Anda di halaman 1dari 30

Toolkits Perencanaan

Multiguna Hutan
Multiple Use
Forest Planning Toolkits

BUKU A:
PENGANTAR OPERASIONAL
DAN PENGERTIAN

P U S AT P E N E L I T I A N DA N P E N G E M B A NGAN HUTAN
B A DA N P E N E L I T I A N , P E N G E M B A N G A N, DAN INOVASI
K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P DAN KEHUTANAN

BUKU A:
PENGANTAR OPERASIONAL
DAN PENGERTIAN




Toolkits
Perencanaan Multiguna Hutan

Multiple Use Forest Planning


Toolkits


Pengarah:
Agus Justianto
Kirsfianti L. Ginoga

Disusun oleh:
Agustinus Tampubolon Midian S. Manurung
Rinaldi Imanuddin Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi

Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan


Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Bekerjasama dengan:
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan
Multiple Use Forest Planning Toolkits

Pengarah:
Agus Justianto
Kirsfianti L. Ginoga

Disusun oleh:
Agustinus Tampubolon Midian S. Manurung
Rinaldi Imanuddin Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi

Desain sampul dan tata letak:
Harityas Wiyoga

ISBN 978-602-1681-42-8

Penerbit:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Raya Gunung Batu No.5, Kotak Pos 165, Bogor 16610
Telepon: (0251) 8633234
Fax: (0251) 8638111

Bekerjasama dengan United States Agency for International Development dan


United States Forest Service, International Programs

Cetakan ke-1, Januari 2018

BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Daftar Isi

Daftar Isi 1
Kata Pengantar 3
Istilah dan Pengertian 5
A: Pendahuluan 13
A1. Memahami Perencanaan Hutan 13
Toolkits Perencanaan Hutan 13
Kelestarian Hutan 13
Multiguna Hutan 14
Rencana Hutan 14
Rencana 15
Misi 15
Moto 15
Visi 16
Prinsip-prinsip 16
A2. Dasar Pemikiran dan Tujuan 17
Hambatan Struktural 17
Hambatan Budaya 18
Fokus Pemerintah 19
Tujuan 22












1
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

2
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Kata Pengantar

Ekosistem hutan berperan penting untuk keberlangsungan proses pembangunan
nasional, menyediakan multiguna hutan dalam bentuk barang dan jasa ekosistem.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan penyediaan multiguna hutan yang
memperhatikan kelestarian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupaya terus untuk membangun dan
mengembangkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai garis terdepan
pembangunan kehutanan di Indonesia.

Pengelolaan hutan di wilayah KPH diharapkan dapat dilaksanakan secara bijaksana
dalam kombinasi yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan publik. Multiguna
hutan (multiple-use of forest) seharusnya dapat dikelola secara optimal dan selalu
mengedepankan keseimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, walaupun hal
ini belum tentu memberikan nilai manfaat finansial terbesar atau output unit terbesar.

Dengan tingginya kompleksitas pengelolaan hutan, KPH dituntut untuk selalu berhati-
hati dan bijak dalam menentukan program dan kegiatan yang akan dikembangkan. Atas
dasar hal tersebut, Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan disusun untuk memberikan
panduan bagi KPH dalam proses penyusunan, perubahan, dan revisi rencana
pengelolaan hutan dalam rangka menjaga dan memulihkan hutan beserta ekosistemnya,
sehingga tetap dapat memberikan layanan barang dan jasa ekosistem yang multiguna,
serta memandu KPH untuk menuju tercapainya kondisi yang diinginkan (desired
conditions). Toolkits ini berisikan rangkaian buku panduan, yang tidak terpisahkan,
mengenai perencanaan hutan, yang terdiri dari: Buku A. Pengantar Operasional dan
Pengertian; Buku B. Penilaian (Assessment); Buku C. Perencanaan Hutan; Buku D.
Pemantauan (Monitoring); Buku E. Partisipasi Publik; dan Buku F. Pengelolaan Sumber
Daya Manusia.

Pada akhirnya, Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan ini disusun untuk digunakan
sebagai referensi, yang dapat memperkaya regulasi dan kebijakan yang telah tersedia
saat ini. Dengan tersusunnya perencanaan hutan yang memadai, diharapkan dapat
meningkatkan potensi keberhasilan pembangunan kehutanan di Indonesia melalui KPH.



Jakarta, 2 Februari 2018
Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan




Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc

3
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

4
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Istilah dan Pengertian



Adaptasi
Penyesuaian manusia atau sistem lingkungan pada suatu lingkungan baru atau yang
berubah. Adaptasi mencakup, namun tidak terbatas pada, mempertahankan
produktivitas primer dan fungsi ekologis dasar seperti aliran energi; siklus dan retensi
hara; perkembangan dan retensi tanah; hewan pemangsa dan hewan herbivora; dan
gangguan alam. Pada prinsipnya adaptasi terjadi ketika organisme mengubah interaksi
mereka dengan lingkungan fisik dan organisme lainnya.

Aliran sungai musiman
Aliran sungai yang mengalir hanya pada waktu-waktu tertentu dalam setahun atau
beberapa tahun, ditandai dengan aliran yang menyebar.

Aliran sungai permanen


Aliran sungai yang mengalir terus menerus hampir sepanjang tahun dengan debit yang
relatif tetap, baik aliran permukaan (sungai) maupun aliran bawah permukaan
(aquifer).

Catatan perencanaan
Dokumen dan bahan yang dipertimbangkan dalam sebuah penyusunan, revisi atau
perubahan rencana.

Daerah Aliran Sungai (DAS)
Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungai yang bertujuan menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat merupakan
pemisah topografis sedangkan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.

Daerah Aliran Udara (airshed)
Suatu wilayah geografis yang sering dipengaruhi oleh massa udara yang sama, karena
topografi, meteorologi, dan atau iklimnya. Daerah aliran udara dapat dipakai untuk
menghitung konsentrasi pencemaran udara dari sumber pencemar, gerakan udara dan
laju perubahan kimia.

Daring (online)
Konektivitas atau dalam penggunaan yang biasanya menyatakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan internet atau world wide web.

Dinas Kehutanan
Satuan kerja di tingkat provinsi yang menangani bidang kehutanan.



5
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Ekosistem
Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara
mahluk hidup dengan lingkungannya yang didalamnya terdapat aliran energi dan
pertukaran materi. Ekosistem umumnya digambarkan dalam hal:
1. Komposisi
Unsur biologis dalam berbagai tingkat organisasi biologi, mulai dari gen dan spesies
hingga komunitas dan ekosistem.
2. Struktur
Organisasi dan penataan fisik unsur-unsur biologi seperti distribusi vegetasi baik
vertikal maupun horizontal, kompleksitas habitat, pola lanskap, dan konektivitas.
3. Fungsi
Proses ekologi yang menopang komposisi dan struktur, seperti: aliran energi, siklus
dan retensi hara, perkembangan dan retensi tanah, hewan pemangsa dan hewan
herbivora, serta gangguan alami seperti angin topan, banjir dan kebakaran.

Ekosistem yang bergantung pada air tanah (Groundwater dependant ecosystem)
Komunitas tumbuhan, hewan, dan organisme lain yang keberadaan dan proses
hidupnya bergantung pada air tanah. Contoh: lahan basah (wetland), danau dan sungai,
sistem gua dan karst, sistem akuifer, mata air, dan rembesan air.

Gangguan
Setiap peristiwa yang relatif berlainan pada waktu tertentu yang mengganggu
ekosistem, daerah aliran sungai, komunitas, atau struktur populasi spesies, dan/atau
fungsi populasi dan perubahan sumberdaya, ketersediaan substrat, atau lingkungan
fisik.

Jasa ekosistem
Berbagai manfaat yang didapatkan dari suatu ekosistem, meliputi:
1. Jasa penyediaan, seperti udara bersih dan air segar, energi, makanan, bahan bakar,
pakan ternak, produk kayu beserta turunannya, dan mineral;
2. Jasa pengaturan, seperti penyimpanan karbon; pengendalian iklim; penyaringan
air, pemurnian air, dan penyimpanan air; stabilisasi tanah; pengendalian banjir dan
kekeringan; dan pengendalian penyakit;
3. Jasa pendukung, seperti penyerbukan, penyebaran benih, pembentukan tanah, dan
siklus hara; serta
4. Jasa kultural, seperti pendidikan, estetika, spiritual, dan nilai warisan budaya,
pengalaman rekreasi, dan pariwisata.

Jasa ekosistem kunci
Jasa ekosistem yang tersedia di dalam wilayah rencana yang berperan penting bagi
lanskap yang lebih luas.

Kemampuan adaptif
Kemampuan ekosistem untuk menanggapi, mengatasi, atau beradaptasi dengan
gangguan dan stressor, termasuk perubahan lingkungan, untuk mempertahankan
pilihan bagi generasi mendatang, sebagaimana diterapkan pada sistem ekologi.
Kemampuan adaptif ditentukan oleh:

6
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

1. Keanekaragaman genetik pada spesies dalam ekosistem, memungkinkan


pemilihan individu dengan sifat sesuai dengan berubahnya kondisi lingkungan.
2. Keanekaragaman hayati di dalam ekosistem, baik dari segi kekayaan spesies dan
kelimpahan relatif, yang berkontribusi terhadap redundansi fungsional.
3. Heterogenitas dan keutuhan ekosistem yang terjadi sebagai mosaik dalam
lanskap atau bioma yang lebih luas, sehingga lebih memungkinkan beberapa
daerah terhindar dari gangguan dan berfungsi sebagai daerah penghasil
kolonisasi ulang.

Kelestarian
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan
kemampuan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Untuk tujuan
peraturan perencanaan pengelolaan hutan pada perangkat perencanaan ini:
“Kelestarian ekologi”, sebagai kemampuan ekosistem untuk menjaga keutuhan ekologi;
''Kelestarian ekonomi”, sebagai kemampuan masyarakat untuk memproduksi dan
mengkonsumsi atau memperoleh manfaat dari barang dan jasa termasuk kontribusi
terhadap pekerjaan dan keuntungan pasar ataupun non-pasar; dan ''Kelestarian sosial’',
sebagai kemampuan masyarakat untuk mendukung jejaring, tradisi, budaya, dan
aktivitas yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungannya.

Kemampuan yang melekat (inherent)


Kemampuan ekologis atau potensi ekologis dari suatu wilayah yang ditandai dengan
keterkaitan antara elemen fisik, pola iklim, serta gangguan alami wilayah tersebut.

Kepala KPH
Pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pengelolaan hutan dalam
wilayah yang dikelolanya termasuk mengkoordinasikan proses penyusunan dan revisi
rencana pengelolaan hutan.

Keragaman ekosistem
Ragam dan luasan relatif dari suatu ekosistem.

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)


Wilayah pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat
dikelola secara efektif, efisien dan lestari.

Kesesuaian lahan
Sebuah penentuan suatu areal di dalam wilayah rencana untuk berbagai penggunaan
atau aktivitas yang beragam, untuk mencapai kondisi yang diinginkan dari areal
tersebut.

Keutuhan ekologi
Kualitas atau kondisi ekosistem ketika karakteristik ekologinya dominan (misalnya
komposisi, struktur, fungsi, konektivitas, dan komposisi spesies dan keragaman spesies)
terjadi dalam rentang variasi alami dan dapat bertahan serta pulih dari gangguan yang
disebabkan oleh dinamika lingkungan alami atau pengaruh manusia.

7
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Kolaborasi
Mekanisme terstruktur dalam berbagi pengetahuan, gagasan, dan sumberdaya, bagi
sekumpulan orang dengan kepentingan yang beragam untuk bekerja sama secara
inklusif dan kooperatif untuk mencapai tujuan bersama.

Komponen rencana
Bagian dari rencana pengelolaan hutan yang memandu program dan kegiatan
pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Komponen rencana khusus dapat
diterapkan untuk keseluruhan wilayah rencana, atau area geografis tertentu, atau area
teridentifikasi lainnya dalam perencanaan. Setiap rencana harus mencakup komponen
rencana, antara lain: kondisi yang diinginkan, tujuan, standar, pedoman, dan kesesuaian
lahan.

Kondisi ekologi
Lingkungan biologi dan fisik yang dapat mempengaruhi keragaman komunitas
tumbuhan dan hewan, persistensi spesies asli, dan kapasitas produktif sistem ekologi.
Kondisi ekologi meliputi habitat dan pengaruh lainnya pada spesies dan lingkungan.

Kondisi yang diinginkan (desired conditions)
Deskripsi karakteristik sosial, ekonomi, dan/atau karakteristik ekologi dari wilayah
rencana, atau sebagian dari wilayah rencana, menuju pengelolaan hutan yang lestari.
Kondisi yang diinginkan harus dijelaskan dalam batasan dan ukuran yang spesifik untuk
memudahkan pemantauan capaian rencana. Kondisi yang diinginkan mencerminkan
atribut sosial, ekonomi, atau ekologi, termasuk proses dan fungsi ekosistem.

Konektivitas
Sebuah kondisi ekologi yang secara spasial dan temporal memiliki keterkaitan lanskap
yang memungkinkan terjadinya pertukaran aliran, sedimen, dan nutrisi, seperti
pergerakan harian dan musiman hewan dalam wilayah jelajahnya; penyebaran dan
pertukaran genetik; dan pergeseran daya jelajah spesies dalam jangka panjang sebagai
respon terhadap perubahan iklim.

Konsultasi publik
Sebuah proses formal pemerintah yang memungkinkan masyarakat memberikan
masukan, bertukar pandangan, informasi, serta rekomendasi mengenai program dan
kegiatan yang diajukan KPH atau tindakan yang dapat mempengaruhi hak atau
kepentingan mereka sebelum menjadi sebuah keputusan. Konsultasi adalah bentuk
komunikasi yang ditandai dengan kepercayaan dan rasa hormat.

Lanskap
Suatu area yang telah ditentukan, tanpa melihat status kepemilikan atau batas buatan
lainnya, antara lain mosaik spasial ekosistem terestrial dan perairan, bentang alam, dan
vegetasi.

Manajemen Adaptif
Kerangka kerja umum yang mencakup tiga tahap perencanaan: penilaian, penyusunan
dan pemantauan rencana. Kerangka kerja ini mendukung pengambilan keputusan yang

8
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

sesuai dengan tujuan pengelolaan, sekaligus memperoleh informasi untuk memperbaiki


pengelolaan di masa depan. Manajemen adaptif adalah proses siklis dan terstruktur
untuk perencanaan dan pengambilan keputusan dalam menghadapi ketidakpastian dan
perubahan kondisi dengan umpan balik dari pemantauan, termasuk menggunakan
proses perencanaan untuk menguji asumsi secara aktif, memantau kondisi yang relevan
dari waktu ke waktu, dan mengukur efektivitas manajemen.

Mitigasi
Tindakan untuk menghindari, meminimalisasi, memperbaiki, mengurangi, atau
mengkompensasi dampak lingkungan yang merugikan.

Multiguna
Pengelolaan semua sumber daya di wilayah kerja KPH agar:
• Dimanfaatkan dalam kombinasi yang paling sesuai untuk kebutuhan publik
• Digunakan dengan cara bijaksana sehingga dapat memberikan ruang gerak yang
cukup memadai dalam jangka waktu tertentu agar penggunannya sesuai dengan
perubahan kebutuhan dan kondisi tertentu.
• Dikelola secara harmonis dan terkoordinasi, tanpa adanya penurunan produktifitas,
berdasarkan pertimbangan nilai sumber daya meskipun belum tentu memberikan
nilai manfaat finansial terbesar atau output unit terbesar.

Partisipasi
Aktivitas yang mencakup berbagai alat dan proses keterlibatan publik, seperti
kolaborasi, pertemuan publik, open house, lokakarya, dan mekanisme keterlibatan
publik lainnya.

Pemantauan
Suatu proses pengumpulan informasi yang sistematis untuk mengevaluasi dampak dari
kegiatan atau perubahan kondisi.

Penilaian (assessment)
Identifikasi informasi yang ada untuk mendukung perencanaan pengelolaan hutan.
Penilaian bukanlah dokumen pengambilan keputusan, namun menyediakan informasi
terkini tentang topik terpilih yang relevan dengan wilayah rencana, dalam konteks
lanskap yang lebih luas.

Populasi viabel
Sebuah populasi spesies yang akan terus bertahan hidup dalam jangka waktu panjang
dengan distribusi yang elastis dan mudah beradaptasi terhadap stressor dan lingkungan
masa depan.

Produksi kayu
Pertumbuhan, perawatan, pemanenan, serta regenerasi tanaman yang diatur secara
sengaja dari sebuah pohon kemudian dipotong menjadi kayu bulat, pasak, atau bagian
bulat lain yang digunakan untuk keperluan industri atau konsumen.

9
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Produktivitas
Kapasitas areal KPH dan sistem ekologisnya untuk menyediakan berbagai sumberdaya
dalam jumlah tertentu secara berkelanjutan. Produktivitas merupakan istilah ekologis,
bukan istilah ekonomi.

Rencana Pengelolaan Hutan
Sebuah dokumen atau kumpulan dokumen yang memberikan arahan pengelolaan hutan
di wilayah KPH yang dikembangkan berdasarkan hasil penilaian (assessment) serta
sesuai ketentuan dalam perencanaan hutan.

Resiliensi
Kemampuan ekosistem dan komponennya untuk menyerap, atau memulihkan dampak
gangguan melalui pelestarian, pemulihan, atau perbaikan struktur, fungsi, dan
pengembalian pola ekologi di seluruh bentang alam.

Restorasi ekologi
Proses pemulihan ekosistem yang telah terdegradasi, rusak, atau hancur. Restorasi
ekologi berfokus pada pembangunan kembali komposisi, struktur, pola, dan proses
ekologis yang diperlukan untuk memfasilitasi kelestarian ekosistem terestrial dan
perairan, ketahanan, dan kesehatan berdasarkan kondisi saat ini dan masa depan.

Restorasi fungsional
Pemulihan kondisi biotik dan abiotik pada ekosistem yang terdegradasi. Restorasi
fungsional berfokus pada proses dasar yang mungkin terdegradasi, terlepas dari kondisi
struktural ekosistemnya. Ekosistem yang direstorasi secara fungsional mungkin
memiliki struktur dan komposisi yang berbeda dibandingkan kondisi referensi historis.
Berbeda dengan restorasi ekologis yang cenderung melihat kondisi referensi historis,
restorasi fungsional berfokus pada proses dinamis yang mendorong struktur dan pola
komposisi. Restorasi fungsional merupakan manipulasi interaksi antara proses,
struktur, dan komposisi dalam ekosistem terdegradasi untuk memperbaiki fungsi
ekosistem tersebut. Restorasi fungsional bertujuan mengembalikan fungsi dan
memperbaiki struktur dengan tujuan jangka panjang untuk memulihkan interaksi
antara fungsi dan struktur. Sistem yang dipulihkan ini mungkin secara fungsional akan
terlihat sedikit berbeda dibandingkan kondisi referensi dalam hal struktur dan
komposisi, namun perbedaan ini tidak mudah dikoreksi karena beberapa ambang
degradasi telah dilewati atau dipengaruhi oleh lingkungan, seperti iklim, yang
mempengaruhi perkembangan struktural dan (khususnya) komposisional telah
berubah.

Riparian
Ecotone (zona transisi antara dua komunitas yang berdampingan) dari interaksi
ekosistem terestrial dan perairan yang membentang sampai ke air tanah, naik ke atas
kanopi, keluar melintasi dataran banjir, menyusuri lereng terdekat yang mengalirkan
air, secara lateral menuju ekosistem terestrial, dan sepanjang jalur air pada luasan yang
berubah-ubah.

10
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Skala spasial
Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan, atau mengklasifikasikan dengan
perkiraan, cakupan atau ukuran dari suatu panjang, jarak atau wilayah yang dipelajari
atau dideskripsikan.

Spesies asli
Suatu organisme yang pernah atau sedang menjadi bagian dari ekosistem baik sebagai
hasil dari migrasi atau proses evolusi alami ataupun bukan hasil dari pengenalan secara
tiba-tiba atau disengaja dalam ekosistem tersebut. Suatu kehadiran dan evolusi
(adaptasi) organisme dalam suatu kawasan ditentukan oleh iklim, tanah, serta faktor
biotik dan abiotik lainnya.

Spesies invasif
Spesies asing yang kemunculannya dapat menyebabkan atau memungkinkan adanya
bahaya ekonomi atau lingkungan atau kesehatan manusia. Spesies yang dapat
menyebabkan, atau memungkinkan untuk menyebabkan, perubahan keutuhan
ekosistem.

Spesies kunci
Spesies yang berdampak besar terhadap lingkungan hingga dapat mempengaruhi
ekosistem. Ekosistem bergantung pada mereka dan dapat berubah apabila mereka
punah, karena keberadaan mereka mempengaruhi jumlah dan karakteristik spesies lain
di suatu komunitas.

Spesies perhatian konservasi (species of conservation concern)


Spesies yang tidak termasuk klasifikasi terancam, terancam punah, diusulkan, atau
berpotensi terancam secara nasional, yang diketahui berada di wilayah rencana, namun
berdasarkan hasil penilaian atau informasi ilmiah diperkirakan kemampuan spesies
tersebut untuk bertahan dalam jangka panjang akan terganggu.

Spesies terancam (threatened species)
Setiap spesies yang berpotensi menjadi spesies yang terancam punah di masa yang akan
datang karena perubahan kondisi alam maupun hewan pemangsa.

Spesies terancam punah (endangered species)


Setiap spesies yang berada dalam bahaya kepunahan akibat populasinya yang tinggal
sedikit.

Stressor
Faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung dapat menurunkan atau
mengganggu komposisi ekosistem, struktur, atau proses ekologi dengan cara yang dapat
mengganggu keutuhan ekologinya, seperti spesies invasif, hilangnya konektivitas, atau
terganggunya suatu pola gangguan alam.

Tim multidisiplin
Sekelompok tenaga teknis lintas bidang ilmu dan pengetahuan yang bekerja sama dalam
penyusunan rencana pengelolaan hutan.

11
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN


Wilayah geografis
Suatu lahan yang terhubung secara spasial yang teridentifikasi berada di dalam wilayah
rencana sebagai unit untuk tujuan beberapa klasifikasi geografis. Wilayah pengelolaan
dapat berupa bagian atau keseluruhan dari wilayah geografis.
Wilayah pengelolaan
Suatu wilayah lahan yang telah diidentifikasi dalam wilayah rencana yang memiliki
seperangkat komponen rencana yang sama. Suatu wilayah pengelolaan tidak harus
bersebelahan secara spasial.

Wilayah rencana
Wilayah KPH yang dijadikan areal perencanaan pengelolaan hutan.

Wilayah yang ditetapkan
Suatu wilayah atau karakter yang diidentifikasi dan dikelola untuk mempertahankan
karakter khusus atau tujuan uniknya. Beberapa kategori wilayah yang ditetapkan hanya
dapat ditetapkan oleh undang-undang dan beberapa kategori dapat ditetapkan secara
administratif dalam proses perencanaan pengelolaan hutan atau oleh proses
administrasi lainnya.

12
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

A: Pendahuluan
A1. Memahami Perencanaan Hutan
Toolkits Perencanaan Hutan

Toolkits perencanaan hutan menetapkan persyaratan dalam proses dan substansi yang
diperlukan dalam penyusunan, perubahan, dan revisi rencana pengelolaan hutan dalam
rangka menjaga dan memulihkan kawasan hutan dan ekosistemnya sehingga tetap
dapat memberikan layanan jasa ekosistem dan penggunaan/pemanfaatan lain yang
beragam (multiguna). Toolkits ini dirancang untuk memastikan bahwa rencana
pengelolaan hutan yang disusun dapat menjamin kelestarian ekosistem dan sumber
daya alam; sebagai pedoman dalam restorasi dan konservasi hutan, perlindungan
daerah aliran sungai, dan keanekaragaman dan konservasi jenis/ spesies; serta dapat
membantu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menuju tercapainya kondisi yang
diinginkan (desired conditions).

Kelestarian Hutan

Perencanaan, pengelolaan dan restorasi lahan yang berkelanjutan, merupakan topik


yang mencakup banyak aspek dalam mempromosikan konservasi melalui
pengembangan, serta diseminasi kebijakan dan praktek pengelolaan lestari melalui
kemitraan yang kuat antar pemangku kepentingan.
Perhatian khusus diberikan kepada pelestarian multiguna daerah aliran sungai, padang
rumput dan hutan, termasuk konservasi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon
dan penghidupan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para
pembuat kebijakan, para manajer di tingkat tapak, pemilik hak/ izin pengelolaan hutan,
pemilik hutan rakyat, kelompok-kelompok perhutanan sosial sehingga memiliki
keterampilan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai isu-isu kompleks yang
terkait dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan hutan.
Hubungan antara lingkungan, ekonomi, dan sosial-masyarakat diilustrasikan melalui
gambar di bawah ini. Pada awal pemikiran kelestarian (ditunjukkan di sisi kiri gambar
dan disebut sebagai Weak Sustainability) yang mendefinisikan aspek lingkungan, sosial,
dan ekonomi sebagai bagian yang berpotongan, namun terpisah dari suatu sistem.
Perkembangan saat ini, pemikiran hubungan antara ketiga aspek tersebut (lingkungan,
ekonomi dan sosial) telah berkembang semakin mendekati gambaran akan kelestarian
yang ditunjukkan pada gambar di sisi sebelah kanan (Strong Sustainability).






13
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Multiguna Hutan

Multiguna hutan mencakup jasa ekosistem, nilai-nilai sosial, dan pemanfaatan


sumberdaya hutan untuk tujuan ekonomi yang diformulasikan dan dijabarkan dalam
konteks kelestarian (ekologi, sosial, dan ekonomi) dalam perencanaan hutan untuk
mencapai kelestarian jangka panjang. Multiguna hutan sangat bervariasi tergantung
pada lokasi atau daerah dimana hutan atau kawasan hutan berada. Beberapa contoh
multiguna hutan antara lain:
• Sumberdaya geologi
• Tanah
• Air
• Udara
• Iklim
• Sistem akuatik
• Sempadan sungai
• Ecozone Terestrial/darat
• Habitat Langka
• Spesies yang terancam dan yang terancam punah
• Pengelolaan vegetasi
• Pengendalian kebakaran
• Kesehatan hutan dan spesies invasif
• Penggunaan lahan dan penggunaan khusus
• Transportasi dan akses hutan
• Rekreasi
• Pemandangan
• Sumber Budaya
• Adat istiadat
• Sumber daya mineral dan energi
• Hasil hutan bukan kayu
• Pendidikan konservasi
• Alam liar
• Sungai alami dan indah
• Koridor wilayah bersejarah
• Area dengan tujuan khusus
• Keterhubungan masyarakat

Rencana Hutan

Rencana hutan atau rencana pengelolaan hutan, memberikan arahan program kegiatan
pengelolaan strategis kawasan dan sumber daya hutan di wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH). Kegiatan hutan ke depan perlu menerapkan arahan-arahan yang ada
dalam rencana hutan melalui perencanaan dan implementasi kegiatan pada lokasi
secara spesifik (site-specific). Rencana hutan tidak hanya berisi komitmen untuk
memilih kegiatan tertentu saja tetapi memandang kawasan dan sumber daya hutan
sebagai objek dengan multiguna sehingga perlu berbagi program kegiatan yang
terintegrasi.

14
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Rencana

• Tingkat makro. Visi dan arahan untuk mencapai kelestarian sumber daya,
barang, dan jasa.
• Disusun dan dkembangkan melalui proses yang partisipatif dan berbasis ilmiah.
• Menggunakan informasi ilmiah yang tersedia untuk menginformasikan proses
perencanaan.
• Menyediakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan pengelolaan dan untuk
menuntun pengambilan keputusan dalam proyek dan kegiatan.
• Rencana hutan tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan atau kebijakan
untuk lokasi spesifik (site-specific).
• Tidak mengatur kembali norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang
sudah tersedia.

Misi

Contoh Misi pengelolaan hutan:


“Mempertahankan kesehatan, keanekaragaman, dan produktivitas dari hutan
negara untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan”.

Moto

Contoh Moto pengelolaan hutan:


“Mengelola kawasan hutan dan melayani masyarakat (Caring for the Land and
Serving People),” yang menggambarkan jiwa misi yang dijalankan. Sebagaimana
tercantum dalam undang-undang, misinya adalah untuk mencapai pengelolaan
hutan (kawasan hutan) yang berkualitas berdasarkan konsep pengelolaan
multiguna hutan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat yang
dicapai melalui lima kegiatan utama, yaitu:
• Perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam pada kawasan hutan yang
dikelola.
• Meneliti semua aspek terkait kehutanan dan pengelolaan hutan.
• Bekerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, industri kehutanan, dan
pemilik hutan hak untuk membantu melindungi dan mengelola hutan dan
lahan hak, serta daerah aliran sungai untuk memperbaiki kondisi di daerah
pedalaman/pedesaan.
• Pencapaian dan dukungan dari sumber daya manusia yang handal yang
mencerminkan keragaman dari masyarakat.
• Pemanfaatan bantuan/kerja sama internasional untuk merumuskan kebijakan
dan mengkoordinasikan dukungan untuk perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya hutan secara baik.
Selain itu juga meliputi:
• Mempromosikan etika konservasi dalam mendorong tercapaianya kesehatan,
produktivitas, keragaman, dan keindahan hutan beserta ekosistemnya.
• Mendengarkan masukan masyarakat dan memperhatikan kebutuhan
masyarakat yang beragam dalam proses pembuatan keputusan.

15
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

• Melindungi dan mengelola kawasan hutan sehingga dapat menunjukkan


konsep pengelolaan multiguna yang berkelanjutan.
• Memberikan bantuan teknis dan keuangan kepada para pihak, mendorong
mereka untuk mempraktekkan penatagunaan yang baik dan pengelolaan hutan
yang berkualitas dalam memenuhi tujuan mereka.
• Menyediakan bantuan teknis dan keuangan kepada para pihak untuk
memperbaiki lingkungan alami, diantaranya melalui penanaman pohon dan
pelestarian hutan.
• Memberikan bantuan teknis internasional dan pertukaran ilmiah untuk
mendukung dan meningkatkan sumber daya alam dan untuk mendorong
pengelolaan hutan yang berkualitas.
• Membantu pemerintah dan masyarakat untuk secara bijaksana memanfaatkan
hutan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi pedesaan dan
lingkungan pedesaan yang berkualitas.
• Mengembangkan dan memberikan pengetahuan ilmiah dan teknis yang
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam melindungi, mengelola, dan
menggunakan hutan dan lahan.
• Menyediakan pekerjaan, pelatihan, dan pendidikan kepada pengangguran,
setengah menganggur, lanjut usia, anak muda, termasuk kelompok difabel dan
kelompok kurang beruntung lainnya dalam upaya mencapai misi/tujuan yang
telah ditetapkan.

Visi

Beberapa hal berikut dapat menginspirasi dalam penyusunan dan penetapan visi
KPH, seperti:
• KPH diakui secara nasional dan internasional sebagai instusi utama yang
mengelola dan menjaga kawasan hutan serta melayani masyarakat.
• KPH adalah organisasi multi kultural dan beragam.
• Seluruh pegawai KPH bekerja dalam lingkungan kerja yang kondusif, didukung
oleh sistem dan pola kepemimpinan yang akuntabel.
• Seluruh pegawai dihormati, diterima secara terbuka, dan dihargai atas setiap
kontribusi berharga mereka terhadap pencapaian misi KPH.
• Pekerjaan dilaksanakan sebagai hal yang menarik, menantang, bermanfaat, dan
menyenangkan, sehingga lebih dari sekedar menjalankan tugas.
• KPH adalah organisasi yang efisien dan produktif, serta mampu menjadi yang
terbaik dalam pencapaian misinya.
• Kesuksesan dalam melaksanakan tanggung jawab dan akuntabilitas adalah
milik bersama pegawai dan mitra kerja KPH.

Prinsip-prinsip

Untuk mewujudkan visi dan misi KPH, prinsip-prinsip di bawah ini dapat dijadikan
sebagai acuan untuk dikembangkan lebih lanjut:
• Menggunakan pendekatan ekologis dalam pengelolaan multiguna dari kawasan
hutan dan ekosistem di wilayah KPH.

16
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

• Menggunakan pengetahuan ilmiah terbaik dalam proses pengambilan


keputusan dan memilih teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumber daya
alam.
• KPH adalah mitra yang menghargai hak milik pribadi (private property rights).
• Mengupayakan kualitas dan keunggulan dalam segala hal yang dilakukan serta
peka atas dampak keputusan terhadap masyarakat dan sumber daya.
• Berusaha untuk memenuhi kebutuhan publik melalui cara-cara yang adil,
kekeluargaan, dan terbuka.
• Membentuk kemitraan untuk mencapai tujuan bersama.
• Mendorong partisipasi para pihak dalam setiap proses pengambilan kebijakan
dan pengembangan kegiatan.
• Menghargai, saling percaya dan mengedepankan gotong-royong.
• Menghargai KPH sebagai organisasi multi kultural yang menjadi unsur penting
dalam pencapaian kesuksesan.
• Mengembangkan standar profesional dan etika yang tinggi.
• Bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas apa yang dilakukan.
• Menyadari dan menerima bahwa beberapa konflik terjadi secara alamiah dan
wajar, sehingga KPH berusaha untuk memberikan solusi secara profesional.
• Melaksanakan segala aktivitas sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.

A2. Dasar Pemikiran dan Tujuan


Indonesia memiliki proses perencanaan yang kuat, mencakup rencana-rencana tahunan
yang saling terkait dan diikat dalam rencana strategis 5 (lima) tahunan. Rencana dirinci
sesuai dengan prioritas dan diterjemahkan dalam program dan kegiatan. Rencana
alokasi kegiatan dan anggaran tahunan sangat rinci dan disajikan secara efektif. Namun
dalam hal perencanaan kehutanan, terdapat beberapa hambatan utama yang
berdampak pada capaian realisasi tujuan perencanaan di tingkat tapak. Hambatan
utama terbagi dalam tiga kategori, yaitu; hambatan struktural, budaya, dan fokus
pemerintah.

Hambatan Struktural

Yuridiksi:
Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Indonesia dibagi mejadi Hutan Konservasi,
Hutan Lindung, dan Hutan Produksi. Pemerintah hanya mengelola secara langsung
pada Hutan Konservasi, sedangkan Hutan Lindung dan Hutan Produksi menjadi
kewenangan pemerintah provinsi. Selanjutnya terdapat sekitar 600 wilayah yang
ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di seluruh kawasan hutan.
KPH dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari, yang termasuk di
dalamnya adalah persiapan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
administrasi dan pemantauan kinerja pemanfaatan hutan; pengelolaan program
rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan pelaksanaan kegiatan perlindungan hutan,
termasuk penegakan hukum, serta konservasi sumber daya hutan.
Tantangan pengelolaan hutan di wilayah KPH memiliki tingkat kompleksitas yang
cukup tinggi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya berbagai kewenangan dalam

17
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

kegiatan pengelolaan hutan pada lokasi yang sama (pemerintah pusat dan provinsi).
Tantangan menjadi semakin kompleks ketika sudah terdapat izin konsesi di lokasi
yang sama tersebut, yang telah diberikan di masa lalu. Ketika konsesi dikeluarkan di
luar kawasan konservasi, menjadi sangat sulit bagi pemerintah pusat untuk
mengarahkan kegiatan dan mengantisipasi dampaknya di tingkat lapangan. Seorang
Kepala KPH memiliki kewenangan terbatas untuk melakukan kegiatan operasional di
lapangan. Dengan struktur yang ada saat ini, keberhasilan implementasi konsep
pembangunan KPH masih diragukan.
Sinergitas:
Kemampuan teknis dan administratif yang berbeda-beda dibutuhkan untuk
mengelola sumber daya hutan secara efektif termasuk pelaporan neraca sumber
daya hutan, yang saat ini dilakukan melalui garis komando yang berbeda dan
terpisah. Semua kawasan hutan diluar kawasan konservasi berada dalam
kewenangan pemerintah provinsi. Dinas yang membidangi kehutanan di tingkat
provinsi melaporkan kepada Gubernur yang selanjutnya Gubernur melaporkan
kepada Kementerian Dalam Negeri. Fungsi dinas kehutanan provinsi ini terutama
bersifat administratif dan berfokus pada kepatuhan untk melaksanakan peraturan
yang ada. Kegiatan teknis umumnya dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis
pemerintah pusat yang melapor kepada Direktorat Jenderal terkait di lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dengan kondisi tersebut, diketahui bahwa saat ini belum ada satu garis komando
atau kewenangan yang mengarahkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan dari
pusat hingga tingkat tapak yang sekaligus bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran yang ditargetkan di tingkat tapak. Kondisi ini dapat menghambat
kemampuan pelaksanaan program kerja tahunan di KPH dan dapat mengakibatkan
kurangnya motivasi dan akuntabilitas kinerja.

Hambatan Budaya

Budaya Perencanaan:
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat proses perencanaan yang telah
maju dan terperinci, dan banyak sumberdaya terlibat dalam perencanaan program
dan anggaran. Namun demikian, perencanaan program dan anggaran yang telah
terperinci tersebut ternyata belum mencerminkan kondisi dan kebutuhan yang
sesungguhnya diperlukan dalam pembangunan KPH. Hal ini terjadi dikarenakan
dokumen perencanaan hutan KPH belum mampu menyajikan informasi dengan
kualitas yang memadai. Selanjutnya kondisi ini semakin kompleks dengan masih
lemahnya penekanan pada hasil akhir dalam hal pemantauan dan verifikasi di
lapangan, serta informasi hasil pencapaian tidak selalu digunakan sebagai dasar
keputusan penentuan program dan anggaran di masa depan. Proses pengembangan
program dan penganggaran yang lebih efektif akan memberi prioritas pada tingkat
pencapaian program di tingkat tapak. Selain itu, terdapat kelemahaan dalam
melaporkan hasil-hasil yang telah dicapai ditambah dengan kurangnya reviu dan
verifikasi atas hasil-hasil yang telah dicapai tersebut.

18
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Budaya Prestasi Kinerja:


Perlu dicatat bahwa terdapat konsekuensi untuk kinerja yang buruk. Kurangnya
penekanan pada hasil akhir membuat sulitnya menetapkan kriteria kinerja yang baik
yang membuat individu dan unit bertanggung jawab untuk mencapai hasil akhir yang
baik. Selain itu, jumlah dan kualitas pencapaian di lapangan, tidak menjadi dasar
dalam proses perencanaan di masa depan, dan tidak menjadi dasar keputusan
mengenai pengalokasian anggaran.

Fokus Pemerintah

Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN):


Sering terjadi ungkapan frustrasi karena kurangnya anggaran yang memadai untuk
melaksanakan program kegiatan KPH. Sebagaimana diketahui bahwa anggaran untuk
bidang lingkungan hidup dan kehutanan tidak akan dapat meningkat secara
signifikan, terkecuali:
• Terdapat ekspektasi dan kredibilitas yang tinggi bahwa target capaian hasil di
lapangan benar-benar dapat terwujud;
• Bidang lingkungan hidup dan kehutanan menjadi prioritas Presiden; atau
• kesadaran negara terhadap nilai hutan dan lanskap hutan meningkat secara
signifikan sampai pada titik dimana kesadaran tersebut menjadi pengungkit
yang kuat sehingga bidang lingkungan hidup dan kehutanan mendapat prioritas
yang lebih tinggi dalam hal peningkatan anggaran.
Pembiayaan Pihak Ketiga
Pada saat ini, kegiatan pengelolaan hutan bergantung pada anggaran pemerintah
pusat (atau dalam beberapa kasus anggaran pemerintah provinsi). Pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan secara menyeluruh akan membutuhkan biaya yang
sangat besar sehingga sangat sulit bagi pemerintah untuk memenuhinya. Atas
kondisi tersebut dan memperhatikan besarnya potensi hasil hutan termasuk
kekayaan flora dan fauna khususnya di dalam kawasan hutan, menunjukan adanya
kesempatan untuk menghasilkan pendapatan (melalui kerjasama dengan pihak
ketiga) dari sumberdaya hasil hutan untuk mendukung kegiatan pengelolaan hutan.
Sumber pendapatan potensial ini harus dianggap sebagai pelengkap dari
ketersediaan anggaran APBN yang ada saat ini.
Berdasarkan penjelasan kondisi perencanaan hutandan beberapa hambatan utama yang
berdampak pada capaian tujuan di tingkat tapak, berikut disampaikan beberapa contoh
tantangan yang mungkin akan dihadapi (studi kasus identifikasi lapangan KPH 5 Aceh):
1. Tata kelola dan kapasitas organisasi (Governance and organizational capacity) -
kebijakan dan wewenang di setiap tingkat pemerintahan dari Kementerian,
Provinsi hingga KPH kurang dipahami dengan baik dan jelas oleh para pihak.
Akibatnya, hubungan antar tingkatan kewenangan ini menjadi agak bias.
Selanjutnya, terbatasnya fasilitas dan peralatan, infrastruktur dasar, dan
pelatihan, membatasi pegawai untuk berkontribusi bagi pengelolaan hutan KPH.
Deskripsi tugas pokok dan standar kinerja pegawai belum terbangun dengan baik,

19
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

yang sebenarnya akan sangat membantu KPH dalam merencanakan program


kerja dan kegiatan harian bagi seluruh pegawai KPH.
2. Hutan mandiri dan perencanaan hutan (Self-sustaining forests and forest planning)
- konsep hutan mandiri umumnya digambarkan dalam konteks menghasilkan
pemasukan finansial bagi KPH agar tidak tergantung pada alokasi anggaran dari
pemerintah pusat. Hingga saat ini, belum ada definisi yang jelas tentang arti
“mandiri” atau kemandirian KPH, yang dituangkan dalam regulasi atau kebijakan
pemerintah. Daya dukung dan kondisi ekologis yang diinginkan dari kawasan
hutan untuk menyediakan manfaat yang lestari dan berkelanjutan jelas
merupakan kepercayaan spiritual dan prinsip keagamaan yang penting dan
bernilai bagi KPH dan masyarakat setempat. Hutan sebagai aset alam dipandang
sebagai penyedia layanan publik yang penting dan dimanfaatkan untuk
meningkatkan standar hidup masyarakat setempat. Namun hubungan antara
perencanaan hutan sebagai persyaratan prosedural dan penerapan rencana
praktis untuk mengelola berbagai multiguna hutan oleh masyarakat yang
didukung oleh KPH bisa saling bertentangan dan menjadi tidak jelas. Etika dan
nilai umum untuk hutan, daerah aliran sungai, dan ekosistem sebagai penyedia
layanan ekosistem belum terwujud.
3. Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat (Community engagement and
empowerment) - petani setempat secara aktif terlibat dalam upaya pemetaan
partisipatif masyarakat. Tujuannya adalah untuk menyepakati batas-batas dan
mengecualikan penggunaan areal tertentu dalam rencana. Namun demikian,
lokasi dan pengunaan lahan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan KPH
melalui berbagai pendekatan yang dilakukan oleh pihak pengelola KPH untuk
mencegah penebangan liar dan berlanjutnya perambahan hutan.
4. Manfaat ekonomi lokal dan nilai budaya (Local economic benefits and cultural
values) - sebagai contoh pemanfaatan areal hutan yang utama dilakukan oleh
masyarakat di wilayah kerja KPH 5 Aceh adalah untuk produksi sereh wangi skala
kecil, produksi cabai dan kopi. Penyadapan getah pohon pinus juga dilakukan di
beberapa bagian wilayah KPH. Pemanfaatan sebagian besar areal hutan ini telah
berjalan dan ditetapkan selama bertahun-tahun sebelum dibentuknya KPH.
Pemanfaatan hutan ini adalah praktik budaya lokal yang menyediakan hunian
dalam lanskap hutan, akses terhadap sumber makanan, dan adanya keuntungan
ekonomi dari penjualan produk-produk tersebut untuk banyak keluarga. Pohon
pinus di KPH menjadi andalan petani sereh wangi untuk penyediaan kayu bakar
dalam proses penyulingan, serta berdasarkan proses produksi saat ini belum
sesuai dengan prinsip kelestarian.
5. Pergeseran paradigma dalam sumber pendanaan (Paradigm shift in funding
sources) – dengan adanya proses desentralisasi dan otonomi, KPH sedang
mengalami pergeseran paradigma dalam mencari cara baru untuk mendanai
manajemen mereka sehingga menjadi KPH yang mampu mendanai dirinya
sendiri. Bisnis yang jelas dari aset alam (hutan), potensi pendapatan, dan
kelayakan bisnis hingga saat ini belum disusun. Keahlian untuk mengembangkan
rencana program dan anggaran yang dibutuhkan masih kurang. Beberapa dana
Corporate Social Responsibility (CSR) cukup banyak tersedia namun Kepala KPH

20
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

belum memahami bagaimana cara mendapatkan dan menggunakannya. Banyak


mitra LSM telah melangkah untuk mengisi kesenjangan dalam kepemimpinan,
manajemen dan dana dengan tujuan dan hasil yang spesifik. KPH tidak akan dapat
mencapai kemandiriannya sendiri, dan terdapat kesempatan besar untuk
menggabungkan kepentingan dan sumber daya dari luar untuk kelestarian jangka
panjang ekosistem hutan dan kebutuhan pendanaan.
6. Rekreasi dan ekowisata berkelanjutan (Sustainable Recreation and ecotourism) –
terdapat beberapa lokasi yang diinginkan untuk menjadi areal kegiatan rekreasi
seperti melihat pemandangan alam, bersantai di pinggir sungai, mengunjungi
perkebunan kopi, arung jeram, dan lain-lain. Namun demikian, fasilitas dasar
dirasakan masih buruk atau bahkan tidak ada, seperti fasilitas penunjang: toilet,
air bersih atau lokasi pembuangan sampah. Selain itu, lokasi sangat sulit diakses
karena kondisi jalan yang buruk. Hal tersebut dimungkinkan akibat belum adanya
definisi dan pemahaman/kesepakatan bersama bahwa ekowisata dapat
memainkan peran yang cukup signifikan dalam pembangunan daerah.
Berangkat dari proses yang ada saat ini, pemerintah Indonesia melakukan
pengembangan program dan anggaran pengelolaan hutan. Terdapat empat rekomendasi
umum untuk dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan melaksanakan kampanye yang berfokus pada penilaian
sumberdaya hutan
2. Mengembangkan program "pathfinder" untuk unit pengelolaan hutan kecil
3. Memperkuat akuntabilitas kinerja
4. Mengembangkan toolkits sesuai kewenangan yang tersedia untuk manajer hutan
(kepala KPH)

Toolkits ini dimaksudkan sebagai pedoman umum untuk membantu Kepala KPH dalam
pengelolaan dan operasional dasar pengelolaan hutan terutama pada pelaksanaan
kegiatan di KPH. Toolkits ini secara spesifik disusun dan dikembangkan untuk setiap
kebutuhan pengelolaan hutan di setiap KPH termasuk dalam hal pengembangan
kapasitas sumber daya manusia.

Dokumen ini dikembangkan dengan menyadari bahwa KPH di seluruh Indonesia berada
pada tahap awal implementasi/ operasionalisasi, dengan hanya sedikit yang beroperasi
pada tingkat dasar sekalipun. Oleh karena itu, dokumen ini berfokus pada fungsi utama
KPH untuk menyusun rencana pengelolaan hutan, pemantauan, partisipasi masyarakat
dan manajemen sumberdaya manusia. Dokumen ini bersifat generik dan dimaksudkan
untuk dapat diterapkan pada semua unit KPH. Oleh karena itu dokumen disusun dalam
format seperti “panduan” agar dapat membantu KPH dalam upaya mewujudkan
operasionalisasi dasar pengelolaan hutan.

21
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Tujuan

Tujuan dari Toolkits Perencanaan Hutan adalah membantu KPH untuk:


• Memahami prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan pengelolaan hutan di
wilayahnya – termasuk di dalamnya tanah, air, udara, tumbuhan, hewan, dll.
• Mewujudkan tanggung jawab dan pentingnya rencana pengelolaan hutan serta
menjaga kelestariaan pemanfaatan/ penggunaan kawasan dan sumber daya hutan.
• Menyusun, mengembangkan dan menerapkan rencana yang memenuhi kebutuhan
serta tujuan KPH.
• Mengenali potensi sumber daya hutan yang ada di KPH.

Ruang Lingkup

Partisipasi Publik

Penilaian (Assessment) Rencana Pengelolaan Hutan Pemantauan (monitoring)

Penyusunan atau Revisi Rencana Pemantauan


Prosedur Penilaian
•Informasi ilmiah yang tersedia untuk
•Menyusun atau merevisi rencana pemantauan.
•Penilaian skala spasial
•Basis informasi untuk penyusunan rencana •Partisipasi publik dalam pemantauan.
•Sumber informasi relevan yang tersedia.
•Revisi rencana •pelibatan masyarakat adat dalam kegiatan
•Dokumen Penilaian
•Penyelesaian proses penyusunan rencana pemantauan.
•Perubahan administratif
•Penyusunan atau revisi rencana sebelumnya.
Penilaian Kelestarian Ekologi dan •Keputusan kegiatan yang bersamaan dengan Kegiatan Pemantauan Rencana
Keanekaragaman Tumbuhan dan keputusan rencana
Satwa •Larangan penggunaan oleh publik •Menyusun kegiatan pemantauan rencana.
•Mendokumentasikan kegiatan pemantauan
rencana.
•Penilaian ekosistem darat, perairan dan DAS •Peralihan kegiatan pemantauan rencana.
•Penilaian udara, tanah dan sumber daya air Persyaratan Untuk
Mengintegrasikan Substansi •Mengubah kegiatan pemantantauan
•Penilaian driver system, stressors dan resiko Rencana rencana.
perubahan iklim
•Penilaian stok karbon
•Komponen rencana
•Identifikasi dan penilaian spesies beresiko
•Dimana berlakunya komponen rencana Strategi Pemantauan Pada Skala
•Substansi lain yang diperlukan dalam rencana Lebih Luas
•Substansi yang bersifat opsional
•Menyusun strategi pemantauan pada skala
lebih luas.
Pertimbangan Sumber Daya Untuk •Mendokumentasikan strategi pemantauan
Penilaian kondisi sosial, budaya dan Komponen Rencana Terpadu pada skala lebih luas.
ekonomi

•Kelestarian ekologi dan keanekaragaman


•Penilaian multiguna hutan komunitas tumbuhan dan satwa
•Penilaian lokasi rekreasi •Kelestarian sosial, ekonomi dan multiguna
•Penilalian sumber energi, mineral dan geologi Evaluasi Dua Tahunan Dari
•Penilaian infrastruktur Informasi Pemantauan
•Penilaian area kepentingan masyarakat lokal Wilayah Yang Ditetapkan
•Penilaian sumber daya dan pemanfaatan budaya
•Penilaian status dan kepemilikan, penggunaan
dan akses lahan •Mengidentifikasikan wilayah yang ditetapkan
(eksisting dan baru) dalam rencana
•Komponen rencana untuk wilayah yang
ditetapkan (eksisting dan baru)
Penilaian Wilayah Yang Ditetapkan
•Rencana wilayah yang ditetapkan
•Jenis spesifik wilayah yang ditetapkan

Matriks Rencana Pengelolaan Hutan


Penilaian Untuk Perubahan Rencana

Pengelolaan SDM



A3. Aplikasi Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan di KPH
KPH merupakan unit pengelolaan hutan terkecil yang dibangun sebagai salah satu
upaya perbaikan tata kelola hutan, sehingga potensi dan multiguna hutan dapat dikelola
lebih efisien dan lestari. Pembangunan KPH diharapkan dapat meningkatkan hubungan
antara masyarakat dengan hutan, dengan memperhatikan aspirasi dan kearifan lokal
masyarakat.

22
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

Untuk mewujudkan pengelolaan yang efisien dan lestari dimaksud, organisasi KPH
dituntut untuk melakukan penataan dan perencanaan hutan di wilayahnya dalam upaya
mencapai kelestarian fungsi ekonomi, lingkungan, dan sosial secara optimal. Peraturan
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor: P.5/VII-
WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan, merupakan panduan utama bagi KPH dalam
pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan di wilayah KPH.
Secara administratif, Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan tersebut,
mengatur mengenai penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan pada wilayah KPH termasuk di dalamnya mengenai jenis dan substansi rencana
pengelolaan hutan, pengorganisasian, pengaturan (penyusun, penilai dan pengesah),
serta tahapan proses penyusunan.
Secara umum, kegiatan tata hutan mencakup inventarisasi hutan, pembagian wilayah
KPH ke dalam blok dan petak, penataan batas blok dan petak serta pemetaan.
Inventarisasi hutan dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi
biofisik dan kondisi ekonomi sosial dan budaya masyarakat sekitar wilayah KPH.
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan serta karakteristik biofisik, kondisi sosial
ekonomi masyarakat, potensi sumber daya hutan, dan keberadaan hak-hak atau izin
usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, serta produktivitas dan
potensi areal KPH, dilakukan pembagian blok dan petak, serta penataan batas dan
pemetaan blok dan petak.
Rencana pengelolaan hutan (jangka panjang) disusun berdasarkan hasil tata hutan,
serta memperhatikan aspirasi nilai budaya masyarakat setempat dan kondisi
lingkungan. Substansi rencana pengelolaan hutan memuat: tujuan yang akan dicapai
KPH, kondisi yang dihadapi, dan strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan
hutan yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
Secara administratif, petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
tersebut relatif cukup sebagai pedoman dasar bagi KPH dalam memenuhi standar
“eksistensi” KPH sebagai pengelola kawasan hutan ditingkat tapak. Dalam
perkembangannya, implementasi dari Perdirjen Nomor: P.5/VII-WP3H/2012
menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut:
- Tidak melakukan penilaian (assessment) sumber daya hutan sebagai basis dalam
penataan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
- Terbatasnya “peran” KPH dalam proses penataan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, terkecuali KPH memiliki kemampuan teknis dan anggaran.
- Rencana pengelolaan hutan yang dihasilkan lebih mengedepankan kelengkapan
adminsitrasi baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan
hutan.
- Kurang memberikan kesempatan dan pilihan kepada KPH untuk merencanakan
pengelolaan sumber daya sesuai karakteristik dan budaya lokal.

23
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

Toolkits perencanaan multiguna hutan, secara substansial menyediakan arahan dan


panduan sebagai referensi bagi KPH dalam penyusunan dan penetapan muatan-muatan
penting rencana pengelolaan hutan, dengan:
- Menyediakan panduan perencanaan mulai dari penilaian (assessment) sumber daya
hutan, penyusunan rencana, dan pemantauan (monitoring) pengelolaan hutan.
- Penilaian (assessment) sumber daya hutan merupakan kunci utama yang dapat
memandu KPH dalam mengidentifikasi dan menilai potensi dan multiguna sumber
daya hutan beserta sejarah dan kecenderungannya sebagai dasar penting penataan
dan perencanaan pengelolaan hutan.
- Mendorong KPH untuk lebih memiliki peran dalam penyusunan rencana
pengelolaan hutan.
- Toolkits ini memberikan ragam pilihan komponen dan substansi rencana yang
dapat dipilih dengan mempertimbangkan prioritas dan sumber daya KPH.
Ke depan, Toolkits perencanaan multiguna hutan ini dapat terus dikembangkan
sehingga lebih berperan sebagai basis penyempurnaan kebijakan perencanaan
pengelolaan hutan di wilayah KPH.

Dalam menggunakan toolkits perencanaan multiguna hutan ini, beberapa hal perlu
mengacu lebih lenjut sehingga lebih mendapatkan pemahaman dan dapat
mengaplikasikan secara utuh dalam menyusun rencana pengelolaan hutan. Sumber
acuan tersebut antara lain:
1. Cleland, D.T.; Avers, P.E.; McNab, W.H.; Jensen, M.E.; Bailey, R.G., King, T.; Russell,
W.E. 1997. National hierarchical framework of ecological units. In, Boyce, M.S.;
Haney, A., eds. Ecosystem management applications for sustainable forest and
wildlife resources. Yale University Press, New Haven, CT. pp. 181-200.
2. Weins, J.A., G.D. Hayward, H.D. Safford, and C.M. Giffen. 2012. Historical
environmental variation in conservation and natural resource management. Wiley-
Blackwell. Chichester, West Sussex, UK. 337 p.
3. Winthers, E.; Fallon, D.; Haglund, J.; DeMeo, T.; Nowacki, G.; Tart, D.; Ferwerda, M.;
Robertson, G.; Gallegos, A.; Rorick, A.; Cleland, D. T.; Robbie, W. 2005. Terrestrial
ecological unit inventory technical guide. Washington, DC: U.S. Department of
Agriculture, Forest Service, Washington Office, Ecosystem Management
Coordination Staff. 245 p.
4. U.S. Department of Agriculture Forest Service. 2011a. Watershed condition
classification technical guide. FS-978. Washington, DC: U.S. Department of
Agriculture, Forest Service. 49 p. Available at http://www.fs.fed.us/publications/
watershed/watershed_classification_guide.pdf .
5. U.S. Department of Agriculture, Forest Service. 2011b. Watershed condition
framework. FS-977. Washington, DC: U.S. Department of Agriculture, Forest
Service. 34 p. Available at http://www.fs.fed.us/publications/watershed/
Watershed_Condition_Framework.pdf.
6. U.S. Department of Agriculture, Forest Service. 2012. Climate projections FAQ. Gen.
Tech. Rep. RMRS-GTR-277WWW. Rocky Mountain Research Station. Fort Collins,
CO. 32 p. Available online at http://www.treesearch.fs.fed.us/pubs/40614.

24
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN

7. U.S. Department of Agriculture. Forest Service. 2012a. National Best Management


Practices for Water Quality Management on National Forest System Lands. Volume
1: National Core BMP Technical Guide. FS-990a. Washington, DC: U.S. Department
of Agriculture, Forest Service. 177 p. Available online at
http://www.fs.fed.us/biology/resources/pubs/watershed/index.html.
8. U.S. Department of Agriculture. Forest Service. [In prep]. National Best
Management Practices for Water Quality Management on National Forest System
Lands. Volume 2: National BMP Monitoring Protocols Technical Guide. FS-990b.
Washington, DC: U.S. Department of Agriculture. Forest Service. [n.d.].
9. U.S. Department of Agriculture. Forest Service 2014. National Riparian Vegetation
Monitoring Technical Guide: Conterminous United Provincials. General Technical
Report. Rocky Mountain Research Station-GTR-XXX. Fort Collins, CO: U.S.
Department of Agriculture, Forest Service, Rocky Mountain Research Station.
(Draft). Available at http://www.fs.fed.us/biology/watershed/riparian/
USFS_National_Riparian_Protocol.pdf.
10. Weins, J.A., G.D. Hayward, H.D. Safford, and C.M. Giffen. 2012. Historical
Environmental Variation in Conservation and Natural Resource Management.
Wiley-Blackwell. Chichester, West Sussex, UK. 337 p.
11. Contoh sumber-sumber informasi penilaian mengenai kondisi sosial, budaya, dan
ekonomi, tersedia di alamat http://www.fs.fed.us/emc/nfma/TIPS/
directives.shtml.


























25
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN

26
I S B N 9 7 8 - 6 0 2 - 1 6 8 1 - 42- 8

9 786021 681428

Anda mungkin juga menyukai