Anda di halaman 1dari 19

Taksonomi Media Pembelajaran

2.1. Pengertian Taksonomi

Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk
mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang
lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.

Adapun taksonomi dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan


tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa
kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku
yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap
tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun
1956, sehingga sering pula disebut sebagai “Taksonomi Bloom”.

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran atau perantara tertentu, ke penerima
pesan. Di dalam proses belajar mengajar pesan tersebut berupa materi ajar yang disampaikan
oleh dosen/guru, sedang saluran atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan
pesan/materi ajar adalah media pembelajaran atau disebut juga sebagai media instruksional.
Fungsi media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah untuk : (1) memperjelas
penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan
daya indera, (3) menghilangkan sikap pasif pada subjek belajar, (4) membangkitkan motivasi
pada subjek belajar. Untuk mendapatkan gambaran yang agak rinci tentang macam-macam
media pembelajaran, perlu diadakan pembahasan seperlunya tentang taksonomi media
pembelajaran.

1. Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan.
Taksonomi ini pertama kali disoleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain dan setiap domain
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hierarkinya. Taksonomi ini bertujuan untuk mengklasifikasikan materi atau tujuan
dari pendidikan. Misalnya tujuan pendidikan antara peserta didik di SMA, SMK,
antara SD dengan Secara garis besar, tujuan pendidikan dibagi dalam 3 domain
yang masing-masing domain mempunyai sub-tujuan sendiri-sendiri. 3 domain
dalam tujuan pendidikan tersebut adalah:

1.1.       Domain Kognitif
Domain kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual
seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir

1.2.       Domain Afektif

Domain afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap,
apresiasi dan adaptasi

1.3.       Domain Psikomotorik

Domain psikomotorik berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek


keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, olahraga.

2. Sub-Kategori Domain Kognitif

Sumber Gambar: https://juliaec.wordpress.com

Pada domain kognitif, terdapat sub-kategori sebanyak 6 sub-kategori yaitu:

2.1.       Pengetahuan

Pengetahuan adalah level pertama dari domain kognitif ini. Pada level ini peserta
didik hanya dituntut untuk mampu melakukan recall  saja. Contoh pada level ini
adalah mengingat rumus, mengetahui pengetahuan-pengetahuan dasar saja tanpa
ada tuntutan untuk tahu bagaimana menggunakan pengetahuan-pengetahuan
tersebut.
 2.2.       Pemahaman

Pada sub-kategori pemahaman, peserta didik telah dapat mengerti atau memahami
sesuatu yang telah diketahui. Misalkan peserta didik telah tahu bahwa rumus arus
listrik adalah tegangan dibagi dengan hambatan. Pada level pemahaman, peserta
didik dapat menjelaskan lebih rinci kenapa untuk mencari arus itu harus dengan
membagi tegangan pada hambatan.

2.3.       Aplikasi

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang telah


dipelajari pada sutasi yang berbeda. Misalkan peserta didik telah mengetahui
bahwa untuk mencari arus adalah dengan membagi tegangan pada hambatan,
maka pada level aplikasi ini peserta didik mampu untuk mengaplikasikan
pengetahuan ini ke dalam rancangan nyata.

2.4.       Analisis

Pada level analisis, peserta didik mampu untuk merinci atau menguraikan suatu
bahan menjadi bagian yang lebih mendetail dan mampu memahami bagian-bagian
detail tersebut.

2.5.       Sintesis

Sintesis adalah pemaduan antar pengetahuan-pengetahuan yang terpecah-pecah


menjadi satu kesatuan utuh. Misalkan ada pengetahuan A yang di dalamnya terdiri
pengetahuan B dan C. Pendidik memberikan informasi tentang pengetahuan B dan
C. Peserta didik memadukan sendiri pengetahuan B dan C tersebut supaya peserta
didik mengetahui sendiri bahwa pengetahuan B dan C tersebut jika dipadukan
menjadi pengetahuan A.

2.6.       Evaluasi

Pada tahap evaluasi, peserta didik mampu menentukan pengetahuan mana yang
akan digunakan pada situasi-situasi tertentu.
3. Sub-Kategori Domain Afektif

Untuk domain afektif, Bloom menyusun sub-kategori domain afektif ini bersama
dengan David Krathwol. Domain afektif seperti yang dijelaskan pada poin 1.2,
adalah domain yang menekankan pada aspek perasaan dan emosi. Pada domain
afektif ini terdapat 5 sub-kategori yaitu:

3.1.       Penerimaan

Penerimaan adalah kepekaan peserta didik dalam menerima rangsangan atau


stimulus dari luar. Penerimaan juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau objek. Pada tahap ini, peserta didik dibina
agar peserta didik tersebut dapat menerima nilai-nilai yang diberikan oleh
pendidik. Nilai-nilai tersebut bisa berupa nilai-nilai agama, nilai-nilai moral dan
sejenisnya.

3.2.       Tanggapan

Tanggapan ini mempunyai arti “adanya partisipasi aktif” dari peserta didik.
Kemampuan menanggapi adalah kemampuan dari peserta didik untuk ikut aktif
dalam pembahasan fenomena-fenomena tertentu yang sedang diutarakan oleh
pendidik.

3.3.       Penghargaan

Menilai atau menghargai artinya adalah peserta didik tersebut telah mempunyai
kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai yang diajarkan kepada peserta didik
tersebut. Peserta didik tidak akan langsung menerima nilai-nilai yang diajarkan
kepada peserta didik tersebut. Jika nilai tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai
atau kaidah yang sesuai, maka peserta didik tersebut akan mampu mengatakan
“tidak” kepada nilai-nilai yang tidak sesuai tersebut.

3.4.       Pengorganisasian

Pada poin 3.4 ini, peserta didik telah mempunyai kemampuan untuk
mengorganisasikan atau mempertemukan perbedaan nilai-nilai, sehingga
terbentuk nilai baru yang bersifat universal, yang membawa kebaikan secara
umum dalam perbedaan-perbedaan yang ada. Pengorganisasian ini di dalamnya
juga termasuk hubungan antara nilai satu dengan nilai yang lainnya serta urutan
atau prioritas dari suatu nilai.

3.5.       Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai

Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai ini lebih mengacu pada karakter seseorang.


Kategori ini berhubungan dengan keteraturan pribadi, sosial, dan emosi.
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dijelaskan dari poin 3.1-3.4 akan
mempengaruhi kepribadian dan pola tingkah laku peserta didik tersebut. Pada
poin 3.5 ini, peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengatur seluruh
tingkah laku peserta didik tersebut untuk jangka waktu yang lama sehingga
peserta didik tersebut mempunyai karakter tersendiri yang pasti berbeda antara
peserta didik satu dengan peserta didik yang lain.

4. Sub-Kategori Domain Psikomotorik

Seperti yang dijelaskan pada poin 1.3, ranah psikomotorik ini adalah ranah yang
menekankan pada kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia. Sub-
Kategori domain psikomotorik ini tidak dibuat oleh Bloom, melainkan oleh
Simpson, tetapi masih merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Bloom. Sub-
Kategori domain psikomotorik ini terdapat 7 bagian yaitu:

4.1.       Persepsi

Persepsi ini mempunyai arti penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan
dalam suatu pergerakan. Misalkan pada kegiatan menyolder, jika hasil solderan
belum terlalu bagus (bagus tidaknya solderan ditentukan oleh indera penglihatan)
maka akan diperbagus lagi.

4.2.       Kesiapan

Kesiapan dalam kategori ini termasuk dalam kesiapan mental dan fisik dalam
melakukan sesuatu. Kesiapan ini akan menentukan bagaimana penggunaan
indera-indera yang terkait. Misalakan peserta didik yang sedang sakit, melakukan
kegiatan menyolder, maka mungkin hasil dari solderan tersebut tidak terlalu bagus
karena tangan peserta didik tersebut gemetar karena kesiapan fisik yang kurang.
Atau bisa juga menyolder dalam keadaan tergesa-gesa, hasil solderan tersebut
juga tidak akan baik karena persiapan mental yang kurang.
4.3.       Respon Terpimpin

Respon terpimpin ini merupakan tahap awal dalam mempelajari suatu


keterampilan yang kompleks. Coba-coba dan peniruan termasuk dalam kategori
ini.

4.4.       Mekanisme

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga mempunyai suatu


keterampilan tertentu. Masih dengan contoh menyolder, solderan yang baik
biasanya adalah solderan peserta didik yang mempunyai jam terbang menyolder
yang tinggi.

4.5.       Respon Tampak Yang Kompleks

Respon tampak yang kompleks ini berarti bahwa peserta didik telah mampu untuk
melaksanakan suatu keterampilan yang menyeluruh dengan tepat, lancar dan
efisien.

4.6.       Penyesuaian

Penyesuaian ini adalah kemampuan peserta didik dalam menentukan


keterampilannya pada situasi-situasi yang berbeda. Misalkan peserta didik telah
dapat melakukan kegiatan menyolder dengan cepat dan hasilnya bagus. Lalu
peserta didik tersebut ditugaskan untuk mengajari teman peserta didik tersebut
yang kurang bisa menyolder. Maka peserta didik yang telah mahir tersebut telah
bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada. Walaupun bisa
menyolder secara cepat, peserta didik yang telah mahir tersebut akan melakukan
gerakan menyolder secara pelan-pelan agar peserta didik yang lain dapat meniru
peserta didik yang telah mahir tesebut.

4.7.       Penciptaan

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan kondisi tertentu. Misalkan
dalam contoh menyolder, ketika yang disolder merupakan benda yang kurang
teratur, maka gerakan menyolder peserta didik tersebut akan berbeda dari gerakan
menyolder suatu benda yang teratur.

5. Prioritas Antar Masing-Masing Domain

Masing-masing domain yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain


psikomotorik mempunyai prioritas-prioritas tertentu. Dulu, proses pembelajaran
ditekankan kepada domain kognitif. Tapi sekarang ranah pembelajaran harus
ditekankan pada domain afektif terlebih dahulu. Domain afektif ini harus
diutamakan daripada yang lain karena dari domain afektif inilah karakter
peserta didik dalam domain kognitif dan psikomotirik ditentukan.

Contoh peserta didik yang mahir di domain kognitif, jika tidak mendapat asupan
domain afektif yang benar, maka peserta didik tersebut bisa saja berjalan ke arah
yang salah. Dengan kemampuan kognitif yang dimiliki tanpa afektif yang
memadai, peserta didik tersebut bisa saja menjadi penipu di kemudian hari karena
kepandaian berhitung yang dimiliki misalnya. Demikian juga pada domain
psikomotorik. Dengan bekal keterampilan yang dimiliki, tanpa domain afektif
maka peserta didik tersebut bisa saja menjadi pencopet ulung di kemudian hari
karena kecekatan atau keterampilan tangan yang dimiliki oleh peserta didik
tersebut.

Sumber : http://evaaprilian27.blogspot.com/2014/01/v-
behaviorurldefaultvmlo_16.html

2.2. Taksonomi Media Pembelajaran Menurut Ahli

a. Taksonomi Media Menurut Edling (Berdasarkan Rangsangan Belajar)Banyak


taksonomi dengan berbagai pendekatan dibuat oleh para ahli media, diantaranya Edling yang
dalam usahanya ini beranggapan bahwa siswa, rangsangan belajar dan tanggapan merupkan
variable kegiatan belajar dengan media. Ia berpandangan bahwa pendekatan menurut model
Guilford dan Bloom cukup memadai untuk mengklasifikasikan dimensi siswa dan tanggapan,
karena itu ia dalam usahanya hanya memusatkan pada variable rangsangan saja.

Menurut Edling media merupakan bagian dari unsur-unsur rangsangan belajar, yaitu
dua unsur untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subjek audio, dan kodifikasi objek
visual, dua unsur pengalaman belajar tiga dimensi, meliputi: pengalaman langsung dengan
orang, dan pengalaman langsung dengan benda-benda Dipandang dari banyaknya isyarat
yang diperlukan, pengalaman subjektif, objektif, dan langsung menurut Edling merupakan
suatu kontinum kesinambungan pengalaman belajar yang dapat disejajarkan dengan kerucut
pengalaman menurut Edgar Dale.
b. Taksonomi lainnya dilakukan oleg Gagne , yakni seperti tampak pada gambar
berikut:

MEDIA

Film
Gamb Gamb Mesin
Demonstr Penyampa Media Denga
Fungsi ar ar Pembelaja
asi ian Lisan Cetak n
Diam Gerak ran
Suara

Terbat
Stimulus Ya Terbatas Ya Ya Ya Ya
as

Pengarah
an
Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya
perhatian/
kegiatan

Kemamp
uan
terbatas Terbat Terbat
Terbatas Ya Ya Ya Ya
yang as as
diharapka
n

Isyarat Terbat Terbat


Terbatas Ya Ya Ya Ya
eksternal as as

Tuntutan
cara Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya
berpikir

Alih
Terbat Terbat Terbat Terbat
kemampu Terbatas Ya Terbatas
as as as as
an

Penilaian
Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya
hasil

Umpan Terbat
Terbatas Ya Ya Tidak Ya Ya
balik as
(R.M Gagne, The Condition of Learning, 1965)

Tanpa menyebutkan jenis dari masing-masing medianya, Gagne membuat 7 macam


pengelompokan media, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak,
gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media ini
kemudian dikaitkannya dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut tingkatkan hirarki
belajar yang dikembangkannya contoh perilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun
cara berpikir, memasukan alih ilmu, menilai prestasi dan pemberi umpan balik.

c. Taksonomi Media Menurut Duncan (Menurut Hirarki Pemanfaatan Untuk


Pendidikan) Duncan menyusun taksonomi media menurut hirarki pemanfaatannya untuk
pendidikan.

Dalam hal ini hirarki disusun menurut tingkat kerumitan perangkat media. Semakin
rumit jenis perangkat media yang dipakai, semakin mahal biaya investasinya, semakin sulit
pengadaanya, tetapi juga semakin umum penggunaannya dan semakin luas lingkup
sasarannya. Sebaliknya, semakin sederhana perangkat media yang digunakan biayanya akan
lebih murah pengadaannya lebih mudah, sifat penggunaannya lebih khusus dan lingkup
sasarannya lebih terbatas. Jadi, pada dasarnya hirarki duncan disusun menurut tingkat
kerumitan perangkat media yang dipergunakan.

d. Taksonomi Menurut Rudy Bretz (Indra yang Terlibat)

Berikutnya adalah menurut Rudy Bretz, dalam usahanya ini ia mencoba membagi
media berdasarkan indera yang terlibat, sehingga ia memilih tiga unsur pokok sebagai dasar
dari setiap media, yaitu suara, visual, dan gerak. Unsur suara adalah unsur yang melibatkan
indera pendengaran dan visual adalah unsur yang melibatkan indera penglihatan. Bentuk
visual dibaginya menjadi gambar, garis (line graphic) dan simbol verbal yang dapat
ditangkap oleh indera penglihatan. Namun, pada “unsur gerak” tampaknya Brezt tidak
mendasarkan “gerak” pada keterlibatan indera tetapi kepada alat-alat yang mendukung media
bersangkutan.

Pada klasifikasinya tesebut, ia juga membedakan antara media siar


(telecommunication) dengan media rekam (Recording) sehingga terdapat 8 klasifikasi media,
yakni: media audiovisual gerak, audiovisual diam, audio seni gerak, visual gerak, visual
diam, semi gerak, audio, dan media cetak seperti tampak dalam gambar berikut:

MEDI S G G S G MEDIA
A U- AM- ARIS IM- E-
TRANSMISI ARA BAR BOL RAK
REKAMA
N

AUDIO VISUAL GERAK

ü ü ü ü ü Film/Suara

Televi Pita Video,


ü ü ü ü ü
si (TV) Film TV

ü ü ü ü ü Holografi

Gamb
ü ü ü ü ü
ar/Suara

AUDIO VISUAL DIAM

Slow-
Scan TV
ü ü ü ü TV Diam
Time-
Shared TV

Film
ü ü ü ü
Rangkai/Suara

Film
ü ü ü ü
Bingkai/Suara

Halaman/S
ü ü ü ü
uara

Buku
ü ü ü ü
Dengan Audio

AUDIO SEMI GERAK

Tulisa Rekaman
ü ü ü ü
n Jauh Tulisan Jauh

Audio
ü ü ü ü
Pointer
VISUAL GERAK

ü ü ü ü Film Bisu

VISUAL DIAM

Halaman
ü ü ü
Cetak

Film
ü ü ü
Rangkai

Seri
ü ü ü
Gambar

ü ü ü Microform

Arsip
ü ü ü
Video

SEMI GERAK

Teleau
ü ü ü
tograph

AUDIO

Cakram
Telepo (piringan) Audio
ü
n Radio
Pita Audio

CETAK

Teleti Pia
ü
p Berlubang

Dalam buku ini, jenis-jenis media akan didasarkan pada indera yang terlibat seperti
yang telah dilakukan Rudy Brezt, dengan memberikan pengembangan. Klasifikasi media
berdasarkan indera ini lebih disebabkan pada pemahaman bahwa pancaindera merupakan
pintu gerbang ilmu pengetahuan (five sense are the golden gate of knowledge) (Aminuddin
Rasyad, 2003, h. 116).

Bila dilihat dari intensitasnya, maka indera yang paling banyak membantu manusia
dalam perolehan pengetahuan dan pengalaman adalah indera pendengaran dan indera
penglihatan. Kedua inderawi ini adakalanya bekerja sendiri-sendiri dan adakalanya bekerja
bersama-sama. Media pembelajaran yang melibatkan indera pendengaran (telinga) saja kita
sebut sebagai media audio; media yang melibatkan indera penglihatan (mata) saja kita sebut
sebagai media visual;  dan media yang melibatkan keduanya dalam satu proses pembelajaran
kita sebut sebagai media audio visual. Kemudian, bila dalam proses pembelajaran tersebut
melibatkan banyak indera dalam arti tidak hanya telinga dan mata saja maka yang demikan
itu kita namakan sebagai multimedia.

Dengan demikian, media dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 4


kelompok besar, yakni sebagai audio media visual, media audio visual dan multimedia
sebagaimana terlihat dalam gambar berikut:

I Si Peny P
ndera Na fat Program alur eralatan
yang ma Media Pe (Software) (Had proyeks
Terlibat san ware) i

P M A Program Radi
en- edia udio Radio o
dengara Audio verbal
n dan -    Siaran
nonverbal langsung

-    Siaran
tunda (rekam)

Program Alat-
Audio alat Rekam:

Rekam: -    P
honograph
-    Sajian (Gramaphon
bahan diskusi e)
-    Entertai -    A
n (musik) udio Tape:
-    Narasi ·  Op
-    Dongen en reel tapes
g
-    Darama (rell-to-reel)
, Poetry
·  Cas
-    Pengem sete tapes
b. Kosakata
-    C
-    Belajar ompact Disc
konsep

-    Model
(meniru suara,
Nada, dll.)

-    dan
lain-lain.

P M Vi Tulisan Buku O
engliha- edia sual- Verbal paque
tan Visual Verbal Majal Projecto
ah r
Sketsa, Kora
Vi lukisan, photo, n
sual grafik, diagram,
Nonverba bagan, peta Poste
l grafis r

Mod
ul

Komi
k

Atlas

Papa
n Visual

Trans O
parasi HP

komp D
uter igital
Projecto
r

Vi Model Make
sual t (miniatur)
Nonver-
bal- Tiga Mock
Dimensi Up (alat
tiruan)

Speci
men (barang
contoh)

Diora
ma

P M V Program Film F
en- edia erbal dan audio visual: 8 mm, 16 ilm
dengara Audio Nonverba mm, 35 mm Projecto
n dan Visual l, -     Film r
Pengliha terdengar Dokumenter
Vide D
-tan dan -     Docud o: igital
terlihat okumenter Projecto
Pita r
-     Film Magnetik
Drama
Vide
-     dan o Disc
lain-lain
Chips
Memory

Telev
isi

M M Pe Komputer
ultiin- ultimedia nga-
dera laman
langsung Pengalaman Berbuat:
Lingkungan nyata dan
karyawisata

Pengalaman Terlibat:
Permainan dan Simulasi, Bermain
Peran dan Forum Teater
Media audio  adalah media yang hanya melibatkan indera pendengaran dan hanya
mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari sifat pesan yang diterimanya
media audio ini menerima pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal audio yakni bahasa lisan
atau kata-kata, dan pesan nonverbal audio adalah seprti bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti
gerutuan, gumam, musik, dan lain-lain.

Jenis-jenis media yang termasuk media ini adalah program radio dan program media
rekam (software), yang disalurkan melalui hadware seperti radio dan alat-alat perekam
seperti phonograph record(disc recording),  audio tape (tape recorder) yang menggunakan
pita magnetik (cassete), dan compact disc. Program radio sangat sesuai untuk sasaran dalam
jangkauan yang luas; dan dalam dunia pendidikan ia telah digunakan untuk pendidikan jarak
jauh. Sedangkan program media rekam sangat mungkin untuk sasaran da;alam jangkauan
terbatas, seperti dalam proses pembelajaran di kelas kecil maupun di kelas besar (ruang
audiotorium).

Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera penglihatan. Termasuk


dalam jenis media ini adalah media cetak verbal, media cetak grafis, dan media visual non-
cetak. Pertama, media visual verbal, adalah media visual yang memuat pesan-pesan verbal
(pesan linguistik berbentuk tulisan). Kedua, media nonverbal grafisadalah media visual yang
memuat  pesan nonverbal yakni berupa simbol-simbol visual atau unsur-unsur grafis, seperti
gambar (sketsa, lukisan, dan photo), grafik, diagram, bagan, dan peta. Ketiga, media visual
nonverbal tiga dimensi adalah media visual yang memiliki tiga dimensi, berupa model,
seperti miniatur, mock up, specimen, dan diorama.

Jenis media visual yang pertama dan kedua bisa dibuat dalam bentuk media cetak
seperti buku, majalah, koran, modul, komik, poster dan atlas; bisa juga dibuat di atas papan
visual seperti papan tulis dan papan pamer (display board); dan bisa dibuat dalam bentuk
tayangan, yakni melalui projectable aids atau alat-alat yang mampu memproyeksikan pesan-
pesan visual, seperti apaque projector, OHP (overhead projector), digital projector (biasa
disebut sebagai LCD atau Infocus).

Media audio visual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan indera
penglihatan sekaligus dalam suatu proses. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media
dapat berupa pesan verbal dan nonverbal yang terlihat layaknya media visual juga pesan
verbal dan nonverbal yang terdengar layaknya media audio di atas. Pesan visual yang
terdengar dan terlihat itu dapat disajikan melalui program audio visual seperti film
documenter, film docudokumenter, film drama, dan lain-lain. Semua program tersebut dapat
disalurkan melalui peralatan seperti film, video, dan juga televise dan dapat disambungkan
pada alat proyeksi (projectable aids).

Terakhir, multimedia yakni media yang melibatkan berbagai indera dalam proses


pembelajaran. Termasuk dalam media ini adalah segala sesuatu yang memberikan
pengalaman secara langsung bisa melalui computer dan internet, bisa juga melalui
pengalaman berbuat dan pengalaman terlibat. Termasuk dalam pengalam berbuat adalah
lingkungan nyata dan karyawisata; sedangkan termasuk dalam pengalaman terlibat adalah
permainan dan simulasi, bermain peran dan forum teater.    
Sumber : http://evaaprilian27.blogspot.com/2014/01/v-
behaviorurldefaultvmlo_16.html

2.3. Pengelompokan Berdasarkan Ciri Fisik

Jenis Media Menurut Briggs

Briggs mengidentifikasi 13 macam media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar,
yaitu :

1.   Obyek

2.    Model

3.   Suara langsung

4.    Rekaman audio

5.   Media cetak

6.   Pembelajaran terprogram

7.   Papan tulis

8.   Media transparansi

Karakteristik Media Pembelajaran

Sesuai dengan klasifikasinya, maka setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik


sendiri-sendiri. Karakteristik tersebut dapat dilihat menurut kemampuan media pembelajaran
untuk membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan,
maupun  penciuman. Dari karakteristik ini, untuk memilih suatu media pembelajaran yang
akan digunakan oleh seorang guru pada saat melakukan proses belajar mengajar, dapat
disesuaikan dengan suatu situasi tertentu. Media pembelajaran berdasarkan tujuan  praktis
yang akan dicapai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1.      Media Grafis

Media grafis adalah suatu jenis media yang menuangkan pesan yang akan disampaikan dalam
bentuk simbol-simbol komunikasi verbal. Simbol-simbol tersebut artinya perlu difahami
dengan benar, agar proses penyampaian pesannya dapat berhasil dengan balk dan efisien.
Selain fungsi tersebut secara khusus, grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas
sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat terlupakan bila
tidak digrafiskan (divisualkan). Bentuk-bentuk media grafis antara lain adalah:

a.       gambar foto,
b.      sketsa,

c.       diagram,

d.      bagan/chart,

e.        grafik,

f.       kartun,

g.      poster,

h.       peta,

i.         papan flannel,

j.         papan buletin.

2.      Media Audio

Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan melalui media
audio dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, balk verbal maupun non-verbal.
Bebarapa media yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok media audio antara lain:

a.       radio,

b.      alat perekam pita magnetik,

c.       alat perekam pita kaset.

3.       Media Projeksi

Media projeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam art dapat menyajikan
rangsangan-rangsangan visual. Bahan-bahan grafis banyak digunakan juga dalam media
projeksi diam. Media projeksi gerak, pembuatannya juga memerlukan bahan-bahan grafis,
misalnya untuk lembar peraga (captions). Dengan menggunakan perangkat komputer (multi
media), rekayasa projeksi gerak lebih dapat bervariasi, dan dapat dikerjakan hampir
keseluruhannya menggunakan perangkat komputer. Untuk mengajarkan skill (keterampilan
motorik) projeksi gerak mempunyai banyak kelebihan di bandingkan dengan projeksi diam.
Beberap media projeksi antara lain adalah:

a.       Film Bingkai,

b.      Film rangkai,

c.       Film gelang (loop),


d.      Film transparansi,

e.       Film gerak 8 mm, 16 mm, 32 mm,

f.       Televisi dan Video.

Sumber : http://evaaprilian27.blogspot.com/2014/01/v-behaviorurldefaultvmlo_16.html

2.4. Pengelompokan Berdasarkan Penggunaan

1. Taksonomi dalam biologi

Dalam biologi, taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari
penggolongan atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan
dua sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial yang diusulkan oleh Carl von Linne
(Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia. Ia memperkenalkan
tujuh hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Ketujuh hierarki (yang
disebut takson) itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah (spesifik)
adalah:

Kerajaan,

Filum (untuk hewan) atau divisi (untuk tumbuhan),

Kelas,

Ordo/bangsa,

Famili/keluarga/suku,

Genus/marga, dan

Spesies/jenis.

Dalam tata nama binomial, penamaan suatu jenis cukup hanya menyebutkan nama marga
(selalu diawali dengan huruf besar) dan nama jenis (selalu diawali dengan huruf kecil) yang
dicetak miring (dicetak tegak jika naskah utama dicetak miring) atau ditulis dengan garis
bawah. Aturan ini seharusnya tidak akan membingungkan karena nama marga tidak boleh
sama untuk tingkatan takson lain yang lebih tinggi. Perkembangan pengetahuan lebih lanjut
memaksa dibuatnya takson baru di antara keenam takson yang sudah ada (memakai awalan
'super-' dan 'sub-').

2. Taksonomi dalam pedologi


Dalam cabang ilmu tanah (pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan
sejumlah variabel yang mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi
awal tidak sistematis, pada tahun 1975 tim dari 'Soil Survey Staff' dari
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menerbitkan suatu kesepakatan
dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah paling sedikit memiliki
dua nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama sering kali masih
dipakai karena aturan dari Soil Survey Staff dianggap terlalu rinci.

3. Taksonomi dalam pendidikan


Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi
beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat),
mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun
oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956 sehingga sering pula
disebut sebagai taksonomi Bloom.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi

Anda mungkin juga menyukai