Anda di halaman 1dari 34

Tugas Toksikologi Lingkungan Industri

Kromium Pada Limbah Industri Tekstil

Oleh:

Deli Syaputri (117032163)


Fitri Dian Nila Sari (117032164)
Halimah Fitriani Pane (117032165)
Iqbal Octari Purba (117032167)

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Kromium Pada Limbah
Industri Tekstil”.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah masih terdapat kekurangan
yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. dr.
Wirsal Hasan, MPH. selaku dosen yang telah memberikan tugas makalah ini dan telah
memberikan pengajaran dan ilmu sebelumnya kepada penulis sebagai bahan penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan
materi ini. Amin.

Medan, 8 Juni 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................ 3
1.4. Manfaat Penulisan ....................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
2.1. Pencemaran Logam Berat............................................................ 4
2.2. Kromium...................................................................................... 4
2.3. Sumber Kromium......................................................................... 7
2.4. Penggunaan Kromium.................................................................. 11
2.5. Kromium dalam Lingkungan....................................................... 14
2.6. Pengaruh Kromium Terhadap Kesehatan.................................... 14
2.7. Industri Tekstil............................................................................. 14
2.8. Industri Tekstil Finishing (Penyempurnaan)................................ 14
2.8.1. Industri Tekstil Finishing Pewarnaan (Dyeing)................. 17
2.8.2. Industri Tekstil Finishing Bleaching (Pemutihan)............. 19
2.8.3. Industri Tekstil Finishing Printing (Pencapan).................. 19
2.9. Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil ..................................
2.10. Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil .............................
2.11. Degradasi Zat Warna ..................................................................
2.12. Mekanisme Perombakan Zat ......................................................
2.13. Adsorpsi Zat Warna Tekstil ......................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 26
3.1. Kesimpulan................................................................................... 26
3.2. Saran............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa berdampak
negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas sehingga mengakibatkan
kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perindustrian maupun
masyarakat pengguna produk industri tersebut. Hal ini terjadi karena sangat besarnya risiko
terpapar logam berat maupun logam transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi
tertentu.
Pencemaran logam berat merupakan masalah yang serius terhadap kondisi lingkungan
saat ini. Logam berat banyak ditemukan pada hampir semua jenis limbah industri. Semakin
berkembangnya industri akan menyebabkan peningkatan pencemaran terhadap sumber-sumber
air yang yang berasal dari limbah industri yang dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Keadaan ini berdampak buruk apabila perairan sudah tercemar tersebut dijadikan untuk
irigasi lahan pertanian dan menjadi sumber air yang digunakan masyarakat.
Pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses
industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan (perairan, tanah, udara) bisa
menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja
enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen,
teratogen, ataupun karsinogen.
Beberapa logam berat yang sering ditemukan dalam limbah industri yaitu Kadmium (Cd),
Kromium (Cr), Besi (Fe), Seng (Zn), Kobalt (Co) dan Timbal (Pb) yang semula dalam
konsentrasi keeil, namun selanjutnya akan mengalami pemekatan dan menimbulkan dampak
negative khususnya terhadap kesehatan man usia. Kromium merupakan salah satu logam berat
yang memiliki potensi besar sebagai polutan di lingkungan. Sumber utama pencemaran kromium
di perairan berasal dari industri tekstil.
Industri tekstil lebih banyak memakai zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam
karena zat warna sintetik dapat memenuhi kebutuhan skala besar, warna bervariasi dan
pemakaiannya lebih praktis. Pada umumnya, zat warna tekstil menggunakan logam berat seperti
kromium pada zat warna mordan, tembaga dan kobalt pada beberapa zat warna azo yang
ditujukan untuk memberikan warna dan meningkatkan kecemerlangan penampakkan warna.
Padahal logam-logam tersebut berbahaya bagi lingkungan termasuk kesehatan manusia.
Kromium atau Cr merupakan salah satu logam berat yang memiliki dayaracun yang
tinggi. Sifat racun yang dibawa oleh logam ini dapat membahayakan organ vital seperti hati dan
ginjal. Daya racun yang dimiliki kromium ditentukan oleh bilangan oksidasinya, dimana
senyawaan kromium (III) yang berada dalam keadaan bilangan oksidasi 3+ mempunyai tingkat
toksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kromium (VI). Kromium sebagai salah satu
logam berat berpotensi sebagai pencemar akibat kegiatan pewarnaan kain pada industri tekstil,
cat, penyamakan kulit, pelapisan logam, baterai atau industri kromium lainnya. Melalui rantai
makanan kromium dapat terdeposit dalam bagian tubuh mahluk hidup yang pada suatu ukuran
tertentu dapat menyebabkan keracunan.
Semua senyawa kromium dapat dikatakan beracun. Meskipun kromium berbahaya, tetapi
kromium banyak digunakan dalam berbagai bidang. Misalnya dalam bidang biologi kromium
memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa. Dalam bidang kimia, kromium Digunakan
sebagai katalis, seperti K2Cr2O7 merupakan agen oksidasi dan digunakan dalam analisis
kuantitatif. Dalam industri tekstil, kromium digunakan sebagai mordants.
Kromium merupakan mikronutrien bagi mahluk hidup, tetapi bersifat toksik dalam dosis
tinggi. Kromium dibutuhkan untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar glukosa
darah. Defisiensi kromium bisa menyebabkan hiperglisemia, glikosoria, meningkatnya cadangan
lemak tubuh, munculnya penyakit radiovaskuler, menurunnya jumlah sperma dan menyebabkan
infertilitas.
Kontaminasi logam krom dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang tertumpuk di
ginjal akan mengakibatkan keracunan akut yang akan ditandai dengan kecenderungan terjadinya
pembengkakan pada hati dan dalam waktu yang cukup panjang akan mengendap dan
menimbulkan kanker paru-paru. Tingkat karacunan krom pada manusia diukur melalui kadar
atau kandungan krom dalam urine. Oleh karena itu, krom merupakan logam yang sangat beracun
dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia
Dampak kelebihan kromium pada tubuh akan terjadi pada kulit, saluran pernafasan,
ginjal dan hati Pengaruh terhadap saluran pernafasan yaitu iritasi paru-paru akibat menghirup
debu kromium dalam jangka panjang dan mempunyai efek juga terhadap iritasi kronis, polyp,
tracheobronchitis dan pharingitis kronis. Reaksi asma lebih sering terjadi akibat Cr (VI)
daripada Cr (III). Kromium trivalen mempunyai tingkat toksisitas yang lebih rendah
dibandingkan kromium heksavalen, namun dalam jangka panjang dapat mengakibatkan alergi
serta kanker yang membahayakan manusia.
Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga
menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan. Limbah berbahaya yang sering digunakan
dalam industri tekstil adalah krom yang merupakan salah satu logam berat. Apabila limbah
industri tekstil yang mengandung krom dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melalui
pengolahan lebih dahulu, berakibat menambah jumlah ion logam pada air lingkungan. Air
lingkungan yang berlebihan jumlah ion logam pada umumnya tidak dapat dikonsumsi sebagai air
minum. Kandungan krom dalam air dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Selain itu,
para pekerja yang menggunakan krom pasti juga beresiko tinggi terkontaminasi oleh krom. Kulit
yang bersentuhan krom maupun hidung yang menghirup krom secara berlebihan akan
mengganggu juga untuk metabolisme tubuh maupun nafas.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan sebagai permasalahannya yaitu bagaimanakah
dampak kromium pada limbah industri tekstil terhadap kesehatan manusia.
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat logam kromium
2. Untuk mengetahui penggunaan kromium di industri tekstil
3. Untuk mengetahui dampak kromium terhadap kesehatan
1.4. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat logam kromium
2. Untuk mengetahui penggunaan kromium di industri tekstil
3. Untuk mengetahui dampak kromium terhadap kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Logam Berat


Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terpisah dari benda-benda yang bersifat logam.
Logam dapat kita gunakan sebagai perlengkapan rumah tangga dan juga sebagai bahan baku
berbagai jenis industri. Penggunaan logam sebagai bahan baku industri guna memenuhi
kebutuhan manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui dua jalur, yaitu :
1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan air, tanah, udara dan
makanan.
2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa
mempengaruhi kesehatan manusia.
Pencemaran logam dapat terjadi di tanah, udara, dan perairan. Pada perairan pencemaran
logam dapat terjadi karena adanya kegiatan industri, kegiatan domestik , maupun sumber alami
dari batuan akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air
minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan
manusia tercemar oleh logam.
Pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses
industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan (perairan, tanah, udara) bisa
menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Karena itu pencemaran logam berat dalam lingkungan
(perairan, tanah, udara) perlu diperhatikan secara serius mengingat bahaya yang ditimbulkan
terhadap kesehatan manusia maupun bagi keseimbangan lingkungan hidup. Logam berat dibagi
ke dalam 2 jenis yaitu :
1. Logam berat esensial ; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh
organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik.
Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial ; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh manusia
masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik seperti Hg, Cr, Cd, Pb dan lain
sebagainya.

2.2. Kromium
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr dan
nomor atom 24. Kromium merupakan suatu logam yang bersifat keras, berwarna abu-abu dan
sulit dioksidasi walaupun dalam suhu tinggi. Kromium sering digunakan sebagai pelapis
ornamen-ornamen bangunan, pelapis peralatan kendaraan bermotor, cat (dapat berwarna merah,
kuning, orange dan hijau) serta sebagai pengikat warna dalam kegiatan pewarnaan kain pada
industri tekstil.
Kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas di alam. Kromium ditemukan dalam
bentuk bijih kromium, khususnya dalam senyawa PbCrO 4 yang berwarna merah. PbCrO4 dapat
digunakan sebagai pigmen merah untuk cat minyak.Semua senyawa kromium dapat dikatakan
beracun. Meskipun kromium berbahaya, tetapi kromium banyak digunakan dalam berbagai
bidang. Misalnya dalam bidang biologi kromium memiliki peran penting dalam metabolisme
glukosa. Dalam bidang kimia, kromium digunakan sebagai katalis, seperti K 2Cr 2O7 merupakan
agen oksidasi dan digunakan dalam analisis kuantitatif. Dalam industri tekstil, kromium
digunakan sebagai mordants. Kromium memiliki beberapa isotop. Diantara isotop-isotop
kromium, ada beberapa isotop kromium yang digunakan untuk aplikasi medis, seperti Cr51 yang
digunakan untuk mengukur volume darah dan kelangsungan hidup sel darah merah
Kromium termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kerak bumi
mengandung Kromium sekitar 100 mg/kg. Kromium yang ditemukan di perairan adalah
Kromium trivalen (Cr3+) dan Kromium heksavalent (Cr6+), namun pada perairan yang memiliki
pH lebih dari 5, Kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, Kromium
trivalen akan dioksidasi menjadi Kromium hexavalen (Cr6+) yang lebih toksik.
Efek racun akan timbul, jika menghirup udara tempat kerja yang terkontaminasi,misalnya
dalam pengelasan stainless steel, kromat atau produksi pigmen krom, pelapisan krom,dan
penyamakan kulit. Selain itu, jika menghirup serbuk gergaji dari kayu yang mengandung
kromium akan menimbulkan efek keracunan. Efek toksik kromium dapat merusak dan
mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, dan usus. Dampak jangka panjang yang tinggi dari
kromium menyebabkan kerusakan pada hidung dan paru-paru. Mengonsumsi makanan berbahan
kromium dalam jumlah yang sangat besar, menyebabkan gangguan perut, bisul, kejang, ginjal,
kerusakan hati, dan bahkan kematian

Sifat Fisika dan Kimia dari chromium antara lain:


 Titik didih 2672 oC
 Titik lebur 1837 – 1877 oC
 Berat jenis 7,20 pada 28 oC
 Kromium tidak larut dalam air dan asam nitrat, larut dalam asam sulfat encer dan asam
klorida.
 Kromium tidak dapat bercampur dengan basa, oksidator, halogen, peroksida dan logam –
logam.
 Kromium dapat menyala atau mudah menyala, dapat terbakar secara spontan apabila
terpapar di udara atau bila debu kromium bercampur dengan udara dapat terbakar atau
meledak.
 Hindarkan dari panas, nyala api, percikan api dan sumber – sumber kebakaran yang lain.
Hindari terjadinya debu kronium.
2.3. Sumber Kromium
Di alam kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas. Selain ditemukan dalam bijih
kromit, kromium juga dapat ditemukan dalam PbCrO4, yang merupakan mineral kromium dan
banyak ditemukan di Rusia, Brazil, Amerika Serikat, dan Tasmania. Selain itu, kromium juga
dapat ditemukan di matahari, meteorit, kerak batu dan air laut.
Kromium juga dapat dihasilkan dari proses isolasi di labolatorium, karena
kromium begitu mudah tersedia secara komersial. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa
sumber yang paling berguna dari komersial kromium adalah bijih kromit, FeCr 2O4. Oksidasi
bijih ini melalui udara dalam cairan alkali memberikan natrium kromat, Na 2CrO4 di mana
kromium dalam oksidasi 6 negara. Ini dikonversi menjadi Cr (III) oksida, Cr 2O3 dengan ekstraksi
ke dalam air, curah hujan, dan reduksi dengan karbon. Oksida kemudian dikurangi lagi dengan
aluminium atau silikon untuk membentuk logam kromium. Isolasi jenis lain yang dapat
digunakan untuk menghasilkan krom adalah dengan proses elektroplating. Ini melibatkan
pembubaran Cr2O3 dalam asam sulfat untuk memberikan suatu elektrolit yang digunakan untuk
elektro plating krom.

2.4. Penggunaan Kromium


Chromium banyak digunakan dalam perindustrian, antara lain:
a. Cromium (0) digunakan dalam pembuatan baja (stainless steel) untuk menaikkan kekuatan,
kekerasan dan resistensi logam.
b. Cromium (VI) dan kromium (III) digunakan untuk menyepuh logam (electroplating),
pencelupan dan pewarnaan (dyes and pigment), penyamakan kulit (leather tanning) dan
pengawetan kayu (wood preserving)
c. Proses pemurnian bahan kimia dan pembuatan katalis
d. Pembuatan zat warna
Dalam industri kimia digunakan sebagai :
a. Cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orange dan hijau)
b. Chrome plating
c. Penyamakan kulit
d. Treatment Wool
2.5. Kromium dalam Lingkungan
Pada umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan
unsur lain dan sangat jarang ditemukan dalam bentuk elemen tunggal demikian juga halnya
dengan kromium. Logam kromium dapat masuk ke semua strata lingkungan baik udara air
maupun tanah. Kromium yang masuk ke lingkungan dapat datang dari bermacam-macam
sumber. Sumber masuknya logam Cr ke dalam lingkungan yang umum dan diduga paling
banyak adalah dari kegiatan industri, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta
mobilisasi bahan-bahan bakar.
Senyawa kromium di dalam udara ditemukan dalam bentuk dan atau partikulat. Dalam
badan perairan kromium dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan non alamiah.
Masuknya kromium secara alamiah dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi
yang terjadi pada batuan mineral. Masukan kromium yang terjadi secara nonalamiah lebih
merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber kromium
yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai
buangan rumah tangga.

2.6. Pengaruh Kromium Terhadap Kesehatan


a. Efek Klinis
Efek dari chromium terhadap kesehatan yakni bisa mengalami gangguan pernapasan dan
juga mengganggu alat pencernaan. Chromium (Vi) dikenal untuk menyebabkan berbagai
kesehatan mempengaruhi. Ketika chromium merupakan suatu campuran di dalam produk kulit,
itu dapat menyebabkan reaksi alergi, seperti ruam kulit. Permasalahan kesehatan lain yang
adalah disebabkan oleh chromium (VI) adalah:
 Ruam Kulit
 Gangguan percernaan
 Permasalahan berhubung pernapasan
 Sistem kebal yang diperlemah
 Ginjal Dan Kerusakan Hati
 Pertumbuhan dan reproduksi
 Kanker Paru-Paru
 Kematian
b. Keracunan Akut
 Bila terhirup / inhalasi
Bila debu atau uap kromium terhirup pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi.
 Bila kontak dengan kulit
Kontak langsung dengan debu atau serbuk kromium dapat menyebabkan iritasi pada
kulit.
 Bila kontak dengan mata
Kontak langsung dengan debu atau serbuk kromium dapat menyebabkan iritasi pada
mata.
 Bila tertelan
Logam kromium sangat sulit diabsorbsi melalui saluran pencernaan. Absorbsi dalam
jumlah yang cukup dari beberapa senyawa kromium dapat menyebabkan pusing, haus berat,
sakit perut, muntah, syok, oliguria atau anuria dan uremia yang mungkin bisa fatal.
c. Keracunan Kronis
 Bila terhirup / inhalasi
Paparan berulang dalam jangka waktu yang lama dari beberapa senyawa kromium
dilaporkan menyebabkan borok (ulcerasi) dan berlobang (perforasi) pada nasal septum, iritasi
pada tenggorokan dan saluran pernafasan bagian bawah, gangguan pada saluran pencernaan, tapi
hal ini jarang terjadi, gangguan pada darah, sensitisasi paru, pneumoconiosis atau fibrosis paru
dan efek pada hati hal ini jarang terjadi. Pada hakekatnya efek ini belum pernah dilaporkan
terjadi akibat paparan logam
 Bila kontak dengan kulit.
Paparan berulang dalam jangka waktu yang lama dari beberapa senyawa kromium
dilaporkan menyebabkan berbagai tipe dermatitis, termasuk eksim “Chrome holes” sensitisasi
dan kerusakan kulit dan ginjal. Pada hakekatnya efek ini belum pernah dilaporkan akibat paparan
logam.
 Bila kontak dengan mata
Paparan berulang dalam jangka waktu yang lama untuk beberapa senyawa krom dapat
menyebabkan radang selaput mata (konjungtivities) dan lakrimasi. Pada hakekatnya efek ini
belum pernah dilaporkan akibat paparan logam.
2.7. Industri Tekstil
Industri tekstil dimulai dari industri pembuatan benang (pemintalan), industri pembuatan
kain (pertenunan dan perajutan), industri penyempurnaan (finishing) hingga industri pakaian jadi
(garmen). Bahan baku industri tekstil dapat menggunakan serat alam baik dari serat serat
tumbuhan seperti kapas, serat hewan seperti wol, sutra, maupun dari bahan sintetik lain seperti
nilon, polyester, akrilik dan lain-lain.
Di Indonesia industri tekstil sangat bervariasi baik dalam hal skala produksi (skala kecil,
menengah sampai skala besar) dengan teknologi dari padat karya sampai padat modal, maupun
variasi proses yang meliputi proses pemintalan, proses pertenunan/perajutan, proses
penyempurnaan sampai proses pakaian jadi. Banyak pabrik yang hanya melakukan beberapa
proses tersebut, tetapi ada pula yang merupakan suatu pabrik yang terintegrasi dimulai dari
pembuatan benang hingga proses penyempurnaan bahkan dilengkapi dengan proses pembuatan
garmen. Dengan demikian permasalahan yang dihadapi oleh suatu pabrik tekstil dan dampaknya
terhadap lingkungan sangat dipengaruhi variasi tersebut, termasuk penggunaan bahan baku,
teknologi proses dan jumlah produk yang dihasilkan.
Dalam proses produksinya industri tekstil dapat menghasilkan limbah padat, cair, gas,
maupun kebisingan. Limbah padat industri tekstil adalah berupa sisa serat, benang, kain, bahan
bungkus seperti plastik, kertas, dan limbah padat yang berasal dari IPAL. Limbah padat dari
IPAL adalah lumpur dari pengendapan awal, dan pengendapan kimia dengan proses koagulasi,
selain itu juga dari pengolahan biologi. Lumpur yang berasal proses pengendapan kimia
dimasukkan pada limbah B3. (PP No.18 dan 85 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3)
Industri pemintalan yang mengolah serat menjadi benang termasuk proses kering dalam
industri tekstil. Limbah yang dihasilkan dari tahapan proses pemintalan adalah debu dari serat
pendek dan kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin. Tingkat kebisingan serta konsentrasi debu
yang dikeluarkan dari setiap tahapan proses ditentukan oleh jenis dan kualitas serat yang diolah
serta serta jenis alat/ mesin yang digunakan. Pada industri pertenunan dan perajutan, benang
dengan melalui beberapa tahapan pengerjaan diolah menjadi kain tenun atau kain rajut. Benang
yang ditenun/ dirajut berupa benang mentah ataupun benang yang telah dicelup.
Industri pertenunan/ perajutan sebetulnya merupakan industri yang melakukan proses
kering, limbah yang dikeluarkan adalah debu, potongan kain dan kebisingan. Akan tetapi pada
proses penganjian benang lusi digunakan larutan kanji dalam air, sehingga akan dikeluarkan
limbah cair berupa sisa larutan kanji. Industri penyempurnaan akan menghasilkan kain putih,
kain celup atau kain cap.
Tahapan proses penyempurnaan dapat berbeda, bergantung pada jenis kain (serat),
kualitas produk yang ingin dihasilkan, alat mesin yang digunakan, kondisi proses serta jenis
bahan kimia pembantu yang digunakan. Proses penyempurnaan tekstil adalah proses basah
tekstil yang paling banyak menimbulkan pencemaran, karena mengerjakan tekstil dengan larutan
zat kimia dalam medium air, dan merupakan penghasil limbah cair terbesar dari semua proses
pada industri tekstil. Dari proses ini juga dihasilkan limbah udara dan uap senyawa kimia
volatile, uap air dan debu serat. Selain itu juga dihasilkan limbah padat dan IPAL.
Industri pakaian jadi (garmen) yang hanya melakukan proses konfeksi tidak
menghasilkan limbah cair, tetapi hanya limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali, tetapi
industri “jeans” yang melakukan proses pelusuhan dan pencucian akan menghasilkan limbah cair
dan bahkan kebisingan dan limbah debu.

2.8. Industri Tekstil Finishing (Penyempurnaan)


Proses finishing/ penyempurnaan pada industri tekstil, merupakan proses basah karena
banyak menggunakan bahan kimia dan air. Bahan bakunya adalah kain tenun dan produk
akhirnya kain jadi. Sehingga proses finishing ini banyak dikeluarkan limbah cair. Berikut adalah
proses finishing (penyempurnaan) pada industri tekstil yang dibedakan sebagai berikut :
2.8.1. Industri Tekstil Finishing Pewarnaan (Dyeing)
Mula-mula bahan baku kain tenun dikenakan proses singeing untuk membakar bulu-bulu
yang ada pada permukaan kain, kemudian dilakukan proses desizing untuk menghilangkan kanji.
Setelah itu dilakukan proses pemasakan (scouring) untuk menghilangkan minyak/ lemak alam,
dan diteruskan dengan proses bleaching(penggelantangan) untuk menghilangkan pigmen-pigmen
alam dan dilanjutkan proses merserasi untuk menambah kekuatan dan daya serap kain terhadap
zat warna, kemudian dilakukan proses pencelupan (dyeing) untuk mewarnai kain, dan
selanjutnya dilakukan pengeringan kain (drying).
Untuk penyempurnaan produk yang lain, maka dilakukan proses akhir yang terdiri dari
calendering untuk meratakan kain. Pemeriksaan (inspecting) untuk memeriksa kualitas kain jadi
dan terakhir packaging untuk pengepakan kain jadi (produk).
Berikut adalah diagram alir proses finishingpewarnaan (dyeing), lihat gambar 1.
2.8.2. Industri Tekstil Finishing Bleaching (Pemutihan)
Untuk proses finishing-bleaching (pemutihan) tahapannya hampir sama dengan proses
pewarnaan, hanya setelah dilakukan mercerisasi, diteruskan ke proses drying dan proses akhir
(penyempurnaan, calendering, inspecting dan packaging). Bahan bakunya kain tenun, produk
akhirnya kain putihan.
Berikut adalah diagram alir proses industri tekstil finishing-bleaching (pemutihan), lihat
gambar 2.
2.8.3. Industri Tekstil Finishing Printing (Pencapan)
Pada proses finishing-printing (pencapan) tahapan proses produksinya hampir sama
dengan proses pewarnaan dan proses pemutihan, hanya setelah mencapai mercerisasi dan drying
dilanjutkan dengan pencapan/ printing untuk memberi corak dan warna pada kain, setelah itu
dilakukan steaming, untuk pengeringan kain dan dilanjutkan dengan washing/ pencucian kain
setelah dicap. Kemudian dilakukan penyempurnaan dengan menambahkan resin anti kusut, anti
mengkerut, zat pelemas dan terakhir dilakukan inspecting untuk memeriksa kualitas kain jadi,
kemudian dikemas dan jadilah produk kain cap jadi.
Berikut adalah diagram alir proses industri tekstil finishing-printing (pencapan), lihat
gambar 3.
2.9. Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil
Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik yang larut,
mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air
limbah setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya kondisi
anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju
reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau penambahan
substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan
atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna
menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml
O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
DO adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di
dalam air sangat tergantung pada temperature dan salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengganggu proses desinfeksi dengan chlor(Soemirat, 1994). Ammonia terdapat dalam larutan
dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
e. Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses
pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat
korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f.  Fenol
Fenol  mudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit
menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan kematian).
g.  Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk kehidupan air adalah 6–8.
h.  Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran
dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh
manusia yang dalam skala tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai
potensi racun jika memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam
berat dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1) Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang tidak pulih
dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
2) Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak
dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au,
Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
3) Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat menimbulkan gangguan
kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn .
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa digunakan adalah
banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air
seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton.penentuan kualitas mikroorganisme
dilatarbelakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam
konteks ini maka penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran
mikroorganisme indikator pencemaran.
Menurut Sunu (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat di dalam air yaitu :
1) Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber seperti air hujan, air
permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
2) Komponen nutrien dalam air
Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan
mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu.
3) Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat
di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik, khlorin dapat membunuh
mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam air.
4) Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air,
seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.
5) Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan penetrasi
sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terapat di dalam
air.
Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan perekonomian akan
tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan lingkungan. Efek negative dari industri
tekstil salah satu adalah air limbahnya yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil
pencelupan dan apabila dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi secara alami di
badan air.
Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan organisme air. Mikroorganisme air
seperti plankton selain sebagai indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan
penting dalam lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain
yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme perairan seperti
bentik dan ikan (Sachlan, 1982).Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting
antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan hidup dengan baik bila
kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah ini adalah adanya organisme
biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air, cacing, algae, dan bakteri.
Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat pembuangan limbah,
tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu kadang para penduduk membuang
sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah
mengalami proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah
tekstil yang dibuang ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.
Pengoperasian unit pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian
yang kurang benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter
diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan tidak berpedoman,
akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada akhirnya akan menyebabkan biaya
pengolahan yang tinggi.
Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat diamati, yaitu
adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya perubahan warna, bau, rasa serta
timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu
peristiwa penambahan suatu zat tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik
yang dapat mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan
hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluk
hidup, zat, energi dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses
alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pemeriksaan perairan yang menerima buangan air limbah, merupakan suatu keharusan.
Hal ini berguna untuk mengevaluasi masalah kesehatan yang mungkin timbul misalnya bahan
beracun ke dalam baku mutu air.

2.10. Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil


Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu sistem rangkaian kehidupan
dalam arti setiap kondisi alam akan mempengaruhi petumbuhan atau perkembangan kehidupan.
Apabila suatu ekosistem telah tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan
menurunkan tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang menghasilkan limbah
dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu dengan
standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.
Industri batik merupakan industri penghasil cemaran yang dapat merusak ekosistem
alam. Limbah cair industri batik dijadikan suatu penelitian dalam pengolahan limbah dengan
proses aerob dan anaerob yang menggunakan koagulan tawas untuk menurunkan kadar COD
agar ramah lingkungan.
Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat berjalan secara sendiri-
sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinatif. Pemisahan proses menurut
karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan pengidentifikasian peralatan.
a. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara mekanis
dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses tersebut di antaranya adalah :
penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan, sedimentasi, pengapungan, filtrasi.
b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar
di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses kimia di antaranya adalah
pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme (ganggang,
bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa
yang sederhana dan dengan demikian mudah mengambilnya.
Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut tidak
memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama
semakin sedikit. Pada proses kimia zattersebut diendapkan dengan menambahkan bahan
koagulan dan kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara.
Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka
dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan harus
memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya.
Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap
perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi
dengan kondisi yang baru.Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam
pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara koagulasi dan
filtrasi. Adsorpsi  memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment)
suatu komponen di daerah antar fasa. Dengan adanya penelitian sebelumnya mengenai
penyerapan zat warna tekstil menggunakan jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat
menjadi adsorben juga efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil.
Fenomena adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan gaya
tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua arah sehingga dicapai
sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul lapisan terluar suatu zat padat
mempunyai gaya tarik yang tidak diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas
sehingga permukaan zat padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini
dikenal dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben.
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi secara kimia.
Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat pada permukaan padat sebagai
gaya tarik menarik pada permukaan zat padat (adsorben) untuk mengatasi energy kinetic molekul
pencemar pada fase cair (adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat
secara fisik pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der
Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding dengan
konsentrasi pencemar.Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi pencemar dalam larutan
menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan
reversibilitasnya tergantung pada kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan
molekul adsorben.
Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi antar molekul
adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan molekul yang tebal dan bersifat
irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia diperlukan energy dan energy juga diperlukan
untuk membalikan proses ini, sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible.
Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi dari senyawa
organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organic tersebut, diantaranya
 Konsentrasi
 Berat molekul
 Struktur molekul
 Tingkat kepolaran molekul
 Temperatur
 pH
Kecepatan adsorpsi merupakan hal yang terpenting dalam penentuan kapasitas adsorpsi
suatu senyawa. Kecepatan untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) tergantung pada
beberapa faktor diatas, akan tetapi faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan kecepatan
adsorpsi adalah lamanya waktu kontak antara adsorben dengan sorbatnya.
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi
ataupun gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi
dan netralisasi. Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan
flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk
gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara kimia dan fisika
seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan lumpur atau
dengan cara oksidasi menggunakan ozon.
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan
sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya.
Filtrasi merupakan proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi
merupakan proses pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan
adanya gaya gravitasi.
Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme
menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Dari ketiga cara
pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah
cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan
masalah baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi
juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah. Penggunaan karbon aktif
dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan zat
warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan
untuk regenerasi karbon aktif tersebut.
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif pengolahan
yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti pada proses
koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi
ini dapat dikategorikan pada pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi
keduanya. Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien
untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil.bahwa penghilangan warna dari
antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian yang lain menunjukkan
bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat beradaptasi untuk mendegradasikan zat
warna azo sederhana.
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil.Jamur lapuk putih
memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-spesifik, yang dapat mendegradasi
berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk zat warna tekstil.Enzim-enzim yang diproduksi
oleh jamur lapuk putih mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme
pembentukan radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan
ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat direduksi secara
efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya malah turut memproduksi bahan
kimia yang berbahaya atau zat padat yang menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut.
Karena seperti yang teman-teman ketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan
mudah diuraikan menjadi asam amino.

Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif dilakukan
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. PROSES PRIMER
*Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka
menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air
berwarna dan asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain
dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan
saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
*Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan
ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air
tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri
atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat)
konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki
kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk
menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah dimasukkan ke
dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2
ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses
pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan
warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses
penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias
langsung dibuang ke perairan.
*Ekualisasi,
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3 menampung dua
sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres
lumpur.Kedua sumber pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh
karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC.
Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan
cooling water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air dari
bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60
m3/jam).
*Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan
sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang
masih terbawa.
*Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40 oC.sehingga
memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri
dalam system lumpur sktif. Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30 oC.
2. PROSES SEKUNDER
a) Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur
seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah
2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi
ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani,
parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah
dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5-
2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu berkisar 29-30 oC.
b) Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya
berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk
mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting
lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke
bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob.
3. PROSES TERSIER
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer dan
antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan
ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke
perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet
(volume 2 m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air,
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal.
Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang
mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal
dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk
memudahkan terbentuknya flok.
Proses atau tahap penanganan limbah meliputi :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah
program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
1. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses
pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air
untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang
mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan
pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam
menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan
permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang
tidak berarti.
2. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna,
maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri.
Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan
logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan
(dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia
dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke
pengolahan biologi.
 Pengukur dan pengatur laju alir
 Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
 Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
 Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
 Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
 Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up)
dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas
pemasakan atau penggelantangan)
 Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
 Pembilasan dengan aliran berlawanan
 Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
 Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya kurang
kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
 Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD
tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa
krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja,
sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna
aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi
yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik
adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat
rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya
kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan parameter lain dengan
kadar yang sangat rendah, telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan
menggunakan karbon aktif, saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
Pemanfaatan limbah industry tekstil dapat berupa:
1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan
pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah
lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif
pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari
potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan
boneka sebagai pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat
atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau
logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.

2.11. Degradasi Zat Warna


Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses pewarnaan
mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang tak
larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain mengganggu keindahan,
mungkin juga bersifat racun dan sukar dihilangkan.
Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil metabolisme hewan mamalia
yang diberi makanan campuran zat warna azo. Zat warna azo yang masuk ke dalam pencernaan
hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi
anaerobik. Ikatan azo yang direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu
turunan amino azo benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa
reduksi azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh
mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-
penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna secara anaerobik.
Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini cukup patensial untuk
merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan pendahuluan untuk limbah
cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar untuk didegradasi. Pada proses anaerobik
terjadi pemutusan molekul-molekul yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana, sehingga mudah terbiodegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan
Biomassa.
 
2.12. Mekanisme Perombakan Zat
Tesktil pada Kondisi Anaerobik Proses penghilangan warna pada campuran azo terdiri
dari dua tahapan. Tahap pertama reaksi yang terjadi tidak stabil, karena masih ada molekul
oksigen dalam media, yang dinyatakan sebagai persaingan dari oksida (zat warna dan oksiogen)
pada saat respisasi. Pada kondisi oksidasi zat warna akan kembali ke bentuk semula. Setelah
molekul oksigen yang ada dalam media habis maka proses perombakan zat warna akan stabil
dimana R1 dan R2 adalah substitusi dari residu fenil dan naphtol.

R1-N=N-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH-NH-R2…………(2.1.)


R1-NH-NH-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH2 + R2-NH2…… .(2.2.)

Reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo
reduktase.Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum diperoleh pada
kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah azoreduktase secara langsung
mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran zat. Reduksi azo terjadi bersama dengan
terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi transfer elektron akhir terjadi secara
non enzimatik.
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari
nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida direduksi dari sistem
pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang dilepas oleh
nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo (aseptor elektron akhir)
melalui FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi amina-
amina yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi dengan
regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).

2.13. Adsorpsi Zat Warna Tekstil


Cara yang umum dilakukan untuk pengolahan limbah tekstil ini adalah cara koagulasi
dan filtrasi. Menurut penelitian Zahrul Mufrodi, dkk, diteliti kemungkinan penggunaan abu
terbang (fly ash) untuk menyerap zat warna tekstil. Abu terbang merupakan limbah industri
kimia yang menggunakan bahan bakar berbasis padat yang jumlahnya banyak dan belum banyak
dimanfaatkan, sejauh ini fly ash hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran pembuatan beton,
semen, batako, pavin blok, pembenah lahan pertanian, dan lain-lain.
Penelitian uji daya adsorpsi abu terbang terhadap zat warna tekstil berupaya untuk
mengetahui mekanisme penyerapan zat warna dan efektifitas abu terbang sehingga dimasa yang
akan datang, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian
berikutnya dan menjadi salah satu alternatif dari upaya penanganan pencemaran air oleh zat
warna.
Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah
silika (SiO2), alumina, (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium,
magnesium, dan belerang. Rumus empiris abu terbang batubara ialah:
Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011. Pozolanik adalah bahan yang mengandung silica
atau alumino silica secara sendiri, tidak atau sedikit mempunyai sifat mengikat seperti semen,
akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa tersebut akan
bereaksi secara kimia dengan hidroksa-hidroksa alkali atau alkali tanah temperature ruang yang
membentuk atau membantu terbentuknya senyawa-senyawa yang mempunyai sifat seperti semen
(SNI 06-6867-2002).
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada
dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika
antara substansi dengan penyerapannya. Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Adsorpsi fisik (physical adsorption), yaitu berhubungan dengan gaya van der Waals dan
merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan
adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang
terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben.
b. Adsorpsi kimia (chemisorption), yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
yang teradsorpsi. Abu terbang memiliki karakteristik yang mirip dengan karbon aktif, hal ini
berdasarkan penelitian Chemical Engineering Alliance and Innovation (ChAIN) Center pada
tahun 2006, yang memaparkan bahwa abu memenuhi syarat layak digunakan sebagai
adsorben karena luas permukaan dan pori-porinya potensial. Dengan melakukan sedikit
intervensi yaitu memperbesar luas permukaannya dengan chemical activation, ditambah
asam sehingga pori-porinya semakin membesar. Dengan demikian, penggunaan pelarut HCl
diupayakan untuk memperbesar pori-pori abu terbang.
Abu terbang memiliki potensi yang cukup besar sebagai absorben yang ramah
lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif pengganti karbon aktif dan zeolit.
Tetapi, kapasitas adsorpsi abu terbang sangat bergantung pada asal dan perlakuan pasca
pembakaran batubara. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang masih dilakukan dalam skala
kecil karena umumnya kapasitas adsorpsinya masih rendah.
Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi abu terbang.
Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari abu terbang batubara kompetitif
bila dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit.
Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan terhadap komposisi bahan pewarna
”Kuda Leo” yang telah dilakukan, didapatkan hasil beberapa jenis logam yang terkandung di
dalamnya yaitu diantaranya logam Cu, Cd, Mg, Fe, Cu, dan Cr. Dari empat sampel yang diujikan
(larutan warna pengadukan ke 15, 45, 75 menit dan larutan zat warna) diketahui terjadi
penurunan kadar logam Cu, Cr, Cd, Fe, Pb yang cukup signifikan.
Pengaruh logam-logam itu sendiri terhadap pewarnaan adalah: logam Cu memberikan
efek warna biru, logam Cr memberikan efek warna hijau atau kuning, logam Fe memberikan
efek warna kuning atau hijau, logam Pb,Mg dan Cd tidak berwarna.Dari keterangan-keterangan
yang didapat, diperoleh asumsi awal yaitu kemampuan fly ash dalam menjerap zat warna adalah
disebabkan oleh terjerapnya partikel-pertikel logam sebagai agen pembawa warna tersebut.
(a) (b) (c)
Keterangan :
(a) Larutan zat warna tekstil (warna biru)
(b) Larutan zat warna tekstil + abu terbang (fly ash) (warna hitam)
(c) Hasil adsorbsi setelah 2 hari (bening).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Abu terbang (fly ash) batubara dapat dijadikan
adsorbent limbah zat warna tekstil dengan mengaktifkannya menggunakan asam sulfat 1M.
Kemudian Abu terbang (fly ash) dapat digunakan sebagai absorbent logam-logam seperti Cr, Cu,
Cd, Mg, Pb dan Fe, yang merupakan penyebab timbulnya warna dalam air.

2.14. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil


Baku Mutu Limbah Cair industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan. Baku Mutu Limbah Cair industri tekstil di Indonesia mengacu pada
Kep.Men.51/Men,LH/1Q/1995, sesudah tahun 2000, acuannya adalah lampiran B Men.Kep.Men
tersebut. Berdasarkan acuan tersebut masing-masing daerah membuat BMLC dengan ketentuan
boleh lebih ketat namun tidak boleh lebih longgar.
Tabel 2 : BMLC industri tekstil lampiran B Kep.Men 51/Men/LH/10/1995
DAFTAR PUSTAKA

Cintia Kartika, Ranny., Mufrodi, Zahrul., Widiastuti, Nur., 2011. Adsorpsi Zat Warna Tekstil
dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) untuk Variasi Massa Adsorben
dan Suhu Operasi. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Joko, Tri, 2003. Penurunan Kromium (Cr) dalam Limbah Cair Proses Penyamakan Kulit
Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2, NaOH, dan NaHCO3 (Studi Kasus di
Pt Trimulyo Kencana Mas Semarang). Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 2
Nomor 2. Semarang.

Khairani, Nina, 2007. Penentuan Kandungan Unsur Krom Dalam Limbah Tekstil dengan
Metode Analisis Pengaktifan Neutron. Berkala Fisika Vol 10. , No.1, Januari 2007,
hal 35-43. Semarang.

Moertinah, Sri, 2008. Peluang-peluang Produksi Bersih pada Industri Tekstil Finishing
Bleachin (Studi Kasus Pabrik Tekstil Finishing Bleaching PT. Damaitex
Semarang). Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksidan Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Widowati, Wahyu, 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan


Pencemaran. Penerbit Andi. Jakarta.

Minarti., Sanatang., Sasria, Nia, 2011. Pengolahan Limbah Industri Tekstil.


http://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-tekstil/.
Diakses 13 Juni 2012.

Anda mungkin juga menyukai