Anda di halaman 1dari 28

Ruang

Kolaborasi
studi kasus tentang perspektif
sosiokultural
oleh :
Hasroqi Abdillah
Dani Umarudin
Nabila Sefanda Al Islami Efendi
Belajar Berdemokrasi
dari buku Mengajar
untuk Perubahan, hal
58-75
Buku ini membahasa tentang pengalaman guru
Pendidikan Kewarganegaraan mengajar di kelas
IPS SMAN 3 Pandeglang. Dalam buku itu
diceritakan guru sedang memberikan materi
pengajaran tentang demontrasi, sebagai salah
satu bentuk demokrasi. Murid dengan semangat
mengikuti proses pembelajaran, karena model
pembelajaran yang ditawarkan mengasyikkan,
yaitu dengan model pembelajaran “Mengambil
Peran”.
Faktor- FAKTOR SOSIAL
faktor kehidupan sosial pserta didik tidak jauh

Sosiokultural
dari alam pesisir yang panas. Anak-anak
yang lahir dan tumbuh dari lingkungan
pantai telah membentuk mereka menjadi
anak-anak yang aktif dan berani.

FAKTOR BUDAYA
Faktor budaya yang terjadi di lingkungan
sekolah, yaitu budaya korupsi oleh
pemangku kebijakan dalam hal ini Kepala
Sekolah. Kepala Sekolah melakukan korupsi
uang iuran komputer yang setiap awal
tahun pelajaran ditarik dari peserta didik
sebesar Rp. 60.000 persiswa.
FAKTOR EKONOMI
Dilihat dari faktor ekonomi,
umumnya peserta didik
merupakan kalangan ekonomi
kelas menengah ke bawah.
Sepulang sekolah mereka
berjualan dipinggir pantai, FAKTOR POLITIK
menyewakan papan luncur,
Dari faktor politik, terjadi
dan menawarkan jasa
gesekan antara peserta didik
membuat tato temporer.
dengan Kepala Sekolah, sehingga
mengundang perhatian DPRD
Pandeglang datang ke sekolah
setelah viralnya pemberitaan
terkait aksi demontrasi peserta
didik memecat Kepala Sekolah.
Bagaimana guru/pengajar tersebut
mempertimbangkan perspektif
sosiokultural dalam caranya mengajar
Guru menerapakan pembelajaran yang
menyenangkan/mengasyikkan. Guru membuka kegiatan
pembelajaran dengan pertanyaan pemantik untuk melihat sejauh
mana peserta didik paham dengan materi yang akan dipelajari,
kemudian guru memberikan refrensi materi dari berita koran dan
peserta didik diminta mengalisisnya. Setelah itu agar sesuai gaya
belajar siswa yang cenderung kinestetik, guru melakukan
pembelajaran dengan “Bermain Peran”. Jadi dapat disumpulkan
bahwa pembelajaran yang dilakukan guru tersebut berpusat pada
peserta didik, karena peserta didik membangun pengetahuannya
sendiri secara merdeka dan guru memfasilitasi gaya belajar
peserta didik dengan memperhatikan sosiokulturalnya.
Cara lain yang akan anda lakukan
selain yang sudah diterapkan
guru/pengajar tersebut
Cara guru lakukan dalam pembelajaran tersebut menurut kami
sudah megarah pada pembelajaran paradigma baru. Guru tidak
hanya memberikan pengetahuan tetapi juga menhidupkan
pengetahuan dengan berpusat pada peserta didik. Akan tetapi
cara lain yang ingin kami lakukan adalah mengajak peserta didik
melakukan pembelajaran dengan memanfaat pantai sebagai media
belajarnya. Selain itu, dalam kasus aksi demontrasi peserta didik.
Cara lain yang harus dikedepankan terlebih dahulu yaitu negosiasi
dengan Kepala Sekolah. Dalam cerita tersebut, guru mendorong
langsung peserta didik melakukan aksi demontrasi, padahal
demontrasi merupakan cara terakhir untuk menyampaikan aspirasi
setelah proses negosiasi tidak berhasil dilakukan.
Pembelajaran yang diperoleh dari
menganalisis studi kasus dan pembelajaran
pada Mata Kuliah lain yang terkait
Pembelajaran yang kami peroleh adalah kami jadi mengerti
bagaimana seharusnya melakukan pembelajaran yang asyik dan
berpusat pada peserta didik, dengan kondisi peserta didik yang
sebelumnya kurang memperhatikan pembelajaran. Selain itu, yaitu
pembelajaran karakter, dengan menanamkan keberanian dalam
memperjuangakan hak dan berani mengambil resikonya. Tentu
pembelajaran lain, yaitu menginspirasi kami untuk melakukan inovasi
pembelajaran, sehingga dapat menjadi guru yang sealu ditunggu-
tunggu peserta didik di kelas.
1) Simpulan : Ray Sang Pecandu Online Game, dari buku Mengajar untuk Perubahan,
hal 76-92
Ray merupakan anak SMP kelas VIII. Ray salah satu anak yang
terjangkit kecanduan game online yang parah. Guru / wali kelasnya
melihat ray yang tidak sekolah selama 3 bulan dengan mengurung
dirinya di kamar. Melihat kondisi tersebut, guru dan sekolah
mengupayakan untuk tetap mengajak dan menyadarkan ray untuk
sekolah Kembali. Saat sang guru membujuk ray dan upayanya
gagal, beliau melakukan strategi yakni melakukan pembelajaran di
rumah ray saat setelah istirahat siang. Lambat laun, upaya yang
dilakukan guru tersebut beserta teman-teman satu kelas ray
berhasil merubah perilaku ray yang semula mengurung diri
akhirnya memberanikan diri untuk bersekolah dan Kembali
mengikuti persekolahannya. Hingga kelas ray dinyatakan lulus dari
kelas IX, sang guru mengingatkan bahwa “selanjutnya engkau
sendiri yang menentukan”.
faktor

SOSIAL BUDAYA EKONOMI POLITIK


FAKTOR SOSIAL
Sang guru, pihak sekolah hingga teman-temannya memiliki harapan yang
sama atas perubahan ray yang lebih baik. Kesadaran untuk merubah
kebiasan ray yang buruk serta kekompakan mereka menandakan kecintaan
antar sesama selalu dipupuk dengan baik. Rasa kebersamaan dan tingkat
sosial yang tinggu menghasilkan cinta yang mampu merubah ray menjadi
lebih baik.
FAKTOR BUDAYA
Kemajuan teknologi saat ini menghantarkan sesuatu kegiatan yang serba
instan. Kemajuan teknologi tersebut akan berdampak pada positif dan juga
negative. Salah satunya yang terjadi pada tokoh cerita tersebut, dimana
ray yang masih remaja masih belum mampu mengelolah pemikirannya
sehingga terjebak oleh dampak negative yang luar biasa, dimana kecanduan
bermain game membuat sifat dan kebiasaanya yang mengurung dan tidak
sosialisasi. Game online merupakan produk dari kemajuan teknologi, jika kita
salah mengelolah manajemen diri dan acuh pada nilai budaya yang
mengandung kebaiikan maka siapapun akan tergilas dampak negative.
FAKTOR EKONOMI
Secara ekonomi, ray tergolong anak dari
keluarga yang berada/mampu. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kepemilikan play
stasion dan rumah lantai 2. Hal tersebut
belum berarti dapat menghantarkan
kesuksesan seseorang baik (tingkah laku yang
baik, pengetahuan, hingga moralitas), akan
tetapi tergantung dengan pribadi masing-
masing dan lingkungan sekitar.
fAKTOR POLITIK
Pemerintah dalam upayanya masih belum memberikan keseriusan yang
lebih dalam membuat kebijakannya, terutama aturan mengenai
permainan game online. Hal tersebut dapat diambil dari kisah ray yang
masih usia remaja mampu memainkan game online “Point Blank”, pada
dasarnya game tersebut hanya dimainkan oleh level orang dewasa.
Tidak adanya aturan yang spesifikasi dan tegas dalam
pelaksanaannya membuat anak mampu mengakses konten-konten yang
menyimpang (tidak sesuai umur, anak mengakses konten dewasa dengan
mudah, dsb).
b) Bagaimana guru/pengajar tersebut mempertimbangkan
perspektif sosiokultural dalam caranya mengajar

Bagi saya, apa yang dilakukan oleh guru/wali kelasnya sangat


luar biasa, beliau menggambarkan bagaimana menyikapi dan
merefleksikan solusi anak yang menyimpang, berkat dengan
kesabaran, ketekunan dan hatinya mampu melakukan dan
merefleksikan nilai sosial yang luar biasa dalam melaksanakan
pembelajaran dan Pendidikan.
c) Cara lain yang akan anda lakukan selain yang
sudah diterapkan guru/pengajar tersebut
- Memperingati ray untuk tidak berkata
kotor/nama-nama hewan saat dilingkungan
sekolah, tentunya dengan kalimat yang tidak
menyakiti anak.
- Saat ray dinyatakan lulus dari SMP, maka tetap
memberikan support dan pemahaman bahwa
kesuksesan masa depan harus di raih.
d) Pembelajaran yang diperoleh dari menganalisis studi kasus
dan pembelajaran pada Mata Kuliah lain yang terkait

Setiap anak memiliki karakteristik dan motivasi yang berbeda antar anak yang lainnya
sehingga dalam hal itu guru harus memiliki kecakapan, keluesan dan wawasan yang baik dalam
memahami karakteristik anak tersebut. Kasus yang dilami ray dapat mengajarkan kepada
saya sebagai calon guru yakni mampu menganalisa kebiasaan yang dilakukan oleh siswa
tersebut, serta mampu memiliki strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi
anak dalam proses belajar. Analisa tersebut tentunya dapat kit acari dari kebiasaan yang
dilakukannya dengan orang sekitarnya/ lingkungan yang paling terdekat. Serta dalam
pelaksanaan perubahan proses anak harus dilakukan dengan kesabaran, ketabahan, cinta dan
kasih sayang serta memikirkan strategi-strategi pembelajaran dalam menjawab problem
yang terjadi.
Literasi Dasar, dari Buku Melawan Setan
Bermata Runcing : Pengalaman Gerakan
Pendidikan Sokola, hal 125 -156
Orang-orang Suku Kubu beranggapan bahwa Pelajaran Baca Tulis ibarat
seperti Setan Bermata Runcing. Karena dengan bisa baca tulis mereka
beranggapan kemampuan tersebut menyebabkan adanya kerusakan di
daerah mereka. Hadirnya Butet dilingkungan Suku Kubu ini memberikan hasil
yang positif, secara perlahan anak-anak Suku Kubu mulai berhasil belajar
membaca dan juga persepsi orang-orang mengenai ilmu Baca Tulis yang
awalnya negatif juga perlahan berubah menjadi positif.

2
Faktor Sosial

Terdapat 2 faktor sosial yang menonjol dari cerita tentang Butet dan Suku
Kubu dari Sumatra ini. Yang pertama adalah ketika Butet dan anak-anak dari
Suku Kubu sedang berbelanja di Pasar. Di dalam cerita di jelaskan bahwa
butuh waktu satu hari perjalanan yang ditempuh dari rumah menuju pasar.
Ketika sampai di pasar dan mulai masuk ke dalam pasar, sikap anak-anak
Suku Kubu mulai berubah, mereka menunduk dengan bahasa tubuh yang
menujukkan rasa inferior. Disisi lain perilaku sosial positif ditunjukkan oleh
anak-anak Suku Kubu selama mereka belajar Baca Tulis ke Bu Butet. Mereka
sangat kompak dan memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari ilmu
yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya
2
Faktor Budaya

Gambaran faktor budaya dalam kisah ini terdapat pada budaya dari nenek
moyang Suku Kubu yang senantiasa di pegang erat oleh para keturunan
Suku Kubu. Budaya tersebut diantaranya adalah anak-anak perempuan yang
berusia berkisar 13 sampai 14 tahun rata-rata sudah dirasa cukup umur untuk
menikah. Karena menurut pandangan mereka usia segitu sudah cukup
matang untuk menjadi seorang istri dan seorang ibu. Padahal pada usia 13
sampai 14 tahun harusnya anak-anak mulai tumbuh menjadi remaja yang
masih butuh waktu untuk berinteraksi dengan teman-teman yang lain dan
mengenyam pendidikan. Namun dikarenakan menurut Suku Kubu pada
awalnya pendidikan tidak begitu penting maka pada usia 13 sampai 14 tahun
anak-anak perempuan mereka dinikahkan. 2
Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi yang ada di kisah ini terlihat dari kehidupan sehari-hari yang
dijalani oleh masyarakat Suku Kubu. Di dalam cerita dijelaskan bahwa kondisi
malam hari disana masih menggunakan penerangan dari nyala api yang
ditautkan pada sebuah alat yang ada sumbunya, atau masyarakat dulu biasa
menyebutnya “damar”. Selain itu di dalam kisah juga dijelaskan bahwa salah
satu makanan yang di konsumsi masyarakat sekitar adalah hewan-hewan
yang ada di sekitar mereka. Juga disebutkan bahwa Bu Butet dan anak-anak
Suku Kubu memakan Ular Piton yang dijadikan lauk dimasak layaknya daging
ayam. Dari beberapa gambaran tersebut bisa disimpulkan bahwa kondisi
ekonomi masyarakat Suku Kubu cenderung menengah kebawah
2
Faktor Politik

Faktor politik dalam cerita pada buku ini terlihat dari orang-orang luar yang
berusaha mengambil alih lahan area hutan yang dimiliki oleh Suku Kubu.
Mereka menggunakan politik kotor untuk menipu dan membodohi
masyarakat Suku Kubu. Bahkan mereka berpura-pura memberikan sertifikat
penghargaan kepada tetua Suku Kubu karena sudah menjaga hutan. Lalu
mereka meminta tetua Suku Kubu buat mencap pakai cap jari di sertifikat
penghargaan tersebut. Keesokan harinya orang-orang luar tersebut
membawa rombongan orang dan alat berat untuk menebangi pohon-pohon
di hutan milik Suku Kubu

2
Bagaimana guru/pengajar tersebut mempertimbangkan perspektif
sosiokultural dalam caranya mengajar?
Butet Manurung yang menjadi sosok pengajar bagi anak-anak Suku Kubu memiliki
cara yang cerdas dan unik dalam memberikan materi pembelajarannya. Pada
awalnya anak-anak Suku Kubu tidak memiliki minat sama sekali dalam hal belajar
terutama belajar Baca dan Tulis. Hal tersebut dikarenakan dalam tradisi Suku Kubu
ada sebuah larangan untuk belajar Baca Tulis di dalam daerah Suku Kubu karena
belajar Baca Tulis dinilai seperti sosok Setan Bermata Runcing. Selain itu mayoritas
masyarakat Suku Kubu menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Pada hari
pertama belajar Baca Tulis Butet mengenalkan terlebih dahulu nama-nama huruf
ABJAD, tapi hal tersebut bukanlah hal yang mudah karena anak-anak Suku Kubu
masih sangat asing terhadap hal tersebut. Lalu Butet memutar otak bagaimana cara
agar mereka paham dengan mudah. Akhirnya Butet menemukan cara yakni dengan
mengkaitkan setiap huruf dengan kata yang biasa diucapkan oleh anak-anak dalam 2
kehidupan sehari-hari
Cara lain yang akan anda lakukan selain yang sudah
diterapkan guru/pengajar tersebut?

Cara lain yang akan saya lakukan jika berada di posisi Bu Butet adalah saya
akan menjelaskan lebih dalam mengenai pentingnya pendidikan. Semisal
dengan mencotohkan seseorang yang berhasil meraih cita-citanya dengan
menempuh pendidikan. Metode pembelajaran yang akan saya terapkan
adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang akan
meningkatkan wawasan mereka.

2
Pembelajaran yang diperoleh dari menganalisis studi kasus
dan pembelajaran pada Mata Kuliah lain yang terkait

Pembelajaran yang dapat diperoleh dari menganalisis studi kasus tersebut


adalah bahwa di Indonesia permasalahan kondisi sosiokultural memang
tampak nyata mempengaruhi kondisi pendidikan. Dengan adanya study
kasus tersebut akan memberikan gambaran secara nyata bagaimana cara
menghadapi kondisi peserta didik yang berlatar belakang sosial ekonomi
budaya dan politik yang beragam. Study kasus tersebut sangat memiliki
kaitan dengan beberapa mata kuliah di program PPG Prajabatan ini. Semisal
mata kuliah Filosofi Pendidikan, Pemahaman Peseta didik. Literasi Antar Mata
Pelajaran sampai mata kuliah Persepektif Sosiokultural dalam Pendidikan
Indonesia.
2
PENILAIAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Perspektif Sosio Kultural dalam Pendidikan

Dosen Pengampu:
Drs. Sumarjono, M.Si.

Oleh:
Nabila Sefanda Al Islami Efendi
Dani Umaruddin
Hasroqi Abdillah

Sejarah01

PROFESI GURU
SEJARAH
PENDIDIKAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS JEMBER
2023
Kami kelompok 7 akan memberikan penilaian hasil diskusi kelompok 1. Berikut merupkan Hasil
Media Power Point Kelompok 1:
PENILAIAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

No. Kriteria Penilaian Nilai Keterangan


1. Artikulasi ketika presentasi B Artikulasi ketika menyampaikan ide-ide gagasan
jelas dan mudah dipahami, Kelompok 1 juga
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh anggota kelompok lain sehingga mudah
bagi kelompok lain untuk memahami isi materi.
2. Isi Materi Presentasi A Isi menjelaskan pandangan mengenai topik
bahasan secara mendalam dan jelas. Dalam
pemilahan bagian-bagian setiap point materi juga
ditata dengan rapi dan memudahkan bagi pembaca
untuk memahami isi materi yang terdapat pada
power point. Isi di dalam materi juga menjawab
dengan lengkap mengenai permasalahan atau
kasus yang ada di dalam soal cerita. Kelompok 1
menuliskan materi secara runtut dan mudah
dicerna bagi siapapun yang membacanya dengan
seksama.

3. Visualisasi Media B Visualisasi dari media yang digunakan oleh


kelompok 1 dalam menyampaikan kerja
kelompok mereka cukup menarik dan kreatif.
Banyak gambar-gambar visual yang diberikan
guna mendukung kondisi jawaban yang berupa
teks. Dengan adanya gambar-gambar tersebut
sangat memudahkan bagi pembaca atau
kelompok lain untuk membayangkan bagaimana
kondisi sesungguhnya permasalahan yang
terdapat pada soal. Visual yang bagus hanya
belum merata di setiap slide power point yang
Disajikan

Anda mungkin juga menyukai