Disusun Oleh :
Ismo Rusmanto
14.4.0.1.0010
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan serta kesempatan sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah di tentukan oleh dosen pembimbing mata kuliah
Toksikologi Industri.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak/ibu Kursiah,
Warti N, M. Kes selaku pengampuh mata kuliah yang telah memberikan motivasi
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam bahasa tulisan, maka dari itu peulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi untuk kesempurnaan makalah ini, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca pada
umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus
pencemaran terhadap sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak
menyadari bahwa limbah yang mereka hasilkan berbahaya jika tidak dilakukan
pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah yang akan dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan industri-industri seperti industri tekstil, penyamakan
kulit, dan elektronik biasanya mengandung logam berat yang dihasilkan dari
berbagai proses industri.
Keberadaan logam-logam berat dalam kadar berlebih dapat menimbulkan
masalah bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, baik itu tanaman, hewan,
maupun manusia. Hal ini disebabkan oleh sifat logam berat yang tidak dapat
terurai dan dapat terakumulasi di dalam organ tubuh.
Kromium merupakan salah satu logam berat yang mencemari lingkungan
karena bersifat toksik dalam kadar yang berlebih. Di lingkungan, kromium
terdapat dalam tiga bentuk teroksidasi, yaitu Cr(II), Cr(III)dan Cr(VI)
(Slamet,2003). Dalam penyamakan kulit, limbah padat dan cair mengandung
Cr(III)dan Cr(VI). Hexavalent chromium (Cr(VI)) lebih bersifat toksik daripada
trivalent chromium Cr(III). Di alam logam krom dapat mengalami transformasi
bila kondisi lingkungannya sesuai (Triatmojo, S, 2001).
Logam berat krom (Cr) digunakan dalam industri seperti pelapisan krom,
pabrik cat, pabrik tinta, pabrik penyamakan kulit, pabrik tekstil. Limbah industri
tesebut yang berbahaya bagi lingkungan sekitar. Menurut Fahmiati (2004), efek
logam berat dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai
makanan walaupun pada konsentrasi yang sangat rendah. Logam berat tersebut
1
2
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan tentang pengertian Kromium (Cr)
2. Mendeskripsikan tentang nilai ambang batas Kromium (Cr)
3. Mendeskripsikan tentang patofisiologi Kromium (Cr)
4. Mendeskripsikan tentang pekerja yang beresiko terpajan Kromium (Cr)
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian Kromium (Cr)
2. Dapat mengetahui nilai ambang batas Kromium (Cr)
3. Dapat mengetahui patofisiologi Kromium (Cr)
4. Dapat mengetahui pekerja yang beresiko terpajan Kromium (Cr)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
b. Nomor atom : 24
c. Titik cair : 1920 0C
d. Valensi : 2; 3; 6;
e. Titik didih : 2260 0C
f. Koef. Muai panas : 6,20 in/0C
g. Daya hantar panas : 38,5 Cal/m jam
Sifat lain yang sangat menonjol adalah mudah teroksidasi dengan
udara membentuk lapisan kromium oksida pada permukaan. Lapisan tersebut
bersifat kaku, tahan korosi, tidak berubah warna terhadap pengaruh cuaca.
Tetapi larut dalam asam klorida, sedikit larut dalam asam sulfat dan tidak
larut dalam asam nitrat. Karena sifat-sifat tersebut, maka dalam
pemakaiannya banyak digunakan sebagai bahan paduan untuk meningkatkan
ketahanan korosi sebagai bahan pelapis. Proses pelapisan krom dikenal
secara luas pada industri-industri logam sebagai pengerjaan akhir (final
finishing) sejak tahun 1930, karena ketahanan korosi dan tampak rupa
lapisannya yang baik (Devi Tataning Pratiwi, 2013).
a. Kromium (+2)
Logam kromium biasanya melarut dalam asam klorida atau asam
sulfat yang membentuk larutan (Cr(H2O)6)2+ dengan warna larutan biru
langit. Di dalam larutan air ion Cr2+ merupakan reduktor yang kuat dan
mudah dioksidasi di udara menjadi senyawa Cr3+. Ion Cr2+ dapat juga
bereaksi dengan H+ dan dengan air jika terdapat katalis berupa serbuk
logam (Asmadi, 2009).
b. Kromium (+3)
Senyawa kromium 3+ adalah ion yang paling stabil diantara
kation logam transisi yang mempunyai bilangan oksidasi +3. Kompleks
Cr3+ umumnya berwarna hijau dan dapat berupa kompleks anion atau
kation. Larutan yang mengandung Cr3+ (Cr(H2O)6)+3 berwarna ungu,
apabila dipanaskan menjadi hijau (Asmadi, 2009).
5
c. Kromium (+6)
Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat
bereaksi dengan basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat
diasamkan akan dihasilkan ion dikromat yang berwarna jingga. Dalam
larutan asam, ion kromat atau ion dikromat adalah oksidator kuat.
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium
yang telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang yang berbeda-
beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion
Cr2+ akan bersifat basa, ion Cr3+ bersifat ampoter, dan senyawa yang
terbentuk dari ion Cr6+ bersifat asam (Asmadi, 2009).
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Kromium
hidroksida ini tidak larut, kondisi optimal Cr3+ dicapai dalam air dengan
pH antara 8,5 9,5. Kromium hidroksida ini melarut akan lebih tinggi
apabila kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga
dalam penanganannya memerlukan zat pereduksi untuk mereduksi
menjadi Cr3+.
Senyawa kromium umumnya dapat berbentuk padatan (kristal
CrO3, Cr2O3) larutan dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan
biasanya berbentuk trivalen (Cr3+) dan ion heksavalen (Cr6+). Dalam
larutan yang bersifat basa dengan pH 8 sampai 10 terjadi pengendapan Cr
dalam bentuk Cr(OH)3. Sebenarnya kromium dalam bentuk ion trivalen
tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan bentuk heksavalen, akan
tetapi apabila bertemu dengan oksidator dan kondisinya memungkinkan
untuk Cr3+ tersebut akan berubah menjadi sama bahayanya dengan Cr6+
(Asmadi, 2009).
2. Kromium Dalam Lingkungan
Pada umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk
persenyawaan dengan unsur lain, dan sangat jarang ditemukan dalam bentuk
elemen tunggal, demikian juga halnya dengan logam kromium. Logam
6
kromium dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada
strata perairan, tanah atau pun udara (lapisan atmosfir). Kromium yang
masuk ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam
sumber. Sumber masuknya logam Cr ke dalam strata lingkungan yang umum
dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian (pabrik semen,
baterai, cat, industri pelapisan dengan Cr, pewarnaan, Pelapisan seng
(galvanising Zn), dan fotografi), dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan-
bahan bakar.
Senyawa kromium di dalam strata udara ditemukan dalam bentuk
debu dan atau partikulat, dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua
cara, yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya Cr secara alamiah
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi
(pengikisan) yang terjadi pada batuan mineral. Masuknya Cr yang terjadi
secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang
dilakukan manusia (Asmadi, 2009).
4) Tertelan
a) Diberikan makanan atau susu untuk mengurangi penyerapan dari
cromium.
b) Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat karena membuat
pH tinggi yang mengakibatkan penyerapan cromium meningkat.
c) Segera berikan asam askorbat (Vitamin C) untuk mengurangi
penyerapan cromium.
d) Tidak boleh dilakukan perangsangan muntah karena
dikhawatirkan terjadi iritasi atau luka bakar pada esofagus.
e) Bila terjadi muntah jaga agar kepala lebih rendah dari pada
panggul untuk mencegah aspirasi. Jika penderita tidak sadar
miringkan kepala ke samping.
2. Keracunan Kronik
a. Efek terhadap kesehatan
1) Ulkus, perdarahan dan erosi pada septum nasi.
2) Iritasi pada saluran nafas dapat menyebabkan batuk, nyeri dada dan
sesak nafas (rhinitis, emfisema, bronkitis, faringitis, dll)
3) Hemolisis
4) Pada foto terlihat pembesaran daerah hilar dan kelenjar limfe
5) Pneumokoniosis nodular dan nonnodular.
6) Dermatitis alergik dan iritant, ulkus kulit tanpa nyeri (Chrom Holes).
7) Pada darah dapat terjadi; leukositosis, eosinofilia kadang terjadi
leukopenia.
8) Rasa penciuman hilang
9) Perubahan warna pada gigi
10) Radang konjungtiva, lakrimasi dan warns merah gelap disekitar
kornea.
11) Kanker paru, kanker pada mulut
d. Diagnosa
10
(2) Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air dingin atau
hangat yang mengalir dan sabun minimal 10 menit.
(3) Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain
atau kertas secara lembut. Jangan digosok.
(4) Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang trkontaminasi atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastic tertutup.
(5) Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan
menggunakan sarung tangan, masker hidung dan apron. Hati-
hati untuk tidak menghirupnya.
(6) Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
c) Dekontaminasi gastrointestinal
Pertimbangan untuk bilas lambung. Bilas lambung efektif
dilakukan 1-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik.
Tindakan ini hanya boleh dilakukan di rumah sakit oleh petugas
yang berpengalaman dan pasien yang kooperatif.
3. Pencegahan
Menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Pemeriksaan
kesehatan sebelum penempatan dan secara berkala. Merekomendasikan
pengendalian krom di lingkungan kerja
7. Teknisi fotografi
8. Pekerja laundry bagian cuci
9. Penggunaan tinta pada percetakan, dll
BAB III
KASUS
A. Kasus
Seorang pekerja bekerja di industry pembuatan pewarna chromium.
Pekerja tersebut terpajan oleh logam berat sehingga mengalami keracunan akut.
Kondisi pekerja tersebut mengalami reaksi alergi, kehilangan suara, dada
sesak/sesak nafas, wheezing, batuk, sakit kepala/pusing, bersin, kongesti paru,
dan terjadinya kerusakan ginjal.
B. Soal
1. Apakah diagnose yang terpajan logam berat pada kasus pekerja diatas?
a. Cadmium (Cd)
b. Chrom (Cr)
c. Cobal (Co)
d. Cuprum (Cu)
2. Melalui proses manakah logam berat masuk kedalam tubuh dari kasus diatas?
a. Kotak dengan kulit
b. Kontak dengan mata
c. Tertelan
d. Terhirup
3. Manakah tindakan pertolongan yang segera dilakukan pada kasus diatas?
a. Segera jauhkan dari pajanan dan Berikan N-acetylcysteine
b. Segera lepaskan pakaian dan cuci dengan cairan yang mengandung asam
askorbat
c. Segera cuci/ bilas dengan air yang banyak atau lautan garam normal
d. Diberikan susu dan Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat
13
14
A. Kesimpulan
Dari subbab sebelumnya mapaka dapat di simpulkan sebagi berikut :
1. Chrom (kromium) adalah suatu logam putih keras yang relatif tidak stabil dan
mudah teroksidasi, dapat dipoles menjadi mengkilap. Kromium di
lingkungan dalam bentuk Cr, Cr3, Cr6
2. Nilai ambang batas (NAB) untuk Kromium (Cr) adalah logam krom dan
persenyawaan krom valensi III. (sebagai Cr) adalah 0,5 mg/m3 udara.
Logam krom untuk persenyawaan krom valensi yang larut dalam air (sebagai
Cr) adalah 0,05 mg/m3 udara. Logam krom untuk senyawa krom valensi VI
yang tidak larut dalam air 0,01 mg/m3 udara.
3. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif kromium akan bekerja sebagai
penghalang kerja enzim dalam proses fisiologi atau metabolisme tubuh,
sehingga rangkaian metabolisme terputus. Ion Cr6+ dalam proses
metabolisme tubuh akan menghambat kerja dari enzim benzopiren
hidroksilase, akibatnya terjadi perubahan dalam pertumbuhan sel, sehingga
sel-sel tumbuh secara liar atau dikenal dengan istilah kanker. Hal itulah yang
menjadi dasar dari penggolongan Cr ke dalam kelompok logam yang bersifat
karsinogenik.
4. Pekerjaan Yang Berisiko Terpajan Kromium (Cr) adalah Pekerja pembuatan
pewarna chromium, Pekerja penyamak kulit, Pekerja pelapis chromium
(perhiasan, velg dan meubelair,dll), Pekerja Bengkel mobil dan motor,
Tukang cat semprot dengan pewarna chromium, Pekerja yang menggunakan
semen, Teknisi fotografi, Pekerja laundry bagian cuci, Penggunaan tinta pada
percetakan, dll
15
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, Endro.S, dan W. Oktiawan. 2009. Pengurangan Chrom (Cr) Dalam Limbah
Cair Industri Kulit Pada Proses Tannery Menggunakan Senyawa Alkali
Ca(Oh)2, Naoh Dan Nahco3 (Studi Kasus Pt. Trimulyo Kencana Mas
Semarang). Semarang : UNDIP
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Dan Olahraga. 2012. Seri Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan Tentang Penyakit Akibat
Kerja Karena Pajanan Logam Berat.
Pratiwi, Devi Tataning. 2013. Skripsi: Penentuan Kadar Kromium Dalam Limbah
Industri Melalui Pemekatan Dengan Metode Kopresipitasi Menggunakan Cu-
Pirolidin Dithiokarbamat. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Semarang.
Slamet, Riyadi. S., dan Wahyu. D. 2003. Pengolahan Limbah Logam Berat
Chromium (Vi) Dengan Fotokatalis TiO2. MAKARA, TEKNOLOGI, VOL.
7, NO. 1
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di
udara tempat kerja. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Triatmojo, S., D.T.H. Sihombing, S. Djojowidagdo, T.R. Wiradarya. 2001. Biosorpsi
Reduksi Krom Limbah Penyamakan Kulit Dengan Biomassa Fusarium sp
Dan Aspergillus niger. Manusia dan Lingkungan, Vol VIII(2), 70-81. Pusat
Studi Lingkungan Hidup. Yogyakarta: UGM