Anda di halaman 1dari 19

Tugas Individu Dosen Pengajar

Toksikologi Industri Kursiah, Warti N, M. Kes

PENYAKIT KARENA KROM (CR) ATAU SENYAWANYA

Disusun Oleh :

Ismo Rusmanto
14.4.0.1.0010

JURUSAN S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
RIAU
TA.2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan serta kesempatan sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah di tentukan oleh dosen pembimbing mata kuliah
Toksikologi Industri.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak/ibu Kursiah,
Warti N, M. Kes selaku pengampuh mata kuliah yang telah memberikan motivasi
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam bahasa tulisan, maka dari itu peulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi untuk kesempurnaan makalah ini, semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca pada
umumnya.

Pekanbaru, Juni 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
C. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
A. Pengertian Kromium (Cr) .................................................................................. 3
B. Nilai Ambang Batas (NAB) Kromium (Cr) ....................................................... 6
C. Patofisiologi Kromium (Cr) ............................................................................... 7
D. Pekerjaan Yang Berisiko Terpajan Kromium (Cr) .......................................... 11
BAB III KASUS ......................................................................................................... 13
A. Kasus ................................................................................................................ 13
B. Soal................................................................................................................... 13
C. Kunci dan Pembahasan Soal ............................................................................ 14
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus
pencemaran terhadap sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak
menyadari bahwa limbah yang mereka hasilkan berbahaya jika tidak dilakukan
pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah yang akan dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan industri-industri seperti industri tekstil, penyamakan
kulit, dan elektronik biasanya mengandung logam berat yang dihasilkan dari
berbagai proses industri.
Keberadaan logam-logam berat dalam kadar berlebih dapat menimbulkan
masalah bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, baik itu tanaman, hewan,
maupun manusia. Hal ini disebabkan oleh sifat logam berat yang tidak dapat
terurai dan dapat terakumulasi di dalam organ tubuh.
Kromium merupakan salah satu logam berat yang mencemari lingkungan
karena bersifat toksik dalam kadar yang berlebih. Di lingkungan, kromium
terdapat dalam tiga bentuk teroksidasi, yaitu Cr(II), Cr(III)dan Cr(VI)
(Slamet,2003). Dalam penyamakan kulit, limbah padat dan cair mengandung
Cr(III)dan Cr(VI). Hexavalent chromium (Cr(VI)) lebih bersifat toksik daripada
trivalent chromium Cr(III). Di alam logam krom dapat mengalami transformasi
bila kondisi lingkungannya sesuai (Triatmojo, S, 2001).
Logam berat krom (Cr) digunakan dalam industri seperti pelapisan krom,
pabrik cat, pabrik tinta, pabrik penyamakan kulit, pabrik tekstil. Limbah industri
tesebut yang berbahaya bagi lingkungan sekitar. Menurut Fahmiati (2004), efek
logam berat dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai
makanan walaupun pada konsentrasi yang sangat rendah. Logam berat tersebut

1
2

dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh sehingga akhirnya


berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang
cukup lama dan jauh dari sumber pencemar. Oleh karena itu pengolahan limbah
logam berat sangatlah diperlukan.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan tentang pengertian Kromium (Cr)
2. Mendeskripsikan tentang nilai ambang batas Kromium (Cr)
3. Mendeskripsikan tentang patofisiologi Kromium (Cr)
4. Mendeskripsikan tentang pekerja yang beresiko terpajan Kromium (Cr)

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan ini sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian Kromium (Cr)
2. Dapat mengetahui nilai ambang batas Kromium (Cr)
3. Dapat mengetahui patofisiologi Kromium (Cr)
4. Dapat mengetahui pekerja yang beresiko terpajan Kromium (Cr)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kromium (Cr)


Salah satu logam yang termasuk dalam golongan transisi adalah
kromium. Kata kromium berasal dari bahasa Yunani (= Chroma) yang berarti
warna. Dalam struktur kimia, kromium dilambangkan dengan simbol Cr (Devi
Tataning Pratiwi, 2013).
Chrom (kromium) adalah suatu logam putih keras yang relatif tidak stabil
dan mudah teroksidasi, dapat dipoles menjadi mengkilap. Perpaduan Kromium
dengan besi dan nikel menghasilkan baja tahan karat. Chrom (kromium)
Merupakan unsur alami yang ditemukan dalam batuan, hewan, tumbuhan, tanah
dan debu vulkanik. Kromium di lingkungan dalam bentuk Cr, Cr3, Cr6.
Cr3 secara alami terdapat di alam. Merupakan mikronutrien bagi makuluk
hidup untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar glukosa darah.
Kekurangan Cr3 menyebabkan Chromium deficiency, tetapi dalam dosis tinggi
akan bersifat toksik. Sedangkan Cr dan Cr6 pada umumnya berasal dari proses
industri (Pelapisan).
Kromium banyak digunakan sebagai pelapis pada ornamen-ornamen
bangunan, komponen kendaraan, seperti knalpot pada sepeda motor, maupun
sebagai pelapis perhiasan seperti emas, emas yang dilapisi oleh kromium ini
lebih dikenal dengan sebutan emas putih.
1. Sifat-sifat Kromium
Kromium adalah logam non ferro yang dalam tabel periodik termasuk
grup VIB dan lebih mulia dari besi (Devi Tataning Pratiwi, 2013).
Mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Berat atom : 52,01 amu

3
4

b. Nomor atom : 24
c. Titik cair : 1920 0C
d. Valensi : 2; 3; 6;
e. Titik didih : 2260 0C
f. Koef. Muai panas : 6,20 in/0C
g. Daya hantar panas : 38,5 Cal/m jam
Sifat lain yang sangat menonjol adalah mudah teroksidasi dengan
udara membentuk lapisan kromium oksida pada permukaan. Lapisan tersebut
bersifat kaku, tahan korosi, tidak berubah warna terhadap pengaruh cuaca.
Tetapi larut dalam asam klorida, sedikit larut dalam asam sulfat dan tidak
larut dalam asam nitrat. Karena sifat-sifat tersebut, maka dalam
pemakaiannya banyak digunakan sebagai bahan paduan untuk meningkatkan
ketahanan korosi sebagai bahan pelapis. Proses pelapisan krom dikenal
secara luas pada industri-industri logam sebagai pengerjaan akhir (final
finishing) sejak tahun 1930, karena ketahanan korosi dan tampak rupa
lapisannya yang baik (Devi Tataning Pratiwi, 2013).
a. Kromium (+2)
Logam kromium biasanya melarut dalam asam klorida atau asam
sulfat yang membentuk larutan (Cr(H2O)6)2+ dengan warna larutan biru
langit. Di dalam larutan air ion Cr2+ merupakan reduktor yang kuat dan
mudah dioksidasi di udara menjadi senyawa Cr3+. Ion Cr2+ dapat juga
bereaksi dengan H+ dan dengan air jika terdapat katalis berupa serbuk
logam (Asmadi, 2009).
b. Kromium (+3)
Senyawa kromium 3+ adalah ion yang paling stabil diantara
kation logam transisi yang mempunyai bilangan oksidasi +3. Kompleks
Cr3+ umumnya berwarna hijau dan dapat berupa kompleks anion atau
kation. Larutan yang mengandung Cr3+ (Cr(H2O)6)+3 berwarna ungu,
apabila dipanaskan menjadi hijau (Asmadi, 2009).
5

c. Kromium (+6)
Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat
bereaksi dengan basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat
diasamkan akan dihasilkan ion dikromat yang berwarna jingga. Dalam
larutan asam, ion kromat atau ion dikromat adalah oksidator kuat.
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium
yang telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang yang berbeda-
beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion
Cr2+ akan bersifat basa, ion Cr3+ bersifat ampoter, dan senyawa yang
terbentuk dari ion Cr6+ bersifat asam (Asmadi, 2009).
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Kromium
hidroksida ini tidak larut, kondisi optimal Cr3+ dicapai dalam air dengan
pH antara 8,5 9,5. Kromium hidroksida ini melarut akan lebih tinggi
apabila kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga
dalam penanganannya memerlukan zat pereduksi untuk mereduksi
menjadi Cr3+.
Senyawa kromium umumnya dapat berbentuk padatan (kristal
CrO3, Cr2O3) larutan dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan
biasanya berbentuk trivalen (Cr3+) dan ion heksavalen (Cr6+). Dalam
larutan yang bersifat basa dengan pH 8 sampai 10 terjadi pengendapan Cr
dalam bentuk Cr(OH)3. Sebenarnya kromium dalam bentuk ion trivalen
tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan bentuk heksavalen, akan
tetapi apabila bertemu dengan oksidator dan kondisinya memungkinkan
untuk Cr3+ tersebut akan berubah menjadi sama bahayanya dengan Cr6+
(Asmadi, 2009).
2. Kromium Dalam Lingkungan
Pada umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk
persenyawaan dengan unsur lain, dan sangat jarang ditemukan dalam bentuk
elemen tunggal, demikian juga halnya dengan logam kromium. Logam
6

kromium dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada
strata perairan, tanah atau pun udara (lapisan atmosfir). Kromium yang
masuk ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam
sumber. Sumber masuknya logam Cr ke dalam strata lingkungan yang umum
dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian (pabrik semen,
baterai, cat, industri pelapisan dengan Cr, pewarnaan, Pelapisan seng
(galvanising Zn), dan fotografi), dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan-
bahan bakar.
Senyawa kromium di dalam strata udara ditemukan dalam bentuk
debu dan atau partikulat, dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua
cara, yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya Cr secara alamiah
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi
(pengikisan) yang terjadi pada batuan mineral. Masuknya Cr yang terjadi
secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang
dilakukan manusia (Asmadi, 2009).

B. Nilai Ambang Batas (NAB) Kromium (Cr)


Standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian
agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih
dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu Nilai ambang batas (NAB) Kromium
(Cr) adalah sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia, 2005) :
1. Logam krom dan persenyawaan krom valensi III. (sebagai Cr) adalah 0,5
mg/m3 udara.
2. Logam krom untuk persenyawaan krom valensi yang larut dalam air (sebagai
Cr) adalah 0,05 mg/m3 udara.
3. Logam krom untuk senyawa krom valensi VI yang tidak larut dalam air 0,01
mg/m3 udara.
7

C. Patofisiologi Kromium (Cr)


Adanya kromium dalam limbah cair menandakan telah terjadi
pencemaran dari limbah industri, karena senyawa kromium murni tidak pernah
terdapat di alam. Apabila senyawa kromium terdapat dalam jumlah besar, maka
dapat menimbulkan keracunan akut dengan gejala mual, sakit perut, kurang
kencing, dan koma. Apabila kontak dengan kulit, maka dapat menyebabkan
dermatitis, dan kanker (Asmadi, 2009).
Biasanya, senyawa kimia yang sangat beracun bagi organisme hidup
adalah senyawa yang mempunyai bahan aktif dari logam berat. Sebagai logam Cr
termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki
oleh logam Cr ditentukan oleh valensi ionionnya. Ion Cr6+ merupakan logam Cr
yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion
Cr3+ dan Cr2+. Sifat racun yang dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan
terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis (Asmadi, 2009).
Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif kromium akan bekerja sebagai
penghalang kerja enzim dalam proses fisiologi atau metabolisme tubuh, sehingga
rangkaian metabolisme terputus. Ion Cr6+ dalam proses metabolisme tubuh akan
menghambat kerja dari enzim benzopiren hidroksilase, akibatnya terjadi
perubahan dalam pertumbuhan sel, sehingga sel-sel tumbuh secara liar atau
dikenal dengan istilah kanker. Hal itulah yang menjadi dasar dari penggolongan
Cr ke dalam kelompok logam yang bersifat karsinogenik (Asmadi, 2009).
1. Keracunan Akut
a. Efek terhadap kesehatan
1) Akibat tertelan; bisa menyebabkan perdarahan saluran cerna, nekrosis
hati, nekrosis tubuler ginjal sampai kematian.
2) Bila terhirup menyebabkan reaksi alergi, kehilangan suara, dada
sesak/sesak nafas, wheezing, batuk, sakit kepala/pusing, bersin,
kongesti paru, kerusakan ginjal.
8

3) Bila mengenai mata dapat terjadi konjungtivitis mata rasa terbakar,


kerusakan kornea sampai terjadi kebutaan.
4) Kontak dengan kulit menimbulkan dermatitis kontak iritan (ICD.10,
L24.8), dermatitis kontak alergika (ICD.10, L23.0), mual, muntah,
kerusakan ginjal, koma.
b. Diagnosa
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
gejala yang dialami serta riwayat terpajan dan Pemeriksaan penunjang
seperti : Darah tepi, Spirometri fungsi paru, Fungsi ginjal, Fungsi hati
Skin patch bila perlu.
c. Tindakan Petolongan
1) Terhirup
a) Segera jauhkan dari pajanan, monitoring apakah ada gangguan
pada sistem pernafasan, berikan oksigen dan jika diperlukan
ventilasi buatan.
b) Berikan N-acetylcysteine untuk mengurangi penyerapan cromium
dari alveolus.
2) Kontak melalui kulit
a) Segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang
terkontaminasi,
b) cuci dengan cairan yang mengandung asam askorbat untuk
mengurangi penyerapan.
c) Kemudian berikan garam kalsium disodium EDTA.
3) Bila mengenai mata
Segera cuci/ bilas dengan air yang banyak atau lautan garam
normal, dengan sekali-kali mengedipkan mata sampai dipastikan tidak
ada bahan kimia yang tertinggal. Tutup dengan verban steril dan
segera dirujuk.
9

4) Tertelan
a) Diberikan makanan atau susu untuk mengurangi penyerapan dari
cromium.
b) Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat karena membuat
pH tinggi yang mengakibatkan penyerapan cromium meningkat.
c) Segera berikan asam askorbat (Vitamin C) untuk mengurangi
penyerapan cromium.
d) Tidak boleh dilakukan perangsangan muntah karena
dikhawatirkan terjadi iritasi atau luka bakar pada esofagus.
e) Bila terjadi muntah jaga agar kepala lebih rendah dari pada
panggul untuk mencegah aspirasi. Jika penderita tidak sadar
miringkan kepala ke samping.
2. Keracunan Kronik
a. Efek terhadap kesehatan
1) Ulkus, perdarahan dan erosi pada septum nasi.
2) Iritasi pada saluran nafas dapat menyebabkan batuk, nyeri dada dan
sesak nafas (rhinitis, emfisema, bronkitis, faringitis, dll)
3) Hemolisis
4) Pada foto terlihat pembesaran daerah hilar dan kelenjar limfe
5) Pneumokoniosis nodular dan nonnodular.
6) Dermatitis alergik dan iritant, ulkus kulit tanpa nyeri (Chrom Holes).
7) Pada darah dapat terjadi; leukositosis, eosinofilia kadang terjadi
leukopenia.
8) Rasa penciuman hilang
9) Perubahan warna pada gigi
10) Radang konjungtiva, lakrimasi dan warns merah gelap disekitar
kornea.
11) Kanker paru, kanker pada mulut
d. Diagnosa
10

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan efek yang


ditimbulkan, riwayat pajanan terhadap Chrom, dll. Pada Pemeriksaan
penunjang seperti : Spirometri fungsi paru, Darah tepi, Fungsi ginjal,
Fungsi hati, Skin patch bila perlu.
e. Tindakan Petolongan
Ulserasi nasal dan kulit diobati dengan salep yang mengandung
10% CaNa2 EDTA dan ditutup dengan kassa steril.
1) Stabilisasi
Bebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara,
oksigen, brokodilator bila diperlukan. Perhatikan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
2) Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi dengan tujuan
untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mencegah kerusakan
dan mengurangi absorbsi.
a) Dekontaminasi mata
Dilakukan sebelum membersihkan kulit :
(1) Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah
dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
(2) Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan
sejumlah air bersih dingin atau larutan NaCl 0,9% perlahan
selama 15-20 menit.
(3) Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
(4) Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
(5) Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
(6) Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera
kirim/konsul ke dokter mata.
b) Dekontaminasi kulit (termasuk rambut dan kuku )
(1) Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
11

(2) Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air dingin atau
hangat yang mengalir dan sabun minimal 10 menit.
(3) Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain
atau kertas secara lembut. Jangan digosok.
(4) Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang trkontaminasi atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastic tertutup.
(5) Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan
menggunakan sarung tangan, masker hidung dan apron. Hati-
hati untuk tidak menghirupnya.
(6) Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
c) Dekontaminasi gastrointestinal
Pertimbangan untuk bilas lambung. Bilas lambung efektif
dilakukan 1-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik.
Tindakan ini hanya boleh dilakukan di rumah sakit oleh petugas
yang berpengalaman dan pasien yang kooperatif.
3. Pencegahan
Menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Pemeriksaan
kesehatan sebelum penempatan dan secara berkala. Merekomendasikan
pengendalian krom di lingkungan kerja

D. Pekerjaan Yang Berisiko Terpajan Kromium (Cr)


Menurut buku pedoman tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas
kesehatan pekerjaan yang berisiko terpajan Kromiun (Cr) adalah sebagai berikut:
1. Pekerja pembuatan pewarna chromium.
2. Pekerja penyamak kulit.
3. Pekerja pelapis chromium (perhiasan, velg dan meubelair,dll)
4. Pekerja Bengkel mobil dan motor
5. Tukang cat semprot dengan pewarna chromium
6. Pekerja yang menggunakan semen
12

7. Teknisi fotografi
8. Pekerja laundry bagian cuci
9. Penggunaan tinta pada percetakan, dll
BAB III
KASUS

A. Kasus
Seorang pekerja bekerja di industry pembuatan pewarna chromium.
Pekerja tersebut terpajan oleh logam berat sehingga mengalami keracunan akut.
Kondisi pekerja tersebut mengalami reaksi alergi, kehilangan suara, dada
sesak/sesak nafas, wheezing, batuk, sakit kepala/pusing, bersin, kongesti paru,
dan terjadinya kerusakan ginjal.

B. Soal
1. Apakah diagnose yang terpajan logam berat pada kasus pekerja diatas?
a. Cadmium (Cd)
b. Chrom (Cr)
c. Cobal (Co)
d. Cuprum (Cu)
2. Melalui proses manakah logam berat masuk kedalam tubuh dari kasus diatas?
a. Kotak dengan kulit
b. Kontak dengan mata
c. Tertelan
d. Terhirup
3. Manakah tindakan pertolongan yang segera dilakukan pada kasus diatas?
a. Segera jauhkan dari pajanan dan Berikan N-acetylcysteine
b. Segera lepaskan pakaian dan cuci dengan cairan yang mengandung asam
askorbat
c. Segera cuci/ bilas dengan air yang banyak atau lautan garam normal
d. Diberikan susu dan Tidak boleh diberikan antasida atau bikarbonat

13
14

C. Kunci dan Pembahasan Soal


1. Soal Nomor 1 (satu)
Pada soal nomor 1 jawabannya (B. Chrom (Cr)) dikarenakan pekerja
pada kasus diatas bekerja di industry pembuatan pewarna chromium. industry
pembuatan pewarna chromium merupakan salah satu Pekerjaan Yang
Berisiko Terpajan Kromium (Cr).
2. Soal Nomor 2 (dua)
Pada soal nomor 2 jawabannya (D. Terhirup) dikarenakan pada kasus
diatas melaui proses terhirup yang dapat menyebabkan reaksi alergi,
kehilangan suara, dada sesak/sesak nafas, wheezing, batuk, sakit
kepala/pusing, bersin, kongesti paru, kerusakan ginjal.
3. Soal Nomor 3 (Tiga)
Pada soal nomor 3 jawabannya (A. Segera jauhkan dari pajanan dan
Berikan N-acetylcysteine) dikarenakan pekerja yang terpanjan chrom (Cr)
yang melalui proses terhirup maka tindakan pertolongannya adalah 1). Segera
jauhkan dari pajanan, monitoring apakah ada gangguan pada sistem
pernafasan, berikan oksigen dan jika diperlukan ventilasi buatan. 2). Berikan
N-acetylcysteine untuk mengurangi penyerapan cromium dari alveolus.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari subbab sebelumnya mapaka dapat di simpulkan sebagi berikut :
1. Chrom (kromium) adalah suatu logam putih keras yang relatif tidak stabil dan
mudah teroksidasi, dapat dipoles menjadi mengkilap. Kromium di
lingkungan dalam bentuk Cr, Cr3, Cr6
2. Nilai ambang batas (NAB) untuk Kromium (Cr) adalah logam krom dan
persenyawaan krom valensi III. (sebagai Cr) adalah 0,5 mg/m3 udara.
Logam krom untuk persenyawaan krom valensi yang larut dalam air (sebagai
Cr) adalah 0,05 mg/m3 udara. Logam krom untuk senyawa krom valensi VI
yang tidak larut dalam air 0,01 mg/m3 udara.
3. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif kromium akan bekerja sebagai
penghalang kerja enzim dalam proses fisiologi atau metabolisme tubuh,
sehingga rangkaian metabolisme terputus. Ion Cr6+ dalam proses
metabolisme tubuh akan menghambat kerja dari enzim benzopiren
hidroksilase, akibatnya terjadi perubahan dalam pertumbuhan sel, sehingga
sel-sel tumbuh secara liar atau dikenal dengan istilah kanker. Hal itulah yang
menjadi dasar dari penggolongan Cr ke dalam kelompok logam yang bersifat
karsinogenik.
4. Pekerjaan Yang Berisiko Terpajan Kromium (Cr) adalah Pekerja pembuatan
pewarna chromium, Pekerja penyamak kulit, Pekerja pelapis chromium
(perhiasan, velg dan meubelair,dll), Pekerja Bengkel mobil dan motor,
Tukang cat semprot dengan pewarna chromium, Pekerja yang menggunakan
semen, Teknisi fotografi, Pekerja laundry bagian cuci, Penggunaan tinta pada
percetakan, dll

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Endro.S, dan W. Oktiawan. 2009. Pengurangan Chrom (Cr) Dalam Limbah
Cair Industri Kulit Pada Proses Tannery Menggunakan Senyawa Alkali
Ca(Oh)2, Naoh Dan Nahco3 (Studi Kasus Pt. Trimulyo Kencana Mas
Semarang). Semarang : UNDIP
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Dan Olahraga. 2012. Seri Pedoman Tatalaksana
Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan Tentang Penyakit Akibat
Kerja Karena Pajanan Logam Berat.
Pratiwi, Devi Tataning. 2013. Skripsi: Penentuan Kadar Kromium Dalam Limbah
Industri Melalui Pemekatan Dengan Metode Kopresipitasi Menggunakan Cu-
Pirolidin Dithiokarbamat. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Semarang.
Slamet, Riyadi. S., dan Wahyu. D. 2003. Pengolahan Limbah Logam Berat
Chromium (Vi) Dengan Fotokatalis TiO2. MAKARA, TEKNOLOGI, VOL.
7, NO. 1
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di
udara tempat kerja. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Triatmojo, S., D.T.H. Sihombing, S. Djojowidagdo, T.R. Wiradarya. 2001. Biosorpsi
Reduksi Krom Limbah Penyamakan Kulit Dengan Biomassa Fusarium sp
Dan Aspergillus niger. Manusia dan Lingkungan, Vol VIII(2), 70-81. Pusat
Studi Lingkungan Hidup. Yogyakarta: UGM

Anda mungkin juga menyukai