Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA

PENETAPAN KESEGARAN SUSU

NAMA

: BAHRUN

NIM

: H311 14 305

KELOMPOK

: III (TIGA)

HARI/ TGL. PERCOBAAN : SELASA/ 12 APRIL 2016


ASISTEN

: DWI NICHE

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang
mengandung protein, lemak, mineral kalsium dan vitamin, serta mengandung
asam amino esensial yang lengkap. Susu berasal dari kambing ternak yang
dihasilkan dari proses pemerahan. Dewasa ini, permintaan susu kambing sudah
mulai meningkat dan dapat memenuhi kekurangan konsumsi susu sapi.
Komponen gizi susu sapi dan susu kambing tidak jauh berbeda. Sampai saat ini
susu kambing masih dikenal manfaatnya sebagai pengobatan penyakit karena
terdapat asam lemak yang berpengaruh positif terhadap kesehatan manusia
(Munadiyan dkk., 2013).
Susu mengandung beberapa komponen penting diantaranya protein, lemak
susu dan laktosa (karbohidrat susu). Dalam percobaan penentuan kesegaran susu
yang akan dikaji, berkaitan dengan protein susu dalam hal ini protein dalam
bentuk enzim (enzim Schardinger). Enzim ini merupakan salah satu enzim
oksidoreduktase yang terkandung dalam susu. Enzim ini berfungsi sebagai katalis
dalam

proses

oksidasi

aldehid

yang ada

dalam

formaldehid

menjadi

asam-asamnya. Enzim Schardinger ini biasanya dijadikan sebagai indikator untuk


kesegaran susu (Natsir, 2015).
Untuk mengetahui banyaknya enzim yang terdapat dalam susu maka
dilakukan dengan menambahkan metilen biru dan formaldehid ke dalam susu.
Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan enzim Schardinger dalam mengkatalis reaksi oksidasi

formaldehid, agar dapat diketahui seberapa banyak enzim Schardinger yang


terdapat dalam susu sehingga akan mudah ditentukan kesegaran susu tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah mempelajari dan mengetahui cara
penetapan kesegaran susu dengan menggunakan uji metilen biru sebagai
indikator.

1.2.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini antara lain:
1. Menentukan pengaruh pemanasan terhadap kesegaran susu.
2. Menentukan pengaruh penambahan formaldehid terhadap kesegaran susu.
3. Mengetahui reaksi yang terjadi didalam susu yang dibant oleh katalis enzim
Schardinger.

1.3 Prinsip Percobaan


Penetapan kesegaran susu berdasarkan enzim Schardinger yang terdapat
dalam susu yang mengkatalisis oksidasi formaldehid menjadi asam-asam dalam
suasana anaerob yang terlihat dari perubahan warna dari biru karena penambahan
metilen biru sehingga menjadi putih.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat percobaan ini adalah untuk mengetahui metode penetuan
kesegaran susu serta mengetahi pengaaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Schardinger.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu
Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun mudah
terkontaminasi oleh bakteri. Kontaminasi bakteri pada susu dimulai pada saat
proses pemerahan sampai konsumsi. Bakteri yang mengontaminasi susu
dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri
patogen meliputi Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella sp.,
sedangkan untuk bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp (Suwito, 2010).
Warna susu adalah putih kebiruan sampai kuning keemasan, warna susu
ini disebabkan oleh globula-globula lemak (putih), protein (putih), karoten
(kuning), riboplavin (kuning) dan juga pakan yang diberikan. Sedangkan rasa susu
yaitu agak manis dan agak asin yang disebabkan oleh kandungan laktosa serta
garam mineralnya (Sakinah, dkk., 2010). Warna susu dipengaruhi oleh komposisi
kimia dan sifat fisiknya, misalnya jumlah lemak, kekentalan susu, kandungan
darah dan jenis pakan yang diberikan. Warna susu juga dipengaruhi oleh
pertumbuhan mikroba atau kapang pembentuk pigmen pada permukaan susu atau
seluruh bagian susu. Warna susu juga dipengaruhi oleh partikel koloid.
Ditambahkan bahwa warna putih susu disebabkan oleh refleksi cahaya globula
lemak, kalsium kaseinat dan koloid fosfat (Mirdhayati dkk., 2008).
Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengan
kadar protein dalam susu segar 3,5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira
sama banyaknya dengan protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai

tolak ukur mutu susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar
proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus misalnya Jersey
dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %.
Kadar air susu sangat tinggi yaitu rata-rata 87,5 % dan di dalamnya teremulsi
berbagai zat gizi penting seperti protein, lemak, gula, vitamin dan mineral
(Koswara,2009).

2.2 Mutu Susu


Salah satu metode untuk mengetahui kesegaran susu adalah uji alkohol
dengan menggunakan alkohol 70 % dengan perbandingan 1:1. Jika hasil uji
alkohol negatif berarti susu masih segar dan dapat dilanjutkan pada tahap
pasteurisasi, tetapi jika hasil uji alkohol positif pasteurisasi tidak dapat
dilanjutkan, karena susu yang pecah akan menggumpal dengan proses pemanasan.
Secara organoleptik susu akan mengalami perubahan jika terdapat perbedaan
warna, rasa dan aroma dari susu yang normal. Umumnya perubahan tersebut
disebabkan oleh adanya aktifitas mikroorganisme dengan penyimpangan aroma
yang normal (Abubakar, dkk., 2001).
Kandungan bakteri di dalam susu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal antara lain ambing dan puting susu,
sedangkan faktor eksternal berupa kebersihan dari lingkungan sekitar. Secara
normal dalam saluran ambing sapi terdapat beberapa bakteri seperti Micrococcus,
Streptococcus dan Lactobacillus. Pada saat pemerahan susu, pengangkutan,
penyimpanan dan saat pengolahan susu dapat terkontaminasi oleh berbagai
macam mikroorganisme. Sumber kontaminasi susu tersebut berasal dari kotoran
dan urin sapi, peralatan untuk menampung atau menyimpan susu, kandang dan

berbagai insekta di lingkungan peternakan. Total Plate Count (TPC) merupakan


salah satu pemeriksaan mikrobiologi yang digunakan untuk melihat jumlah
mikroba secara keseluruhan dalam susu (Suwito dan Andriani, 2012).

2.3 Enzim Schardinger


Schardinger (1902) mengamati bahwa metilen biru akan tereduksi oleh
formaldehida dalam susu segar. Enzim yang bersangkutan dalam oksidasi
senyawa aldehida dikenal sebagai enzim Schardinger. Hopkins (1921)
menemukan bahwa ekstrak ragi tertentu dan jaringan hewan juga mereduksi
metilen biru ketika ketika ditambahkan ke dalam susu. Morgan et al. (1922)
mengidentifikasi substansi hypoxanthine dan menunjukkan bahwa efek oksidasi
oleh sistem mirip dengan yang ada di dalam jaringan (Booth, 1953). Lebih lanjut
Morgan menjelaskan bahwa susu mengandung enzim yang mampu pengoksidasi
xanthine dan hipoksantin bersamaan dengan reduksi O2 menjadi H2O2 dan enzim
ini disebut XO (Kostic, 2015). Data menunjukkan bahwa penambahan substrat
untuk enzim Schardinger susu dengan adanya ion iodida radioaktif menginduksi
pembentukan ikatan organik iodin radioaktif (Macy, 2016).

2.4 Formaldehid
Formaldehid merupakan bahan kimia yang mudah menguap atau
mempunyai titik didih yang rendah. Pada suhu di atas 80 C, jumlah molekul
formaldehid yang menguap semakin banyak dan molekul formaldehid yang
terlarut dalam campuran reaksi semakin menurun sehingga berdampak pada
menurunnya konversi reaksi (Budi dan Buchori 2013). Bahaya yang ditimbulkan
formaldehid adalah iritasi mukosa mata, hidung, tenggorokan, dan asma. Karena
formaldehid termasuk bahan kimia yang mudah bereaksi, bila dikombinasikan

dengan protein dapat menimbulkan alergi kulit. Penelitian EPA menunjukkkan


formaldehid bisa menyebabkansejenis kanker tenggorokan (Ide, 2007).

2.5 Metilen Biru


Metilen biru adalah indikator yang digunakan untuk mendeteksi reaksi
reduksi dan oksidasi. Metilen biru akan berwarna biru ketika mengalami reaksi
oksidasi dan tidak berwarna ketika mengalami reaksi reduksi (Skoog, 2014).
Dalam industri tekstil metilen biru merupakan merupakan salah satu zat warna
asam yang sering digunakan. Zat warna metilen biru merupakan zat warna dasar
yang penting dalam proses pewarnaan pada industri tekstil. Penggunaan metilen
biru sangat berbahaya jika mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Dampak
yang terjadi dapat berupa iritasi pada kulit, mata, saluran pencernaan dan bahaya
kanker hati (Wijayanto, 2013).
+

N
(CH 3) 2N

N(CH 3 ) 2

Gambar 1. Struktur Metilen Biru (Riapanitra, dkk., 2009)


Metilen biru dan asam askorbat (reduktor) dapat digunakan untuk
mengobati

penyakit methemoglobinemia ringan karena kekurangan enzim.

Sementara itu, penyakit methemoglobinemia akut (karena menelan bahan kimia)


harus diperlakukan dengan injeksi intravena metilen biru (Murray, dkk., 2000).
Pemberian metilen biru yang terus-menerus dan lama dapat menimbulkan
penyakit anemia. Metilen biru bermanfaat untuk pengobatan methemoglobinemia
idiopatik dengan dosis 300 gram/hari oral dan pemberian vitamin C dosis tinggi
(Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2004).

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan


Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah susu, larutan
metilen biru 0,02 %, larutan formaldehid 0,5 %, vaselin, akuades, tissue roll,
sabun cair, dan kertas label.

3.2 Alat Percobaan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung thunberg, rak
tabung, pipet tetes, penangas air, gegep, gelas kimia, labu semprot dan inkubator.

3.3 Prosedur Percobaan


Tiga buah tabung thunberg disiapkan dan diisi dengan 5 mL susu pada
setiap tabung kemudian tabung pertama dipanaskan dalam penangas air dan
didihkan selama 1 menit. Selanjutnya sebanyak 7 tetes metilen biru 0,02 %
ditambahkan pada setiap tabung. Sebanyak 1 mL larutan formaldehid 0,5 %
dipipet ke bagian dalam tutup tabung thunberg pada tabung pertama dan kedua,
sedangkan pada tabung ketiga dipipet 1 mL akuades. Lalu dinding tutup tabung
diolesi dengan vaselin lalu ditempatkan pada tempatnya sehingga lubang pada
tutup tersebut tepat pada pipa samping. Setelah itu, ketiga tabung divakumkan.
Ketiga tabung ditempatkan dalam oven dengan suhu 40 C selama 5 menit.
Kemudian isi tabung dengan isi yang berada dalam tutup dicampurkan, lalu
pemanasan diteruskan dalam oven dan dilakukan pengamatan setiap interval 5
menit selama 30 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembahasan


Tabel 1. Data Hasil Pengamatan
Waktu
(menit)

Warna

Tabung I
++++

Tabung II
++++

Tabung III
+++++

10

++++

+++

+++

15

++++

++

++

20

++++

++

++

25

++++

30

++++

Keterangan :
+++++

: biru pekat

++

: putih kebiruan

++++

: biru

: putih

+++

: biru keputihan

4.2 Reaksi
Reduksi :
(H3C)2N

N(CH3)2

+ NH4

2H

4 e-

N
H3 C

CH3
N

H3C

NH2 + H2N

N
CH3

H2 S

Oksidasi :
O
H

+ H2O

(CH3)2N

O
2H

OH

S+

+ H+

+ 4 e-

N(CH3)2
+ NH4+

H + H2O +
N

O
H

CH3

H3C
H

OH +
H3C

H2N + H2N

+ H2S

H
CH3

4.3 Pembahasan
Pada percobaan penetapan kesegaran susu, yang diamati adalah aktivitas
enzim Schardinger dalam susu yang mengkatalisis oksidasi aldehid menjadi asam,
dengan melihat perubahan warna dari ketiga tabung yaitu dari warna biru menjadi
putih, dalam interval waktu 5 menit. Reduksi pada percobaan ini berlangsung
secara anaerob dengan cara divakumkan dengan akseptor hidrogen yang sesuai
(metilen biru). Enzim Schardinger merupakan enzim yang termasuk golongan
enzim oksidase. Enzim Schardinger ini dikenal pula sebagai enzim xantin
oksidase karena dapat mengoksidasi xantin. Uji metilen biru didasarkan pada
kemampuan bakteri dalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang
terlarut sehingga menurunkan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut. Akibatnya
metilen biru yang ditambahkan akan tereduksi menjadi warna putih yang
sebelumnya berwarna biru.
Sebanyak 3 buah tabung thunberg disiapkan dan masing-masing diisi
dengan 5 mL susu segar. Tabung I diisi dengan susu yang kemudian dipanaskan
dengan tujuan untuk merusak enzim yang terdapat dalam susu tersebut kemudian
ditambahkan metilen biru sehingga terjadi perubahan dari warna putih menjadi

biru. Penambahan metilen biru sebagai akseptor hidrogen yang mana dalam susu
akan berubah jadi putih bila tereduksi oleh enzim dalam susu tersebut.
Pada tabung I dan II ditambahkan formaldehid netral dengan tujuan untuk
memberikan zat yang teroksidasi (substrat) oleh enzim yang terdapat dalam susu
tersebut. Formaldehid yang berfungsi sebagai substrat memberikan gugus aldehid
yang dapat dioksidasi oleh enzim Schardinger. Pada tabung II dan III setelah
ditambahkan Mb 0,02 % terjadi perubahan warna dari putih menjadi biru muda.
Pada tabung III ditambahkan akuades yang bertujuan sebagai pembanding
terhadap tabung I dan tabung II yang ditambahkan formaldehid berupa
perbandingan kecepatan reaksi saat enzim Schardinger bekerja tanpa substrat dan
bekerja dengan menggunakan substrat (formaldehid). Setelah itu dinding tutup
tabung dioleskan dengan vaselin agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam
tabung dan mempermudah jika dibuka. Setelah itu ketiga tabung dimasukkan
dalam air es dan kemudian divakumkan. Saat divakumkan tutup dari tabung
diputar agar udara tidak masuk lagi dan supaya enzim Schardinger dapat aktif.
Pemvakuman dilakukan pada air es agar proses pemvakuman berlangsung dengan
baik. Pemvakuman dilakukan untuk menghilangkan udara di dalam tabung
sehingga tidak ada lagi oksigen di dalamnya yang dapat menumbuhkan bakteri
yang dapat mempengaruhi reaksi dan menonaktifkan kerja enzim tanpa merusak
srtuktur kimianya. Selain itu reaksi oksidasi hanya dapat berlangsung dalam
keadaan anaerob. Setelah itu dipanaskan dalam inkubator 40 C selama 30 menit
dengan selang waktu 5 menit yang sebelumnya isi tutup tabung telah dicampur ke
dalam tabung, dikocok hingga homogen.
Berdasarkan percobaan dapat dilihat bahwa tabung I tidak mengalami
perubahan warna hal ini menandakan bahwa enzim Schardinger tidak bekerja

daalam substrat tersebut. Hal tetrsebut sesuai dengan teori bahwa susu yang telah
dipanaskan akan merusak enzim Schardinger dalam susu tersebut. Sementara itu,
pada tabung II dan III mengalami perubahan warna dari biru muda menjadi putih
kebiruan hal ini disebabkan oleh aktivitas enzim Schardinger yang mengoksidasi
substrat formaldehid menjadi asam.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa:
1. Pemanasan yang tinggi dapat merusak enzim yang terdapat dalam susu.
2. Enzim pada susu dapat mengkatalisis oksidasi formaldehid dengan berubahnya
warna pada metilen biru dari biru menjadi putih.

5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium, kebersihannya harus tetap dijaga dan fasilitas
harus tetap diutamakan agar memudahkan praktikan dalam melaksanakan
praktikum.

5.2.2 Saran untuk Percobaan


Saran saya untuk percobaan agar sampel susu yang digunakan dapat
digunakan sampel lain sebagai pembanding seperti sampel susu dalam kemasan.

5.2.3 Saran untuk Asisten


Saran saya untuk asisten agar mempertahankan kinerjanya yang telah
memberikan pengarahan yang jelas pada praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyanti, Sunarlim, R., Setiyanto, A., dan Nurjannah, 2001, Pengaruh
Suhu dan Waktu Pasteurisasi Terhadap Mutu Susu Selama Penyimpanan,
Jurnal Ilmu Ternak, 6 (1): 45-50.
Booth, V. H., 1953, The Identity of Xanthine Oxidase and the Schardinger
Enzyme, Cambridge.
Budi, F. S., dan Buchori, L., 2013, Optimasi Proses Polimerisasi CNSL dengan
Formaldehid untuk Aplikasi Coating Furniture, Jurnal Ilmu Lingkungan,
1(11): 10-15.
Ide, P., 2007, Inner Healing In the Office, PT Alex Media Komputindo, Jakarta.
Kostic, D. A., Dimitrijevic, D. S., Stojanovic, G. S., Palic, I. R., Dordevic, A. S.,
dan Ickovski, J. D., 2015, Xanthine Oxidase: Isolation, Assays of Activity,
and Inhibition, Journal of Chemistry, 1-8.
Koswara, S., 2009, Teknologi Pengolahan Susu, eBookPangan.com.
Macy, J., 2016, The Schardinger Enzyme In Biological Iodinations, www.jbc.org.
Munadiyan, I., Soediarto, P., dan Indradji, M., 2013, Kajian Jumlah Bakteri,
Kadar Asam Laktat, dan Daya Tahan Susu Kambing Sapera di
Cilacap dan Bogor, Jurnal Ilmiah Peternakan, 1(3): 1030-1036.
Murray, R. K., Grancer, D. K., Mayes, P. A., dan Rodwell, V. W., 2000, Harpers
Illustrated Biochemistry Twenty Sixth Edition, McGraw-Hill, New York.
Sakinah, S. E., Dwiyanti, G., dan Darsati, S., 2010, Pengaruh Penambahan Asam
Dokosaheksaenoat (DHA) terhadap Ketahanan Susu Pasteurisasi, Jurnal
Sains dan Teknologi Kimia, 2 (1): 170-176.
Skoog, D. A., West, D. M., Holller, F. J., dan Crouch, S. R., 2014, Fundamentals
of Analytical Chemistry Ninth Edition, Cengage Learning, United States of
America.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2004, Kumpulan Kuliah Farmakologi,
EGC, Jakarta.
Suwito, W., 2010, Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya, Jurnal Litbang Pertanian,
29(3): 96-100.
Wijayanto A. T., 2013, Fotodegradasi Metilen Biru Menggunakan Komposit
TiO2-SiO2, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Lampiran 1. Bagan Kerja

5 mL susu
-

5 mL susu
- Ditambahkan
beberapa
tetes
Mb 0,02 %
- Diisi
1
mL
formaldehid
0,5% pada tutup
tabung

Dipanaskan
Selama 1 menit
Ditambahkan
beberapa
tetes
tetes Mb 0,02 %
Diisi
1
mL
formaldehid
0,5% pada tutup
tabung

Data

5 mL susu
- Ditambahkan
beberapa tetes
Mb 0,02 %
- Diisi
1
mL
akuades
pada
tutup tabung

Diolesi vaselin pada dinding tutup tabung.


Divakumkan.
Diletakkan pada inkubator 40C selama 5
menit.
Dicampurkan isi dalam tutup tabung
dengan isi dalam tabung.
Dipanaskan kembali.
Diamati perubahan yang terjadi setiap 5
menit selama 30 menit.

Lampiran 2. Gambar Hasil Percobaan

Gambar 2. Proses Pemanasan Sampel


Susu

Gambar 4. Setelah 5 Menit


Pemanasan

Gambar 3. Setelah Penambahan


Metilen Biru

Gambar 5. Setelah 10 Menit


Pemanasan

Gambar 6. Setelah 15 Menit


Pemanasan

Gambar 7. Setelah 20 Menit


Pemanasan

Gambar 8. Setelah 25 Menit


Pemanasan

Gambar 9. Setelah 30 Menit


Pemanasan

Anda mungkin juga menyukai