Anda di halaman 1dari 44

Petunjuk Teknis

PEDOMAN SURVEI DAN PEMETAAN TANAH


Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000

Pengarah:
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Penanggungjawab:
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Penyusun:
Wahyunto, Hikmatullah, Erna Suryani, Chendy Tafakresnanto, Sofyan Ritung,
Anny Mulyani, Sukarman, Kusumo Nugroho, Yiyi Sulaeman, Suparto,
Rudi Eko Subandiono, Teddy Sutriadi, Dedi Nursyamsi

Nara Sumber:
Irsal Las, D. Subardja, Fahmuddin Agus, Santun R.P. Sitorus,
Nurwadjedi, Haryono, Widiatmaka, M. Noor

Diterbitkan oleh:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 16114
E-mail: bbsdlp@litbang.pertanian.go.id; csar@indosat.net.id
Website: http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id

Pencetakan buku ini dibiayai DIPA BBSDLP TA 2016


Edisi April, 2016

ISBN 978-602-6759-14-6
Cara Mengutip/Sitasi:
Wahyunto, Hikmatullah, E. Suryani, C. Tafakresnanto, S. Ritung, A. Mulyani, Sukarman,
K. Nugroho, Y. Sulaeman, Suparto, R.E. Subandiono, T. Sutriadi, D. Nursyamsi.
2016. Petunjuk Teknis Pedoman Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Semi
Detail Skala 1:50.000. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 44 hal.
KATA PENGANTAR

Tersedianya data dan informasi sumberdaya lahan/tanah yang lengkap sangat


diperlukan untuk menunjang program pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Data
tersebut diperoleh melalui kegiatan survei dan pemetaan tanah. Data informasi
sumberdaya lahan hasil survei dan pemetaan tanah tingkat semi detail berupa peta tanah
semi detail skala 1:50.000 beserta naskah dan deskripsi sifat-sifat tanahnya.
Buku Pedoman Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000
disusun terutama mengacu pada “Land Unit Classification for the Reconnaissance Soil
Survey” (Land Resources Evaluation and Planning Project, Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, 1988) dan “Juknis Survei dan Pemetaan Tanah Semi Detail skala 1:50.000”
(Hikmatullah dkk, 2014). Buku pedoman ini disusun dan dilengkapi dengan aplikasi
berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang survei dan pemetaan yang
berkembang pesat saat ini seperti teknologi penginderaan jauh/citra satelit, Geo-informasi
spasial dan digital soil mapping.
Buku Pedoman Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000 edisi
revisi tahun 2016 ini dapat terwujud berkat kerjasama Kelompok Peneliti lingkup Badan
Litbang Pertanian dan masukan para pakar yang ahli di bidangnya antar Kementerian dan
Lembaga terkait serta Perguruan tinggi melalui “fokus grup diskusi”. Kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Kami
berharap buku pedoman ini memberi manfaat bagi banyak pihak untuk berbagai
keperluan di bidang survei dan pemetaan serta pengembangan pertanian. Kami
mengharapkan tanggapan dan saran dari para pengguna publikasi ini untuk perbaikan
edisi yang akan datang.

Bogor, April 2016


Kepala Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian,

Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Pengertian Umum Survei dan Pemetaan Tanah .................................... 2
2. PROSEDUR DAN TAHAPAN SURVEI PEMETAAN TANAH ........... 5
2.1 Persiapan Survei .................................................................................... 5
2.2 Penyediaan Peralatan dan Survei Lapangan........................................... 8
2.3 Interpretasi Satuan Lahan ...................................................................... 9
2.4 Penyusunan Peta Rencana Pengamatan Lapang ................................... 11
3. TAHAP SURVEI LAPANGAN................................................................... 13
3.1 Survei Pendahuluan ............................................................................... 13
3.2 Survei Utama ........................................................................................ 13
4. TAHAP PENGOLAHAN DATA ............................................................... 17
4.1 Analisis Contoh Tanah .......................................................................... 17
4.2 Penyusunan Peta Tanah ........................................................................ 18
4.3 Penyusunan Basisdata ........................................................................... 18
4.4 Pencetakan Peta dan Pelaporan ............................................................. 18

5. TAHAP PENGELOLAAN DAN PEMUTAKHIRAN DATA DAN INFORMASI


............................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 21
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

1. Jenis peta tanah dan satuan peta tanah di Indonesia ....................................... 3


2. Contoh Legenda Peta Analisis Satuan Lahan Skala 1:50.000 ........................ 11
3. Contoh Legenda Peta Tanah Semi Detail Skala 1:50.000 .............................. 15

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

1. Contoh bahan yang diperlukan dalam pemetaan semi detail: (a) Data digital
elevation model (DEM), (b) Peta rupa bumi (RBI), (c) Citra Landsat dan (d)
Peta geologi .................................................................................................... 7
2. Peralatan lapangan yang diperlukan dalam survei dan pemetaan tanah ......... 9
3. Diagram alir pelaksanaan survei dan pemetaan tanah skala 1:50.000 ........... 12

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman

1. Daftar Klasifikasi Landform (Marsoedi et al., 1997) .................................... 21


2. Pengelompokkan jenis bahan induk/litologi untuk penyusunan peta tanah
analisis .......................................................................................................... 25
3. Contoh uraian sifat morfologi tanah ............................................................. 26
4. Cara pembuatan profil tanah, minipit dan bor untuk deskripsi sifat-sifat
morfologi tanah ............................................................................................. 27
5. Form isian pengamatan tanah di lapangan (bagian A) .................................. 29
6. Penjelasan dan kriteria unsur-unsur satuan tanah .......................................... 31
7. Kriteria penilaian hasil analisis contoh tanah (Pusat Penelitian Tanah, 33
1983) .............................................................................................................
8. Contoh uraian sifat-sifat morfologi tanah ..................................................... 34
9. Contoh hasil analisis sifat fisika, kimia dan mineral ..................................... 35
10. Format dan layout peta tanah semi detail skala 1:50.000 .............................. 36
Petunjuk Teknis Pedoman Survei dan Pemetaan Tanah

1. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan data dan informasi geospasial, seperti peta tanah dan peta-peta
turunannya akhir-akhir ini meningkat pesat seiring dengan meningkatnya laju
pembangunan di sektor pertanian. Undang Undang RI No. 4 tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial, Kepres tentang kebijakan menggunakan satu sumber peta dasar (one map
policy movement), Peraturan Menteri Pertanian No. 50 tahun 2012 tentang Pedoman
Pengembangan Kawasan Pertanian, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan
kebijakan lainnya menuntut ketersediaan data geospasial sumberdaya lahan dan hanya
satu peta yang digunakan secara nasional. Informasi geospasial dibutuhkan oleh semua
Kementerian/ Lembaga, Lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat umum untuk
meningkatkan kualitas perencanaan dan pengambilan keputusan di seluruh tingkatan dan
segala aspek dari pembangunan nasional.
Peta tanah sebagai salah satu Informasi Geospasial Tematik (IGT) disusun dari hasil
kegiatan survei dan pemetaan tanah (soil survey and mapping), yaitu kegiatan penelitian
di laboratorium dan lapangan untuk melakukan identifikasi, karakterisasi, dan evaluasi
potensi sumberdaya lahan/tanah dan fisik lingkungannya di suatu wilayah, yang didukung
oleh data hasil analisis laboratorium. Peta tanah menyajikan informasi geospasial sifat-
sifat tanah dan penyebarannya pada bentang lahan (landscape) di suatu wilayah. Peta
tanah dilengkapi dengan keterangan legenda peta, keterangan karakteristik tanah yang
berkembang di daerah yang dipetakan, lampiran data lapangan dan data analisis
laboratorium.
Kedetilan informasi yang disajikan pada peta tanah dicerminkan oleh skala peta.
Sesuai dengan Undang Undang No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, untuk
perencanaan di tingkat provinsi atau nasional diperlukan peta tanah tingkat tinjau skala
1:250.000, sedangkan untuk perencanaan tingkat kabupaten diperlukan peta tanah tingkat
semi detail skala 1:50.000. Saat ini peta tanah skala 1:250.000 sudah diselesaikan untuk
seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan peta tanah skala 1:50.000 saat ini baru mencapai
sekitar 60% dari luas daratan Indonesia (± 191 juta ha) yang dilaksanakan oleh BBSDLP
dan instansi lainnya, sisanya 40% harus segera diselesaikan penyusunannya pada tahun
anggaran 2016-2017.
Karena tuntutan pembangunan pertanian yang sangat pesat, tuntutan penyediaaan
data/ informasi sumberdaya tanah pertanian semakin banyak dan cepat, maka diperlukan
percepatan penyediaan data/ informasi sumberdaya tanah pada tingkat semi detail, melalui
pengembangan metodologi yang lebih cepat dan efisien berdasarkan ketersediaan
sumberdaya yang ada. Dengan demikian, untuk menunjang kelancaran survei dan
pemetaan tanah, baik untuk tujuan identifikasi, karakterisasi sifat-sifat tanah serta

1
klasifikasinya maupun untuk tujuan penggambaran penyebaran secara spasial (delineasi)
satuan peta, memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Buku Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan survei
dan pemetaan tanah, yang mencakup: (1) menyusun Peta Tanah Tingkat Semi Detail
Skala 1:50.000 berbasis wilayah kabupaten/kota dan (2) menyusun basisdata karakteristik
lahan/tanah (spasial dan tabular) berbasis kabupaten/kota, yang terdiri atas data spasial
(format shape file = shp), data titik pengamatan, data morfologi tanah, fisik-kimia dan
mineral fraksi pasir total.

Pengertian Umum Survei dan Pemetaan Tanah


Pengelolaan tanah yang efektif memerlukan pengetahuan tentang data dan informasi
tanah serta pola penyebarannya secara spasial dalam suatu bentang lahan (landscape),
sehingga keputusan penggunaan lahan dapat dipilih secara tepat, cepat dan efisisen. Data
dan informasi tanah serta pola penyebarannya diperoleh melalui kegiatan survei dan
pemetaan tanah.
Survei tanah merupakan suatu kegiatan inventarisasi sumberdaya tanah di suatu
wilayah tertentu. Survei tanah juga disebut sebagai kegiatan penelitian tanah di lapangan
yang menggolong-golongkan atau mengkelaskan tanah tersebut kedalam klasifikasi tanah
tertentu, dan menggambarkan penyebarannya kedalam bentuk peta (Ismangun, 1990).
Survei tanah ada beberapa macam, tergantung dari maksud dan tujuannya. Di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP)
Kementerian Pertanian, survei tanah dibedakan menjadi survei tanah eskplorasi (skala
kurang dari 1:500.000), survei tanah tinjau (skala 1:250.000), survei tanah semi detail
(skala 1:50.000), survei tanah detail, skala 1:10.000 – 1:25.000, dan masih ada lagi yang
lebih besar skalanya. Masing-masing tingkat survei tanah tersebut mempunyai tata tertib
atau tata cara pelaksanaan survei yang berbeda, karena itu produk peta tanah yang
dihasilkan pun berbeda, semakin besar skala petanya data dan informasi yang disajikan
semakin rinci dan detail.
Peta tanah adalah peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di suatu
wilayah. Pada peta tanah terdapat legenda yang secara singkat menerangkan satuan tanah
dan faktor-faktor lingkungannya di masing-masing satuan peta tanah. Umumnya peta
tanah dilengkapi dengan buku laporan yang memuat uraian-uraian jenis tanah yang lebih
lengkap (Hardjowigeno, 1995).
Peta tanah dibuat untuk tujuan tertentu, baik untuk tujuan pertanian maupun non
pertanian, sehingga peta yang dihasilkan disajikan pada skala peta tertentu. Semakin
detail skala peta, maka data dan informasi yang disajikan semakin rinci. Secara spasial
penyebaran dari masing-masing satuan peta tanah yang digambarkan juga semakin.
Kerincian dari data dan informasi yang dihasilkan sangat ditentukan oleh intensitas
pengamatan di lapangan dan skala peta. Sukardi et al. (1989) telah membagi jenis peta
tanah di Indonesia kedalam tujuh jenis peta tanah (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis peta tanah dan satuan peta tanah di Indonesia


Jenis peta tanah Skala Satuan Peta
Super detail ≥ 1:5.000 Seri dan fase (lereng, tekstur lapisan atas)
Detail 1:5.000 – 1:10.000 Famili/Seri dan fase (lereng, tekstur lapisan
atas)
Semi detail 1:25.000 – 1:50.000 Subgrup, bentuk wilayah (fase), landform
dan bahan induk
Tinjau mendalam <1:50.000 – 1:100.000 Subgrup, bentuk wilayah, fisiografi, bahan
induk
Tinjau 1:100.000 – 1:500.000 Great grup, bentuk wilayah, fisiografi, bahan
induk
Eskplorasi 1:1.000.000 – 1:2.500.000 Ordo (jenis tanah), bentuk wilayah, bahan
induk
Bagan ≤ 1:2.500.000 Ordo (jenis tanah)
Sumber: Sukardi et al. (1989)

Perkembangan metodologi pemetaan sumberdaya lahan/tanah tingkat semi detail di


Indonesia telah mengikuti kemajuan teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja), yaitu dengan
memanfaatkan citra satelit sebagai dasar pemilahan daerah yang dipetakan ke dalam unit-
unit homogen, dengan demikian subyektivitas pemeta dalam penarikan garis batas
(delineasi) satuan peta atau unit-unit homogen dapat diminimalkan walaupun masih
dilakukan secara manual. Data dan informasi dari lapangan diperoleh dengan cara
pengamatan tanah secara transek, contoh tanah yang dianalisis relatif berkurang (hanya
dianalisis pada tanah yang belum ada pewakilnya); dan pemanfaatan data sekunder seperti
data warisan tanah (legacy soil data) yang ada dioptimalkan, sehingga waktu survei di
lapangan dapat dipersingkat dan biaya dapat dihemat tanpa mengurangi akurasi.
Dalam pelaksanaan survei dan pemetaan tanah semi detail skala 1:50.000, sebagai
faktor penentu satuan peta tanah (SPT) adalah grup landform, litologi, bentuk wilayah/
relief. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengenalan satuan tanah pada setiap
satuan lahan bagi pengguna serta memanfaatkan produk tersebut secara cepat.
Semua data lapangan dan analisis contoh tanah disimpan dalam database. Database
yang utama adalah pengamatan lapangan (pemboran dan penampang tanah), kondisi fisik
dan lingkungan lahan, dan data analisis laboratorium. Database pengamatan lapangan
berisi semua parameter yang dapat diukur di lapangan dari setiap tempat pengamatan.
Parameter yang disimpan berisi semua informasi yang diperlukan untuk penilaian atau
evaluasi kesesuaian lahan.
2. PROSEDUR DAN TAHAPAN SURVEI PEMETAAN TANAH
Kegiatan survei dan pemetaan tanah tingkat semi detail skala 1:50.000 dilakukan
melalui tahapan berikut.

Persiapan Survei
Studi Pustaka
Studi pustaka bertujuan untuk menggali dan mempelajari keadaan daerah yang akan
disurvei dan dipetakan secara menyeluruh melalui pengumpulan informasi dari data dan
peta-peta yang tersedia dan relevan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran
keadaan bentang lahan dan tanah daerah survei, sehingga dapat membantu kelancaran
pelaksanaan survei di lapangan serta penyusunan Peta Satuan Lahan dan peta tanah.

Peta pengadaan dan Data Pendukung


Peta-peta dan data dukung yang diperlukan untuk menyusun peta satuan lahan adalah:
a. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 atau 1:25.000 yang diterbitkan oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berupa data digital dan/atau hard copy;
b. Peta DEM (Digital Elevation Model) resolusi 30 m dari Shutle Radar Topographic
Mapping (SRTM), peta kontur digital topografi, atau dari sumber lainnya;
c. Citra penginderaan jauh/satelit, seperti citra Landsat, ALOS, dan SPOT.
d. Peta geologi digital atau prin out skala 1:100.000 - 1:250.000 yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geologi Bandung;
e. Data/peta warisan tanah (legacy soil data), yaitu data dan peta-peta hasil survei dan
pemetaan tanah terdahulu;
f. Data dukung lain (a.l. data iklim dan hidrologi, penggunaan lahan dan penutupan
vegetasi, BPS dalam angka tingkat kabupaten).

a. Peta Rupa Bumi Indonesia


Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 50.000 – 1:25.000 dalam bentuk digital
digunakan sebagai peta dasar (base map) yang dapat diperoleh dari Badan Informasi
Geospasial (BIG, sebelumnya bernama Bakosurtanal). Garis pantai, jalur aliran sungai
utama/besar perlu disesuaikan dengan data terbaru yang dapat diperoleh dari citra satelit
atau data DEM. Peta batas wilayah administratif kabupaten terbaru dapat diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS) termasuk luas masing-masing kabupaten. Peta rupa bumi dan
Peta batas wilayah ini selanjutnya dapat ditumpang-tepatkan (overlay) ke peta dasar untuk
menyiapkan format dan layout “Peta Tanah” yang akan disusun.
Peta RBI ini juga digunakan untuk membantu kegiatan survei dan pemetaan di
lapangan, karena menyajikan informasi jaringan jalan, nama tempat, elevasi, liputan lahan
(land cover), pemukiman, dll.

b. Data DEM
Data Digital Elevation Model (DEM) dapat diturunkan dari data SRTM resolusi 30 m
atau dari peta kontur digital. Data DEM digunakan untuk membantu analisis dan delineasi
satuan lahan (landform, litologi, bentuk wilayah/lereng, pola drainase dls).

c. Citra Pengindraan Jauh


Data digital citra Landsat TM, SPOT, ALOS, ASTER, atau yang lainnya, yang dapat
diperoleh dari berbagai sumber, a.l. LAPAN atau download dari internet digunakan untuk
menyusun peta satuan lahan.. Data citra satelit diperlukan untuk membantu dalam
analisis landform/satuan lahan pada wilayah datar, seperti dataran aluvial dan marin, yang
sulit dibatasi dari data DEM. Selain itu, citra landsat TM digunakan untuk analisis
penggunaan lahan (existing landuse), terutama delineasi daerah-daerah yang sudah
terbangun, seperti sawah, perkebunan besar, pertambangan, dan lain sebagainya. Lahan
sawah dapat dijadikan satuan peta tanah tersendiri karena karakteristik tanahnya berbeda
(sering digenangi) dengan tanah yang lain.

d. Peta Geologi
Peta geologi hard copy atau digital skala 1: 250.000, 1:100.000 atau 1:50.000 yang
dapat diperoleh dari Puslitbang Geologi Bandung atau dari sumber pustaka lainnya.
Informasi geologi diperlukan untuk menduga jenis batuan induk (litologi) yang mungkin
dijumpai di lapangan, karena bahan induk/litologi menjadi salah satu komponen/faktor
pembentuk tanah serta salah satu parameter yang digunakan dalam analisis satuan lahan.
Apabila data digital belum tersedia, maka peta geologi hard copy dapat di-scan dan dibuat
file .jpg untuk selanjutnya di-overlay-kan dengan data layer lainnya untuk analisis
menduga bahan induk tanah suatu daerah.

e. Data dan Peta Tanah Hasil Survei dan Pemetaan Tanah Terdahulu
(legacy soil date)
Peta tanah hasil-hasil survei dan pemetaan tanah terdahulu (legacy soil data) di
wilayah yang akan dipetakan perlu dihimpun dan dipelajari untuk dijadikan acuan dalam
analisis satuan lahan dan tanah. Data yang diperlukan dari peta tanah terdahulu adalah
informasi jenis dan macam tanah serta sifat-sifatnya. Peta tanah yang sudah tersedia
adalah peta tanah tingkat tinjau skala 1:250.000 seluruh Indonesia, dan sebagian peta
tanah skala 1:50.000.
f. Data Dukung
Data dukung lain yang diperlukan adalah data iklim terutama curah hujan, suhu
udara, kelembaban udara, dan evapotranspirasi rata-rata bulanan selama 5-10 tahun
terakhir. Data tersebut diperoleh dari stasiun pengamat iklim/pencatat curah hujan di
wilayah kabupaten bersangkutan. Instansi pencatat data iklim adalah BMKG atau instansi
lain yang berkepentingan terhadap data tersebut, antara lain PU dan Dinas Pertanian. Data
curah hujan rata-rata bulanan diklasifikasikan menurut zone agroklimat Oldeman et al.
(1975; 1977; 1978; 1980), tipe hujan menurut Schmidt dan Ferguson (1951). Data lahan
sawah juga diperlukan karena tanah-tanah sawah sering tergenang dan mempunyai
karakteristik khusus (lapisan tapak bajak), sehingga dapat digunakan sebagai satuan peta
tanah tersendiri. Contoh data dukung disajikan pada Gambar 1.

(a) DEM (b) RBI

(c) Citra Landsat (d) Peta Geologi


Gambar 1. Contoh bahan yang diperlukan dalam pemetaan semi detail: (a) Data digital
elevation model (DEM), (b) Peta rupa bumi (RBI), (c) Citra landsat, dan (d) Peta geologi
Penyediaan Peralatan dan Survei Lapangan
Peralatan lapangan yang harus disediakan untuk pelaksanaan kegiatan survei dan
pemetaan tanah adalah:
 Bor tanah mineral tipe Belgia (panjang 1,2 m);
 Bor tanah gambut tipe Eijkelkamp (panjang setiap batang 1 m);
 GPS (Geographical Positioning System) untuk menentukan posisi koordinat di
lapangan;
 Buku Munsell Soil Color Chart;
 Kompas geologi untuk mengetahui arah mata angin;
 Abney level untuk mengukur kemiringan lereng;
 pH Truog untuk mengukur pH tanah di lapangan;
 pH Lakmus dan cairan H2O2 untuk mengukur pH tanah daerah pantai yang mengandung
pirit;
 Buku kunci Klasifikasi Tanah Nasional (BBSDLP, 2014);
 Buku kunci klasifikasi tanah Keys to Soil Taxonomy edisi 2014;
 Meteran baja atau meteran band;
 Alat gali profil tanah (cangkul, sekop, linggis, dll);
 Kantong plastik dan label untuk contoh tanah pewakil;
 Komputer Laptop untuk entri data dan analisis spasial, penyusunan peta-peta dan
laporan.

1. Bor tanah tipe Belgia 2. Bor tanah gambut 3. Alat GPS


4. Mata bor tanah tipe 5. Mata bor gambut 6. Munsell warna tanah
Belgia

7. Meteran baja 8. Abney level untuk mengukur 9. Cairan pH Truog


kemiringan lereng

10. Kompas geologi 11. pH lakmus dan pH meter 12. Pisau lapang

Gambar 2. Peralatan lapangan yang diperlukan dalam survei dan pemetaan tanah

Interpretasi Satuan Lahan


Interpretasi satuan lahan untuk menyusun Peta Satuan Lahan hasil Interpretasi.
Satuan lahan merupakan sebidang lahan atau wilayah yang mempunyai kesamaan atau
kemiripan unsur-unsur lahan. Unsur-unsur lahan tersebut terdiri dari : (a) Landform, (b)
Bahan Induk/litologi; dan (c) Bentuk wilayah dan lereng. Peta satuan lahan hasil
interpretasi digunakan sebagai acuan untuk perencanaan pengamatan lapangan dan
penyusunan Peta Tanah.
Interpretasi satuan lahan merupakan serangkaian kegiatan interpretasi data/ informasi
terhadap unsur-unsur berikut ini :

Landform
Delineasi satuan landform dilakukan dari data DEM yang di-overlay-kan dengan data
citra landsat, peta kontur/RBI, dan peta geologi. Secara makro Grup Landform dibedakan
atas Grup Aluvial (A), Marin (M), Fluvio-Marin (B), Gambut (G), Karst (K), Tektonik
(T), Volkanik (V) dan Aneka (X). Selanjutnya grup landform dibedakan menjadi sub-
landform. Grup landform diberi simbol berupa huruf besar, sedangkan sub-landform
diberi simbol berupa angka Arab dibelakang huruf besar. Sebagai acuan, digunakan buku
Pedoman Klasifikasi Landform (Marsoedi Ds et al., 1997) seperti Lampiran 1.

Litologi
Informasi dan delineasi jenis litologi atau batuan induk diperoleh dari peta geologi
dengan teknik tumpang tepat (overlay) dengan data DEM dan citra satelit/landsat serta
peta RBI. Setiap jenis litologi/bahan induk diberi simbol huruf kecil yang mengacu
kepada Pedoman Klasifikasi Landform (Marsoedi Ds et al., 1997) seperti Lampiran 1.
Apabila dalam satuan formasi geologi memiliki lebih dari satu jenis litologi/ bahan induk,
maka dipilih 2 jenis batuan yang pertama. Sebagai contoh, dalam satu satuan formasi
geologi disebutkan jenis litologi/ bahan induk komposisinya terdiri dari batupasir,
batulanau, napal, batugamping, dan konglomerat, maka dipilih 2 jenis yang pertama, yaitu
batupasir (kasar) dan batulanau (halus), dan diberi simbol: fq. Hasil interpretasi litologi
harus dicek (diverifikasi) kebenaran disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
Pengelompokan jenis bahan induk/ litologi untuk penyusunan Peta Tanah Analisis
disajikan pada Lampiran 2.

Bentuk wilayah/lereng
Interpretasi bentuk wilayah/lereng lebih detail dapat dilakukan dari data kontur peta
RBI dan DEM. Pengelompokan bentuk wilayah/lereng mengacu kepada Pedoman
Klasifikasi Landform (Marsoed Ds et al., 1997) seperti Lampiran 1.Daftar simbol/ kode
untuk relief dan kelas lereng disajikan pada Lampiran 3.

Penyusunan Legenda Peta Satuan Lahan Hasil Interpretasi


Peta satuan lahan hasil interpretasi perlu dilengkapi dengan keterangan legenda peta.
Legenda peta disusun berdasarkan urutan berikut: Nomor urut, simbol satuan lahan,
uraian satuan landform, satuan litologi, satuan bentuk wilayah/kelas lereng dan luas
masing-masing satuan lahan dalam hektar dan persentasenya. Legenda peta ini
selanjutnya diperbaiki berdasarkan hasil pengamatan lapang dan data analisis
laboratorium untuk penyusunan Peta Tanah. Contoh legenda peta satuan lahan hasil
interpretasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh Legenda Peta Analisis Satuan Lahan Skala 1:50.000
Satuan Lahan Uraian Luas
Bentuk wilayah/ %
No. Simbol Landform Litologi ha %
lereng
1. Au13.n Dataran aluvial Endapan halus Agak datar (1-3) 1.245 20,89
2. Tq113.r* Dataran tektonik Batu pasir Bergelombang (8-15) 2.850 47,82
3. Va31.u Dataran volkan tua Volkan andesit Berombak (3-8) 1.865 31,29
Luas 5.960 100,00
*Keterangan: Tq113.r: T = grup landform tektonik; q = bahan induk sedimen kasar/batupasir; 113 =
sub landform dataran tektonik bergelombang; r = relief bergelombang (lereng 8-15%)

Penyusunan Peta Rencana Pengamatan Lapang


Peta rencana titik (site) pengamatan tanah di lapang harus disiapkan sebelum survei
lapangan, dengan memperhatikan keragaman satuan lahan dan asesibilitas lapang.
Digunakan metode pengamatan sistem transek atau acak terpilih (stratified random
sampling) untuk dapat mewakili jumlah titik pengamatan setiap satuan lahan. Untuk
satuan lahan yang luas perlu transek pengamatan lebih banyak. Rencana titik pengamatan
diplotkan pada Peta Satuan Lahan hasil interpretasi.
Tahapan pelaksanaan survei dan pemetaan tanah skala 1:50.000 disajikan dalam
diagram alir pada Gambar 3.
1. PERSIAPAN
Studi pustaka
Analisis DEM/SRTM, citra satelit, RBI, geologi, peta tanah tinjau

Peta interpretasi satuan lahan skala 1:50.000 Kompilasi data tanah

2. SURVEI LAPANGAN
Survei lapangan: pengamatan satuan lahan dan tanah, fisik lingkungan, landuse, iklim, dan pengambilan con

Editing Peta Satuan Lahan


Entri data pengamatan

Peta tanah (lapang) skala 1:50.000


3. PENGOLAHAN DATA

Interpretasi hasil analisis contoh tanah Basisdata spasial dan tabular

Peta Tanah (final) skala 1: 50.000

Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan survei dan pemetaan tanah skala 1:50.000
3. TAHAP SURVEI LAPANGAN
Survei lapangan ditujukan untuk melakukan pengamatan satuan lahan, pengamatan
tanah dan sebaran sifat-sifatnya, deskripsi penampang tanah, pengambilan contoh tanah
pewakil, penetapan klasifikasi tanah, dan pengumpulan data dukung/sekunder (a.l. data
iklim, penduduk, produksi pertanian).

Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan oleh Pimpinan/Koordinator dan anggota tim untuk
konsultasi dengan Pemerintah Daerah setempat yang relevan berkaitan dengan kondisi
sumberdaya lahan pertanian, pengumpulan data dukung yang relevan, seperti informasi
komoditas pertanian, iklim, aksesibilitas jaringan jalan, tenaga kerja, sarana transportasi,
dan tenaga daerah pendamping tim, serta penyelesaian administrasi. Informasi yang
diperoleh dari hasil konsultasi digunakan untuk perencanaan pelaksanaan survei lapangan.

Survei Utama
Survei utama dilakukan oleh tim survei dan pemetaan tanah dengan tugas
melaksanakan seluruh kegiatan survei dan pemetaan tanah, yang meliputi:
 Pengecekan dan perbaikan Peta Satuan Lahan hasil interpretasi;
 Pengamatan sifat-sifat tanah dan sebarannya di lapangan;
 Penetapan klasifikasi tanah menurut sistem Klasifikasi Tanah Nasional (Subardja et
al., 2014) dan padanannya menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2014),
 Entri data hasil pengamatan lapang dan penyusunan basisdata tanah;
 Penyusunan Peta Pengamatan Lapang
 Penyusunan Peta Tanah Lapang

Pengecekan dan Perbaikan Peta Satuan Lahan Hasil Interpretasi


Pengecekan satuan lahan merupakan kegiatan verifikasi di lapangan terhadap Peta
Satuan Lahan hasil interpretasi. Tujuannya terutama untuk pengujian batas (delineasi)
satuan lahan dan penamaannya, apakah sudah sesuai dengan kondisi di lapangan, yang
berkaitan dengan unsur landform, bahan induk, dan bentuk wilayah/lereng, serta
informasi lainnya, seperti penggunaan lahan dan vegetasi.

Pengamatan sifat-sifat tanah dan sebenarnya di lapangan


Pengamatan tanah dilakukan dengan menggunakan pendekatan system transek (topo-
litosekuen) dan/atau sistem acak terpilih (stratified random sampling) pada satuan lahan
pewakil yang telah direncanakan sebelum ke lapangan.
Pengamatan tanah dilakukan dengan cara: (a) pemboran tanah, (b) penggalian lubang
minipit, dan (c) pembuatan profil tanah. Pengamatan sifat-sifat morfologi tanah dan fisik
lingkungannya di lapangan mengacu pada Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah (Balai
Penelitian Tanah (2004) dan Pedoman Pengamatan Tanah di Lapangan (Sukarman et al.,
2016). Pembuatan profil tanah pewakil dilakukan pada lokasi yang mewakili Satuan
Tanah sampai kedalaman 150 cm atau sampai bahan induk. Cara pembuatan profil tanah,
minipit dan bor untuk diskripsi sifat-sifat morfologi tanah disajikan pada Lampiran 4.
Koordinat setiap titik pengamatan ditetapkan dengan GPS (UTM atau geografis) dan
diplotkan pada peta satuan lahan hasil interpretasi skala 1: 50.000. Semua data deskripsi
hasil pemboran, minipit dan profil tanah di lapangan dicatat dalam formulir isian
pengamatan lapang untuk selanjutnya di-entri ke dalam komputer. Contoh formulir isian
pengamatan lapang disajikan pada Lampiran 5.

Penetapan klasifikasi tanah


Klasifikasi tanah ditetapkan di lapangan dan selanjutnya dikoreksi dengan data
analisis laboratorium. Klasifikasi tanah menggunakan sistem Klasifikasi Tanah Nasional
(Subardja et al., 2014) sampai Macam Tanah, dan diberikan padanannya menurut sistem
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2014) sampai tingkat subgrup.

Pengambilan contoh tanah


Contoh tanah diambil dari setiap horizon dari profil pewakil atau minipit atau
pemboran yang mewakili satuan tanah dari setiap satuan lahan, kemudian diberi kode
sesuai dengan kode pengamatan tanah, untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium yang
terakreditasi.

Entri data pengamatan lapangan


Melakukan koreksi atau edit data hasil pengamatan lapang dientri kembali dalam
dalam sistem bais data. Output dari entri data tersebut berupa uraian morfologi tanah.
Data morfologi tanah tersebut selanjutnya akan dikoreksi dengan data analisis contoh
tanah di laboratorium, sehingga data menjadi clean.

Penyusunan peta pengamatan tanah


Semua titik pengamatan tanah di lapangan diplotkan dalam peta satuan lahan hasil
interpretasi. Peta pengamatan lapang digunakan untuk menyusun Peta Tanah (sementara).

Penyusunan peta tanah


Peta tanah (sementara) disusun berdasarkan hasil pengamatan satuan lahan dan tanah
yang diperoleh dari hasil pemboran, minipit dan profil. Peta tanah perlu dilengkapi
dengan legenda peta. Legenda peta tanah lapang disusun dengan urutan berikut: 1) nomor
urut satuan peta tanah (SPT), 2) satuan tanah pada tingkat macam tanah, termasuk sifat-
sifat fisika dan kimia tanah, serta proporsinya, 3) satuan landform, 4)satuan bahan induk,
5) satuan bentuk wilayah/lereng, dan 6) luasan masing-masing SPT (dalam ha dan %).
Satuan tanah terdiri dari: macam tanah, kedalaman tanah, drainase, tekstur, reaksi tanah
(pH), kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan kejenuhan basa (KB). Satuan tanah pada
setiap SPT dapat lebih dari satu macam tanah, dan penyebarannya dinyatakan dalam
proporsi, yaitu: sangat dominan (P > 75%), dominan (D = 50-75%), sedang (F = 25-49%),
sedikit (M = 10-24%) dan sangat sedikit (T=<10%) (CSR/FAO, 1983). Contoh Legenda
Peta Tanah Semi Detail disajikan pada Tabel 3.
Penjelasan dan kriteria unsur-unsur satuan tanah tersebut disajikan dalam Lampiran 6.

Tabel 3. Contoh Legenda Peta Tanah Semi Detail Skala 1:50.000

No Relief Luas
Satuan tanah Proporsi Landform Bahan induk
SPT (% lereng)
ha %
1 Gleisol Eutrik, dalam, D Dataran Endapan liat Agak datar 1.245 20,89
terhambat, halus, agak aluvial (1-3)
masam, KTK-tinggi, KB
sedang
(Typic Endoaquepts)

Gleisol Fluvik, dalam, F


terhambat, halus, agak
masam, KTK dan KB tinggi
(Fluvaquentic Endoaquepts)
2 Kambisol Distrik, dalam, D Dataran Batupasir Bergelom- 2.850 47,82
drainase baik, tekstur tektonik bang
sedang, masam, KTK (8-15)
sedang, KB rendah
(Typic Dystudepts)

Podsolik Haplik, dalam, F


drainase baik, halus,
masam, KTK dan KB
rendah
(Typic Hapludults)
3 Kambisol Oksik, dalam, P Dataran Tuf andesit Beromba 1.865 31,29
drainase baik, halus, volkan tua k (3-8)
masam, KTK dan KB
rendah
(Oxic Dystrudepts)
Jumlah 5.960 100,0

Keterangan: KB = Kapasitas Tukar Kation, = Kejenuhan Basa, P (Predominant/sangat dominan) =


> 75%, D (Dominan) = 50-75%, F (Fair/sedang) = 25-49%, M (Minor/sedikit)= 10-24%, dan T
(Trace/sangat sedikit) = < 10%.
Pengumpulan Data Dukung
Data iklim yang dikumpulkan terutama data curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, dari stasiun yang ada di wilayah kabupaten atau terdekat dengan kabupaten
tersebut untuk periode pengamatan selama 5-10 tahun terakhir. Jika tidak tersedia atau
sulit diperoleh, dapat menggunakan data lama yang masih relevan. Data iklim digunakan
untuk menduga neraca air (periode defisit-surplus), pola tanam, menduga rejim
kelembaban tanah dan rejim suhu tanah serta sebagai data dukung untuk klasifikasi tanah
dan penilaian kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian.
4. TAHAP PENGOLAHAN DATA

Analisis Contoh Tanah


Contoh tanah sekitar 0,5-1,0 kg diambil dari setiap horison dari profil tanah pewakil
untuk dianalisis di laboratorium yang sudah mendapatkan akreditasi. Jenis analisis contoh
tanah terdiri atas analisis kimia standar dan khusus/tambahan, yang disesuaikan dengan
kebutuhan.

(a) Analisis standar meliputi:


 Tekstur 3 fraksi (pasir, debu dan liat) dengan metoda pipet;
 pH (H2O dan KCl) rasio 1:2,5;
 C organik (Walkley and Black);
 N total (Kjeldahl);
 P2O5 total (ekstraksi HCl 25%);
 K2O total (ekstraksi HCl 25%);
 P2O5 tersedia (ekstraksi Bray 1 untuk tanah masam pH<5,5 dan ekstraksi Olsen
untuk tanah tidak masam, pH>5,5);
 Kation dapat ditukar (Ca, Mg, K, Na) ekstraksi NH4OAc 1NpH 7 dan kejenuhan
basa;
 KTK tanah dalam ekstrak ammonium asetat pH 7 (NH4OAc 1NpH 7);
 Al dapat ditukar (ekstraksi KCl 1N) untuk tanah masam pH <5,5.

(b) Analisis tambahan


Jenis analisis contoh tanah tambahan diperlukan untuk mendukung dalam klasifikasi
jenis-jenis tanah. Misalnya, untuk menentukan suatu tanah dapat diklasifikasikan kedalam
tanah Andosol (Andisols) perlu analisis tambahan pH NaF, kadar Al, Fe dan Si (ekstraksi
asam oksalat), retensi P, dan mineral pasir. Untuk tanah Mediteran (Alfisols) perlu
analisis KTK BaCl2-TEA pH 8,2. Untuk tanah Gambut (Histosols) perlu tambahan
analisis kadar abu dan kadar serat. Untuk tanah yang berasal dari daerah yang relatid
dekat dengan pantai yang umumnya mengandung pirit, perlu analisis kadar pirit dan daya
hantar listrik (DHL). Untuk tanah Podsol perlu analisis kadar Al dan Fe (ekstraksi asam
oksalat). Untuk tanah Oksisol/Lateritik perlu analisis mineral fraksi pasir dan KTK
efektif.
Penyusunan Peta Tanah
Peta tanah dan legenda peta yang sudah disusun berdasarkan hasil pengamatan
lapangan perlu diperbaiki dan disempurnakan, yang berkaitan dengan penetapan
klasifikasi tanah berdasarkan hasil analisis laboratorium, perbaikan ketepatan delineasi
batas dan satuan peta tanah serta kesesuaian penamaan landform dengan kondis aktual di
lapangan. Peta tanah ini merupakan peta hasil perbaikan peta tanah lapang.

Penyusunan Basisdata
Data hasil pengamatan tanah di lapangan, data analisis tanah laboratorium, baik data
spasial maupun tabular disimpan dalam suatu basisdata tanah. Basis data tanah terdiri
atas 3 macam, yaitu:
a. Data hasil pengamatan tanah di lapangan yang berupa site (titik pengamatan) dan data
morfologi tanah. Contoh output uraian morfologi tanah disajikan pada Lampiran 7.
b. Data hasil analisis tanah di laboratorium. Sebelum disimpan, data tersebut perlu diolah
dan dilengkapi dengan ketebalan horizon tanah (cm) dan sifat-sifat tanah yang
dihitung dari data laboratorium tersebut, seperti KTK-liat, KTK-efektif, kelas tekstur,
nilai ESP atau SAR, dsb. Contoh hasil analisis sifat fisika, kimia, dan mineral
disajikan pada Lampiran 8, dan Contoh kriteria penilaian hasil analisis contoh tanah
disajikan pada Lampiran 9.
c. Semua data spasial dan tabular berupa peta titik pengamatan tanah dan peta tanah yang
sudah di layout. Naskah laporan dan lampirannya dibuat copy file dalam CD atau
external hard-disk sebagai back-up data.

Pencetakan Peta dan Pelaporan


Peta tanah dan peta pengamatan tanah diintegrasikan (di-overlay) dengan “templete
format dan lay out peta” termasuk overlay dengan peta (RBI) skala 1:50.000 dan batas
wilayah kabupaten. Templete format dan layout peta mengacu standard peta Nasional dari
Badan Informasi Geospasial (BIG). Desain layout dan format peta yang akan dicetak ini
dilengkapi dengan judul, legenda peta, peta indeks lokasi bersangkutan, koordinat
geografis/UTM, institusi pelaksana dan institusi penerbit peta. Format layout peta
disajikan pada Lampiran 10.
Laporan hasil pemetan tanah disajikan dalam bentuk naskah dan lampiran peta-peta.
Naskah laporan akhir (final) hasil pemetaan tanah dibuat seringkas mungkin, tetapi padat
dan informatif. Laporan terdiri atas: (a) naskah/narasi, (b) lampiran uraian morfologi dan
data analisis contoh tanah, (c) lampiran peta-peta, dan (d) backup file dalam CD. Naskah
dan peta tanah yang telah dibakukan (one map Policy) diberi Nomor Dokumentasi oleh
BBSDLP.
5. TAHAP PENGELOLAAN DAN PEMUTAKHIRAN DATA DAN
INFORMASI
Peta Tanah semi detail skala 1:50.000 yang telah disusun beserta basis data yang
telah dibangun dilakukan pemutakhiran data dan informasi sumberdaya lahan/tanah
secara kontinyu berdasarkan data dan kriteria klasifikasi tanah dan aplikasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sesuai dengan perkembangan IPTEK. Peta dan data
yang ada merupakan sumber informasi yang aktual, dan mutakhir untuk mendukung
usaha pemetaan dan inventarisasi sumberdaya lahan/ tanah, kemandirian pangan dan
pengembangan wilayah pertanian. Dengan perkembangan IPTEK, peta tanah semi detail
skala 1:50.000 perlu diperbaharui termasuk input data secara berkala sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pedoman Pengamatan Tanah. Edisi 1.
Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Bogor. 117 hal.
Buurman, P. and Tom Balsem. 1988. Land Unit Classification for the Reconnaissance
Soil Survey of Sumatra. Technical Report No. 2 Version 2.1. Land Resources
Evaluation and Planning Proj. Centre for Soil and Agroclimate Research. Bogor.
CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1:250.000 Scale. Atlas Format
Procedures. Land Resources Evaluation with Emphasis on Outer Island Project.
CSR/FAO Indonesia AGOFANS/78/006. Mannual 4 version 1.
Dent, D. and A.Young.1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen and Unwin,
London.
FAO. 1978. Guidelines for Soil Profile Description. FAO/UNESCO. Rome.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.
Ismangun. 1991. Pemanfaatan produksi peta satuan lahan dan tanah dari LREP part-II.
Hlm 57-70. Dalam Prosiding Expose Hasil penelitian Proyek Perencanaan dan
Evaluasi Sumberdaya Lahan (LREPP Part-II) Sumatera Bagian Utara, Medan, 12-
13 Desember 1990.
Marsoedi Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul S.W.P., S. Hardjowigeno, J. Hof, dan
E.R. Jordan. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. Laporan Teknis No. 5, Versi 3.
LREP Project. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Panduan Survei Tanah. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Subardja, D. dan S. Ritung, Markus Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono.
Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Soekardi, M., N. Suharta, dan S. Ritung. 1989. Macam-macam peta tanah dan
kegunaannya. Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk dan Lahan. Pusat Penelitian
Tanah. Bogor.
Sukarman dan S. Ritung.2013. Perkembangan dan strategi percepatan pemetaan
sumberdaya tanah di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan 7(1):1-14.
Suparto, S. Ritung, K. Nogroho, E. Suryani, dan C. Tafakresnanto. 2016. Pedoman
Klasifikasi Landform Indonesia untuk Pemetaan Tanah. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Van Wambeke, A. and T. Forbes. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in The
Names of Soil Map Units. Soil Management Support Services. Technical
Monograph No. 10.
Lampiran 1. Daftar Klasifikasi Landform (Marsoedi et al., 1997)
Lampiran 1. (Lanjutan)
Lampiran 1. (Lanjutan)
Lampiran 1. (Lanjutan)
Lampiran 2. Pengelompokkan jenis bahan induk/litologi untuk penyusunan peta tanah
analisis
Grup Litologi
Jenis bahan Induk
Landform Kode Uraian sifat
Aluvial (A) f endapan halus liat, lumpur, debu
q endapan kasar pasir, kerikil
u endapan campuran liat, debu, lumpur, pasir, kerikil
Marin (M) f endapan halus liat, lumpur, debu
q endapan kasar pasir, kerikil
Fluvio-Marin (B) f endapan halus liat, lumpur, debu
q endapan kasar pasir, kerikil
Gambut (G) o endapan organik bahan organik
Karst (K) c halus berkapur keras batugamping, batukarang
Volkan (V) b Basis lava basal
(ekstursif)
a intermedier-basis tuf andesit, lava andesit- basal, abu volkan
d Masam dasit, liparit, riolit
Volkan (V) g Masam granit
(intrusif) r Intermedier granodiorit, diorite, syenite
m Basis gabro, diabse
s ultrabasis/ultramafik sepentinit, peridotit
Tektonik (T) batuliat, batulumpur, batulanau, serpih,
f halus masam
(sedimen) batusabak
q kasar masam batupasir, konglomerat, breksi
fk halus berkapur lunak napal, batukapur, liat berkapur, tuf berkapur
qk kasar berkapur lunak batupasir berkapur, breksi berkapur
Tektonik (T) n kasar masam gneiss, kuarsit
(metamorfik) t halus masam skis, skis mika
y tidak dibedakan campuran
Sumber: Buurman dan Balsem (1990)
Lampiran 3. Contoh uraian sifat morfologi tanah
Simbol Relief Lereng (%) Beda tinggi (m)
F Datar (flat) 0-1 <5
N Agak datar (nearly flat) 1-3 <5
U Berombak (undulating) 3-8 5-15
R Bergelombang (rolling) 8-15 15-50
C Berbukit kecil (hillocky) 15-25 50-200
H Berbukit (hilly) 25-40 50-300
M Bergunung (mountainous) >40 >300
Lampiran 4. Cara pembuatan profil tanah, minipit dan bor untuk deskripsi sifat-sifat
morfologi tanah

A. Profil tanah
1. Tentukan lokasi/site yang masih alami, atau jika lahan pertanian (sudah diolah), pilih
yang permukaannya rata. Hindari lokasi bekas timbunan atau galian.
2. Buat lubang berbentuk persegi panjang atau bujur-sangkar dengan ukuran: panjang x
lebar x dalam 1,0 x 1,0 x 1,5 m 3, dengan sisi bidang penampang yang akan
dideskripsi atau diamati terkena/ menghadap sinar matahari. Bagian atas/permukaan
tanah dari bidang yang akan diamati tersebut jangan ditimbun tanah galian atau
diinjak.
3. Ratakan secara vertikal keempat sisi-sisi bidang tersebut.
4. Selama penggalian lubang berlangsung, amati dan catat apa yang tercantum dalam
form isian bagian depan (Deskripsi Fisik Lingkungan).
5. Deskripsi penampang tanah dimulai dengan mengkorek atau menusuk-nusuk
permukaan bidang tanah sedikit-sedikit dari atas sampai bawah dengan pisau tanah
(pisau belati yang tumpul).
6. Tentukan batas-batas setiap lapisan atau horison dengan pisau tersebut berdasarkan
perbedaan kenampakan warna tanah, tekstur dan/atau struktur, konsistensi, mulai
dari lapisan atas sampai bawah.
7. Tentukan sifat-sifat morfologi tanah untuk setiap lapisan, meliputi: ketebalan lapisan,
warna matriks, warna karatan (kalau ada), tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar
(kalau ada), dan pH tanah. Catat semua data tersebut pada form isian pada bagian B
(Deskripsi Penampang Tanah).
8. Untuk lapisan di bawah 1,5 m, lakukan pemboran dengan alat bor untuk setiap
ketebalan 20 cm (satu mata bor), sampai mencapai dalam 2,0 m dari permukaan
tanah. Lalu tentukan sifat-sifat morfologinya seperti di atas.
9. Bandingkan hasil deskripsi dari lokasi tersebut dengan hasil-hasil deskripsi lainnya
dari suatu transek satuan lahan untuk melihat kemungkinan ada perbedaan sifat-
sifatnya.
10. Tentukan klasifikasi tanah di lapangan menurut BBSDLP (2014) sampai Macam
Tanah, dan Taksonomi Tanah (2014) sampai tingkat subgrup.

B. Pengamatan minipit
1. Tentukan lokasi/site yang masih alami, atau jika lahan pertanian (sudah diolah), pilih
yang permukaannya rata. Hindari lokasi bekas timbunan atau galian.
2. Buat lubang berbentuk persegi panjang atau bujur-sangkar dengan ukuran: panjang x
lebar x dalam 1,0 x 1,0 x 0,5 m3, dengan sisi bidang penampang yang akan
dideskripsi atau diamati terkena/ menghadap sinar matahari. Bagian atas/permukaan
tanah dari bidang yang akan diamati tersebut jangan ditimbun tanah galian atau
diinjak.
3. Ratakan secara vertikal keempat sisi-sisi bidang tersebut.
4. Selama penggalian lubang berlangsung, amati dan catat apa yang tercantum dalam
form isian bagian depan (Deskripsi Fisik Lingkungan).
5. Deskripsi penampang tanah dimulai dengan mengkorek atau menusuk-nusuk
permukaan bidang tanah sedikit-sedikit dari atas sampai bawah dengan pisau tanah
(pisau belati yang tumpul).
6. Tentukan batas-batas setiap lapisan atau horison dengan pisau tersebut berdasarkan
perbedaan kenampakan warna tanah, tekstur dan/atau struktur, konsistensi, mulai
dari lapisan atas sampai bawah.
7. Tentukan sifat-sifat morfologi tanah untuk setiap lapisan, meliputi: ketebalan lapisan,
warna matriks, warna karatan (kalau ada), tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar
(kalau ada), dan pH tanah. Catat semua data tersebut pada form isian pada bagian B
(Deskripsi Penampang Tanah).
8. Untuk lapisan di bawah 0,5 m, lakukan pemboran dengan alat bor untuk setiap
ketebalan 20 cm (satu mata bor), sampai mencapai dalam 1,5 m dari permukaan
tanah. Lalu tentukan sifat-sifat morfologinya seperti di atas.
9. Bandingkan hasil deskripsi dari lokasi tersebut dengan hasil-hasil deskripsi lainnya
dari suatu transek satuan lahan untuk melihat kemungkinan ada perbedaan sifat-
sifatnya.
10. Tentukan klasifikasi tanah di lapangan menurut BBSDLP (2014) sampai Macam
Tanah dan Taksonomi Tanah (2014) sampai tingkat subgrup.

C. Pengamatan bor
1. Tentukan lokasi/site yang masih alami, atau jika lahan pertanian (sudah diolah), pilih
yang permukaannya rata. Hindari lokasi bekas timbunan atau galian.
2. Lakukan pemboran dengan memutar kearah kanan (sesuai jarum jam) sedalam setiap
20 cm (satu mata bor), lalu angkat/tarik (jangan diputar), keluarkan tanah dengan
tangan atau pisau dan tempatkan pada lahan rata.
3. Ulangi/teruskan pemboran tersebut untuk setiap 20 cm, sampai kedalaman 120 cm
atau sampai bahan induk atau batuan, jika kurang dari 120 cm. Tempatkan tanah
hasil pemboran secara berurutan dari lapisan atas ke bawah.
4. Selama pemboran tanah berlangsung, lakukan pengamatan dan catat keadaan
lingkungan setempat seperti yang tercantum dalam form isian bagian depan
(Deskripsi Fisik Lingkungan).
5. Tentukan sifat-sifat morfologi tanah hasil pemboran dimulai dari ketebalan horizon,
warna tanah, tekstur, konsisensi dan gejala lainnya. Ukur pH tanah untuk setiap
horison. Catat semua data tersebut pada form isian pada bagian B (Deskripsi
Penampang Tanah).
6. Bandingkan hasil deskripsi dari lokasi tersebut dengan hasil-hasil deskripsi lainnya
dari suatu transek satuan lahan untuk melihat kemungkinan ada perbedaan sifat-
sifatnya.
7. Tentukan klasifikasi tanah di lapangan menurut BBSDLP (2014) sampai Macam
Tanah dan Taksonomi Tanah (2014) sampai tingkat subgrup.
Lampiran 5. Form isian pengamatan tanah di lapangan (bagian A)

GENERAL SITE INFORMATION


1a. CSAR FORM NR.: \...:...:...:...:......./
2. MAPPING UNIT CODE: \...:...:...:...:...:.../ 3. API UNIT: \...:...:...:...:...:.../ 3a. POL. NR.: \...:...:...:...:......./
4. LOCATION NAME:\ .................................... / \..................................................../ \................................................../ \....................................../
LOCATION CODE:Province: \...:.../ Kabupaten: \...:.../ Kecamatan: \....:.....:..../ Desa:\.............../

LOCATION DESCRIPTION: \.

5. SITE IDENTIFICATION:date \...:.../....:..../....:.../ init \....:....:...../ obs.nr. \.....:.....:...../ map sheet \.....:.....:.....:...../ \.....:...../ \....../ trans.nr. \....:........../

6. KIND OF OBSERVATION: b m p l 250 50 25


7. SITE SKETCH:
8. AGENCY/PROJECT/AREA: \............................................/ \............................................................................../
9. AIR PHOTO: location \............................../ date \...:.../...:..../...:.../ scale 1:\...:...:...:...:...:...:.../ flight \....:....:.....:...../ run \....:....:....:..../ photo \....:.........../
10. GEOGR. COORDINATES: UTM Grid nr. \....../ \.....:...../ Y-(north) \.....:.....:.....:.....:.....:.....:...../ X-(east) \.....:.....:.....:.....:.....:.........../ Method \ g | p /
LATITUDE: deg.min.sec \....:...../.....:...../.....:...../ N S LONGITUDE: deg.min.sec \.....:.....:...../.....:...../............/ E
11. ELEVATION: \......:......:......:......./ (m) method a g k
12. LANDFORM DESCRIPTION: landform \................................./ relief f n u r o c h m dissection 0 1 2 3 4 drainage pattern \.....:............/
13. SLOPE AT THE SITE: % \....:....:..../ position aa bp la lt lb xx shape b l k i t x aspect n ne e se s sw w nw x length \......../m
14. MICRORELIEF:type w g l m r s c t o shape b l k i t x amplitude 1: <20 2: 20-50 3: 50-100 4: >100 cm; % \.............../
length \............/ m
15. SOIL SURFACE FEATURES: rockiness (0-6) \..../ stoniness (0-6) \..../ gravel (0-4) \..../ tillage t k h l g u b r d s z x
16. PARENT MATERIAL: mode of acc. r f c m l a v o r f c m l a v o r f c m l a v o formation \......:......./parent material:
1 \.....:.....:....:...../ 2 \.....:......:.........../ 3 \.....:...:......:....../ geological map \.....:....:....:....:....:....:.....:....:....:..../ scale 1:\.....:.....:.....:.....:......:............/
17. SOIL DRAINAGE: class (0-6) \......./ permeability (1-4) \......./ run-off (0-5) \......./ water management d i
18. WATER TABLE: kind r m x depth \......:......:....../ (cm) upper range \......:......:....../ (cm) lower range \......:............../ (cm)
19. FLOODING: frequency (0-4) \....../ duration (1-4) \....../ depth (1-5) \....../ TIDAL: frequency (1-4) \....../ amplitude (1-5) \......./
20. INUNDATIONS: kind:r m p ? Depth \....../ (cm) upper range \...../ (cm) lower range \...../ (cm)
21. EROSION: degree: 1: slight 2: moderate feature xsrgbac l
3: severe 4: very severe degree .... .... .... .... .... .... .... ....
22. EFECTIVE SOIL DEPTH: \......:......:....../ (cm) 23. PANS: type f c p
24. VEGETATION: cover \......./......./.......:......./ \......./......./.......:......./ \......./......./............../
performance m s b p l h r m s b p l h r msbplh r
25. CLIMATE: Köppen \......:......:....../ ann. rainfal \......:......:......:....../ dry months (tot) \............../
Schmidt-F. (A-H) \....../ longest dry season \......:....../ Oldeman (A-E: 1-4) \......:....../ start dry season \............/
26. FIELD LAND SUITABILITY:
JUDGEMENT crop1 \....../....../......:....../ S1 S2 S3 N1 N2 limiting land qualities t w n f r c x e b p s
crop2 \....../....../......:....../ S1 S2 S3 N1 N2 limiting land qualities t w n f r c x e b p s
crop3 \....../....../......:....../ S1 S2 S3 N1 N2 limiting land qualities t w n f r c x e b p s
27. REMARKS ON SITE DESCRIPTION:

SOIL CLASSIFICATION
48. SOIL MOISTURE & TEMPERATURE REGIMES: moisture regime AQ PQ AR TO UD PU US XE temperature regime: PE CR FR ME
TH HT IF IM IT IH
49. DIAGNOSTIC HORIZON & PROPERTIES: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
epipedon & subsurface horizon(s) \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \............/
optionally other (include phase PR PE FL ST XX)
diagnostic characteristics: upper limit (cm) \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \.........../
\........../
lower limit (cm)\........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \........../ \.........../
50. SOIL TAXONOMY: year great group subgrouppart. size mineralogy reaction s.temp.reg. other fam.diff.
field 2003 \.....:.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \........../
final 2003 \.....:.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \.....:...../ \........../
51. REMARKS ON SOIL CLASSIFICATION:
Lampiran 5. Form isian pengamatan tanah di lapangan (bagian B)

HORIZON DESCRIPTION

28. HORIZON NR \...:.../ \...:.../ \...:.../


d m s n d m s n d m s n
29. HOR DESIGN \......./ \.....:.....:...../ \.....:.....:...../ \...../ \......./ \.....:.....:...../ \.....:.....:...../ \...../ \......./ \.....:.....:...../ \.....:.....:...../ \...../
30. HOR LOWER DEPTH \.....:.....:...../.....:........../ cm \.....:.....:...../.....:........../ cm \.....:.....:...../.....:........../ cm
31. HOR BOUNDARY acgdswib acgdswib acgdswib
32. MATRIX COLOR loc moist. hue vc loc moist. hue v c rel loc moist. hue v c rel
location/treatment moisture rel i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ + i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ +
munsell: hue/value/chroma i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ + i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../......./ i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ +
relation + i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ +
33. TEXTURE: i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ + i e r lb \.....:.....:......:....../.....:...../......./
s ls sl l sil si + fine earth, org sand
i e r l b \.....:.....:......:....../.....:...../...../ +
fine earth, org sand
scl cl sicl sc sic c fine earth, org sand \......:......:......:....../ \......:....../ \......:......:......:....../ \......:....../
organic i e a \......:......:......:....../ \......:....../ \........../ \........../
sand co m f vf \........../
34. STRUCTURE sh size grade rel sh size grade rel
shape sh size grade rel \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 + > \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 + >
ab sb g sg m \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 + > \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 + > \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 + >
35. CONSISTENCE \.....:...../ vf f m c vc 1 2 3 +> l vf f t vt et l vf f t vt et
moist l vf f t vt et so ss s vs so ss s vs
wet, stickiness so ss s vs po sp p vp po sp p vp
ripeness po sp p vp ur pu hr nr r ur pu hr nr r
36. CEMENTATION ur pu hr nr r \........:......../ \......../ \........:......../ \......../
\........:......../ \......../ agent(s) h s q a k degree w s v agent(s) h s q a k degree w s v
37. MOTTLES agent(s) h s q a k degree w s v a s c sh hue v c a s c sh hue v c
abund fcm a s c sh hue v c \..../ \..../ \..../ \...:.../ \.....:.....:.....:...../....:..../...../ \..../ \..../ \..../ \...:.../ \.....:.....:.....:...../....:..../...../
size fm c \..../ \..../ \..../ \...:.../ \..../ \..../ \..../ \...:.../ \.....:.....:.....:...../....:..../...../ \..../ \..../ \..../ \...:.../ \.....:.....:.....:...../....:..../...../
contrast b j n \.....:.....:.....:...../....:..../...../
shape bi bs li ap pi \..../ \..../ \..../ \...:.../ -dipiridyl 0 1 -dipiridyl 0 1
38. AQUIC CONDITION \.....:.....:.....:...../....:..../...../
39. CONCENTRATIONS t c t r m n p t c t r m n p
type -dipiridyl 0 1 afcma afcma
abundance s f m c v e s f m c v e
size t c t r m n p sh r c p i sh r c p i
shape afcma ckcysmzq ckcysmzq
composition s f m c v e kind(*) \.....:......:...../ abund f c m a kind(*) \.....:......:...../ abund f c m a
40. ROCK FRAGMENTS sh r c p i mic f c m mes f c m mac f c m mic f c m mes f c m mac f c m
41. PORES ckcysmzq
42. CUTANS AND COATINGS kind(*) \.....:......:...../ abund f c m a k a co di location k a co di location
kind c ch cs b h is f k m mic f c m mes f c m mac f c m 1. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg 1. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg
k m ns pf s x
abun v f c m k a co di location 2. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg 2. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg
cont t p k s 1. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg
dist b j n fine medium coarse fine medium coarse
43. ROOTS size 2. \.....:...../ \...../ \...../ \...../ pe po rc sg xfcmxfcmxfcm xfcmxfcmxfcm
fresh abundance fine medium coarse fine medium coarse
remnant size fine medium coarse x f c m x f c m x f c m x f c m x f c m x f c m
abundance xfcmxfcmxfcm nraunraunra u nraunraunra u
kind fine medium coarse \......:....../ meth: l m t a s \......:....../ meth: l m t a s
44. pH x f c m x f c m x f cm NaF a n NaF a n
nraunraunra u meth. h p react. 0 1 2 3 meth. h p react. 0 1 2 3
45. EFFERVESCENCE \......:....../ meth: l m t a s w.time 1 2 3 4 pH \............/ 1 2 3 4 pH \............/
NaF a n hue vc hue vc
meth. h p react. 0 1 2 3 \.......:.......:.......:......../.......:......./......../ \.......:.......:.......:......../.......:......./......../
w.time 1 2 3 4 pH \............/ sample type p k r b x l sample type p k r b x l
46. SAMPLES hue vc number : ................. number : .................
\.......:.......:.......:......../.......:......./......../ depth upper : ................. depth upper : .................
sample type p k r b x l lower : ................. lower : .................
47. REMARKS number : .................
depth upper : .................
lower : .................
Lampiran 6. Penjelasan dan kriteria unsur-unsur satuan tanah

1. Macam Tanah mengacu pada sistem Klasifikasi Tanah Nasional (BBSDLP, 2014).

2. Kedalaman tanah dibedakan sebagai berikut:


2a. Untuk tanah mineral, kedalamannya dibedakan sbb:
Sangat Dangkal : <25
Dangkal : 25-50 cm
Sedang : 51-75 cm
Dalam : 76-100 cm
Sangat dalam : >100 cm
2b. Untuk tanah gambut, ketebalannya dibedakan sbb:
Tipis : 50-100 cm
Sedang : 101-200 cm
Tebal : 201-300 cm
Sangat tebal : > 300 cm

3. Kelas Drainase dibedakan sbb:


Cepat : kelas 1
Agak cepat : kelas 2
Baik : kelas 3
Agak Baik : kelas 4
Agak terhambat : kelas 5
Terhambat : kelas 6
Sangat terhambat : kelas 7

4. Kelas Tekstur dibedakan seperti berikut:


Halus : liat (clay), liat berdebu (silty clay), liat berpasir
(sandy clay)
Agak halus : lempung berliat (clay loam), lempung liat berdebu
(silty clay loam),lempung liat berpasir (sandy
clay loam)
Sedang : lempung (loam), debu (silt), lempung berdebu (silt
loam), lempung berpasir (sandy loam)
Agak kasar : pasir berlempung (loamy sand)
Kasar : pasir (sand)
Sangat halus : Liat (tipe mineral 2:1)

5. Kelas Reaksi tanah dibedakan sbb:


Sangat masam : pH <4,5
Masam : pH 4,5-5,5
Agak masam : pH 5,6-6,5
Netral : pH 6,6-7,5
Agak alkalis : pH 7,6-8,5
Alkalis : pH >8,5
6. Kelas Kapasitas tukar kation (KTK) tanah dibedakan sbb:
Sangat rendah : < 5 cmol(+)/kg
Rendah : 5-16
Sedang :17-24
Tinggi : 25-40
Sangat tinggi : >40

7. Kelas Kejenuhan basa (KB) dibedakan sbb:


Sangat rendah : <20%
Rendah : 20-35 %
Sedang : 36-60%
Tinggi : 61-80%
Sangat tinggi : >80%
Lampiran 7. Kriteria penilaian hasil analisis contoh tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Sangat Sangat
Parameter tanah* Satuan Rendah Sedang Tinggi
rendah tinggi
C % <1,0 1,0-2,0 2,1-3,0 3,1-5,0 >5,0
N % <0,1 0,1-0,2 0,21-0,50 0,51-0,75 >0,75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 (HCl 25%) mg/100g <15 15-20 21-40 41-60 >60
P2O5 (Bary 1) ppm <10 10-15 16-25 25-35 >35
P2O5 (Olsen) ppm <10 10-25 26-45 46-60 >60
K2O (HCl 25%) mg/100g <10 10-20 21-40 41-60 >60
K2O (Morgan) ppm <8 8-12 12-21 21-36 >36
KTK tanah cmol (+)/kg <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan kation:
Ca2+ cmol (+)/kg <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg2+ cmol (+)/kg <0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 >8,0
K+ + cmol (+)/kg <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1,0
Na cmol (+)/kg <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0
Kejenuhan basa % <20 20-35 36-60 61-80 >80
Kejenuhan % <5 5-20 21-30 31-60 >60
Aluminium
Cadangan mineral % <5 5-10 11-20 21-40 >40
Salinitas/DHL dS/m <1 1-2 2-3 3-4 >4
Persentase Na-tukar/ % <2 2-3 4-10 11-15 >15
ESP
Reaksi tanah Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
masam masam alkalis
pH-tanah (H2O) <4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
*) Penilaian ini hanya didasarkan pada sifat umum secara empiris.
Lampiran 8. Contoh uraian sifat-sifat morfologi tanah
No. SPT : 25
Klasifikasi tanah
- Soil Taxonomy (2010) : Rhodic Hapludox
- Puslittan (1983) : Oksisol Eutrik
Landform : Intrusi volkan
Bahan Induk : Serpentinit
Bentuk wilayah (lereng) : Bergelombang (8 – 15%)
Lereng site dan posisi : 8%
Elevasi (GPS) : 30 m dpl
Drainase tanah : Baik
Permeabilitas tanah : Sedang
Kedalaman efektif : 100 cm
Kedalaman muka air tanah : --
Penggunaan lahan/vegetasi : Semak belukar
Lokasi administrasi : Desa Tambea, Kecamatan Pomala, Kabupaten
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara
Koordinat
- Geografi 04° 12’ 08” LS – 121° 35’ 22” BT
- UTM (M49) : Y: 9535382– X: 343439
Kode dan jenis pengamatan : SLK 9/ Profil
Tanggal/bulan/tahun : 12/03/2014
Kedalaman
Horison Uraian
(cm)
Ap 0-10 Coklat gelap kekuningan (10YR 3.0/4); tekstur liat berdebu; struktur gumpal
agak membulat, ukuran sedang, perkembangan lemah; konsistensi gembur
(lembab), agak lekat dan agak plastis (basah); pori mikro dan meso sedang,
makro sedikit; reaksi sangah masam (pH 4,5); batas horison jelas, rata.
Bo1 10-45 Agak merah (10R 4.0/4); tekstur liat berdebu; struktur gumpal agak
membulat, ukuran sedang, perkembangan cukup; konsistensi gembur
(lembab), agak lekat dan agak plastis (basah); pori mikro dan meso sedang,
makro sedikit; reaksi tanah masam (pH 4,8); batas horison jelas, rata.
Bo2 45-83 Merah pudar (10R 3.0/4); tekstur liat berdebu; struktur gumpal agak
membulat, ukuran sedang, perkembangan cukup; konsistensi gembur
(lembab), agak lekat dan agak plastis (basah); pori mikro dan meso sedang,
makro sedikit; reaksi tanah masam (pH 4,5); batas horison jelas, rata.
Bo3 83-110 Merah gelap (10R 3.0/6); tekstur liat; struktur gumpal agak membulat,
ukuran sedang, perkembangan sedang; konsistensi gembur (lembab), lekat
dan plastis (basah); pori mikro dan meso sedang, makro sedikit; reaksi tanah
sangat masam (pH 4,4); batas horison jelas, rata.
Bo4 110-120 Merah pudar (10R 3.0/4); tekstur liat; struktur gumpal agak membulat,
ukuran sedang, perkembangan cukup; konsistensi lekat dan plastis (basah);
reaksi tanah masam (pH 5,0).
Lampiran 9. Contoh hasil analisis sifat fisika, kimia dan mineral

Hasil analisis sifat fisik-kimia contoh tanah


Profil SLK9: Oksisol Eutrik (Typic Eutrudox)
Bahan organik HCl 25% Bray
Batas pH (eks 1:5) W&B Kjeld Olsen
Pewakil Pasir Debu Liat Kelas 1
horison H2O KCl C N C/N P2O5 K2O P2O5 P2O5
cm …….. % …….. …. % …. mg/100g ….. ppm …..
SLK.09/I 0-10 8 40 52 SiC 4,5 4,3 1,90 0,19 10 13 10 - 19,5
II 10-45 8 45 47 SiC 4,8 4,4 1,15 0,09 13 10 5 - 9,1
III 45-83 7 45 48 SiC 4,5 4,3 1,46 0,11 13 12 4 - 11,2
IV 83-110 10 24 66 C 4,4 4,0 0,59 0,05 12 11 2 - 9,1

Profil SLK 9 (lanjutan)


Nilai Tukar Kation (NH4-Acetat 1N, pH7) KCl 1N Kej.
Pewakil Batas horison
Al
Ca Mg K Na Jumlah KTK KTK Liat KB * Al 3+ H +
cm …………………….. cmolc/kg …………………….. % cmolc/kg %
SLK.09/I 0-10 0,66 1,16 0,21 0,16 2,19 4,67 9 47 - -
II 10-45 0,34 1,21 0,12 0,11 1,78 3,60 8 49 - -
III 45-83 0,31 0,91 0,08 0,11 1,41 3,53 7 40 - -
IV 83-110 0,36 0,50 0,04 0,18 1,08 2,23 3 48 - -

Hasil analisis mineral fraksi pasir total

Rutil + Anatas
Profil SLK9:
SiO2 organik

Lapukan mineral
Kuarsa bening

Fragmen batuan
Hidrargilit

Gelas vulkanis
Labradorit
Bitownit
Lapisan

Kuarsa keruh

Hornblende Hijau
Limonit

Anorthoklas
Hiperstin

Turmalin

Mikroklin
Muskovit

Andalusit

Pro-
fil

……………………………………………….. % ………………………………………………..
SLK
9 I 76 - 10 8 5 - sp - sp - - - - - - - - - - - - - 1 - - -

II 74 - 12 9 5 - sp sp sp - - - - - - - - - - - - - sp - - -
III 61 - 17 12 3 sp 2 1 2 - - - - - - - - - - - - - 2 - - -
IV 70 - 15 10 3 sp 1 sp sp - - - - - - - - - - - - - 1 - - -
Lampiran 10. Format dan layout Peta Tanah Semi Detail skala 1:50.000
(dibuat berbasis wilayah Kabupaten dengan skala garis).

(Sumber :Standard Nasional Indonesia-SNI, 7925: 2013)

Keterangan gambar lay out standard Peta:


1. Judul peta KES LAHAN , skala peta, nomor lembar peta dan edisi
2. Petunjuk letak peta
3. Diagram lokasi
4. Keterangan proyeksi, sistim grid, datum horizontal, datum vertical, satuan tinggi, selang kontur,
dan perimeter translasi untuk transformasi kordinat dan datum satelit Doppler (NWL-9D) ke ID-
1974∆x , ∆y , ∆z
5. Logo /Simbol Instansi penyelenggara
6. Keterangan isi legenda Kesesuaian lahan
7. Keterangan mengenai Ibukota Negara, Ibukota Provinsi, Ibukota/kotamadya, Ibukota kecamatan
dan Kota atau kampung lainnya.
8. Keterangan Riwayat penyusunan peta
9. Petunjuk pembacaan koordinat geografi
10. Petunjuk pembacaan koordinat UTM
11. Gambar pembagian daerah administrasi
12. Keterangan pembagian daerah administrasi
13. Skala Peta
14. Keterangan singkatan dan Kesamaan arti
15. Keterangan mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Grid (UG), Utara Magnetik (UM)
16. Gambar mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Grid (UG), Utara Magnetik (UM) dan di
bawahnya. Keterangan nomor Lembar peta.

Anda mungkin juga menyukai