Multiple Use Forest Planning Toolkits: Buku A
Multiple Use Forest Planning Toolkits: Buku A
Multiguna Hutan
Multiple Use
Forest Planning Toolkits
BUKU A:
PENGANTAR OPERASIONAL
DAN PENGERTIAN
P U S AT P E N E L I T I A N DA N P E N G E M B A NGAN HUTAN
B A DA N P E N E L I T I A N , P E N G E M B A N G A N, DAN INOVASI
K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P DAN KEHUTANAN
BUKU A:
PENGANTAR OPERASIONAL
DAN PENGERTIAN
Toolkits
Perencanaan Multiguna Hutan
Disusun oleh:
Agustinus Tampubolon Midian S. Manurung
Rinaldi Imanuddin Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi
Diterbitkan oleh:
Bekerjasama dengan:
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan
Multiple Use Forest Planning Toolkits
Pengarah:
Agus Justianto
Kirsfianti L. Ginoga
Disusun oleh:
Agustinus Tampubolon Midian S. Manurung
Rinaldi Imanuddin Didid Sulastiyo
Miranti Triana Zulkifli Nassat Idris
Bontor L. Tobing Nurka Cahyaningsih
Adi Suprihadhi Eko Budi Wiyono
Rahayu Wulandini Ade Wahyu
Adhi Nurul Hadi Deden Nurochman
Akub Indrajaya Harityas Wiyoga
Ramdhani Ristianto Pribadi
Desain sampul dan tata letak:
Harityas Wiyoga
ISBN 978-602-1681-42-8
Penerbit:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Raya Gunung Batu No.5, Kotak Pos 165, Bogor 16610
Telepon: (0251) 8633234
Fax: (0251) 8638111
Daftar Isi
Daftar Isi 1
Kata Pengantar 3
Istilah dan Pengertian 5
A: Pendahuluan 13
A1. Memahami Perencanaan Hutan 13
Toolkits Perencanaan Hutan 13
Kelestarian Hutan 13
Multiguna Hutan 14
Rencana Hutan 14
Rencana 15
Misi 15
Moto 15
Visi 16
Prinsip-prinsip 16
A2. Dasar Pemikiran dan Tujuan 17
Hambatan Struktural 17
Hambatan Budaya 18
Fokus Pemerintah 19
Tujuan 22
1
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
2
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Kata Pengantar
Ekosistem hutan berperan penting untuk keberlangsungan proses pembangunan
nasional, menyediakan multiguna hutan dalam bentuk barang dan jasa ekosistem.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan penyediaan multiguna hutan yang
memperhatikan kelestarian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupaya terus untuk membangun dan
mengembangkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai garis terdepan
pembangunan kehutanan di Indonesia.
Pengelolaan hutan di wilayah KPH diharapkan dapat dilaksanakan secara bijaksana
dalam kombinasi yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan publik. Multiguna
hutan (multiple-use of forest) seharusnya dapat dikelola secara optimal dan selalu
mengedepankan keseimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, walaupun hal
ini belum tentu memberikan nilai manfaat finansial terbesar atau output unit terbesar.
Dengan tingginya kompleksitas pengelolaan hutan, KPH dituntut untuk selalu berhati-
hati dan bijak dalam menentukan program dan kegiatan yang akan dikembangkan. Atas
dasar hal tersebut, Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan disusun untuk memberikan
panduan bagi KPH dalam proses penyusunan, perubahan, dan revisi rencana
pengelolaan hutan dalam rangka menjaga dan memulihkan hutan beserta ekosistemnya,
sehingga tetap dapat memberikan layanan barang dan jasa ekosistem yang multiguna,
serta memandu KPH untuk menuju tercapainya kondisi yang diinginkan (desired
conditions). Toolkits ini berisikan rangkaian buku panduan, yang tidak terpisahkan,
mengenai perencanaan hutan, yang terdiri dari: Buku A. Pengantar Operasional dan
Pengertian; Buku B. Penilaian (Assessment); Buku C. Perencanaan Hutan; Buku D.
Pemantauan (Monitoring); Buku E. Partisipasi Publik; dan Buku F. Pengelolaan Sumber
Daya Manusia.
Pada akhirnya, Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan ini disusun untuk digunakan
sebagai referensi, yang dapat memperkaya regulasi dan kebijakan yang telah tersedia
saat ini. Dengan tersusunnya perencanaan hutan yang memadai, diharapkan dapat
meningkatkan potensi keberhasilan pembangunan kehutanan di Indonesia melalui KPH.
Jakarta, 2 Februari 2018
Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc
3
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
4
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Daring (online)
Konektivitas atau dalam penggunaan yang biasanya menyatakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan internet atau world wide web.
Dinas Kehutanan
Satuan kerja di tingkat provinsi yang menangani bidang kehutanan.
5
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Ekosistem
Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara
mahluk hidup dengan lingkungannya yang didalamnya terdapat aliran energi dan
pertukaran materi. Ekosistem umumnya digambarkan dalam hal:
1. Komposisi
Unsur biologis dalam berbagai tingkat organisasi biologi, mulai dari gen dan spesies
hingga komunitas dan ekosistem.
2. Struktur
Organisasi dan penataan fisik unsur-unsur biologi seperti distribusi vegetasi baik
vertikal maupun horizontal, kompleksitas habitat, pola lanskap, dan konektivitas.
3. Fungsi
Proses ekologi yang menopang komposisi dan struktur, seperti: aliran energi, siklus
dan retensi hara, perkembangan dan retensi tanah, hewan pemangsa dan hewan
herbivora, serta gangguan alami seperti angin topan, banjir dan kebakaran.
Ekosistem yang bergantung pada air tanah (Groundwater dependant ecosystem)
Komunitas tumbuhan, hewan, dan organisme lain yang keberadaan dan proses
hidupnya bergantung pada air tanah. Contoh: lahan basah (wetland), danau dan sungai,
sistem gua dan karst, sistem akuifer, mata air, dan rembesan air.
Gangguan
Setiap peristiwa yang relatif berlainan pada waktu tertentu yang mengganggu
ekosistem, daerah aliran sungai, komunitas, atau struktur populasi spesies, dan/atau
fungsi populasi dan perubahan sumberdaya, ketersediaan substrat, atau lingkungan
fisik.
Jasa ekosistem
Berbagai manfaat yang didapatkan dari suatu ekosistem, meliputi:
1. Jasa penyediaan, seperti udara bersih dan air segar, energi, makanan, bahan bakar,
pakan ternak, produk kayu beserta turunannya, dan mineral;
2. Jasa pengaturan, seperti penyimpanan karbon; pengendalian iklim; penyaringan
air, pemurnian air, dan penyimpanan air; stabilisasi tanah; pengendalian banjir dan
kekeringan; dan pengendalian penyakit;
3. Jasa pendukung, seperti penyerbukan, penyebaran benih, pembentukan tanah, dan
siklus hara; serta
4. Jasa kultural, seperti pendidikan, estetika, spiritual, dan nilai warisan budaya,
pengalaman rekreasi, dan pariwisata.
Jasa ekosistem kunci
Jasa ekosistem yang tersedia di dalam wilayah rencana yang berperan penting bagi
lanskap yang lebih luas.
Kemampuan adaptif
Kemampuan ekosistem untuk menanggapi, mengatasi, atau beradaptasi dengan
gangguan dan stressor, termasuk perubahan lingkungan, untuk mempertahankan
pilihan bagi generasi mendatang, sebagaimana diterapkan pada sistem ekologi.
Kemampuan adaptif ditentukan oleh:
6
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Kelestarian
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan
kemampuan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Untuk tujuan
peraturan perencanaan pengelolaan hutan pada perangkat perencanaan ini:
“Kelestarian ekologi”, sebagai kemampuan ekosistem untuk menjaga keutuhan ekologi;
''Kelestarian ekonomi”, sebagai kemampuan masyarakat untuk memproduksi dan
mengkonsumsi atau memperoleh manfaat dari barang dan jasa termasuk kontribusi
terhadap pekerjaan dan keuntungan pasar ataupun non-pasar; dan ''Kelestarian sosial’',
sebagai kemampuan masyarakat untuk mendukung jejaring, tradisi, budaya, dan
aktivitas yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungannya.
Kepala KPH
Pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pengelolaan hutan dalam
wilayah yang dikelolanya termasuk mengkoordinasikan proses penyusunan dan revisi
rencana pengelolaan hutan.
Keragaman ekosistem
Ragam dan luasan relatif dari suatu ekosistem.
Kesesuaian lahan
Sebuah penentuan suatu areal di dalam wilayah rencana untuk berbagai penggunaan
atau aktivitas yang beragam, untuk mencapai kondisi yang diinginkan dari areal
tersebut.
Keutuhan ekologi
Kualitas atau kondisi ekosistem ketika karakteristik ekologinya dominan (misalnya
komposisi, struktur, fungsi, konektivitas, dan komposisi spesies dan keragaman spesies)
terjadi dalam rentang variasi alami dan dapat bertahan serta pulih dari gangguan yang
disebabkan oleh dinamika lingkungan alami atau pengaruh manusia.
7
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Kolaborasi
Mekanisme terstruktur dalam berbagi pengetahuan, gagasan, dan sumberdaya, bagi
sekumpulan orang dengan kepentingan yang beragam untuk bekerja sama secara
inklusif dan kooperatif untuk mencapai tujuan bersama.
Komponen rencana
Bagian dari rencana pengelolaan hutan yang memandu program dan kegiatan
pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Komponen rencana khusus dapat
diterapkan untuk keseluruhan wilayah rencana, atau area geografis tertentu, atau area
teridentifikasi lainnya dalam perencanaan. Setiap rencana harus mencakup komponen
rencana, antara lain: kondisi yang diinginkan, tujuan, standar, pedoman, dan kesesuaian
lahan.
Kondisi ekologi
Lingkungan biologi dan fisik yang dapat mempengaruhi keragaman komunitas
tumbuhan dan hewan, persistensi spesies asli, dan kapasitas produktif sistem ekologi.
Kondisi ekologi meliputi habitat dan pengaruh lainnya pada spesies dan lingkungan.
Kondisi yang diinginkan (desired conditions)
Deskripsi karakteristik sosial, ekonomi, dan/atau karakteristik ekologi dari wilayah
rencana, atau sebagian dari wilayah rencana, menuju pengelolaan hutan yang lestari.
Kondisi yang diinginkan harus dijelaskan dalam batasan dan ukuran yang spesifik untuk
memudahkan pemantauan capaian rencana. Kondisi yang diinginkan mencerminkan
atribut sosial, ekonomi, atau ekologi, termasuk proses dan fungsi ekosistem.
Konektivitas
Sebuah kondisi ekologi yang secara spasial dan temporal memiliki keterkaitan lanskap
yang memungkinkan terjadinya pertukaran aliran, sedimen, dan nutrisi, seperti
pergerakan harian dan musiman hewan dalam wilayah jelajahnya; penyebaran dan
pertukaran genetik; dan pergeseran daya jelajah spesies dalam jangka panjang sebagai
respon terhadap perubahan iklim.
Konsultasi publik
Sebuah proses formal pemerintah yang memungkinkan masyarakat memberikan
masukan, bertukar pandangan, informasi, serta rekomendasi mengenai program dan
kegiatan yang diajukan KPH atau tindakan yang dapat mempengaruhi hak atau
kepentingan mereka sebelum menjadi sebuah keputusan. Konsultasi adalah bentuk
komunikasi yang ditandai dengan kepercayaan dan rasa hormat.
Lanskap
Suatu area yang telah ditentukan, tanpa melihat status kepemilikan atau batas buatan
lainnya, antara lain mosaik spasial ekosistem terestrial dan perairan, bentang alam, dan
vegetasi.
Manajemen Adaptif
Kerangka kerja umum yang mencakup tiga tahap perencanaan: penilaian, penyusunan
dan pemantauan rencana. Kerangka kerja ini mendukung pengambilan keputusan yang
8
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Mitigasi
Tindakan untuk menghindari, meminimalisasi, memperbaiki, mengurangi, atau
mengkompensasi dampak lingkungan yang merugikan.
Multiguna
Pengelolaan semua sumber daya di wilayah kerja KPH agar:
• Dimanfaatkan dalam kombinasi yang paling sesuai untuk kebutuhan publik
• Digunakan dengan cara bijaksana sehingga dapat memberikan ruang gerak yang
cukup memadai dalam jangka waktu tertentu agar penggunannya sesuai dengan
perubahan kebutuhan dan kondisi tertentu.
• Dikelola secara harmonis dan terkoordinasi, tanpa adanya penurunan produktifitas,
berdasarkan pertimbangan nilai sumber daya meskipun belum tentu memberikan
nilai manfaat finansial terbesar atau output unit terbesar.
Partisipasi
Aktivitas yang mencakup berbagai alat dan proses keterlibatan publik, seperti
kolaborasi, pertemuan publik, open house, lokakarya, dan mekanisme keterlibatan
publik lainnya.
Pemantauan
Suatu proses pengumpulan informasi yang sistematis untuk mengevaluasi dampak dari
kegiatan atau perubahan kondisi.
Penilaian (assessment)
Identifikasi informasi yang ada untuk mendukung perencanaan pengelolaan hutan.
Penilaian bukanlah dokumen pengambilan keputusan, namun menyediakan informasi
terkini tentang topik terpilih yang relevan dengan wilayah rencana, dalam konteks
lanskap yang lebih luas.
Populasi viabel
Sebuah populasi spesies yang akan terus bertahan hidup dalam jangka waktu panjang
dengan distribusi yang elastis dan mudah beradaptasi terhadap stressor dan lingkungan
masa depan.
Produksi kayu
Pertumbuhan, perawatan, pemanenan, serta regenerasi tanaman yang diatur secara
sengaja dari sebuah pohon kemudian dipotong menjadi kayu bulat, pasak, atau bagian
bulat lain yang digunakan untuk keperluan industri atau konsumen.
9
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Produktivitas
Kapasitas areal KPH dan sistem ekologisnya untuk menyediakan berbagai sumberdaya
dalam jumlah tertentu secara berkelanjutan. Produktivitas merupakan istilah ekologis,
bukan istilah ekonomi.
Rencana Pengelolaan Hutan
Sebuah dokumen atau kumpulan dokumen yang memberikan arahan pengelolaan hutan
di wilayah KPH yang dikembangkan berdasarkan hasil penilaian (assessment) serta
sesuai ketentuan dalam perencanaan hutan.
Resiliensi
Kemampuan ekosistem dan komponennya untuk menyerap, atau memulihkan dampak
gangguan melalui pelestarian, pemulihan, atau perbaikan struktur, fungsi, dan
pengembalian pola ekologi di seluruh bentang alam.
Restorasi ekologi
Proses pemulihan ekosistem yang telah terdegradasi, rusak, atau hancur. Restorasi
ekologi berfokus pada pembangunan kembali komposisi, struktur, pola, dan proses
ekologis yang diperlukan untuk memfasilitasi kelestarian ekosistem terestrial dan
perairan, ketahanan, dan kesehatan berdasarkan kondisi saat ini dan masa depan.
Restorasi fungsional
Pemulihan kondisi biotik dan abiotik pada ekosistem yang terdegradasi. Restorasi
fungsional berfokus pada proses dasar yang mungkin terdegradasi, terlepas dari kondisi
struktural ekosistemnya. Ekosistem yang direstorasi secara fungsional mungkin
memiliki struktur dan komposisi yang berbeda dibandingkan kondisi referensi historis.
Berbeda dengan restorasi ekologis yang cenderung melihat kondisi referensi historis,
restorasi fungsional berfokus pada proses dinamis yang mendorong struktur dan pola
komposisi. Restorasi fungsional merupakan manipulasi interaksi antara proses,
struktur, dan komposisi dalam ekosistem terdegradasi untuk memperbaiki fungsi
ekosistem tersebut. Restorasi fungsional bertujuan mengembalikan fungsi dan
memperbaiki struktur dengan tujuan jangka panjang untuk memulihkan interaksi
antara fungsi dan struktur. Sistem yang dipulihkan ini mungkin secara fungsional akan
terlihat sedikit berbeda dibandingkan kondisi referensi dalam hal struktur dan
komposisi, namun perbedaan ini tidak mudah dikoreksi karena beberapa ambang
degradasi telah dilewati atau dipengaruhi oleh lingkungan, seperti iklim, yang
mempengaruhi perkembangan struktural dan (khususnya) komposisional telah
berubah.
Riparian
Ecotone (zona transisi antara dua komunitas yang berdampingan) dari interaksi
ekosistem terestrial dan perairan yang membentang sampai ke air tanah, naik ke atas
kanopi, keluar melintasi dataran banjir, menyusuri lereng terdekat yang mengalirkan
air, secara lateral menuju ekosistem terestrial, dan sepanjang jalur air pada luasan yang
berubah-ubah.
10
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Skala spasial
Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan, atau mengklasifikasikan dengan
perkiraan, cakupan atau ukuran dari suatu panjang, jarak atau wilayah yang dipelajari
atau dideskripsikan.
Spesies asli
Suatu organisme yang pernah atau sedang menjadi bagian dari ekosistem baik sebagai
hasil dari migrasi atau proses evolusi alami ataupun bukan hasil dari pengenalan secara
tiba-tiba atau disengaja dalam ekosistem tersebut. Suatu kehadiran dan evolusi
(adaptasi) organisme dalam suatu kawasan ditentukan oleh iklim, tanah, serta faktor
biotik dan abiotik lainnya.
Spesies invasif
Spesies asing yang kemunculannya dapat menyebabkan atau memungkinkan adanya
bahaya ekonomi atau lingkungan atau kesehatan manusia. Spesies yang dapat
menyebabkan, atau memungkinkan untuk menyebabkan, perubahan keutuhan
ekosistem.
Spesies kunci
Spesies yang berdampak besar terhadap lingkungan hingga dapat mempengaruhi
ekosistem. Ekosistem bergantung pada mereka dan dapat berubah apabila mereka
punah, karena keberadaan mereka mempengaruhi jumlah dan karakteristik spesies lain
di suatu komunitas.
Stressor
Faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung dapat menurunkan atau
mengganggu komposisi ekosistem, struktur, atau proses ekologi dengan cara yang dapat
mengganggu keutuhan ekologinya, seperti spesies invasif, hilangnya konektivitas, atau
terganggunya suatu pola gangguan alam.
Tim multidisiplin
Sekelompok tenaga teknis lintas bidang ilmu dan pengetahuan yang bekerja sama dalam
penyusunan rencana pengelolaan hutan.
11
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Wilayah geografis
Suatu lahan yang terhubung secara spasial yang teridentifikasi berada di dalam wilayah
rencana sebagai unit untuk tujuan beberapa klasifikasi geografis. Wilayah pengelolaan
dapat berupa bagian atau keseluruhan dari wilayah geografis.
Wilayah pengelolaan
Suatu wilayah lahan yang telah diidentifikasi dalam wilayah rencana yang memiliki
seperangkat komponen rencana yang sama. Suatu wilayah pengelolaan tidak harus
bersebelahan secara spasial.
Wilayah rencana
Wilayah KPH yang dijadikan areal perencanaan pengelolaan hutan.
Wilayah yang ditetapkan
Suatu wilayah atau karakter yang diidentifikasi dan dikelola untuk mempertahankan
karakter khusus atau tujuan uniknya. Beberapa kategori wilayah yang ditetapkan hanya
dapat ditetapkan oleh undang-undang dan beberapa kategori dapat ditetapkan secara
administratif dalam proses perencanaan pengelolaan hutan atau oleh proses
administrasi lainnya.
12
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
A: Pendahuluan
A1. Memahami Perencanaan Hutan
Toolkits Perencanaan Hutan
Toolkits perencanaan hutan menetapkan persyaratan dalam proses dan substansi yang
diperlukan dalam penyusunan, perubahan, dan revisi rencana pengelolaan hutan dalam
rangka menjaga dan memulihkan kawasan hutan dan ekosistemnya sehingga tetap
dapat memberikan layanan jasa ekosistem dan penggunaan/pemanfaatan lain yang
beragam (multiguna). Toolkits ini dirancang untuk memastikan bahwa rencana
pengelolaan hutan yang disusun dapat menjamin kelestarian ekosistem dan sumber
daya alam; sebagai pedoman dalam restorasi dan konservasi hutan, perlindungan
daerah aliran sungai, dan keanekaragaman dan konservasi jenis/ spesies; serta dapat
membantu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menuju tercapainya kondisi yang
diinginkan (desired conditions).
Kelestarian Hutan
13
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Multiguna Hutan
Rencana Hutan
Rencana hutan atau rencana pengelolaan hutan, memberikan arahan program kegiatan
pengelolaan strategis kawasan dan sumber daya hutan di wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH). Kegiatan hutan ke depan perlu menerapkan arahan-arahan yang ada
dalam rencana hutan melalui perencanaan dan implementasi kegiatan pada lokasi
secara spesifik (site-specific). Rencana hutan tidak hanya berisi komitmen untuk
memilih kegiatan tertentu saja tetapi memandang kawasan dan sumber daya hutan
sebagai objek dengan multiguna sehingga perlu berbagi program kegiatan yang
terintegrasi.
14
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Rencana
• Tingkat makro. Visi dan arahan untuk mencapai kelestarian sumber daya,
barang, dan jasa.
• Disusun dan dkembangkan melalui proses yang partisipatif dan berbasis ilmiah.
• Menggunakan informasi ilmiah yang tersedia untuk menginformasikan proses
perencanaan.
• Menyediakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan pengelolaan dan untuk
menuntun pengambilan keputusan dalam proyek dan kegiatan.
• Rencana hutan tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan atau kebijakan
untuk lokasi spesifik (site-specific).
• Tidak mengatur kembali norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang
sudah tersedia.
Misi
Moto
15
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Visi
Beberapa hal berikut dapat menginspirasi dalam penyusunan dan penetapan visi
KPH, seperti:
• KPH diakui secara nasional dan internasional sebagai instusi utama yang
mengelola dan menjaga kawasan hutan serta melayani masyarakat.
• KPH adalah organisasi multi kultural dan beragam.
• Seluruh pegawai KPH bekerja dalam lingkungan kerja yang kondusif, didukung
oleh sistem dan pola kepemimpinan yang akuntabel.
• Seluruh pegawai dihormati, diterima secara terbuka, dan dihargai atas setiap
kontribusi berharga mereka terhadap pencapaian misi KPH.
• Pekerjaan dilaksanakan sebagai hal yang menarik, menantang, bermanfaat, dan
menyenangkan, sehingga lebih dari sekedar menjalankan tugas.
• KPH adalah organisasi yang efisien dan produktif, serta mampu menjadi yang
terbaik dalam pencapaian misinya.
• Kesuksesan dalam melaksanakan tanggung jawab dan akuntabilitas adalah
milik bersama pegawai dan mitra kerja KPH.
Prinsip-prinsip
Untuk mewujudkan visi dan misi KPH, prinsip-prinsip di bawah ini dapat dijadikan
sebagai acuan untuk dikembangkan lebih lanjut:
• Menggunakan pendekatan ekologis dalam pengelolaan multiguna dari kawasan
hutan dan ekosistem di wilayah KPH.
16
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Hambatan Struktural
Yuridiksi:
Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Indonesia dibagi mejadi Hutan Konservasi,
Hutan Lindung, dan Hutan Produksi. Pemerintah hanya mengelola secara langsung
pada Hutan Konservasi, sedangkan Hutan Lindung dan Hutan Produksi menjadi
kewenangan pemerintah provinsi. Selanjutnya terdapat sekitar 600 wilayah yang
ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di seluruh kawasan hutan.
KPH dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari, yang termasuk di
dalamnya adalah persiapan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
administrasi dan pemantauan kinerja pemanfaatan hutan; pengelolaan program
rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan pelaksanaan kegiatan perlindungan hutan,
termasuk penegakan hukum, serta konservasi sumber daya hutan.
Tantangan pengelolaan hutan di wilayah KPH memiliki tingkat kompleksitas yang
cukup tinggi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya berbagai kewenangan dalam
17
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
kegiatan pengelolaan hutan pada lokasi yang sama (pemerintah pusat dan provinsi).
Tantangan menjadi semakin kompleks ketika sudah terdapat izin konsesi di lokasi
yang sama tersebut, yang telah diberikan di masa lalu. Ketika konsesi dikeluarkan di
luar kawasan konservasi, menjadi sangat sulit bagi pemerintah pusat untuk
mengarahkan kegiatan dan mengantisipasi dampaknya di tingkat lapangan. Seorang
Kepala KPH memiliki kewenangan terbatas untuk melakukan kegiatan operasional di
lapangan. Dengan struktur yang ada saat ini, keberhasilan implementasi konsep
pembangunan KPH masih diragukan.
Sinergitas:
Kemampuan teknis dan administratif yang berbeda-beda dibutuhkan untuk
mengelola sumber daya hutan secara efektif termasuk pelaporan neraca sumber
daya hutan, yang saat ini dilakukan melalui garis komando yang berbeda dan
terpisah. Semua kawasan hutan diluar kawasan konservasi berada dalam
kewenangan pemerintah provinsi. Dinas yang membidangi kehutanan di tingkat
provinsi melaporkan kepada Gubernur yang selanjutnya Gubernur melaporkan
kepada Kementerian Dalam Negeri. Fungsi dinas kehutanan provinsi ini terutama
bersifat administratif dan berfokus pada kepatuhan untk melaksanakan peraturan
yang ada. Kegiatan teknis umumnya dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis
pemerintah pusat yang melapor kepada Direktorat Jenderal terkait di lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dengan kondisi tersebut, diketahui bahwa saat ini belum ada satu garis komando
atau kewenangan yang mengarahkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan dari
pusat hingga tingkat tapak yang sekaligus bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran yang ditargetkan di tingkat tapak. Kondisi ini dapat menghambat
kemampuan pelaksanaan program kerja tahunan di KPH dan dapat mengakibatkan
kurangnya motivasi dan akuntabilitas kinerja.
Hambatan Budaya
Budaya Perencanaan:
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat proses perencanaan yang telah
maju dan terperinci, dan banyak sumberdaya terlibat dalam perencanaan program
dan anggaran. Namun demikian, perencanaan program dan anggaran yang telah
terperinci tersebut ternyata belum mencerminkan kondisi dan kebutuhan yang
sesungguhnya diperlukan dalam pembangunan KPH. Hal ini terjadi dikarenakan
dokumen perencanaan hutan KPH belum mampu menyajikan informasi dengan
kualitas yang memadai. Selanjutnya kondisi ini semakin kompleks dengan masih
lemahnya penekanan pada hasil akhir dalam hal pemantauan dan verifikasi di
lapangan, serta informasi hasil pencapaian tidak selalu digunakan sebagai dasar
keputusan penentuan program dan anggaran di masa depan. Proses pengembangan
program dan penganggaran yang lebih efektif akan memberi prioritas pada tingkat
pencapaian program di tingkat tapak. Selain itu, terdapat kelemahaan dalam
melaporkan hasil-hasil yang telah dicapai ditambah dengan kurangnya reviu dan
verifikasi atas hasil-hasil yang telah dicapai tersebut.
18
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Fokus Pemerintah
19
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
20
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
21
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
Tujuan
Partisipasi Publik
Pengelolaan SDM
A3. Aplikasi Toolkits Perencanaan Multiguna Hutan di KPH
KPH merupakan unit pengelolaan hutan terkecil yang dibangun sebagai salah satu
upaya perbaikan tata kelola hutan, sehingga potensi dan multiguna hutan dapat dikelola
lebih efisien dan lestari. Pembangunan KPH diharapkan dapat meningkatkan hubungan
antara masyarakat dengan hutan, dengan memperhatikan aspirasi dan kearifan lokal
masyarakat.
22
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
Untuk mewujudkan pengelolaan yang efisien dan lestari dimaksud, organisasi KPH
dituntut untuk melakukan penataan dan perencanaan hutan di wilayahnya dalam upaya
mencapai kelestarian fungsi ekonomi, lingkungan, dan sosial secara optimal. Peraturan
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor: P.5/VII-
WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan, merupakan panduan utama bagi KPH dalam
pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan di wilayah KPH.
Secara administratif, Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan tersebut,
mengatur mengenai penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan pada wilayah KPH termasuk di dalamnya mengenai jenis dan substansi rencana
pengelolaan hutan, pengorganisasian, pengaturan (penyusun, penilai dan pengesah),
serta tahapan proses penyusunan.
Secara umum, kegiatan tata hutan mencakup inventarisasi hutan, pembagian wilayah
KPH ke dalam blok dan petak, penataan batas blok dan petak serta pemetaan.
Inventarisasi hutan dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi
biofisik dan kondisi ekonomi sosial dan budaya masyarakat sekitar wilayah KPH.
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan serta karakteristik biofisik, kondisi sosial
ekonomi masyarakat, potensi sumber daya hutan, dan keberadaan hak-hak atau izin
usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, serta produktivitas dan
potensi areal KPH, dilakukan pembagian blok dan petak, serta penataan batas dan
pemetaan blok dan petak.
Rencana pengelolaan hutan (jangka panjang) disusun berdasarkan hasil tata hutan,
serta memperhatikan aspirasi nilai budaya masyarakat setempat dan kondisi
lingkungan. Substansi rencana pengelolaan hutan memuat: tujuan yang akan dicapai
KPH, kondisi yang dihadapi, dan strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan
hutan yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
Secara administratif, petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
tersebut relatif cukup sebagai pedoman dasar bagi KPH dalam memenuhi standar
“eksistensi” KPH sebagai pengelola kawasan hutan ditingkat tapak. Dalam
perkembangannya, implementasi dari Perdirjen Nomor: P.5/VII-WP3H/2012
menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut:
- Tidak melakukan penilaian (assessment) sumber daya hutan sebagai basis dalam
penataan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
- Terbatasnya “peran” KPH dalam proses penataan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, terkecuali KPH memiliki kemampuan teknis dan anggaran.
- Rencana pengelolaan hutan yang dihasilkan lebih mengedepankan kelengkapan
adminsitrasi baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan
hutan.
- Kurang memberikan kesempatan dan pilihan kepada KPH untuk merencanakan
pengelolaan sumber daya sesuai karakteristik dan budaya lokal.
23
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
24
BUKU A: PENGANTAR OPERASIONAL DAN PENGERTIAN
25
TOOLKITS PERENCANAAN MULTIGUNA HUTAN
26
I S B N 9 7 8 - 6 0 2 - 1 6 8 1 - 42- 8
9 786021 681428