Kromium
Kromium
Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Kromium Pada Limbah
Industri Tekstil”.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah masih terdapat kekurangan
yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. dr.
Wirsal Hasan, MPH. selaku dosen yang telah memberikan tugas makalah ini dan telah
memberikan pengajaran dan ilmu sebelumnya kepada penulis sebagai bahan penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan
materi ini. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................ 3
1.4. Manfaat Penulisan ....................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
2.1. Pencemaran Logam Berat............................................................ 4
2.2. Kromium...................................................................................... 4
2.3. Sumber Kromium......................................................................... 7
2.4. Penggunaan Kromium.................................................................. 11
2.5. Kromium dalam Lingkungan....................................................... 14
2.6. Pengaruh Kromium Terhadap Kesehatan.................................... 14
2.7. Industri Tekstil............................................................................. 14
2.8. Industri Tekstil Finishing (Penyempurnaan)................................ 14
2.8.1. Industri Tekstil Finishing Pewarnaan (Dyeing)................. 17
2.8.2. Industri Tekstil Finishing Bleaching (Pemutihan)............. 19
2.8.3. Industri Tekstil Finishing Printing (Pencapan).................. 19
2.9. Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil ..................................
2.10. Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil .............................
2.11. Degradasi Zat Warna ..................................................................
2.12. Mekanisme Perombakan Zat ......................................................
2.13. Adsorpsi Zat Warna Tekstil ......................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 26
3.1. Kesimpulan................................................................................... 26
3.2. Saran............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
2.2. Kromium
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan
nomor atom 24. Kromium merupakan suatu logam yang bersifat keras, berwarna abu-abu dan
sulit dioksidasi walaupun dalam suhu tinggi. Kromium sering digunakan sebagai pelapis
ornamen-ornamen bangunan, pelapis peralatan kendaraan bermotor, cat (dapat berwarna merah,
kuning, orange dan hijau) serta sebagai pengikat warna dalam kegiatan pewarnaan kain pada
industri tekstil.
Kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas di alam. Kromium ditemukan dalam
bentuk bijih kromium, khususnya dalam senyawa PbCrO 4 yang berwarna merah. PbCrO4 dapat
digunakan sebagai pigmen merah untuk cat minyak.Semua senyawa kromium dapat dikatakan
beracun. Meskipun kromium berbahaya, tetapi kromium banyak digunakan dalam berbagai
bidang. Misalnya dalam bidang biologi kromium memiliki peran penting dalam metabolisme
glukosa. Dalam bidang kimia, kromium digunakan sebagai katalis, seperti K 2Cr 2O7 merupakan
agen oksidasi dan digunakan dalam analisis kuantitatif. Dalam industri tekstil, kromium
digunakan sebagai mordants. Kromium memiliki beberapa isotop. Diantara isotop-isotop
kromium, ada beberapa isotop kromium yang digunakan untuk aplikasi medis, seperti Cr51 yang
digunakan untuk mengukur volume darah dan kelangsungan hidup sel darah merah
Kromium termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kerak bumi
mengandung Kromium sekitar 100 mg/kg. Kromium yang ditemukan di perairan adalah
Kromium trivalen (Cr3+) dan Kromium heksavalent (Cr6+), namun pada perairan yang memiliki
pH lebih dari 5, Kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, Kromium
trivalen akan dioksidasi menjadi Kromium hexavalen (Cr6+) yang lebih toksik.
Efek racun akan timbul, jika menghirup udara tempat kerja yang terkontaminasi,misalnya
dalam pengelasan stainless steel, kromat atau produksi pigmen krom, pelapisan krom,dan
penyamakan kulit. Selain itu, jika menghirup serbuk gergaji dari kayu yang mengandung
kromium akan menimbulkan efek keracunan. Efek toksik kromium dapat merusak dan
mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, dan usus. Dampak jangka panjang yang tinggi dari
kromium menyebabkan kerusakan pada hidung dan paru-paru. Mengonsumsi makanan berbahan
kromium dalam jumlah yang sangat besar, menyebabkan gangguan perut, bisul, kejang, ginjal,
kerusakan hati, dan bahkan kematian
Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif dilakukan
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. PROSES PRIMER
*Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka
menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air
berwarna dan asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain
dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan
saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
*Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan
ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air
tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri
atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat)
konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki
kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk
menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah dimasukkan ke
dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2
ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses
pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan
warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses
penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias
langsung dibuang ke perairan.
*Ekualisasi,
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3 menampung dua
sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres
lumpur.Kedua sumber pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh
karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC.
Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan
cooling water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air dari
bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60
m3/jam).
*Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan
sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang
masih terbawa.
*Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40 oC.sehingga
memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri
dalam system lumpur sktif. Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30 oC.
2. PROSES SEKUNDER
a) Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur
seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah
2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi
ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani,
parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah
dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-
2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30 oC.
b) Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya
berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting
lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke
bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob.
3. PROSES TERSIER
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer dan
antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan
ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke
perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet
(volume 2 m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air,
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal.
Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang
mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal
dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk
memudahkan terbentuknya flok.
Proses atau tahap penanganan limbah meliputi :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah
program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
1. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses
pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air
untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang
mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan
pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam
menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan
permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang
tidak berarti.
2. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna,
maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri.
Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan
logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan
(dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia
dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke
pengolahan biologi.
Pengukur dan pengatur laju alir
Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up)
dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas
pemasakan atau penggelantangan)
Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
Pembilasan dengan aliran berlawanan
Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya kurang
kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD
tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa
krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja,
sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna
aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi
yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik
adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat
rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya
kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan parameter lain dengan
kadar yang sangat rendah, telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan
menggunakan karbon aktif, saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
Pemanfaatan limbah industry tekstil dapat berupa:
1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan
pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah
lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif
pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari
potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan
boneka sebagai pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat
atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau
logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.
Reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo
reduktase.Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum diperoleh pada
kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah azoreduktase secara langsung
mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran zat. Reduksi azo terjadi bersama dengan
terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi transfer elektron akhir terjadi secara
non enzimatik.
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari
nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida direduksi dari sistem
pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang dilepas oleh
nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo (aseptor elektron akhir)
melalui FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi amina-
amina yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi dengan
regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).
Cintia Kartika, Ranny., Mufrodi, Zahrul., Widiastuti, Nur., 2011. Adsorpsi Zat Warna Tekstil
dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) untuk Variasi Massa Adsorben
dan Suhu Operasi. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Joko, Tri, 2003. Penurunan Kromium (Cr) dalam Limbah Cair Proses Penyamakan Kulit
Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2, NaOH, dan NaHCO3 (Studi Kasus di
Pt Trimulyo Kencana Mas Semarang). Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 2
Nomor 2. Semarang.
Khairani, Nina, 2007. Penentuan Kandungan Unsur Krom Dalam Limbah Tekstil dengan
Metode Analisis Pengaktifan Neutron. Berkala Fisika Vol 10. , No.1, Januari 2007,
hal 35-43. Semarang.
Moertinah, Sri, 2008. Peluang-peluang Produksi Bersih pada Industri Tekstil Finishing
Bleachin (Studi Kasus Pabrik Tekstil Finishing Bleaching PT. Damaitex
Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksidan Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.