Anda di halaman 1dari 5

PEMERINTAHAN DINASTI WARMADEWA

I. Pendahuluan
Sejarah politik dan Kebudayaan Bali banyak diwarnai oleh aktifitas sebuah dinasti
yang terkenal dengan sebutan Warmadewa. Pada kesempatan kali ini membahas tentang
Pemerintahan Dinasti Warmadewa Keluarga raja-raja Warmadewa pertama kali muncul
dalam sejarah pada tahun 835 Caka (Bambang Sumadio, 1976 : 138), dan untuk
mengungkapkan para Sejarawan lebih banyak akan menggunakan sumbersumber prasasti.
Misalnya Boechari “Epigrafi dan Sejarah Indonesia”, (Boechari, 1977 c: 140), Goris, R
menulis Prasasti Bali I, (Goris, R 1954a) dan Prasasti Bali II, (Goris, R 1954b), I Gde Semadi
Astra menulis Data Ikonologis dalam Prasasti-prasasti Bali: Sebuah Uraian Deskriptif,
(Semadi Astra, 1982: 61-69), dan masih banyak karangan lainnya lagi yang dimuat dalam
buku, majalah-majalah, penelitian-penelitian, maupun makalah yang dibawakan dalam
seminar.1
Pentingnya fungsi prasasti dilatarbelakangi karena prasasti merupakan piagam resmi
seorang raja atau pejabat kerajaan tertentu, maka tanggapan pertama yang dapat diberikan
kepada prasasti ialah kepercayaan dan kebenaran. Oleh karena itulah maka prasasti-prasasti
dapat dikatakan menjadi sumber utama untuk mengetahui hak dan kewajiban seseorang,
sesuatu desa ataupun sesuatu bangunan suci tertentu, bahkan kadang-kadang dapat pula
peristiwa sejarah yang penting yang menyebabkan ditentukannya hak dan kewajiban tersebut.
(Wibowo, 1977 : 63).2
II. Pemerintahan Dinasti Warmadewa
Pemerintahan dinasti Warmadewa terdiri beberapa raja/ratu. Para Sejarawan
membaca data-data yang diungkapkan dalam prasasti maka dapatlah kita menyusun
kronologi pemerintahan dinasti Warmadewa sebagai berikut :
1. Cri Kesari Warmadewa
Nama seorang Raja Patih Cri Kesariwarmadewa diabadikan dalam tiga buah prasasti:
Blanjong, Sanur; Panempahan; Malat Gede. Ketiga prasasti tersebut merupakan tanda
kemenangan terhadap musuh-musuhnya, atau dengan lain perkataan prasasti ini merupakan
Jayastambha. Prasasti Blanjong, Sanur, yang menggunakan dua macam bahasa (bilingual)

1
Ida Bagus Sapta Jaya, Pemerintahan Keluarga Warmadewa di Bali Serta Hubungannya Dengan Jawa
Timur (Denpasar: Seri Penerbitan Ilmiah Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana, 2008), p. 1.
2
Ibid., p. 1.
yang berangka tahun 835 S. Disebutkan bahwa musuh-musuh raja telah berhasil dikalahkan
yaitu di gurun dan di Suwal. Mungkin yang di Gurun itu Nusa Penida, sedangkan letak Suwal
masih belum jelas, ada yang menyamakan dengan desa pantai Ketewel, menandakan
mengalahkan musuhmusuhnya di seberang lautan atau di pulau-pulau lainnya. Prasasti Malat
Gede, dan prasasti Penampahan adalah mengenai musuh-musuhnya di daerah pedalaman
karena memang letaknya di pedalaman.3
2. Sang Ratu Cri Ugrasena
Raja yang memerintah di Bali setelah pemerintah Cri Kesari Warmadewa adalah Sang
Ratu Cri Ugrasena. Mengenai raja ini disebut dalam prasasti Babahan I yang menyebutkan
pemerintahan seorang raja yaitu: “Sang Ratu Cri Ugrasena”, yang memerintah tahun 837 –
864 Caka. Adapun masa pemerintahannya sejaman dengan masa pemerintahan raja Empu
Sendok di Jawa Timur. Raja ini mengeluarkan 9 buah dan prasastinya yang terakhir berangka
tahun 864 Caka. Bagaimana hubungan Kesari Warmadewa dengan Ugrasena tidak jelas
sehingga perlu adanya penelitian yang seksama, dan setelah kerajaan Ugrasena, kita
menjumpai lagi raja-raja yang memakai gelar Warmadewa, seperti halnya raja Kesari.4
3. Sang Ratu Sri Aji Tabanendra Warmadewa
Sang Ratu Sri Aji Tabanendra Warmadewa memerintah bersama dengan
permaisurinya yang bernama Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Dharmadewi. Prasasti
Tembaga yang tersimpan di Desa Sembiran tahun 873 Caka menyebut nama raja ini. Raja ini
mengeluarkan juga beberapa prasasti atas nama beliau serta menyebutkan angka tahun
pemerintahannya yaitu 877 Caka (Prasasti dari Manikliu). Dari salah satu prasastinya ada
penyebutan tentang “sang ratu sang sidha dewata sang lumah di Air Mandatu”. Berdasarkan
perbandingan dengan prasasti lain, dapat ditentukan bahwa yang dicandikan di Air Mandatu
adalah raja Ugrasena. Jadi dengan demikian berarti bahwa raja Tabanendra adalah salah
seorang keturunan dari raja Ugrasena.5
4. Indra Jayasingha Warmadewa
Dari sebuah prasasti yang sekarang tersimpan di sebuah pura Sakenan desa Manukaya
menyebut raja ini. Prasasti ini berangka tahun 882 Caka, berdasarkan prasasti dari Manukaya
(Tirta Empul, Goris no. 205). Stutterheim membaca 884 Caka, Damais membaca 882 Caka.
Stutterheim dalam karangannya Oudheden Van Bali I, membaca nama raja di dalam prasasti
ini Candrabhayasingha Warmadewa. Tetapi menurut Damais, nama rajanya bukan
3
Hendra Santosa dkk, “Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa”, MUDRA Jurnal Seni
Budaya, Volume 32, Nomor 1, (Februari 2017), p. 85.
4
Ida Bagus Sapta Jaya, Op.Cit., p. 2.
5
Ibid., p. 3.
Candrabhayasingha Warmadewa, melainkan Wendra Jayasingha Warmadewa. Dalam
penelitian lebih lanjut dibaca Indra Jayasingha Warmadewa. (Lihat, Bambang Sumadio, ed
1984: 295).6
Keterangan yang sangat penting dari prasasti ini adalah penyebutan tentang
pembuatan telaga dari sumber suci yang terdapat di desa Manukraya dan desa ini sekarang
bernama Manukaya serta permandian suci itu adalah Tirta Empul (di dalam prasasti disebut
Tirtha di air Hampul) yang letaknya sekarang di Tampaksiring. .
5. Janasadhu Warmadewa dan Sri Wijya Mahadewi.
Di Desa Sembiran tersimpan sebuah Prasati Tembaga bertahun 897 Caka, namun
menyebut nama ratu terlebih dahulu dibandingkan dengan nama sang raja. Prasasti lain
terdapat di Desa Gobleg bertahun 905 Caka yang isinya menyebut nama sang ratu dan juga
sang prabu yang mangkat dan di dharmakan di Bwah Rangga, namun tempat ini belum
ditemukan.7
6. Dharma Udayana Warmadewa
Dharma Udayana Warmadewa adalah seorang keturunan dinasti Warmadewa yang
sedarah dengan Sri Kesari Warmadewa yang dianggap cikal bakal dinasti Warmadewa.
Udayana Warmadewa memerintah bersama dengan permaisurinya yang bernama Sri
Gunapriya Dharmapatni (Mahendradatta) yakni putri yang berasal dari Jawa Timur. Putri ini
adalah anak dari Makutawangsawardana, sedangkan Makutawangsawardana adalah cucu raja
Sendok yang bertahta di Jawa Timur dari 992-943 M (851-865 Caka).8
Menurut Goris ada sebuah prasasti di Bali yaitu prasasti Pucangan yang memuat
angka kelahiran Airlangga yaitu tahun 922 Caka. Di sini dapat disimpulkan bahwa Airlangga
lahir di Bali dari ayah Udayana dan ibunya Mahendradatta. Pada tahun 1016 Caka beliau
dinikahkan dengan putri Dharmawangsa seperti yang disebutkan dalam prasasti Kalkuta. Ini
berarti bahwa Airlangga dilahirkan bukan dari perkawinan Mahendardatta dengan
Dharmawangsa, tetapi adalah sebagai hasil perkawinan Mahendradatta dengan Udayana
lahirlah Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.9
Dalam tahun Caka 938 Udayana mangkat. Hal ini dibuktikan oleh bunyi prasasti Sang
ratu Cri Ajnadewi yang disimpan di desa Jullah. Dari prasasti Anak Wungsu kita mengetahui
bahwa Gunapriya dicandikan di Buruan dan Udayana dicandikan di Air Weka (=Banu
Weka). Letak candi patung Gunapriya ini terdapat di desa Kutri (Buruan). Patungnya
6
Ibid., p. 4.
7
I Gusti Made Warsika, Bali Kuno (Denpasar: Pustaka Bali Post, 2017), p. 30.
8
Ida Bagus Sapta Jaya, Op.Cit., p.p 4-5.
9
Ibid., p. 5.
merupakan Durga Mahisa Sura-mardhini. Di desa Kutri terdapat 2 buah patung yang
merupakan Durga yakni : sebuah terdapat di dalam pura Kedarman di Buruan (tingginya 220
cm) dan sebuah lagi terdapat di dalam pura Puseh (agak kecilan, tingginya 63 cm).10
7. Marakata
Setelah Udayana wafat pemerintahan selanjutnya dipegang oleh putra beliau yaitu
Marakata dengan abhiseka “Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana
Uttunggadewa”. Dari nama Abhiseka yang dipergunakannya dapat disimpulkan bahwa
leluhur Marakata itu dari pihak ibunya yang dianggap lebih tinggi derajadnya dari derajat
leluhur ayahnya, ternyata dari uraiannya sebagai berikut: Dharmawangca (Wardhana) yaitu
nama dinasti Dharmawangsa. Dharmawangsa Teguh dan Mahendradatta, Uttunggadewa
nama Sindok (Goris, 1957: 21)11.
Data-data arkeologi yang menjelaskan mengenai raja ini adalah: Prasasti Batuan
bertahun 944 Caka, prasasti Sawan bertahun 945 Caka, dan Prasasti dari desa Tengkulak
tahun Caka 945.
Raja Dharmawangcawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa mangkat di
antara tahun 947-971 Caka. Beliau dicandikan di Camara dan pengganti beliau adalah Anak
Wungsu.
8. Anak Wungsu
Dalam prasasti Trunyan (Caka 971), untuk memaksudkan raja ini disebutkan
“Padukahaji Anak Wungcu Nira Kalih Bhatari Sang Lumah I Burwan, Mwang Bhatara
Dewata Sang Lumah Ring Banuwka” (Callenfels, EB, pp.22-23). Di antara raja-raja Bali
Kuna Anak Wungsu boleh dikatakan merupakan raja yang paling aktif mencatat atau
mengabdikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di jamannya, tidak kurang dari 28 buah
prasasti. Dalam sebuah prasasti 983 Caka diceritakan di desa Sukawana tentang Bhatari
Mandul, di Gunung Penulisan (desa Sukawana) ditemukan arca yang memakai tulisan
Bhatari Mandul dan bertahun 999 Caka (Goris, 1948: 9). Maka dapat dipahami bahwa
Bhatari Mandul itu seorang istri Anak Wungsu yang tiada mendapat putra.12
Di Pura Penataran, Tampaksiring ada sebuah arca tingginya 93 cm, yang dianggap
sebagai arca Anak Wungsu beserta permaisurinya (Bernet Kempers, 1960: 85). Di dalam
prasastinya disebut-sebut sebagai seorang raja yang penuh belas kasihan, senantiasa
memikirkan kesempurnaan duniawi yang dikuasainya dan beliau merupakan penjelmaan dari

10
Ibid., p.p 5-6.
11
Ibid., p. 6.
12
Ibid., p.p 6-7.
dewa kebaikan. Suatu hal yang menarik perhatian adalah bahwa prasasti-prasasti dari Anak
Wungsu ini diketemukan di Bali Selatan, Tengah dan Utara misalnya: Jullah (Bali Utara),
Trunyan (Bali Tengah, dan Sukawati (Bali Selatan), dan ini berarti bahwa tidak mustahil
bahwa temuan prasasti selanjutnya mungkin akan menambah keterangan luasnya daerah
kekuasaan Anak Wungsu.13
Raja Anak Wungsu (971-999) Lumah di Jalu dan istrinya Bhatari Mandul di atas
Gunung Panulisan (Jalu itu adalah suatu candi yang terletak dekat “Wihara” Gunung Kawi
(Tampaksiring). Dengan berakhirnya pemerintahan Anak Wungsu di Bali berarti berakhir
pulalah pemerintahan keluarga Warmadewa di Bali.14
III. Kesimpulan
Dari Dinasti Warmadewa kurang lebih ada 8 raja/ratu memerintah di Bali, antara lain:
Cri Kesari Warmadewa, Sang Ratu Sri Aji Tabanendra Warmadewa, Indra Jayasingha
Warmadewa, Janasadhu Warmadewa dan Sri Wijya Mahadewi, Dharma Udayana
Warmadewa, Marakarta, Anak Wungsu.
Dinasti Warmadewa muncul dalam panggung sejarah sejak tahun 835 Caka dengan
diketemukannya sebuah prasasti Blanjong di Sanur yang menyebutkan nama raja Cri Ksari
Warmadewa yang merupakan cakal bakal dinasti Warmadewa di Bali dan berakhir di raja
Anak Wungsu yang memerintah pada tahun 971-999 Caka.

DAFTAR PUSTAKA
Jaya, Ida Bagus Sapta. 2008. Pemerintahan Keluarga Warmadewa di Bali Serta
Hubungannya Dengan Jawa Timur. Denpasar: Seri Penerbitan Ilmiah Jurusan
Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Santosa, Hendra dkk. 2017. Seni Pertunjukan Bali Pada Masa Dinasti Warmadewa.
Jatinangor: MUDRA Jurnal Seni Budaya.
Warsika, I Gusti Made. 2017. Bali Kuno: Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Pengaruhnya
Terhadap Bali. Denpasar: Pustaka Bali Post.

13
Ibid., p. 7.
14
Ibid., p. 7.

Anda mungkin juga menyukai