Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif
penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi
wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan
memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan
produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman duku (Abdullah,
1993).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut di atas, maka permasalahan pokok
yang dapat dirumuskan dan menjadi kajian dalam penulisan makalah ini adalah: Hal-hal apa
saja yang berhubungan dengan toksikologi pada tanaman teh.
Permasalahan yang muncul diantaranya yaitu:
1. Bagaimanakah kondisi lahan dari tiap-tiap tempan yang diteliti?
2. Apa fungsi dari survey lahan ini?









BAB II
PEMBAHASAN

A. Evaluasi lahan
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif
penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi
wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan
memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan
produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman duku (Abdullah,
1993).
Evaluasi lahan umumnya merupakan kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan tanah atau
sumber daya lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik lingkungan
untuk suatu tujuan penggunaan tertentu.Sejalan dengan dibedakannya macam dan tingkat
pemetaan tanah, maka dalam evaluasi lahan juga dibedakan menurut ketersediaan data hasil
survei dan pemetaan tanah atau survei sumber daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan
skala pemetaannya.
B. Tujuan evaluasi lahan
Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan
tertentu.Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah (Sinulingga,
2003).
C. Fungsi evaluasi lahan
Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-
hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai
perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
D. Manfaat evaluasi lahan
Manfaat dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu
penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan
lahan yang akan dilakukan. Hal ini penting terutama apabila perubahan penggunaan lahan
tersebut diharapkan akan menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap keadaan
lingkungannya.
E. Tahapan evaluasi lahan
2.5.1 Pendekatan
Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap
konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976).
Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2)
pendekatan paralel (parallel approach).
a. Pendekatan dua tahapan
Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik,
dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan
dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun
untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976).
Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis
penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable
land) atau sawah dan perkebunan.Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap
pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari
kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian
dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek
ekonomi dan sosialnya
b. Pendekatan parallel
Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi
dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari
jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-
faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik
dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil.
Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam
waktu yang singkat.
c. Penyiapan Data
Untuk melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan
maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini
untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan
dan asumsi-asumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian. Evaluasi
lahan yang akan dilakukan tergantung dari tujuannya yang harus didukung oleh
ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan.
Urutan kegiatan dalam melaksanakan evaluasi lahan dapat dilihat pada Gambar 1.
Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala
1:250.000 atau lebih kecil; semi detil skala 1:25.000 sampai 50.000; dan detil skala
10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan
dari ketiga tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan
ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil
dalam kelas/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Petunjuk
Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan
(matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang
telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan
tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi.
Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan
disajikan pada Lampiran 16. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk
menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian
lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual
(kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan
potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap
masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.
F. Asumsi-asumsi dalam Evaluasi Lahan
Sebelum melaksanakan evaluasi lahan, terlebih dahulu harus ditetapkan asumsi-asumsi yang
akan diterapkan. Dalam hal ini apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada
kondisi tingkat manajemen rendah (sederhana), sedang, atau tinggi.
Evaluasi lahan untuk tujuan perencanaan pembangunan pertanian perkebunan besar dengan
masukan teknologi tinggi, tentu berbeda asumsinya jika tujuan evaluasi lahan hanya untuk
perkebunan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi menengah.Demikian pula dalam hal
penggunaan alat-alat pengolahan tanah dalam pembukaan lahan pertanian. Jika lahan akan diolah
secara manual (cangkul atau bajak) maka asumsi yang dapat digunakan dalam menilai kualitas
dan karakteristik lahan berbeda dengan penggunaan alat-alat berat (mekanik). Sebagai contoh
penilaian terhadap tekstur tanah yang liat dan/atau berkerikil untuk pengolahan tanah secara
manual tidak terlalu bermasalah dibandingkan jika menggunakan alat mekanik.Kasus serupa
dalam menghadapi kualitas lahan terrain dalam hal ini lereng.Pada lereng lebih besar dari 8%
jika tanah diolah dengan menggunakan traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau
diteras dengan menggunakan alat pengolah tanah yang sederhana.
Asumsi dapat dibedakan terutama atas dua hal: (1) yang menyangkut areal proyek; dan (2)
yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/interpretasi serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi
lahan.
Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara kuantitatif fisik adalah
sebagai berikut:
a. Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari satuan lahan atau
satuan peta tanah.
b. Reliabilitas data yang tersedia: rendah, sedang, tinggi
c. Lokasi penelitian atau daerah survei
d. Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi
e. Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah tidak dipertimbangkan dalam
evaluasi.
f. Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan yaitu rendah, sedang,
dan tinggi.
g. Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
h. Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
i. Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
j. Usaha perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan
disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
k. Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.

G. Tata Cara dan Pengembangan Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; (1) secara langsung, dan (2) secara tidak
langsung. Evaluasi lahan secara langsung dapat dilakukan melalui percobaan-percobaan dengan
cara menanam tanaman, atau membangun jalan, untuk melihat apa perubahan yang terjadi.
evaluasi lahan secara langsung bersifat sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan
data yang cukup. Oleh karena itu sebagian besar evaluasi lahan dilakukan secara tidak
langsung.Melalui evaluasi lahan secara tidak langsung, diasumsikan bahwa tanah tertentu dengan
sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan jenis
penggunaan lahan tertentu. Keadaan ini dapat diprediksi, karena kualitas lahan dapat dideduksi
dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut.
Pada tahapan tersebut dilakukan penentuan ciri lahan atau karakteristik lahan (land
characteristics) yang meliputi pengumpulan data mengenai keadaan tanah, topografi, iklim dan
sifat-sifat lain yang berhubungan dengan ekologi.Pengaruh karakteristik lahan pada sistem
penggunaan lahan jarang yang bersifat langsung (contoh, pertumbuhan tanaman tidak secara
langsung dipengaruhi oleh curah hujan atau tekstur tanah, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan
air, unsur hara serta serasi tanah).Kualitas lahan merupakan sifat kompleks atau sifat komposit
yang sesuai untuk suatu penggunaan, yang ditentukan oleh seperangkat karakteristik lahan yang
berinteraksi.
Penggunaan lahan berdasarkan FAO (1976) dapat dianalisis melalui tiga aspek, sebagai berikut.
1. Kesesuaian lahan, berhubungan dengan satu penggunaan lahan tertentu (contoh,
kesesuaian lahan untuk perkebunan tebu, padi, sagu, dan lain sebagainya);
2. Kemampuan lahan, berhubungan dengan serangkaian atau sejumlah penggunaan, dimana
ruang lingkupnya lebih luas (contoh, untuk pertanian, kehutanan, perkebunan);
3. Nilai lahan, merupakan konsep nilai yang didasarkan pada pertimbangan ekonomi yang
dinyatakan dalam bentuk biaya per tahun (contoh, sewa).
Pengembangan sistem evaluasi lahan secara tidak langsung pada dasarnya meliputi
identifikasi ciri serta sifat lokasi yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan lahan
tersebut.Sistem kemudian dibangun dengan menggunakan nilai-nilai dari sifat-sifat tersebut, baik
sebagai kategori-kategori yang ditentukan atau sistem kategori ataupun sebagai kombinasi
matematik. Hasil kombinasi tersebut kemudian akan menghasilkan indeks yang dapat
ditempatkan pada suatu alat berupa skala yang dapat digeser-geser.
H. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha untuk
mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kelas kesesuian lahan
untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Selanjutnya Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan
proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara
membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber
daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah memberikan
pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya serta memberikan
kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat
diharapkan berhasil.
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat
dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan secara
fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua berdasarkan analisis
ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik maupun
ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.
a. Tanah
Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai sumber
unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar, air
tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan. Kedua fungsi tersebut
akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah. Hilangnya fungsi pertama dapat
diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi hilangnya fungsi kedua tidak mudah
diperbaharui.
b. Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian dan kadang-kadang merupakan faktor
penghambat utama disamping faktor-faktor lainnya. Iklim dapat berpengaruh terhadap
tanah, tanaman dan terhadap hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo,
1985).
Sandy (1977) menyatakan bahwa unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap
penggunaan tanah adalah suhu dan curah hujan. Suhu (tenperatur) sangat ditentukan oleh
perbedaan tinggi tempat, sedangkan curah hujan sangat ditentukan oleh intensitas dan
distribusinya.
c. Topografi
Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi bentang
lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-faktor
topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya
diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian (Sitorus, 1989).
d. Vegetasi
Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktifitas
manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu
penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator (Sitorus, 1989).
e. Sosial Ekonomi
Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial ekonomi
utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui secara tepat
nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada umumnya
didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya, (3) faktor-faktor
ekonomi yang selalu berubah-ubah. Dengan alasan-alasan di atas sebagian besar sistem
evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor sosial dalam pengevaluasian
lahan.

I. Metode Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu dengan
pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan parametrik.
1. Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau
karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan berdasarkan jumlah
dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal
karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai
penggunaan lahan (Sys et al., 1991).
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai berikut
:
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2

2. Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada
tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai
maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal
untuk tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif;
keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. Masalah yang
mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan
batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan
bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu
(Sitorus, 1998).
Sistem klasifikasi lahan dengan pendekatan parametric di dalam menyusun system-
sisstem klasifikasi kemampuannya biasanya berbeda beda dalam memilih dan
menggunakan factor-faktor yang diikutsertakan dalam pertimbangan serta manipulasi
matematik yang digunakan. Paling tidak, ada tiga jenis manipulasi matematik yang sering
digunakan dalam mengkombinasi factor-faktor tersebut (FAO, 1974) yaitu :
a. penjumlahan (additive) dan atau pengurangan (subtractive) ; misalnya : P = A+B-C
b. Perkalian (multyiplicative) ; misalnya : P = A * B * C
c. Persamaan parametric kompleks, misalnya : P = A (B* C * D)
P adalah indeks atau nilai parametric yang berhubungan dengan produksi (kg/h,dan
A,B,C dan D adalh ciri tanah dan lokasi seperti kedalaman tanah,tekstur dan sebagainya).
a. Menentukan kelas lahan daerah Batu Tumpang berdasarkan Srorie Index Rating
(SIR)
Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 80 % = 60%
Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu liat berdebu 60 70 % = 65%
Faktor C : Nilai Atas dasar Lereng yaitu 33% berada dikisaran 30 50 % = 40%
Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase : 100% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi : 45% (Erosi Parit), pH = 6,8
(86,8%), Relief : bukit kecil (80%).X = 78,36%
SIR = A * B * C * X = 0,6 * 0,65 * 0,4 * 0,78 = 0,122 ( 12,22% )
b. Menentukan kelas lahan daerah Badega berdasarkan Srorie Index Rating (SIR)
Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 80 % = 60%
Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu liat berdebu 60 70 % = 65%
Faktor C :Nilai Atas dasar Lereng yaitu 55% berada dikisaran 5 30 % = 17,5%
Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase : 100% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi : 45% (Erosi Parit), pH = 6,8
(86,8%), Relief : bukit kecil (80%). X = 78,36%
SIR = 0,6 * 0,65 * 0,175 * 0,783 = 0,053 (5,34%)
c. Menentukan kelas lahan daerah Gunung Gelap berdasarkan Srorie Index Rating
(SIR)
Faktor A : Nilai pada karakter fisik Profil 40 80 % = 60%
Faktor B : Nilai atas dasar tekstur lapisan atas yaitu Lempung berliat = 85%
Faktor C :Nilai Atas dasar Lereng yaitu 25,5% berada dikisaran 70 80 % = 75%
Faktor X : Nilai Atas dasar Kondisi Kondisi selain dari Faktor A,B dan C
Drainase :kurang baik 40-80% = 60% , Kesuburan : 80% (sedang), Erosi : 10 -
40% = 25% (Sangat Hebat), pH = 6,2 (86,2%), Relief : Gunung 20 60 % =
40%. X = 58,24%
SIR = 0,6 * 0,85 * 0,75 * 0,582 = 0,22 ( 22,26%)
3. Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk
menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Penentuan kelas
kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai
kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot
terkecil (Sys et al., 1991).
Kriteria Penilaian Kelas Kesesuain Lahan
Indeks Lahan atau Iklim Nilai Ekivalensi Tingkat Pembatas Kelas Kesesuaian Lahan
> 75
50 75
25 50
100 85
85 60
60 40
Tidak ada
Ringan
Sedang
S1
S2
S3
12 25
< 12
40 25
< 25
Berat
Sangat Berat
N1
N2
Sumber : Sys et al. (1991)
J. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian pengelompokan suatu
kawasan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan pengelompokan suatu
kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan penggunaan yang dipertimbangkan
(FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976)
yang terdiri dari empat kategori yaitu :
a) Ordo : menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum.
b) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
c) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di
dalam kelas.
d) Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di
dalam sub-kelas.

1. Ordo
Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan
tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :
a) Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan
terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil
pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.
b) Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga
mencegah suatu penggunaan secara lestari.

2. Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai, yaitu :
a) Kelas S1 : Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari
atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara
nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah
biasa diberikan.
b) Kelas S2 : Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan
yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga
akan meningkatkan masukan yang diperlukan.
c) Kelas S3 : Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan
dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
d) Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.
e) Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan
penggunaan lahan.

4. Sub Kelas
Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub kelas
ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N
sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas.
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :
a. Pembatas iklim (c)
b. Pembatas topografi (t)
c. Pembatas kebasahan (w)
d. Pembatas faktor fisik tanah (s)
e. Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
f. Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)






BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam
alternatif penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada
keperluan kondisi wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan
terhadap lahan akan memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna
meningkatkan produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan
tanaman duku (Abdullah, 1993).
Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan
tertentu.Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah
(Sinulingga, 2003).
Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-
hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana
berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
Manfaat dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi
suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan
penggunaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini penting terutama apabila perubahan
penggunaan lahan tersebut diharapkan akan menyebabkan perubahan-perubahan besar
terhadap keadaan lingkungannya.
Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk
penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah usaha
untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kelas
kesesuian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang
sedang dipertimbangkan.
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu
dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan
parametrik.


DAFTAR PUSTAKA


http://anggunfarm.blogspot.com/2010/10/ktnt-evaluasi-lahan.html
http://drs-oeyo.blogspot.com/2012/06/evaluasi-kesesuaian-lahan-kualitatif.html
http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9605013-
laporan-evaluasi-lahan-laporan-evaluasi-lahan-smester-6-uniga?__xtblog_block_id=1
http://nasih.wordpress.com/2010/12/04/evaluasi-lahan/

Anda mungkin juga menyukai