkecil dari perkawinan Dharmodayana
dengan Mahendradatta, dinobatkan sebagai Raja Bali. Dalam masa pemerintahan Anak
Wungsu yang memerintah dari tahun 972 saka (1050 M) sampai dengan tahun 1000
saka (1078 M ), telah terbit sekitar 27 buah prasasti. Prasasti-prasasti tersebut
ditemukan menyebar di seluruh Bali, dari Sangsit di utara sampai Kelungkung di selatan.
Setengah dari jumlah prasasti itu menyebutkan nama Anak Wungsu. Setelah masa
pemerintahan Raja Anak Wungsu terdapat nama raja yang memerintah Bali berikutnya.
Raja yang memerintah Bali setelah Raja Anak Wungsu bernama Sri Maharaja Soka
Lendu Kirana. Pemerintahan raja ini termuat dalam prasasti Canggi dalam tahun saka
1020 (1098 M). Kemudian menyusul pemerintahan raja yang bernama Paduka Sri
Maharaja Sri Suradhipa yang masa pemerintahannya termuat dalam prasasti bertahun
saka 1037 (1015 M) dan prasasti bertahun saka 1041 (1119 M). Dalam prasasti yang
bertahun saka 1041 (1119 M) disebutkan nama raja pengganti berikutnya bernama Raja
Bhatara Haji Uganendra Dharmadewa sebagai pengganti raja ini disaebutkan pula raja
berikutnya bernama Jaya Sakti yang memerintah antara tahun 1068 saka (1146 M)
sampai tahun 1072 saka (1150 M). Raja yang memerintah Bali berikutnya disebut
bernama Raja Jayapangus yang memerintah antara tahun 1100 saka (1178 M) sampai
1103 saka (1181 M). Dalam tahun 1100 saka (1178 M) raja ini telah menerbitkan 30
buah prasasti pada hari yang sama. Dalam beberapa prasasti yang diterbitkannya dia
menyebutkan namanya dengan nama Arkajacihna (puta surya = son of the sun), juga
dengan nama Sasangkaketana ( putra ratih = son of the moon). Setelah pemerintahan
Raja
4. 4. Jayapangus disebutkan raja yang memerintah di Bali bernama Paduka Sri Maharaja
Haji Ra-ajaya yang memerintah bersama ibunya bernama Paduka Srirtaya.
Pemerintahan raja dan ratu ini disebutkan dalam prasasti bertahun 1122 saka (1200 M).
berikutnya raja yang memerintah bernama Paduka Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana.
Raja ini digantikan oleh putranya bernama Sri Bhatara Parameswara Sri Dhana
Dewiketu. Pemerintahan raja ini disebutkan dalam prasasti bertahun 1126 saka (1204
M). Ketika Kerajaan Singasari diperintah oleh Raja Kertanegara yang memerintah mulai
dari tahun 1190 saka(1268 M) sampai dengan tahun 1214 saka(1292M), Kerajaan
Singasari melakukan intervensi militer dan menaklukkan Bali. Peristiwa penaklukan
militer ini terjadi dalam tahun 1206 saka(1284 M). Dengan penaklukan melalui intervensi
militer ini Raja Kerajaan Singasari menganggap Kerajaan Bali berada dibawah
kekuasaan Singasari (Jawa). Oleh karena belum ditemukan informasi yang tepat dan
dapat memberitahukan tentang nama Raja yang berkuasa di Bali pada saat laskar
Kertanenegara melakukan invasi militernya ke Bali, maka dianggap intervensi militer
berhasil, karena di Bali sedang terjadi kekosongan penguasa. Hampir 120 tahun
lamanya setelah pemerintahan Raja Sri Bhatara Parameswara Wirama berakhir tahun
1204 M sampai dengan tahun 1324 M, belum ditemukan buktibukti yang dapat
memberikan informasi tentang raja-raja yang secara sah memerintah di Bali. Dalam
prasasti yang berangka tahun 1246 saka (1324 M) disebutkan raja yang memerintah di
Bali bernama Raja Bhatara Guru. Raja ini dinyatakan memerintah Bali yang berada
dibawah pengaruh Singasari. Raja Bhatara Guru kemudian digantikan oleh cucunya
bernama Aji Sri Tarunajaya. Dalam prasasti berangka tahun 1260 saka( 1338 M)
disebutkan bahwa raja yang memerintah Bali bernama Paduka Bhatara Sri Ashtasura
Ratna Bumi Banten. Raja ini menempatkan keratonnnya sebagai pusat pemerintahan di
Desa Bedahulu, sehingga raja ini lebih dikenal bernama Prabu Badahulu atau Prabu
Bedahulu. Kebenaran tentang masa pemerintahan Raja ini juga dimuat dalam prasasti
Perean yang bertahun saka 1261 (1339M). Raja ini ternyata menjadi raja terakhir dari
Dinasti raja-raja Bali Kuna, karene kemudian raja dan kerajaan Bali ditaklukkan oleh
Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 M. Setelah jatuhnya pemerintahan Sri Ashtasura
Ratna Bumi Banten, akhirnya Patih ulung dengan para arya datang ke Majapahit untuk
memohon agar di Bali ditunjuk seorang pemimpin. Akhirnya diangkatlah Mpu Sri Krsna
Kepakisan dan beristana di Samprangan, memeluk agama Siva Sidhanta dengan paham
Tri Murti. Pada perkembangan selanjutnya pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel
dengan ibukotanya Swecapura dan rajanya Dalem Ketut Ngelusir. Pengganti Dalem
Ketut selanjutnya adalah Dalem Waturenggong. Pada masa pemerintahannya kerajaan
Bali mengalami perkembangan yang sangat pesat. Oleh beliau diangkatlah seorang
purohito dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rawuh yang melakukan Dwijati dua kali :
5. 5. a. Pertama dalam Bauddha Paksa dengan gelar Dang Hyang Nirartha b. Kedua dalam
Siva Paksa dengan gelar Dang Hyang Dwijendra. Selanjutnya Dang Hyang Nirartha
berjasa menyatukan paksa yang ada di Bali dengan konsep Tri Purusa yang merupakan
konsepsional keesaan Tuhan atau Sang Hyang Widhi, dengan mendirikan bangunan
padmasana, yang mulanya dibangun di Pura Besakih. Raja-raja yang pernah
memerintah kerajaan Hindu di Bali : 1. Pasangan raja dan ratu Dharmodayana
Varmadewa dan Mahendadatta (989 M-1001 M) 2. Anak Wungsu Dharmodayana
Varmadewa (1050 M-1078 M) 3. Sri Maharaja Soka Lendu Kirana 4. Paduka Sri
Maharaja Sri Suradhipa 5. Raja Bhatara Haji Uganendra Dharmadewa 6. Jaya Sakti
(1146 M-1150 M) 7. Jayapangus (1178 M-1181 M) 8. Paduka Sri Maharaja Haji Ra-ajaya
bersama Paduka Srirtaya 9. Paduka Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana 10. Sri Bhatara
Parameswara Sri Dhana Dewiketu 11. Raja Sri Bhatara Parameswara Wirama 12. Raja
Bhatara Guru 13. Aji Sri Tarunajaya 14. Paduka Bhatara Sri Ashtasura Ratna Bumi
Banten 15. Mpu Sri Krsna Kepakisan 16. Dalem Waturenggong Peninggalan-
peninggalan kerajaan Hindu di Bali : 1. Mantram Buddha Ye te yang menyatakan tentang
Siwa 2. Prasasti Blanjong Sanur 3. Arca Siva 4. Prasasti Sukaswana 5. Candi Gunung
Kawia
Novel Biru laut adalah tulisan fiksi yang diilhami dari sebuah kisah SMA. Tiga tahun
hidup yang terlewati, terasa nyaris tanpa kesan. Berada diantara dua kubu yang
berbeda.  Novel ini melengkapi deretan novel serial muslimteenlit yang bercerita tentang
Kaum muda yang identik dengan segala idealisme tingginya, seringkali menggangap tradisi
kelompok yang dianutnya sebagai sebuah pegangan penting yang tak mudah tergeser oleh
kepentingan apapun. Tak jarang, cap eksklusivisme akan menempel ketat menjadi atribut
kelompok yang sulit di tinggalkan. Yang akhirnya berpotensi memicu timbulnya friksi-friksi
remaja.
Biru Laut menjadi refleksi sederhana tentang ikatan persahabatan masa remaja yang
begitu kuat disela-sela perjalanan khasnya mencari jati diri. Novel ini juga ingin memaknai
dalamnya sebuah kebersamaan antara dua kelompok remaja berbeda gaya hidup, remaja
islami dan remaja gaul.         
 Perbedaan pandangan antara dua kelompok sekaligus pergolakan batin seorang
remaja Ani dalam menentukan sikap diantara dua kubu yang berbeda dan berperan sebagai
penengah, namun cenderung sebagai penonton. Sebagian dari teman-teman masa SMA itu
mengukuhkan idealisme mereka dengan menutup aurat. Sedangakan sebagian yang lain
terbawa arus budaya populer dengan segala pernak-perniknya.
 Sementara Ani tidak tidak sanggup mengikuti keduanya. Meski berjilbab, tapi ani merasa
jauh dengan teman-teman di organisasi keislaman sekolah, Rohis. Sedangkan rasa percaya
diri Ani tidak cukup tinggi untuk bergabung dengan teman-teman “gaul” itu.
Hasilya, Ani seperti merasa tidak mempunyai teman, dan baru merasakan kehadiran
teman-teman ketika kedua kubu bersatu dalam sebuah acara perpisahan menjelang hari
kelulusan. Konflik pergaulan dan keluarga bertubi-tubi menghantam Ani. Mulai dari adiknya,
Rayi yang sangat ingin bertemu dengan ibunya, bahkan  Randi jarang pulang kerumah karena
kecewa dengan ibu dan ayah yang hidup secara terpisah. Dan yang membuat hati Ani sedih
adalah ketika ibunya mengatakan bahwa tidak bisa datang ke pesta kelulusannya.  Namun
Ani sanggup menghadapi semua itu.
Pada akhirnya, inez salah seorang dari kelompok “gaul” yang sering berpakaian ketat
dan menunjukan lekuk tubuhnya itu mengidap kanker otak stadium lanjut. Ia berusaha
menyadarkan sinta (saingannya) agar mengenakan jilbab sebelum sinta menyesal seperti
dirinya. Tak lama setelah inez meninggal dunia, sinta pun memutuskan untuk mengenakan
jilbab sesuai permintaan inez, yang disambut bahagia oleh Ani dan kelompok remaja islami.
Tanpa sepengetahuan Ani, ibu Ani meluangkan sedikit waktu untuk hadir di pesta
kelulusan anaknya. Ani pun merasa bersalah karena telah menyakiti hati sang ibu dan
meminta maaf kepada beliau. Sang ibu telah membuat suatu pilihan, ingin hidup
bersama  anak dan suaminya sebagai ibu rumah tangga, atau hidup terpisah sebagai wanita
karier.
Dan sang ibu pun memilih ingin hidup bersama anak dan suaminya.  Ani merasa
bersyukur karena ibunya mau kembali kerumah seperti dulu. Akhir cerita, Ani tidak perlu
memilih kubu mana yang akan diikutinya, karena kedua kubu telah bersatu. Dan, Ani tidak
perlu menghawatirkan kedua adik kembarnya, karena sang ibu telah kembal kerumah.
 Penulis asal Bogor ini, menuturkan karya perdananya dalam bahasa yang lugas dan
sarat perenungan. Menjadikan konflik yang bergulir semakin memancing keingintahuan
pembaca dan sayang untuk dilewatkan, khususnya para remaja yang sedang mencari jati diri.
penyampaian dari isi cerita tersebut dapat terserap dengan cepat oleh pembaca.
Namun sayang, tidak dilengkapi dengan ilustrasi yang membuat pembaca kurang puas.
Mengandung banyak amanat dan hikmah yang dapat kita ambil di dalamnya.Identitas
buku cukup lengkap, sehingga mudah untuk dianalisis. Selain kelebihan seperti diatas, karya
ini pun tidak luput dari kekurangan, antara lain cover yang terlalu  sederhana, dan judul yang
kurang mawakili isi cerita secara keseluruhan. Beberapa kata yang ditulis dengan bahasa
sunda  kurang bisa dimengerti oleh pembaca.
Buku ini sangat bermanfaat bagi anak usia remaja.dengan membaca buku ini remaja
dapat mengtahui sikap yang seharusnya dilakukan pada masa pencarian jati  diri dan dalam
menentukan pilihan di masa  muda, agar tidak menyesal di hari tua.

Anda mungkin juga menyukai