SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora.
Oleh :
Nrwan Jahaba
BANDUNG
2020
ABSTRAK
K.H Mohammad Isa Anshary, sosok ulama Anti Komunisme yang perjuanganya
terwujudnya ideologi islam tidak pernah berhenti hingga akhir hayatnya. Dalam literature
sejarah Isa Ansahry diposisikan sebagai tokoh islam radikal, fundamentalis, karena
dengan nilai-nilai Islam. Dalam semoboyannya “Dengan al-Quran dan Sunnah” kita
berjuang dalam medan politik untuk menegakan ideologi Islam”. Maka tidak
menherankan jika Isa Anshary memiliki jiwa miltansi dan ketegasannya dalam menolak
Komunisme di Indonesia sebab menurut Isa Anshary komunisme secara basis ideologis
Persis di bawah kepemimpinan Isa Anshary cenderung sangat politis. Sikap dan
pandangan Isa Anshary lebih tegas lagi. Ia menyatakan bahwa perjuangan dalam politik
saat itu adalah wajib.pimpinan Partai Masyumi wilayah Jawa Barat. Dalam kepengurusan
partai ditahun 1956, ia menjadi pengurus Pusat Masyumi. Ia juga menjadi anggota fraksi
Masyumi dalam Majelis Konsituante Republik Indonesia dari hasil Pemilu 1955.
latar belakang pemikiran dan gerakan politik Isa Anshary. Hasil kajian ini menujukan
bahwa karakter khas Isa Anshary yang bersifat radikal revolusioner pada komunisme
disebabkan faktor aktifitas dan lingkungan politik Isa Anshary pada peristiwa Revolusi
Fisik dan dinamika pada Jamiyah Persis dan Partai Islam Yakni Masyumi.
KATA KUNCI : Isa Anshary, Masyumi, Persis dan Komunisme
KATA PENGANTAR
Sang Maha Pengatur. Atas perkenan-Nyalah, Skripsi ini selesai juga dirampungkan,
walaupun dalam keadaan yang sangat serba “kepepet”. Namun tentu saja ini bukan
apologi atas segala kekuarangan dalam skripsi ini. Segala kekurangannya semata karena
Skripsi ini merupakan dedikasi lebih lanjut atas rasa hormat dan kebangaan saya
terhadap sosok tokoh pejuang yang menjadi tema pokok dalam skripsi ini yakni: K.H
1968). Skripsi ini merupakan tugas akhir dari masa menutut ilmu di perguruan tinggi UIN
sunan Gunung Jdati Bandung, namun bukan sebagai akhir dari pencarian Ilmu.
Proses penyusunan Skripsi ini dikerjakan berkat bantuan yang sangat banyak dari
berbagai pihak yang terkait. Pertama, penulis ingin mendedikasikan rasa terima kasih
kepada pihak Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara
1. Dekan Fakultas Adab UIN Sunan Gunung Djati Bandung beserta Stafnya.
2. Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Sunan Gunung
5. Ayahanda dan Almarahuma Ibu saya yang tercinta atas kasi saying, do’a serta
7. Sahabat Kholid Ahamad, Hidayat Hassan, Sahrul Darwis, dan juga sahabat
yang selalu mengingati penulis untuk mengerjakan skripsi Indah Sari Safitri
yang telah memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta semua
pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam penyususnan skripsi ini.
Semoga segala amal kebaikan mereka diterima di sisi Allah SWT, Aamiin.
Selanjutnya kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapan demi
Nirwan Jahab
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................7
C. Tujuan Masalah................................................................................................................7
D. Kajian Pustaka..................................................................................................................7
E. Langkah-Langkah Penelitian...........................................................................................9
1. Heuristik.......................................................................................................................9
2. Kritik..........................................................................................................................12
3. Interpretasi..................................................................................................................18
4. Historiografi................................................................................................................20
..........................................................................................................................................................
1968)..............................................................................................................................................30
A. KH Mohammad Isa Anshary Sebagai Ualama Dan Tokoh Politik Islam Indonesia.....30
G. K.H Mohammad Isa Anshary Sikap Politik Dan Konsep Dasar Negara.......................47
1. Pancasila.....................................................................................................................47
8. Komunisme................................................................................................................66
9. Komunsime Di Indonesia...........................................................................................71
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................92
A. Kesimpulan....................................................................................................................92
I. Saram.............................................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 94
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tahun 1930-1940 , ketika Indonesia masih dalam keadaan dijajah oleh Belanda,
telah terjadi perdebatan tentang bentuk Negara yang di cita-citakan jika Indonesia
merdeka. Di suatu pihak ada Soekarno yang mencetuskan konsep Negara sekuler seperti
Turki. Dan pada pihak lain ada Muhammad Natsir dan A. Hassan dari Persis yang
Pada tahun 1920-1930 di kenal sebagai dasawarsa ideologi dalam sejarah modern
Indonesia. Pada masa ini bebagai jenis ideologi yang berpengaruh dalam pertumbuhan
ideologi itu tidak hanya terkait permasalahan strategi perjuangan dan pergerakan
Dalam konteks inilah, muncul berbagai organisasi Islam yang ikut aktif dalam
proses pergulatan politik tersebut. Salah satu organisasi itu adalag Persatuan Islam, yaitu
sebuah organisasi social kegamaan atau yang lebih dikenal dengan Persis. Organisasi
Persis (Persatuan Islam) di dirikan di Bandung Jawa Barat pada sekitar tahun 1920 oleh
1
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika Pemikiran Politik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik Natsir
Behadapan dengan Isa Anshary tentang Konsep Negara. Tesis Universitas Indonesia. hlm 3.
2
Ibid
sekelompok pedagang yang berasal dari Palembang, yang sudah lama menetap di
yang terkemuka diantaranya Tuah Hassan dan Mohammad Natsir. Berdeirinya Organisasi
Perastuan Islam yang bersamaan dengan muculnya gejolak aliran politik pergerakan yang
menuntut kemredekaan, tidah hanya membuat Organisasi ini juga turut perkecimpun
Pasa awal kemerdekaan, aktivitas Persatuan Islam semakin tinggi, bahakan secara
formal Persis menjadi anggota istimewa Partai Masyumi pada 1948 5 muncul wajah baru
di tubuh Persis dalam pergerakan Politik. Di samping Natsir yang toko politik Islam dan
politiknya paling menonjol, Persis pun memiliki sosok toko Mohammad Isa Anshary atau
atau Isa Anshary yang sangat kritis dan vocal. Kedua tokoh ini merupakan kader muda
setidaknya ada dua pendekatan politik. Yang pertama adalah pendekatan yang bersifat
3
Dalie Noer, Gerakan Moderen Islam Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1997, hlm, 105
4
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika Pemikiran Politik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Behadapan dengan Isa Anshary tentang Konsep Negara. Tesis Universitas Indonesia. hlm 3-4.
5
Dalie Noer, Gerakan Moderen Islam Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1997, hlm, 5
6
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika Pemikiran Politik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Behadapan dengan Isa Anshary tentang Konsep Negara. Tesis Universitas Indonesia. hlm 7
radikalistik, pendekatan model ini dipimpin oleh Isa Anshary dengan dukungan A.
Hassan. Pendekatan kedua, bersifat lebih moderat, gaya ini diperlihatkan oleh M. Natsir
yang mencoba mengakomodasi realitas politik saat itu, tanpa harus meninggalkan
K.H M. Isa Anshary, Pimpinan Pusat Persatuan Islam pada tahun 1948, dan
Isa Ansahry melakukan Aktifitas Front Anti Komunisme dengan dibantu oleh
Yusuf Wibisono dan Syarif usman, bersama mereka pula, Isa Anshary menerbitkan
sebuah buku yang berkenaan dengan penolakanya terhadap paham Komunnisme, buku
tersebut berdudul Bahaja Merah di Indonesia, dalam buku tersebut ada beberapa hal.
yang dianggapnya sebagai pandangan hidup yang belum selesai dan bertentangan dengan
fitrah kemanusiaan. Kedua, paham itu anti-Tuhan, anti-agama, bahkan sebuah agama
palsu. Ketiga, Isa Anshary menunjukan dari sejarah bahwa kaum komunis sesungguhnya
adalah pemerintahan teror. Oleh sebab itu, ia dengan sendirinya bertentangan dengan
Front Anti Komunis itu sendiri aktif di sebagaian kalangan masyarakat Muslim
yang sangat tergantung pada kelompok Masyumi local, akibatnya dukungan dari
kelompok islam lainya, terutama yang tidak berafiliasi ke partai Masyumi, cenderung
tidak terlalu kuat. Kelemahan lainya seperti ditunujkan oleh Fiederspiel ia menujukan
7
Ibid
8
Isa Anshary. Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: Pusat Pimpinan Persatuan Islam, 1958, hlm. 33.
9
Anshary, Bjhaya Merah Di Indonesia, Bandung: PP Persis, 1968 hal 4-25
bahwa kekuatan Front Anti Komunis hanya di beberapa titik daerah, seperti Jakarta dan
Surabaya, tetapi tidak pernah benar-benar menjadi kekuatan yang bersifat nasional. Hal
ini dikarenakan masyarakat melihat front ini sangat dogmatis dan agak ekstrim. Padahal
di lain pihak , saat arus politik nasional sebagaimana dikehendaki Presiden Soekarno dan
kekuatan politiknya yang dominan justru menginginkan semua pandangan dan kekuatan
demikian, dukungan terhadap organisasi ini cukup luas terutama seperti di sebutkan di
atas, di daerah Jakarta dan Surabaya. Pada kahirnya organisasi ini pun di bubarkan pada
tahun 1958.10
jumlah anggota Persis pada waktu itu ditaksir mencapai sepuluh ribu. Demikian pula
cabang-cabang Persis yang berdiri dan tersebar luas di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah
bagian Barat, Bangil, Jawa Timur dan Palembang. Risalah, media resmi organisasi
Pameumepeuk, Pamanuka, Subang, Mataram Utara Jakarta. Pada era ini organisasi
Persatuan Isla di bawah kepemimpinan Isa Anshary cenderung sangat politis. Sikap dan
pandangan Isa Anshary lebih tegas lagi ketika ia menyatakan, bahwa perjuangan dalam
politik saat itu adalah wajib. Perjuangan Islam, termasuk Persis, tidak hanya pada
lapangan fiqih Ibadah ritualistic saja, lebih dari itu adalah termasuk juga ibadah untuk
perjuangan pada medan politik. Hanya, tentu saja, perjuangan yang termasuk ibadah itu
10
Pepen Irfan Fauzan, Perumus Manifest Perjuangan Persatuan Islam, 2016, hlm 159.
adalah untuk memajukan ideologi Islam, bukan ideologi yang lain. Untuk itu, Persis pun
Dalam pergulatan politik, Masyumi menjadi ladang bagi para ulama kritis,
walaupun pahit dirasakan. Bagi mereka berpolitik adalah alat untuk mencapai cita-cita
ketelibatan Isa Anshary dalam pentas politik membua dia harus menghadapi resiko yang
tidak kecil, ketika terjadi razia terhadap orang-orang yang diusukan inggin membunuh
presiden dan wakil presiden pada bulan agustus 1951oleh PM Sukiman Wirdjosandjoyo,
Isa Anshary ditangkap, namun beberapa saat kemudian ia dilepaskan dan dinyatakan
tidak bersalah. Sepak terjangnya di bidang politik sempat menyedot perhatian massa. Di
mana ia memberikan pidato yang dipenuh massa yang inggin mendengarkan suaranya.
Biasanya massa yang hadir bukan hanya partisipan Masyumi, tapi juga masyarakat
umum. Pada masa Soekarno, Masyumi menjadi salah satu lawan politik Pemerintah yang
terus digencet. Saat tragedy Permesta meledak (1958), banyak tokoh-tokoh yang diciduk.
Termasuk Isa Anshary yang saat itu berada di Madiun bersama Prawotomangkusumito,
M. Roem, M. Yunan Nasution dan EZ. Muttaqien serta beberapa tokoh lainya.12
kelahiranya juga merupakan tempat kelahiran para pemikiran dan pejuang nasional
seperti Buya Hamka, M. Hatta, sampai Tan Malaka. Ia menempuh pendidikan Madrasa di
11
Isa Anshary, Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: PP persis 1958, hlm 58.
12
KH. Isa Anshari (1916-1969) : "Sang Singa Podium" Dalam https://cabangmargaasih.blogspot.com/2013/10/kh-
isa-anshari-1916-1969-sang-singa.html Akses tanggal 22 januari 2020
desanya yang diurus oleh para moderenis Muslim. 13 Pada tahun 1932, ia merantau ke
Bandung untuk mengikuti gerakan politik yang dipimpin oleh Soekarno dan sekaligus
meski Ahmad hasan pindah ke Bangil jawa Timur, dan ia pun memulai menulis masalah-
Ada beberapa sebutan atau julukan yang melekat pada diri Isa Anshary. Ada yang
menyebutnya sebagai Napoleon, ini karena bentuk tubuhnya yang pendek, gemuk,
Partai Masyumi Isa Anshary dikenal dengan julukan Singa Mimbar, karena dalam
berpidato ia dikenal sangat tegas dan tangkas. Oleh karena kepiawiannya itu, ia kerap
dikritik baik oleh lawan politiknya maupun oleh kalangan Masyumi sendiri. Isa Anshary
bukan saja seorang mubaliqh islam yang fasih, melainkan juga dia seorang penulis yang
tajam. Ia termasuk salah seorang perancang Qanun Asasi Persatuan Islam yang telah
diterima secara bulat dalam Muktamar V Persis tahun 1953, yang kemudian
disempurnakan pada Muktamar VIII Persis tahun 1967. Dalam kesibukanya sebagai
ulama dan politisi, ia berhasil menyusun sekitar 21 judul buku karyanya serta sebagai
semasa hidup beliau Ia sangat fasih dalam membicarakan Politik. Musuh utama Isa
Anshary adalah Komunisme baginya Komunisme itu haram bagi politik nasional, karena,
13
Nama K.H. Muhammad Isa Anshary sepertinya dilupakan, dalam http://www.Pikiranrakyat.co.id Akses tanggal 2
januari 2020.
14
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam Pembaharuan Islam di Indonesia Abad XX, terj. Yudian W. Asmin, H.
Afandi Mochtar (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. 160.
15
Dadan Wildan, Yang Da’I Yang Politikus, (Bandung: Rosdakarya, 1997), hlm. 92.
komunisme itu anti Tuhan anti Agama dan dengan begitu anti Islam. 16 Untuk memerangi
penolakan keras terhadap komunisme.17 Karena pendirianya yang keras anti komunisme
Oleh karena itu, dipandang perlu sebuah kajian yang mengungkapkan membahas
K.H Mohammad Isa Anshary dengan segala dinamikanya. Tulisan ini Berdul: “K.H
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sosok K.H Mohammad Isa Anshary Anti Komunisme 1936-1968?
D. Kajian Pustaka
Penulis telah menemukan beberapa tulisan mengenai pemikiran Isa Anshary, terdapat
lebih 3 penelitian dan tulisan mengenai beliau. Tulisan berupa skripsi sebagai berikut:
1. Skripsi Fakultas Adab Dan Humaniora 2008 yang di tulis oleh Abdul Haris yang
berjudul KH. Muhammad Isa Anshary pemikiran dan perjuangannya, Skripsi ini
16
Boland, Pergumulan Islam Di Indonesia, 1945-1947, Jakarta: Garfitti Pres, 1985, hlm. 107.
17
Dadan Wildan, Yang Da’I Yang Politikus, Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, Bandung: Rosda, 1997, hal.
106
18
Syafiq, A.Muqhni, A. Hassan Bandung Pemikiran Islam Radikal. Surabaya: Bina Ilmu, 1980. hlm, 112.
masa lampau secara sistematis, koprehensif dan sedekat mungkin objektif. Jika dilihat
dari segi analisisnya, penelitian ini berifat kualitatif. Dilihat dari segi sumber-sumber
atau objek yang diteliti, penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (Library
majalah, artikel dan sebagainya seputar perjuangan dan pemikiran K.H. Muhammad
Isa Anshary.Meski sama sama membahas mengenai K.H Mohammad Isa Anshary
pada penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada K.H.Mohammad Isa Anshary
Kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary tahun 2000. Dalam skripsi tersebut
3. Skripsi yang ditulis oleh Saputri Lestari Ningsih Pemikiran Tokoh-Tokoh Persis
membedakan skripsi ini dengan kajian penulis adalah K.H.Mohammad Isa Anshary
4. Skripsi yang ditulis oleh M. Ilyas Hawary Perbedaan pemikiran antara Isa Anshary
dan E Abdurrahman tentang Persis dan Politik (1960-1962) Skripsi ini membahas
tentang perbedaan pemikiran kedua tokoh dalam kepemimpin di organisasi Persatuan
Islam, yang membedakan Skripsi ini dengan kajian penulis adalah, Penilitian penulis
5. Skripsi yang ditulis oleh Gugun Arif Gurnita Konsep Negara Islam K.H.M. Isa
(PRRI) Tahun 1958 Di Sumatera Barat) Skripsi ini membahas konsep negara Islam
yang digagas oleh Isa Anshary yang konteksnya ketika terjadi peristiwa
mem persoalkan apa dasar negara Indonesia. Yang membedakan Skripsi ini dengan
penilitan penulis adalah K.H Isa Ansahary dan Manifest Perjuangan Persatuan Islam
Adapun artikel yang penulis temukan yakni artikel yang berasal dari situs tirto.id
(https://tirto.id/sejarah-hidup-isa-anshary-pendorong-negara-islam-di-jalur-resmi-dzi7).
Artikel ini menceritakan tentang biogtafi dan pemikiran mengenara Islam K.H
Tulisan dan penelitian tersebut akan dijadikan sumber sekunder bagi penulis guna
E. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam penulisan sejarah, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk
1. Heuristik
maupun sumber sekunder dapat diperoleh dari perpustakaan, lembaga kearsipan, dan
dilapangan. Dalam penelitian ini penulis memperoleh sumber-sumber dari buku dan
arsip.
a. Arsip
4 Mei 1963.
b. Buku
1. Isa Anshary, 1958, Manifes Perdjuangan Persatuan Islam, Bandung:
4. Isa Anshary, 1967, Tugas dan Peranan Generasi Muda Islam dalam
5. Isa Anshary, 1953, Ummat Islam Dalam Pemilihan Umum, Bandung: Hasan
6. Isa Anshary, 1955, Beberapa Fakta P.K.I Pembela Negara Asing, Bandung:
7. Isa Anshary, dkk, tt, Bahaja Merah Di Indonesia, Bandung: Front Anti
Komunis.
sekunder sebagai rujukan yaitu berupa buku-buku yang secara umum mengkaji tentang
Persis dan yang bersentuhan terhadap tokoh di atas. Buku-buku tersebut terdapat di
Syahida.
6. Haris Muslim, “Persis Dari Masa ke Masa: Sebuah Refleksi Sejarah” dalam
Fospi Kairo Mesir, 2000, Siapkah Persis Menjadi Mujaddid lagi? Upaya
Alqaprint Jatinangor.
7. Ajip Rosidi, 1990, M. Natsir Sebuah Biografi, Jakarta: PT. Anem Kosong
Anem.
8. Dadan Wildan, 1997, Yang Dai Yang Politikus Hayat Perjuangan lima Tokoh
9. Ikin Sodikin, Persis Harus Jaga Jarak Dengan Kekuasaan, dalam Pikiran
10. Arini Haqqi, 2014, Persatuan Islam (Persis) Era Latief Muchtar: 1983-1997
11. Tiar Anwar, 2008, Sikap Intelektual Persatuan Islam terhadap Kebijakan
13. Tiar Anwar, 2019 Sejarah Pemikiran Dan Gerakan politik Persis, Bandung:
Persis Pers
2. Kritik
Pada tahapan kritik, sumber data yang telah diperoleh kemudian diuji melalui
kritik dengan tujuan untuk mengetahui keotentikan dan kerosinilan data dan fakta.
Pada tahapan kritik ini melalui 2 proses pengkritikan yaitu kritik eksternal dan
internal.
a. Kritik Ekstern
dilakukannya penyeleksian segi-segi fisik dari sumber, seperti meneliti jenis kertas,
tinta, gaya bahasa, gaya tulisan, serta tampilan luarnya. Dalam tahapan ini, perlu
dijawab tiga pertanyaan, yakni apakah sumber tersebut sesuai dengan sejarah yang
diangkat, apakah sumber tersebut asli ataukah turunan, serta apakah sumber tersebut
Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan beberapa Arsip dan buku rujukan seperti
a. Sumber Arsip
Ulama Persatuan Islam, Bangil, 2-5 September 1960. Arsip ini berbentuk
naska hasil muktamar persatuan islam ke VII bentuk kertasnya warnah putih,
19
Sugeng Priyadi, Metode Penelitian Pendidikan Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hal. 63.
ini berbentuk surat dan memiliki warna kertas putih dan masih bagus dan
4 Mei 1963. Arsip ini berbentuk naksah yang memiliki warnah kertas kuning
dan masi jelas dapat dibaca dan dapat dijadikn sumber yang otentik,
berbentuk naksah yang memiliki warnah kertas kuning dan masi jelas dapat
b. Sumber Buku
kertas kuning, dari penerbit Pustaka Djihad Bandung, buku ini bercover
Merah dan putih, masih bagus dan dapat di baca, menjadikannya sumber yang
otentik.
Islam dan ejaan yang belum di sempurnakan, buku ini masih bagus dan dapat
menggunakan kertas kuning, dan ejaan yang belum di sempurnakan, buku ini
menggunakan kertas kuning, dan ejaan yang belum di sempurnakan, buku ini
5. Beberapa Fakta PKI Pembela Negara Asing (Bandung 1 April 1955), Buku
sempurnakan, buku ini masih bagus dan dapat di baca, menjadikannya sumber
yang otentik.
buku ini masih bagus dan dapat di baca, menjadikannya sumber yang otentik.
kuning, dari penerbit C.V Diponegoro dan ejaan yang belum di sempurnakan,
buku ini masih bagus dan dapat di baca, menjadikannya sumber yang otentik.
gunakan kertas putih, Cetakan Ke-2 Cover warna merah buku, ini masih
b. Kritik Intern
dokumen dapat dipercaya, apakah sumber tidak dimanipulasi, apakah sumber sejarah
tersebut dikecohkan, dan apakah sumber tersebut mengandung bias. Dalam tahapan
ini, diteliti tiga hal, yakni sifat sumber (resmi atau tidak), aspek mental penulis
sumber, serta koorborasi atau perbandingan antara dua informasi yang berasal dari
dua kesaksian atau lebih untuk mendapatkan kredibilitas yang lebih umum.20
Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan beberapa Arsip dan buku rujukan
seperti:
a. Arsip
Ulama Persatuan Islam, Bangil, 2-5 September 1960. Arsip ini berbentuk
naska hasil muktamar persatuan islam ke VII bentuk kertasnya warnah putih,
masi bagus dan dapat dibaca, dan Arsip ini bersisi tentang keputusan resolusi
ini berbentuk surat edaran kepada pimpinan cabang persatuan islam seluruh
b. Buku
Anshary dalam merumuskan ideologi dan dasar pergerakan politik Islam pada
Persatuan Islam.
5. Beberapa Fakta PKI Pembela Negara Asing (Bandung 1 April 1955), Buku
sempurnakan.
6. Manifes Perjuangan Persatuan Islam (Bandung April 1958), Buku ini
Muhammad Isya Anshary, dalam buku ini berisi tentang tentang pidato dan
pemikiran yang menjelaskan tentang negara islam dan dakwa islam dan
Buku ini merupakan karangan KH Muhammad Isya Anshary, Buku ini berisi
tentang bagaimana anak berperan di medan dakwa dan juga dunia politik.
3. Interpretasi
yang berarti menyatukan,21 namun kedua metode ini merupakan hal yang paling
utama dalam interpretasi. Tahap ini penting karena merupakan upaya untuk
21
Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. 64.
22
Poespoprodjo, Interpretasi (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm. 192.
Interpretasi dilakukan dengan menganalisa hal-hal berkaitan dengan
jawaban atas permasalahan yang ada. Bukti fakta sejarah tidak dapat menjelaskan
Semua faktanya yang tampak sebenarnya bersumber pada ekspresi dari apa
yang terjadi dalam mental orang antara lain pikiran, ide, kepercayaan dan segala
penggerak. Dalam penelitian ini tokoh yang penulis bahas meninggalkan banyak
bekas24 berupa tulisan sehingga mentifact yang penulis pakai menggunakan studi
literasi.
dialektik antara ideologi dan penghayatan yang dilakukan sang tokoh. Dengan
Setelah melalui dua tahapan sebelumnya yaitu heuristik dan kritik. Tahapan
menyinkronkan fakta-fakta yang telah di analisis dari tahapan sebelumnya yaitu krtitk
dengan baik.
23
William H. Frederick, Pemahaman Sejarah Indonesia, terj. Soeri Soeroto (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 10.
24
Bukti sejarah dalam bahasa sartono kartodirjo disini disebut bekas
25
Sartono Karto Dirdjo, ‘Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah’, 1992.
Berdasarkan fakta-fakta dan sumber yang didapatkan oleh penulis, disini
penulis berusaha untuk merekontruksi sebuah peristiwa yang diteliti dengan baik.
Soerjono Soekanto.
sosial. Di dalam suatu kelompok atau beberapa orang yang lebih berperan sehingga
mereka tampak lebih menonjol dan memiliki kelebihan dari pada anggota kelompok
lainnya. Munculnya mereka ini menurut Soekanto sangat diperlukan terutama apabila
kelompoknya menghadapi ancaman dari luar. Aplikasi teori Soerjono Soekanto bisa
menelaah tentang jejak dari K.H Muhammad Isa Anshary, yang melihat model
pemimpinn dari 3 katagori yakni Front leader, social leader dan Rear Leader.
Dalam tahap ini penulis melakukan analisa terhadap sumber data yang telah
diverifikasi dalam tema-tema tertentu. Apabila terdapat data yang berbeda dalam
suatu permasalahan yang sama, penulis membandingkannya antara data yang satu
tema-tema yang dibuat dan kemudian didapat kesimpulan. Pada tahap ini dilakukan
analisa terhadap peran dan perjuangannya yang berkaitan dengan penelitian ini.
konsep-konsep dan teori sejarah biografi melalui referensi yang masih berkaitan
dengan Jejak Ulama K.H Mohammad Isa Ansary Dalam menolak Komunis.
4. Historiografi
Historiografi merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian sejarah. Penulisan
dalam tahap ini menjelaskan isi keseluruhan makalah dengan menggunakan EYD
serta kata-kata yang dapat diserap dengan mudah oleh kalangan umum.
Bab III, menguraikan mengenai, K.H Mohammad Isa Anshary Sebagai Ulama Dan
Toko Politik Islam Indonesia, K.H Mohammad Isa Anshary Dan Musuh Islam Politik
Sungai Batang maninjau Sumatra Tengah pada 1 Juli 1916. Setelah menyelesaikan
untuk mengikuti berbagai pelajaran ilmu pengetahuan umum. Isa Anshary merupakan
salah satu putra Minangkabau yang sejak kecil ia dididik dalam lingkungan yang religius,
di samping memperlajari ilmu agma dari kedua orang tuanya, Isa Anshary juga belajar di
Surau. Hingga ketika Isa Anshary meranjak remaja ia mulai aktif di berbagai organisasi
keislaman, yakni di antaranya PSII, Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia dan Indonesia
Berparlemen.26
Mohammad Isa Anshary pergi merantau ke Bandung untuk mengikuti berbagai pelajaran
ilmu pengetahuan umum. Dan di bandung juga Isa Anshary memperluas pengetahuan
26
Herry Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insan Press, 2006
Isa Anshary selain sebagai Mubaliqh, ia juga dikenal sebagai penulis yang tajam.
Dan Ia termasuk seorang yang terlibat dalam merancang Qanun Asasi Persatuan islam
yang telah diterima secara bulat oleh Muktamar V Persis (1953) dan kemudian di
sempurnakan pada Muktamar VIII Persis (1967). Dalam sikap jihadnya, Isa Anshary
menganggap bahwa perjuangan Persis ini sangat vital dan juga Kompleks, karena
menyangkut berbagai kehidupan umat. Dalam hal ini bidang pembinaan kader, Isa
muda Persis. Semangatnya dalam bidang pembinaan kader tidak pernah padam walaupun
ia mendekam dalam tahanan orde lama di medium. Kepada Yahya Wardi yang menjabat
ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis periode 1957-1962, Isa Anshary
mengirimkan naskah “Renungan 40 Tahun Persatuan Islam” yang ia susun dalam tahanan
untuk di sebarkan kepada peserta muktamar dalam rangka mengingatkan kesadaran para
jamaah Persis. Melalui tulisanya, Isa Anshary mencoba untuk menhidupakan semangat
Jamaah dalam usaha mengembangkan penyebarkan ajaran agama Islam dan perjuangan
organisasi Persis. Dalam perjuangan menegaknya syariat Islam di Indonesia, Isa Anshary
Pada tahun 1930an Isa Anshari pergi ke bandung dan aktif secara resmi di
Persatuan Islam.
Sewaktu A. Hassan pindah ke Bangil, Isa Anshary tetap tinggal di Bandung dan
Pada tahun 1945-1946 , Isa Anshary ikut andil berkiprah dalam proses perjuangan
revolusi fisik, sebagaimana hasil kongres Umat Isla 9 november 1945, di samping
membentuk Partai Masyumi, sekaligus juga menyerukan Resolusi Jihad, “60 Milyar
kaum Muslimin Indonesia siap berjihad fisabilillah, perang di jalan Allah, untuk
menentang tiap-tiap penjajahan” sebagai konsekuensi penjajahan ini, maka kongres juga
barisan sabilillah. Disebutkan juga lascar sabilillah merupakan barisan istimewa Tentara
Keamanan rakyat (TKR).28 Konsekuensi lain dari Resolusi jihad membela Negara
menjadi Anggota Komite Nasional Idonesia darah wilayah Jawa Barat pada awal masa
revolusi. Sejak keendudukan Jepang, Isa Anshary juga telah di kenal sebagai salah satu
tokoh pergerakan dan perlawanan terhadap kebijakan Jepang. Ia menjadi pimpinan umum
“Gerakan Anti Fascis” (Geraf). Ia juga menjadi salah satu tokoh penerangan “Pusat
Daerah Priangan”.29 Dari aktifitasnya yang radikal dan juga bersifat non-kooperatif
27
M. Amien Rais, Demokrasi Dan Protes Politik, tulisan Pengantar untuk buku berjudul Demokrasi Dan proses
Politik, Seri Prisma, (Jakarta: LP#ES,1986), hal 16-25
28
Isa Anshary, Mujahid Dakwa, Jakarta: Media Dakwa, 1995, hal 311
29
Rusyad Nurdin, “Tausiyah Kepada Generasi Muda Islam” dalam Slamat Amimy. KHM Rusyad Nurdin, Profil
Seseorang Mubaliqh, Bandung: Corps Muballigh Bandung, 1988. Hal 18
terhadap kebijakan-kebijakan Jepang, Isa Anshary pernah di tahan dan di tangkap
Ketika revolusi Kemerdekaan pada tahun 1945, berbagai macam gerakan penting
yang dilakukan Isa Anshary di daerah gerliya Priangan. Isa Anshary menjai ketua barisan
Sabilillah, dan juga menjadi kepala penerangan Dewan Mobilisasi Daerah Priangan.
Tidak sampai disiitu, ia kemudian menjabat sebagai kepala penerangan Partai Masyumi
di daerah Priangan, Isa Anshary mengambarkan perjuangan fisik waktu zaman revolusi
itu.
menempuh jalan pendakian, yang ditanamkan dalam dada dan jantung selama
Alasan Isa Anshary ikut serta secara total dalam proses perang revolusi ini
bernuansa religius. Ia mendasarkan perjuangan itu sebagai bagian dari perjuangan Jihad
Fisabilillah, suatu kondisi yang memang diharuskan oleh agama Islam. Isa Anshary
Perang kemerdekaan, untuk mempejuangan hak mutlak bangsa kita, jelas artinya
30
Isa Anshary, Mujahid Dkawah, hal. 57
tahun? Lonceng kemerdekaan Indonesia yang berdentang pada tanggal 17
Agustus 1945 telah membuka kemungkinan luas bagi para mubaliqh Islam untuk
berdarah itu.31
Pada tahun 1948, ketika belanda mendirikan sebuah Negara di Jawa Barat, yang
di beri nama Pasundan. Negara ini yang di anggap sebagai boneka Belanda dan bahkan
oleh sebagaian besar penduduknya sendiri bertahan hingga tahun 1950, ketika ia
Isa Anshary melalui artikel, Aliran Islam, yang dimulai pada tahun 1948 ia secara
senaganya rakyat Jawa Barat terhadap aksi militer Belanda, dan di tahun 1948 militer
Belanda menangkap Soekarno, Hatta dan para pemimpin penting Republik lainya, dan
menentang pernyataan Belanda berikutnya bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada
lagi. Ketika pihak Belanda melanjutkan rencananya untuk menegakkan kekuasaan diatas
kepulaun Nusantara dengan membentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri atas lima
belas Negara bagian dan daerah-daerah khusus yang diakui Belanda, ia menyatakan
bahawa federasi semacam ini seharusnya tidak dibentuk tanpa keikutsertaan para
Meskin Isa Anshary mendukung para pemimpin sekuler Republik Indonesia, Isa
Anshary seperti halnya A. Hassan, tidak kehilangan utujuanya untuk mendirikan sebuah
Negara Indonesia yang di dasarkan pada prinsip Islam. Dalam Falsafah Perjuangan
31
Isa Anshary, Mujahid Dakwah, hal.55
32
Khain, Nasionalisme Dan Revolusi, hal 498-499
33
Aliran Islam, No. 3/Tahun I, Januari 1949. Hal 124
Islam, yang dutulis pada tahun 1949, Isa Anshary mengungkapkan bahwa kelompok-
sebuah Negara yang di lindungi Tuhan sebagai tanggung jawab mereka sebagai muslim.
semasa hidup beliau Ia sangat fasih dalam membicarakan Politik. Musuh utama Isa
Anshary adalah Komunisme baginya Komunisme itu haram bagi politik nasional, karena,
komunisme itu anti Tuhan anti Agama dan dengan begitu anti Islam. 35 Untuk memerangi
penolakan keras terhadap komunisme.36 Karena pendirianya yang keras anti komunisme
Libya pernah memiliki sosok pejuang Islam yang bernama Umar Mukhtar yang
di kenal dengan singa padang pasirnya karena keberanianya dan gagah yang mampu
mencoba menganggu Islam di Negerinya di Indonesia juga ada singa Islan namun berada
34
Aliran Islam, No. 3/Tahun I, Januari 1949, hal 122-125
35
Boland, Pergumulan Islam Di Indonesia, 1945-1947, Jakarta: Garfitti Pres, 1985, hlm. 107.
36
Dadan Wildan, Yang Da’I Yang Politikus, Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, Bandung: Rosda, 1997, hal.
106
37
Syafiq, A.Muqhni, op.cit, hal.122
pada sektor yang berbeda, dia adalah singa podium KH Mohammad Isa Anshary yang di
kenal setiap orasinya mampu membakar ghiroh setiap orang yang mendengarkanya.
Tidak hanya mampu dalam berpidato, Isa Anshary juga dikenal sebagai seorang
pemikir dan penulis yang aktif, jejak pena yang ia hasilkan menjadi sebuah pelopor dari
Tulisan Isa Anshary ketika menjadi pemimpin redaksi Aliran Muda dan Laskar
Islam. Dia pernah aktif di Pelita Andalas Medan dan beberapa penerbitan di Bandung.
21. Tugas Dan Peran generasi Muda Islam Dalam Pembinaan Orde Baru (1966)
sempat menyelesaikan dua naskah lagi yaitu Faksafah Moral Dan Pelita Indonesia.38
38
Isa Anshary, Mujahid Da’wah, hlm, 313
BAB III
A. KH Mohammad Isa Anshary Sebagai Ualama Dan Tokoh Politik Islam Indonesia
Persis berdiri pada hari rabu, 12 September 1923 di bandung oleh sekelompok
orang islam yang berminta dalam studi dan aktifitas keagamaan yang di pimpin oleh H.
dilator belakangi oleh persoalan kemunduran masyarakat Islam. Ketika itu, keadaan umat
islam di Indonesia pada umumnya tenggelam dalam sikap taqlid (sikap membeo,
menerima sesuatu secara taken of granted), perbuatan bid’ah, Churafat, Takhayul, yang
kemudian disebut oleh kalangan reformis sebagai penyakit TBC. Karena itu, mereka
Islam Indonesia dengan slogan yang diterkenal “kembali kepada Al-Quran dan Al-
Sunnah dan membersihkan islam dari takhayul, churafat, dan bid’ah yang
megotorinya”.39 Demikianlah H. Zamzam selaku ketua P.B persis pada waktu membuka
konfrensi Persis ke-3 tahun 1936 membeberkan proses pendirian Persis yang dikatikan
dan As-Sunnah” sehubungan dengan hal ini firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :
39
PP. Persis, Tafsir Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam, Bandung, 1984, hlm.4-5
40
Majalah al-Lisan No. 3/vol.I/Maret 1936.
“Dan berpeganlah kamu dengan tali Allah, dan janganlah kamu berpisah, dan
jinakkan antara hati-hati kamu, tlantas dengan nikmat Allah kamu jadi
Sejak tahun 1940 Isa Anshary telah Menjadi anggota Pimpinan Persatuan Islam ,
sehingga idah aneh jika kemudian ia berperan penting dalam proses reorganisasi setelah
Persis dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1942.42 Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan
mendengunkan slogan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan pada priode kedua
ini, salah seorang tokoh Persis yang pernah memimpin Adalah KH Mohammad Isa
Anshary.43
semula pada April 1948, tidak lama setelah Isa Anshary dan para anggota lainya yang
41
A. Hasan; Tafsir Al-Quran, (Surabaya:al-ikhwan, 2004), S.3 (Ali-Imran):103.
42
Pepen Irfan Fauzan, Negara Pancasila vis-à-vis Negara Islam .:( Pemikiran Politik M. Natsir dan M. Isa Anshary
1945-1960), hlm 42
43
SKI-B SEJARAH PEMIKIRAN MODEREN DALAM ISLAM, Bandung : Photocopy Pinggir Gerbang, 2016, hlm
150
Kami, Pimpinan Pusat Persis menyatakan bahwa pada 1 Aprilv 1948, Persis
dihancurkan oleh Perang Dunia II, Persis merupakan sebuah gerakan yang
ini, kami melanjutkan perjuangan agama tersebut. Kami menyeruh kepada seluruh
cabang Persis dan seksi –seksinya untuk melanjutkan kerja mereka sebagaimana
Sebagaimana telah disebutkan, sejak tahun 1940, Isa Anshary telah menjadi
anggota Pimpinan Pusat Persis, sehingga tidak heran jika kemudian ia berperan penting
dalam proses reorganisasi ini setelah dibubarkan jepang pada tahun 1942. Ia juga yang
kemudian menjadi ketua umum dari organisasi yang kembali diaktifkan itu. Disamping
itu, ia juga merupakan salah seorang yang turut menjadi konseptor rencana Qanun Asasi-
Qanun Dakhili (AD/ART) Persis yang baru. Di samping Isa Ansahry, kemudian Persis
Juga di tanggani oleh E. Bachrum dan E. Abdurrahman, yang dari semula menjadi tokoh
bersama dengan tuan A. Hassan dan Fachrudin Alkahiri. Ini menandakan kemunculan
Persis secara formal sebagai organisasi social-keagamaan, tentunya dengan semangat dan
agenda baru.45
Susunan Pengurus Pusat Persis pada tahun 1953, merupakan hasil penyempurnaan
Qomarudin Saleh, ketua II Nachrowi. Semntara itu, Sekretaris umum dijabat oleh E.
Bachrum, Sekretaris I KM. Joesef Zamzam, Sekretaris II RE. Soehandhi, dan Bendahara
A. Rustama.47
berdiri dan tersebar luas di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah bagian Barat, Bangil Jawa
Timur, dan Palembang. Risalah media resmi Organisasi melaporkan bahwa Persis telah
Pada periode ini orientasi Persis di bawah kepemimpinan Isa Anshary cenderung
sangat politis. Sikap dan pandangan Isa Anshary lebih tegas lagi. Ia menyatakan bahwa
perjuangan dalam politik saat itu adalah wajib. Perjuangan Islam, termasuk Persis, tidak
hanya pada lapangan Fiqih Ibada ritualistic saja. Lebih dari itu, adalah termasuk juga
ibada untuk berjuang di medan politik. Hanya saja, perjuangan yang termasuk ibadah itu
47
Pepen Irfan Fauzan, Perumus Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Vol. I, No.2, September 2016 hlm 156
48
Federspiel, Persatuan Islam, hlm.156-157.
49
Risalah, No. 1/Th.I/Agustus 1963, hlm 5
50
Isa Anshary, Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: PP Persis, 1958, hlm. 24.
Bagian tabliqh bertanggung jawab untuk mengatur masalah penyebaran pesan-pesan
agama melalui tradisi lisan (oral) dan pembinaan Mubaliqh-Mubaliqh Persis, bagian
Penghargaan yang tinggi terhadap usaha penerbitan yang menjadi ciri Persis
sebelum kemerdekaan terus berlanjut setelah organisasi itu berjalan. Persis menerbitkan
diterbitkan itu memuat tulisan para anggota Persis mengenai masalah yang dihadapi umat
Islam Indonesia pada masa kemerdekaan terutama masalah kegamaan dan politik.52
Majalah pertama yang terbit adalah Aliran Islam pada tahun 1948. Majalah ini
memuat tulisan-tulisan dari tokoh-tokoh Persis, terutama Isa Anshary, M. Natsir, dan E.
Setelah itu, muncul Al-Muslimun, yang mulai terbit pada tahun 1954 diterbitkan di
Surabaya, majalah ini merupakan bagian dari Persis cabang bangil. Majalah ini berfungsi
sebagai media pendidikan agama dan memuat berbagai fatwa mengenai masalah
keagamaan. Juga majalah serial baru Pembela Islam diterbitkan kembali pada tahun
Hudjatul Islam, sebagai media resmi Persatuan Islam, terbit hanya satu kali, tetapi
memuat tulisan yang bagus yang mengaitkan sejarah Islam dengan situasi Indonesia masa
51
Tiar Anwar Bactiar, Persis Dan Politik, Sejarah Pemikiran Dan Aksi Politik Persis 1923-1997
52
ibd
kini. Pada tahun 1962, Persis menerbitkan Risalah. Pada dasarnya majalah ini merupakan
Demikian juga halnya dengan Pendidikan yang mulai ditata kembali. System
pleh bagian Pendidikan persis, yang didirikan tahun 1955. Bagian ini bertugas untuk
dikelolanya. Adapun jenisya adalah pesantren yang ditata secara modern. Terdapat
jenjang-jenjang pendidikan yang harus di tempuh dari mulai tingkat dasar (ibtidaiyyah),
pembelajaranya pun sudah memadukan antara pelajaran gama dan umum yang
Sejarah terbentuknya partai Masyumi tidak bisa dilepaskan dari motif sejarah
pergerakan yang bersifat sosial, pendidikan, dan juga politik. Partai Masyumi lahir pada
Tampilnya Mayumi sebagai Partai Islam yang bercorak satu kesatuan dalam
kemerdekaan Indonesia bukan suatu kebetulan dalam sejarah yang tidak dilatarbelakangi
kesadaran yang dalam dan panjang. Kelahiran Masyumi dapat dikatakan sebagai suatu
53
Dadan Wildan, Pasang Surut gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia: Potret Sejarah Organisasi Persatuan
Islam (Persis). Bandung; Persis Press, 2000, hlm 112.
54
Hamid, Persatuan Islam dan Usaha Pembaharuan pendidikan. Bandung: Sumber Prima, 1993, hlm 42-47
55
Jurnal Pemikiran Agama dan Peradaban / TANWIR, Perjalanan Politik Muhammadiyah dari Ahmad Dhalan
hingga Syafi’I Ma’arif, edisi Perdana, Vol, I, Mesi 2003
keharusan sejarah bagi perjalanan politik umat Islam Indonesia, inisiatif pembentukan
Masyumi adalah inisiatif toko partai politik dan gerakan social keagamaan Islam sejak
zaman pergerakan, seperti Agus Salim, prof. Abdul Kahar Muzakar, Abdul Wahid
Keputusan dalam pembentukan partai Masyumi oleh sejumlah tokoh islam bukan hanya
sekedar keputusan, akan tetapi sebuah keputusan dari seluruh umat Islam melalui wakil-
wakilnya. 56
Secara eksplisit strategi politik yang disusun Masyumi, adalah sebagai politik
yang tidak lepas dari fungsi-fungsi lain, seperti artikulasi kepentingan, dan komunikasi
politik. Seara jelas upaya pendidikan politik Masyumi adalah usaha untuk mencapai
tujuan yang dengan memperluas pengetahuan kecakapan umat Islam Indonesia dalam
perjuangan politik. Perjuangan politik Masyumi yang sangat kuat yaitu perjuangan
ideologi untuk menghadapi komunis yang diperjuangkan oleh PKI berdasarkan teori-teori
Marx, Engles Lenin, Stalin dan Mao tse Tung. Keyakinan Masyumi sebagai probaganda
ideology yang bisa menyesatkan adalah PKI, yang disebar luaskan melalui media cetak
Masyumi mengeluarkan sebuah kebijakan bagi para anggotanya, kebijakan itu adalah
buku-buku yang membahas sosialisme religus atau lebih dikenal dengan buku-buku
keluarga Masyumi.57
Isa Anshary menjadi pimpinan Partai Masyumi wilayah Jawa Barat. Dalam
kepengurusan partai ditahun 1956, ia menjadi pengurus Pusat Masyumi. Ia juga menjadi
56
Samsuri, Politik Islam Anti Komunis, (Jogjakarta, P.T. Safira Press, 2004) hlm. 9-10
57
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004) hlm 96-97
anggota fraksi Masyumi dalam Majelis Konsituante Republik Indonesia dari hasil Pemilu
1955. Ada pun tokoh Persis yang menjadi anggota Konsituante dari Faraksi Masyumi
Peranan penting yang dilakukan elit-elit persis dalam Masyumi adalah perjuangan
corong perlawanan terhadap paham komunisme. Mereka pun sepakat dan mengharamkan
ajaran komunsiem. Mereka berpendapat bahwa paham komunisme tidak bisa hidup di
Indonesia. Pada awal keterlibatan politik nasional, gerak politik elit politik Islam tampak
sinergis, selain bahu-membahu untuk memenangkan ideology Islam yang di usung Partai
Masyumi. Dalam partai ini, berhimpun beberapa tokoh dan organisasi dengan bergam
latar belakang sosio-kultural. Sayangnya, sinergitas gerak politik tidak bertahan lama.
Pada tahun 1947, PSII keluar dari Masyumi.59 Peristiwa politik yang paling mengoyahkan
Masyumi adalah keluarnya NU, sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, dan
menjadi partai poitik baru dengan nama partai NU (PNU) pada tahun 1952.60
Sebagai sebuah partai yang pluralistik, elit-elit partai Masyumi sulit meredam
Politikdi dalam tubuh Partai. Terdapat berbagai kelompok politik, misaslnya saja disebut-
sebut adanya kelompok muda dibawah Natsir dan kelompok tua yang menjagokan
dalam partai pun terpolarisasi dalm bentuk karakteristik orientasi politik elit-elitnya. Ada
58
Bajasut, S. U. (ED), Alam Fikiran Dan Djedjak Perdjuabgan Prawoto Mangusasmito. Surabaya, 1972, hlm 435
59
Soemarsono, Mohammad Roem 70 Tahun: Perjuang-perunding. Jakarta; Bulan Bintang, 1978. Hlm 68
60
Irsyam, Ulama Dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1984, hlm. 29
mewakili corak ini, NU, sebelum keluar dari keanggotaan partai Masyumi mewakili
Demikian juga dengan elit-elit Persis yang tergabung dalam partai Masyumi.
Mula-mula semenjak Persis masuk sebagai anggota istimewa partai Masyumi pada tahun
1948, terlihat sinergitas gerakan antara elit-elitnya, sperti M. Natsir, Isa Anshary, Rusyad
Nurdin, dan yang lainya. Ketika Natsir yang dikenal sebagai aktifis Persis, menjadi ketua
umum Partai Masyumi sejak tahun 1949, seringkali kritik dilontarkan oleh lawan-lawan
politiknya, terutama kubu Sukiman. Hanya saja, kedudukan Natsir dalam partai Masyumi
Kemerdekaan RI. Memang pada hari-hari pertama rakyat Indonesia menghirup udara
kemerdekaan, sesuda ada rencana para elit politik mengadakan Pemilu secara NAsiona.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 sesudah di umumkanya rencana untuk mengadakan Pemilu
nasional. Malah pada tahun 1946, sudah ada beberapa pemilihan yang dilaksanakan di
karesidenan Kediri dan Surakarta. Pada tahun 1948, Badan Pekerja KNIP yang berlaku
memberikan hak pilih kepada semua orang yang berumur di atas 18 tahun. 63 Namun
1955 untuk pemilihan DPR dan pada Desember 1955 untuk Konsituante (yang dipilih
61
Maa’rif, Op Cit, hlm 93.
62
Noer, Op Cit, hlm. 106-110.
63
Daniel Dhakidae, Pemilihan Umum Di Indonesia, Prisma No.9 Th.X/Oktober 1986, hlm. 19.
untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang permanen). Pada pemilu-pemilu ini, lebih
dari 170 partai politik termasuk calon independen non-partisan, berjuang untuk dipilih di
15 distrik pemilihan, dari jumlah tersebut, 28 berhasil memperoleh paling sedikit (1)
kursi di DPR. Sebagai tambahan terhadap orang-orang ini ada tigga wakil rakyat yang di
tunjuk untuk mewakili Papua (yang waktu itu masi dikuasasi oleh belanda), serta
perwakilan spesifik untuk warga Indonesia ketururnan Arab, Cina, dan Eropa.64
Pada pemilu yang di kenal dengan sebutan “Pemilu 1955” ini, partai Masyumi
yang waktu itu dipimpin Natsir, meraih peringkat kedua dengan perolehan suara sebesar
7.903.886. di bawa PNI yang peraup 8.434.653 suara. Berturut-turut kemudian partai NU
(PNU) yang mendapat 6.955.141 suara dan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebanyak
6.176.914 suara.65
Kekalahan dari PNI inilah yang kemudian menjadi kekecewaan dan sorotan tajam
terhadap kepemimpinan Natsir. Lebih jauhnya lagi, pandangan dan garis kepemimpinan
Natsir pun disalahkan. Kritik-kritik mulai muncul sejak itu. Akhirnya dalam kongres
Partai Masyumi tahun 1956 di Bandung, suatu Kritik keras diarahkan kepada
kepemimpinan Natsir. Isa Anshary, ketua umum Persis yang juga anggota DPP Masyumi,
mneyebut kongres 1956 di Bandung tersebut sebagai “awan mendung di tubuh Partai”.66
Kritik keras terhadap kepemimpinan Natsir dalam kongres tersebut juga muncul
dari sebagain elit Persis, yang nota bene rekan Natsir sendiri. Mereka tmpaknya, kecewa
terhadap pandangan dan kebijakan politik Natsir yang dinilai terlalu liberal dan
64
Alfian, Pemilihan Umum dan Pertumbuhan Demokrasi di Indonesia, Prisma, No.2. Th.VI/1977
65
Mariam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia (Jakarta): Gramedia, 1996 hlm. 45
66
Daulah Islamijah, No. 1/Th.I/Februari/1957, hlm. 3.
karenanya beroorientasi kebarat-baratan. Isa Anshary dengan keras mengkritik kekalahan
Kita memandang, kenapa umat Islam tidak dapat kemenangan suara sedjumlah
ketidak pastian Islam sendiri. Masjarkat kaum muslim tidak mendapat ketegasan,
kedjelasan dan gambaran jang bulat dan penuh dari para oemimpinnja, apa
sebenarja tudjuan dan ideology Islam jang hendak ditegakkan dalam Negara
Keberadaan tokoh Isa Anshary salah seorang anggota DPP Masyumi yang ketika
itu juga menjabat ketua umum Persis, posisi Isa Anshary yang memegang tampuk
pimpinan organisasi Persis, menjadi salah satu faktor yang membuat pengaruh kelompok
Daulah Islamijah, mendapa respon yang tinggi membuat kalangan elit Persis lainya.
Tercatat yang mendukung upaya Isa Anshary untuk menyerang kepemimpinan Natsir
adalah Tamar Djaja dan Firdaus A. N. di kalangan tokoh lama Persis, dukungan datang
dari A. Hassan. Demikian juga halnya tokoh E. Abdurrahman dan Munarwan Cholil turut
mendukungnya.68
mendukung gerakakan politik Isa Anshary. Misalnya saja manifesto politik radikal dan
non-kompromistik yang disusun Isa Anshary pun menjadi pandangan resmi organisasi,
dengan nama Manifest Perjuangan Persatuan Islam.69 Walaupun demikian, masih ada
67
Mohammad Isa Anshary, “Hanja Negara Islam Jng Amanatkan Kepada Anggauta Konsituante”, Daulah
Islamiyah, Th. I/Pebruary 1957. Hlm 5.
68
Daulah Islamijah, No. 1/Th. I/pebruary 1957. Hlm. 1.
69
Isa Anshary, Manifest, Op Cit. hlm.3.
juga di antara kalangan Persis yang memilih pendekatan moderat Natsir.70 Sikap dan
pandangan politik Rusyad Nurdin misalnya, sedikit banyak mengitu pandangan politik
Natsir.
Aktifitas dan pengalaman politik yang berbeda inilah yang kemudian menjadi
potensi timbulnya keretakan hubungan antara Natsir dan Isa Anshary. Keretakan
hubungan ini menjadi nyata setelah Pemilu 1955, dimana Isa Anshary memendam
yang kemudian membuat Isa Anshary akhirnya memutuskan untuk melakukan tindakan
oposisi terhadap Natsir. Suatu tindakan yang kemudian diikuti oleh elit Persis lainya,
membentuk UUD RI yang baru untuk menggantikan UUD Sementara 1950 itu sendiri.
memperoleh suara mayoritas dalam pemilu, dalam pemilu. Seusai pelantikan anggota
perdebatan tentang Dasar Negara.72 Hingga kemudian dikeluarkan Dekrit 5 Juli 1959
70
Federspiel, Op Cit, hlm. 205.
71
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik Natsir
Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm
72
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm 87
dengan salah satu keputusanya kembali kepada UUD 1945, persoalan dasar Negara masih
dalam tiga golongan pembela gagasan dasar Negara, yaitu, Islam, Pancasila, dan Sosial
Ekonomi. Paling mencolok dalam dari ke tiga golongan tersebut, ialah perdebatan antara
kelompok pembela dasar Negara menurut Islam Dan Pancasila . masyumi bersama partai
politik Islam lainya sama-sama memperjuangan Islam sebagai dasar Negara. Namun
pendirian Masyumi untuk menjadikan Islam sebagai dasar Negara, yaitu “Negara
Demokrasi Berdasarkan Islam.” Menurut Natsir, analisis akhir manusia mengenai dasar
Negara, pada prinsipnya terbagi kedua bagian yaitu: (1) paham sekularisme tanpa agama,
masyarakat, hidup sempurna dan sebagainya. Pertentangan konsep itu tidak mungkin
lain, sebaliknya paham agama telah memberikan dasar Negara yang terlepas dari
73
Ibid,
74
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm. 88.
75
Ibid
relativisme. Ibarat satu pohon, maka historis materialism, ataupun ateisme dan
Komunisme, Natsir mengatakan bahwa itu menandakan Pancasila lemah secara prinsipil.
Pancasila dapat diterima sebagian dengan menolak bagian sila yang lain, atau hanya
dapat diterima tetapi tidak dipercaya, karena Pancasila sebagai titik pertemuan lima ide.
Akan tetapi tidak ditemukan “relationship of interdependence” dari sila yang lima
tersebut. Jadi sangat beralasan apabila Pancasila pun diterima oleh suatu golongan yaitu
PKI meskipun ada satu sila darilima sila itu yang tidak dipercayainya.77
Sakirman dari PKI mengatakan alasan PKI menerima Pncasila sebagai dasar
Negara, dan bukanya komunisme itu sendiri adalah karena menginginkan supaya sila “
Ketuhanan Yang Maha Esa” diganti dengan sila “Kemerdekaan beragama dan
Berkeyakinan”. Alasana lainya, Pancasila secara objektif dapat dijadikan sebagai “alat
perjuangan guna mewujudkan tuntunan Revolusi Agustus yang anti imprealisme dan
beragama” menurut Njoto, wakil Sekretaris Jendral Comite Central PKI sebagai lebih
“poloteisme mendahului monotheisme dan sampai detik ini pun monotheisme bukan
satu-satunya aliran agama, bahwa disamping monotheisme selalu tetap ada politeisme.
76
Ibid
77
Ibid, Hlm 88-89
78
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm. 89
79
Ibid
Perihal ateisme, ia mengakatakan bahwa kaum ateisme tidak hanya ada dalam Partai
Komunis Indonesia, tetapi ada juga dalam PSI, Partai Murba, PNI dan banyak anggota
yang agama Islam, juga Nasrani dan Hindu-Bali. Sekurang-kurangnya menurut Njoko,
anggaran dasar partai-partai tersebut tidak menolak orang-orang atheis untuk menjadi
anggotanya.80
Dugaan Njoko bahwa dikalangan orang beragama juga ada kaum atheis mendapat
kebenaran ketika seorang K.H. Achmad Dasuki Siradj menjadi salah satu juru bicara
fraksi PKI di Konsituante. Tokoh PKI inggin mengingatkan kepada figure di masa
Haji Misbach. Menurut Achmad Dasuki Siradj, alasan fraksi PKI di Konsituante menolak
islam sebagai dasar Negara adalah bukan karena partainya anti agama sebagaimana
praktik yang dijalnkan oleh pembela islam dari Masyumi yang jelas-jelas merugikan
Negara dan rakyat.81 Ia mencotohkan sikap Masyumi yang tidak tegas terhadap
gerombolan pengacau DI/TII di Jawa Barat maupun Aceh. Menurut Achmad Dasuki
Masyumi, yaitu bertentangan dengan apa yang dikatakan para tokoh Masyumi dengan
Tafsir PKI terhadap sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai “kebebasan
beragama” yang juga memuat pengertian atheisme dan politeisme di samping arti
80
Ibid
81
Ibid. hlm 90
82
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm. 90.
“kebebasan anti agama”. Kasman menambahakan bahwa tidak menyatukan dan
Penerimaan Pacasila sebagai dasar Negara oleh PKI dan bukanya komunisme
dalam pandangan Kasman Singodimedjo merupakan bukti bahwa Komunisme oleh PKI
sendiri dianggap tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar Negara. Namun mengingatkan
bahwa PKI tidak konsekuensi terhadap ismenya sendiri, sehingga ismenya (ideology
komunis) ditinggalkan begitu saja saat menghadapi persoalan penting mengenai tegak
tidaknya Negara yang ditentukan oleh dasarnya. Penerimaan pancasila sebagai dasar
menerima pancasila karena semstinya PKI menolak Pancasila yang memuat sila
pertamanya. PKI tidak mungkin sepenuh hati menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa
karena bertentangan dengan Komunsime itu sendiri.85 Rusjad Nurdin merasa kecewa
terhadap sikap PKI itu, karena Pancasila hanya dipakai “tabir asap” dalam operasi
seharunya yang berhadapan di Konsituante bukan antara pembela islam dengan pembela
Pada bagian lain, Mohammad Isa Anshary yang dikenal sebagai frkasi radikal di
83
Ibid,
84
Ibid
85
Ibi, hlm. 91.
86
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm. 91
menjelaskan “Pancasila yang sekarang ini secara keseluruhanya, bukan saja tidak tidak
pancasila aliran komunsime tambah lama tambah kuat dan mendapat tempat. Ini
disebabkan kehampaan Pancasila, sehingga sang penciptanya sendiri Bung Karno dalam
Islamisme, hendak mencapurkan antara yang hak dan yang batil, atau hendak
Isa Anshary menegaskan bahwa jika tidak cepat bayi pancasila diserahkan ke
pangkuan islam, maka dalam waktu yang singkat Pancasila ini akan habis ditela oleh
Buto Terongnya imprealsime dan komunsime. Pancasila itu sendiri tidak kuat dan kuasa
mempertahankan diri dari ancaman maut komunisme dan atheisme. 88Pernyataan Isa
Anshary ini menunjukan betapa ia tidak sekedar pandai memperjuangkan retorika, tetapi
raksasa yang rakus dalam mitologi Jawa yaitu mahluk Buto Terong.89
Perdebatan tentang dasar Negara tersebut pada giliranya tidak dapat mencapai
kompromi. Tugas Konsituante untuk menetapkan sebuah UUD baru menemukan jalan
buntu. Pertarungan ideologi yang mengemuka antara Masyumi sebagai barisan Utama
(avant garge) kelompok islam melawan kelompok pembela Pancasila, terutama PKI,
sebagai dasar Negara tidak berhasil mencapai tujuanya, setelah beberapa kali
87
ibid
88
Ibid
89
Ibid hlm. 92.
pemungutan suara untuk kembali ke UUD 1945 tidak mencapai kompromi meskipun
B. K.H Mohammad Isa Anshary Sikap Politik Dan Konsep Dasar Negara.
1. Pancasila
Pasca kemerdekaan isu berubah dari isu Nasionalsime ke isu dasar Negara dan
konseptualisasi Negara. Wacana-wacana ideology pun berkembang terus kea rah sana.
Dari sini masi terlihat polarisasi ideologis seperti masa sebelumnya. Hanya saja,
pertentang antara kelompok komunis dan nasionalis di dalam kelompok sekuler menjadi
semakin tajam, sementara kelompok ideologis islam terlihat bersatu secara isu, sekalipun
tidak selalu bersatu sepenuhnya secara politik, bukan lagi karena masalah-masalah
Pada fase ini watak ritisime Persatuan Islam terlihat tidak berhenti. Melalui dua
orang kadernya yang sangat potensial, yaitu M. Natsir dan M. Isa Anshary, Persatuan
Islam menjadi juru bicara cukup penting dalam perdebatan tentang dasar Negara,
sekalipun tidak berarti bahwa Persatuan Islam menjadi pelopor. Melalui serangkaian
pidato, artikel Koran dan majalah, brosur, buku-buku, serta manifest Isa Anshary
islam sebagai dasar Negara dan kemungkinan mempersatukan Indonesia dengan Islam.92
90
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme, (Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004). Hlm. 92.
91
Maarif, Islam Dan MAsalah Kenegeraan. Jakarta : LP3ES. 1996.hlm 114-115
92
Federspiel, Persatuan Islam; Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. Jogjakarta: UGM Press hlm 122
Isa Anshary seseorang tokoh Persis dan juga Anggota Masyumi yang sangat
tajam dalam mengririk terkait masalah Pancasila yang dianggap sebagai modus vivendi
atau consensus antara kalangan Islam dengan kalangan sekuler pada tahun 1945, Isa
cenderung nonkompromistik, maka Isa Anshary mempunya pandangan politik yang tegas
dan menolak konsep Negara Pancasila, berbeda dengan Hamka Dan Natsir, Isa Anshary
telah menyerang Pancasila dengan kata-kata yang keras. Menurut pandangan Isa
Anshary, tidak ada persesuaian apa pun antara islam dan pancasila sehingga hanya
seorang yang sudah bejat imanya saja yang inggin mempertahankan Pancasila itu.93
Kritik keras Isa Anshary ini terjadi dalam konteks perdebatan politik yang
1953. Soekarno mengakatakan, bahwa jika Negara islam didirikan di Indonesia, maka
hanya ada daerah-darah yang penduduknya tidak beragama islam akan melepaskan diri.
Soekarno dengan jelas menyebutkan daerah-daerah tersebut, yaitu Maluku, Bali, Flores,
Pidato soekarno mengundang banyak reaksi dari kalangan Islam. Isa Anshary
adalah yang pertama menyatakan reaksi secara terbuka.95 Pada majalah Aliran Islam yang
dipimpinya, Isa Anshary mengkritik pidato Presiden tersebut sebagai suatu siakp yang
tidak demokratis dan tidak Konstitusional.96 Ia juga menyebutkan bahwa pidato tersebut
93
Yusril Izha Mahendra, Moderenisme Dan Fundamentalsime Dalam Politik Islam: Jakarta, 1999. Hlm 88
94
Antara, 29 Januari 1953
95
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik Natsir
Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 92
96
Aliran Islam, No. 45, Tahun VII, Februari 1953, hlm. 2-2.
sebagai tantangan terhadap ideology Islam. Pada tanggal 31 Januari 1953, ia pun
Tokoh-toko PNI pun membalas serangan Isa Anshary, dengan mendukung pidato
tersebut sebagai bagian dari hak preogratif seorang presiden. Mereka menyerang balik Isa
Anshary dengan menyebutnya sebagai seorang fanatik dan rekan gerakan Darul Islam
(DI). Bahakan pada waktu pertemuan umum PNI di bandung pada tanggal 19 April 1953,
Isa Anshary pun tidak hanya diam. Ia kembaliu menyerang para pendukung
pancasila ini. Ia menyatakan bahwa pada saat Indonesia sekarang ini (1953), telah ada
garis demarkasi yang jelas antara Islam dengan Islam dan bukan islam. Pernyataan Isa
Anshary ini diarahkan untuk menujukan para pendukung Pancasila sebagai orang-orang
yang munafik.99
Pernyataan Isa Anshary ini cenderung berlebihan dan reaksioner.100 Oleh karena
itu, Natsir dan Sukiman, para pemimpin utama Masyumi, mencoba memperkecil isu ini.
Natsir membuat statemen untuk meyakinkan rakyat bahwa perbedaan pendapat ini
sebagai hasil dari kekacauan isitilah (a confusion of term). Natsir juga menegaskan
bahwa masalah ini adalah masalah intern masyarakat muslim, sehingga tidak usah
97
Aliran Islam, No. 45, Tahun VII, Februari 1953, hlm. 10-15
98
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik Natsir
Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 92
99
Ibid
100
Ibid, hlm. 93.
101
Ibid
Isa Anshary menujukan kekecewaanya secara terbuka, sebuah antiklimaks
Walaupun Isa Anshary mendukung pemerintah sekuler pada zaman revolusi, namun hal
tersebut disertai pengharapan agar bisa menegakan hokum-hukum Islam pada Negara jika
keadaan sudah stabil. Jelas dengan adanya pernyataan Persiden pada tahun 1953, keadaan
menghendaki adanya Negara Islam , kekecewaan ini di secara eksplisit dinyatakan oleh
Isa Anshary,
menuntut maha potensi dari umat islam jang bulat untuk dikerahkan untuk
membela dan mempertahnkan proklamasi itu, kepada kita kaum Muslimin pernah
ideologinja.102
Kritik ini tidak hanya ditujuakan kepada kalangan sekuler, namun juga terhadap
sesame kelompok islam. Secara tidak langsung, Isa Anshary pun menyerang Hamka dan
Natsir yang mempunya pandangan moderat mengenai Pancasila. Baginya, prmimpin itu
djari nan sepuluh, membersihkan diri dan golongannja dari segala tudjuanitu, banjak
pemimpin Islam jang berubah 180 deradjat karena tidak kuat menghadapi golongan
Manifest, Op Cit, hlm. 22.
102
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
103
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 93
kampanje murah dan kampanje pitjisan golongan. Banjak pemimpin islam karena
ketakutan dan kesangsian memutar haluan perdjuangan, bahkan ada jang kapitulasi dan
melakukan likwidasi dimuka umum, menerima Pantja Sila semua itu karena takut dituduh
Bagi Isa Anshari Pancasila hanyalah slogan-slogan kosong belaka, sekedar untuk
mendukung Pancasila yang dasar pertamanya adalah Ketuhanan. Padahal, mereka tidak
bertuhan bahkan anti-Tuhan. Kaum Kejawen (Penganut mistik Jawa) juga menerima
Pancasila itu menjadi sejenis thaghut (berhala). Isa Anshary menjelaskan pemikiranya
tersebut yaitu :
Ketuhanan Jang Maha Esa, sila pertama dari dasar jang lima (Pantja Sila) jang
kono kabarnja dihadiahkan kepada umat islam sama sekali tidak menggambarkan
Ketuhanan Jang Maha Esa, dengan pengertian Tauhid Uluhijjah dan Tauhid
Rububijjah, dan kedua; Ikarar-kesaksian bahwa Muhammad itu adalah hamba dan
pensuruhja, Ketuhanan Jang Maha Esa sadja bagi kami hanjalah berarti merobek
dua kalimat sjahadat dan memperkosa rangka tubuh agama kami sendiri.106
104
Isa Anshary,”Hanja Negara Islam Jang kami Amantkan Kepada Angguta konsituante”, Daulah Islamiyah, Th.
I/januari 1957. Hlm.5.
105
Manifest, Op Cit, hlm. 55-56
106
Ibid, hlm. 56.
Isa Anshary berargumeb bahwa setelah diterapkanya pancasila sebagai dasar
Negara RI, tidak ada kemajuan apapun bagi perkembangan agama Islam. Karena itulah,
Sebelas tahun lamanja kita ber-pantja Sila, nasib agama kita masi seperti
sediakala, tiada berubah. Memperatahankan dan menerima Pantja Sila sebagai asa-
kehidupan kenegaraan, berarti tidak membawa madju dan ladju islam sebagai Undang-
undang hidup jang menhiduokan. Bukan ideology Pantja Sila, bukan hokum Pantja Sila,
bukan Negara Pantja Sila wadjib kita tegakkan, tapi ideology islam, hokum Islam,
Negara Islam, hokum Islam harus tegak, ideology Islam harus menang, berpantang
kalah.107
Penolakan Isa Anshary terhadap Pancasila karena penfsiran yang rigid terhadap
aqidah Islam. Bagi Isa Anshary, Islam sebagai dasar Negara merupakan satu hal yang
tidak bisa dikompromikan. Landasan pemikiran Isa Anshary adalah penafsiran megenai
masalah ideologi Islam yang merupakan keyakinan agama, lebih tegasnya, ideology
Islam adalah sekaligus juga Aqidah islam: “ideology dan filosofi Negara adalah termasuk
aqidah bagi umat islam. Dalam lapangan aqidah umat islam haram mengadakan
kompromi. Siapa saja jang mau berkompromi, berchianatlag dia kepada islam kepada
Allah dan RasulNja”.108 Dan kemudian Isa Anshary menjelaskan tentang aqidah
Ilamijjah, dan memandang serta membuat analisi perdjuangan dengan katjamata Aqidah
Ibid, hlm. 57
107
Isa Anshary, “kami menudju Republik Indonesia Berdasarkan Islam”, dalam Majelis Konsituante RI. Tentang
108
Dan kemudian terkait amat umat yang menjadi alasan kenapa Isa Anshary
menolak Pancasila:
Harapan dan tudjuan ummat Islam memilih para wakilnja duduk dalam madjelis
Konsituante, bukan untuk menerima Pantja Sila dimana agama disisipakan atau
diumpangkan. Harapan dan amanat kepertadjajaan jang diberikan oleh para pemilih
Ummat Islam kepada Pemimpinjah ialah, Hukum dan Ajaran Islam (Quran dan hatids)
harus di berdjalan dan terlaksana dalam Negara Republik Indonesia. Negara Islam, bukan
kalangan moderat untuk melakukan perundingan dengan kalangan nasionalis sekuler dan
adanya modus vivendi. Oleh karena itulah, beberapa tokoh Masyumi berusaha
menghendaki adanya suatu rumusan kompromi yang bersifat win-win solution,112 ada
menjadikan Islam sebagai dasar Negara. Pertama mereka melihat dasar ini sebagai
109
Manifest, Op Cit, hlm. 24.
110
Daulah Islamiyah, No. 1/Th. I/Januari 1957, hlm. 5.
111
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. Jogjakarta: UGM Press, 1996,
hlm. 222.
112
Noer, Op Cit, hlm. 266.
masalah yang mereka janjikan selama kampanye pemilihan umum tahun 1954-1955.
Kedua, mereka melihat Konsituante sebagai forum tiap kelompok perlu mengungkapkan
cita-cita mereka sendiri, termasuk Islam. Ketiga, forum Konsituante dilihat sebagai media
dakwah untuk menyampaikan apa yang sebenarnya dimaksud dengan ideology Islam.
Tentu perlu ada kompromi dalam batas tertentu, tetapi kompromi itu akan lebih muda
Menyikapi hal ini, Isa Anshary dengan tegas menolak. Baginya umat Islam harus
menolak setiap konstitusi yang berlawanan dengan Islam, tanpa ada kompromi sedikit
pun. Penolakan Isa Anshary ini dapat dipahami, karena iamenyampaikan masalah
konsitusi dengan Aqidah, sesuatu yang sangat prinsipil bagi umat islam. Ini tergambar
dari pernyataanya:
Para wakil umat Islam dalam dewan konstituante itu tidak boleh menempuh
wadjib pula menolak setiap hokum dan konsitusi jang lain apa djuga namnaja jang
Dan kemudian pada bagian lain, Isa Anshary juga menegaskan bahwa tindakan
berkompromi dalam perjuangan Islam sebagai dasar Negara sebagai tindakan yang
113
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 97
114
Isa Anshary, Manifest, Op Cit, hlm 49.
Perdjuangan dalam Konsituante djangan dipengaruhi oleh pertimbangan politik
sehari-hari, jang biasanja sangat dipengaruhi laba-rugi itu. Umat islam jangan
mundur walaupun setapak. Islam wadjib didjadikan dasar Negara. kita telah
tjukup memberikan toleransi dan “baik budi” kepada dunia luar, sekarang kita
Isa Anshary meyakini bahwa perjuangan kemrdekaan tidak akan lengkap dan
revolusi tidak akan berakhir sampai bentuk control islam terhadap Negara dibangun.
Untuk itu, Isa Anshary Beranggapan perlunya suatu “revolusi Islam”. Ia mengatakan
bahwa revolusi nasional yang terbatas pada batasan-batasan teritorial, tetapi lebih
merupakan revolusi untuk membebaskan manusia dari ekspoilatasi fisik dan spiritual. Ia
berpendapat bahwa teori, karakter, hakikat, karakteristik, dan filsafat revolusi ini
ditentukan oleh Tuhan melalui wahyu dalam bentuk sunnah (Nabi). Ia juga menekankan
bahwa revolusi Indonesia harus dilanjutkan, tetapi ia harus diberi muatan spiritual utnutk
masyarakat. Hal ini, menurutnya, adalah kewajiban umat islam yang telah turun-temurun
Kita umat islam ahli waris untuk menjambung dan meneruskan perdjuangan,
menegakan hukummah Islamjjah di tanah Indonesia walupun kaum kafir dan musjrik-
munafik tidak menjetudjui, anti serta bentji, menentang dengan sombong dan pongah.116
115
Isa Anshary. “Menjambut Ulang Tahun Masjumi”. Daulah Islamijjah No. 7/Th. I/November 1957. Hlm. 5-6
116
Isa Anshary, Mujahid, Op Cit, hl. 55.
Sikap radikali nonkompromistik Isa Anshary cenderung didasari pengalaman dan
aktivitas politik yang berbeda dengan Natsir. Pengalaman dan aktivitas yang penuh resiko
di zaman Jepang dan Revolusi sangat mempengaruhi corak dan sikap poitik Isa Anshary.
Sejak zaman jepang, Isa Anshary bersemangat membangun gerakan perlawanan fisik
terhadap Jepang. Salah satu resikonya adalah penyiksaan fisik yang diterimanya.
Semangat perjuangan fisik itu dilanjutkan dlam barisan Sabilillah pada zaman revolusi.
Semuanya itu di dasari keyakinan Isa Anshary sebagai bagian dari Jihad Fisabilillah
itu.118
konsep politik yang dibuatnya, baik itu tentang filsafat perjuangan, bahkan hingga
rumusan kaidah revolusi islam itu sendiri. Pernyataan Isa Anshary bahwa perjuangan
kemerdekaan tidak akan lengkap dan revolusi tidak akan berakhir sampai bentuk kontrol
Islam terhadap Negara dibangun, menunjukan Isa Anshary terinspirasi dan termotivasi
oleh aktivitas dan pengalamanya dirinya serta ummat islam dalam perjuangan revolusi
117
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 99
118
Isa Anshary, Mujahid, Op Cit, hlm. 55.
fisik. Berdasarkan pengalamanya itulahg, Isa Anshary menyusun kaidah revolusi islam
Khusunya di Indonesia.119
Menurut Isya Anshary, terdapat tiga qaidah revolusi islam. Pertama, perubahan
dan perbaikan umat islam harus dimulai dari keadaan bathiniyyah, (Mental-spritual), baru
Dan sebab itulah, Isa Anshary menjadi geram ketika orang-orang menyerukan
politik. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Persatuan Islam tidak dapat menerima
pandangan tersebut, karena hal itu merupakan suatu penghianatan terhadap misi agama
(Islam)121:
Kami menganggap, pendapat jang memandang remeh atau ketjil segala persoalan
penting itu. Persatuan Islam tidak akan tinggal diam terhadap setiap
pengchianatan itu.122
Dalam konteks inilah, bagi Isa Anshary yang dibutuhkan adalah kepemimpinan elit
119
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 99
120
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 100
121
Ibid,
122
Isa Anshary, Manifest, op Cit, hlm. 10.
ulama inilah yang paham tentang syariah dalam Quran dan Hadits. 123 Isa Anshary
demokrasi itu bebenarntja tidaklah dengan pengertian ber-Tahkim kepada orang banyak,
melalui pungutan suara, mentjari kemenangan separo tambah satu”.124 Dalam kajian
lainya Isa Anshary menjelaskan bahwa, “system hidup berdjamaah menurut adjaran
islam, ialah hidup berimamah, hidup memiliki ketahaatan. Hidup berpemimpinan dan
berkethaatan, ialah hidup ber-Quran dan ber-Sunnah”.125 Dalam khazana politik islam,
apa yang ditegaskan oleh Isa Anshary ni bukanlah tesis baru. 126
pergerakan. Kurung waktu ini adalah sebuah masa dengan kemunculan berbagai jenis
merdeka, atau istilah yang terkenal dikemukakan pada waktu itu adalah”berpemerintah
sendiri’. Sebagai contoh, pada waktu syarekat Islam (SI) menyelengarakan kongres
nasional yang pertama di Bandung pada tanggal 1916, pemimpin organisas itu, HOS
pemerintahan sendiri.127
123
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 100
124
Isa Anshary, “Natsir Kontra Bung Karno Tentang Demokrasi”. Daulah Islamiyah. No. 2/Th. I/Pebruary 1957.
Hlm. 9-10.
125
Ibid. hlm. 8.
126
Pepen Irfan Fauzan, Dinamika PemikiranPoitik Persis 1945-1957, Perbedaan Pandangan dan Sikap Politik
Natsir Berhadapan Dengan Isa Anshary Tentang Konsep Negara. Tesis Universita Indonesia 2011, hlm 101.
127
Tiar Anwar Bactiar, Persis Dan Politik, Sejarah Pemikiran Dan Aksi Politik Persis 1923-1997
Bagi seokarno pergerakan partai yang dipimpinya itu menuntut suapaya rakyat
disengsarakan oleh suatu keadaan, baik rakjat proletar maupun rakjat ditanah
soerang Nasionalis sejati adalag “jang menerima rasa nasionalsimenja itu sebagai suatu
KH. Agus Salim, seorang toko Syarekat Islam (SI), dengan tegas menentang
pemikiran tersebut. Bagi Agus Salim, pemikiran seperti itu sama saja dengan mengangkat
agama. Jika diikuti, maka pandangan itu memperbudak mansuia menjadi penyembah tana
Tuhan”.130
128
Soekarno, Dibawa Bendera Revolusi. 1956:116
129
Ibid. 117
130
Daliar Noer, Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, 1987, hlm. 175
Penentangan Agus Slaim ini tidak lantas menandakan ia sebagai seorang anti
pergerakan nasional. Namun, yang membedakan Salim dengan Soekarno adalah dalam
kerangka meletakan nasionalisme dibawah agama, rasa cinta tanah air di bawa rasa cinta
kepada Tuhan. Agus Salim dengan tegas menyatakan bahwa nasionalisme harus
diletakan dalam krangka pengabdian kita kepada Allah, karena prinsip yang harus
Gerakan dan paham Seokarno ini dianggap oleh organisasi Pergerakan Islam
sebagai paham yang membahayakan, karena bersifat netral-agama. Inilah yang menjadi
dasar alasan dari Persatuan Islam (Persis) di Bandung untuk menentang paham
kebangsaan Soekarno itu. Dengan dua tokohnya yang utama A. Hassan dan Mohammad
kemerdekaan, melainkan lebih kepada masalah motivasi (niat) yang melatari usaha
Ahmad Hassan, yang sering menyebut nasionalsime itu degan istilah kebangsaan,
dengan tegas menolak paham itu dijadikan dasar dan tujuan pergerakan. Bagi A. Hassan,
menurut A. Hassan, kita seharunya “mencari kemerdekaan diri dan tanah air untuk
131
Ibid. hlm 176
132
Ibid.
133
Hassan, Islam Dan Kebangsaan: Menoleh ke BandungMenatap Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm.
5.
134
Tiar Anwar Bactiar, Persis Dan Politik, Sejarah Pemikiran Dan Aksi Politik Persis 1923-1997. hlm 42
Sebagai dasar argumentasinya, Hassan menujuk Q.S. al-Maidah [3]:44-45 dan 47.
Dari ayat ini, Hassan Menafsirkan bahwa seseorang bisa diesbut kafir bila ia membuat
hukum sendiri, tidak mengindahkan hukum Allah karena dianggap tidak baik. Disebut
dzalim bila ia menghukum sesuatu tidak dengan hkum Allah karena ketidak tahuanya.
Disebut fasiq bila ia menghukum sesuatu tidak berdasarkan hukum Allah dengan sengaja
atau terpaksa.135
Lebih dari itu, Hassan mengritisi paham nasionalisme sebagai sebuah bentuk
“ashabiyyah”, yaitu rasa persatuan suku yang sangat mengikat pada jaman Jahiliyyah,
sebelum adanya persatuan dunia islam di bawa Nabi Muhammad Saw. A. Hassan
menjelaskan,
Buat kemegahan terhadapa orang lain Agama boleh seseorng sebut “saya orang
islam”, tetapi tidak boleh ia sebut “saya seorang Arab, saya seorang Indonesia”;
karena tidak ada kemegahan dengan sebab menjadi Arab, Indonesia. Adapun
terhadap orang-orang Islam sendiri, tidak ada kalimat kemegahan yang boleh
diucapkan, karena apabila seseorang bermegah yang Ia Anshar, dan yang lain
Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa Islam “ melarang dan menjelekkan dan
tidak mengakui ummat seseorng yang menolong kaumnya atas dasar kebangsaan,
berperang atas dasar kebangsaan, menyeru manusia kepada berasas kebangsaan, dan
orang yang mati atas keadaan yang demikian, dipandang mati sesat”. 137 Pendepata ini di
135
Ibid.
136
Hassan, Islam Dan Kebangsaan: Menoleh ke BandungMenatap Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm.
23
137
Ibid. hlm 23-24
dasarkan pada hadits-hadits yang melarang adanya perasaan “ta’ashub”, yakni cinta
kelompok secara berlebihan an-sich. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud,
dalam teks Arabnya berbunyi sebagai berikut: “laisa minna man da’a ila ‘ashobiyyah,
wa laisa minna man qatalah ‘ala ‘ashobiyyatin, wa laisa minna man mata ‘ala
‘ashobiyyatin”.138
kebangsaan. Dengan kata lain, menurut Hassan, kebangsaan sama dengan ‘ashobiyyah:
“bukan dari golongan kita orang yang berperang atas dasar kebangsaan, dan bukan dari
Persmi yang mengusulkan konsep “ Islam dan Kebangsaan”, kalangan Persis menolak
Isa Anshary sebagai Ulama juga politus dari Partai Masyumi ia mengungkapkan
tegas menentang pemerintah yang sudah terbelenggu dalam lingkaran tipu daya komunis,
Isa Anshary, dengan gaya retorikanya yang khas lantang, tajam dan memikat julukan
138
Ibid.
139
iIbid.
140
Tiar Anwar Bactiar, Persis Dan Politik, Sejarah Pemikiran Dan Aksi Politik Persis 1923-1997. hlm 86
141
H. Abdul Mun;in DZ, Benturan NU-PKI 1948-1965, (Depok: Langgar Swadaya Nusantara, 2013), hlm 31.
Dalam pidatonya Isa Anshary di rapat akbar Persis di lapangan Tegal-lega
Bandung pada tanggal 20 September 1953. Dalam rapat akbar ini, Isa Anshary tampil
saudara, karena pendirian yang tegas ini orang-orang yang mabok dengan
yang berkata; kalau pendirian Isla Persis tidak boleh membiarkan umat
bulan yang lalu di Jakarta, telah ikut menuduh Persis: “ceunah” Persis tidak
Dengan segala hormat dan hayat, saya atas nama Pusat Pimpinan Persis
Dari orasinya tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa tidak dibenarkan
umat islam berjuang di atas dasar kebagsaan, yang dibenarkan ialah berjuang atas dasar
Islam. Ia juga menegaskan bahwa bukan berarti Persis tidak mengakui adanya kebagsaan
Dadan Wildan. Yang Da’I Yang Politikus (hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis), Bandung: PT Remaja
142
Menurut Isa Anshary, revolusi Islam bukan hanya sebatas revolusi nasional,
melainkan untuk melakukan pembebasan mansusia dari penjajahan fisik dan spiritual.
karena jatuh di tangan orang-orang kafir dan munafik. Untuk itu revolusi Indonesia harus
dilanjutkan terus, tetapi harus diisi dengan semangat spiritual untuk mencapai tegaknya
mewujudkan cita-cita dan kepedulian terhadap bangsa dan Negara, Isa Anshary melihat
bahawa politik Praktis adalah salah satu sarana yang paling efektif. Partai politik
Masyumi, saat itu memang merupakan satu-satunya partai yang menjadi lading bagi para
ulama yang memiliki orientasi perjuangan lewat politik praktis. Bagi mereka berpolitk
adalah alat untuk mencapai cita-cita umat Islam. Mereka mengatakan bahwa berpolitik
mempunyai hukum yang kuat, baik secara kolektif maupun secara individu. Dengan
demikian, berpolitik dalam meraih cita-cita Islam dan berlakunya hukum Allah di dalam
Islam.145
143
Ibid, 117
144
Khalid. O. Santoso, MANUSIA DI PANGGUNG SEJARAH Pemikiran Dan Gerakan Tokoh-Tokoh Islam, hlm
203.
145
Ibid.
C. K.H Mohammad Isa Anshary Anti Komunisme
1. Komunisme
istilah yang muncul sekitar tahun 1840-an. Isitilah ini merujuk kepada pergerakan social
politik yang terjadi di perancis. Ia merupakan sinonim dari sosialisme ilmiah yang
dirumuskan oleh Marx dan Engels. Penggunaan istilah “komunisme” bertujuan sebagai
Sebagai satu sitilah dari pergerakan yang lahir di Prancis, “commnue” (noun), semakna
dengan kata “common” dalam bahasa Inggris, akar katanya dari Latin “comun”, yang
artinya publik, bersama, umum atau universal.147 Istilah “coummune” sendiri dalam
berarti sekelompok manusia, yang tidak terbatas hanya satu keluarga, hidup bersama dan
berbagi kepemilikan serta tanggung jawab. Kedua, daerah terkecil dari pemerintahan
Marx dan Engels sebagai pencetus paham ini lebih memknai komunisme sebagai
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sebagai pembeda antara teori dan gerakan
146
Muhammad Yakub Mubarak, Problem Teologis Ideologi Komunisme. TSAQAFAH, Vol. 13. No. I. Mei 2017.
Hlm. 48.
147
Ibid. hlm. 49.
148
Ibid
sosialisme ilmiah mereka dengan teori-teori dan gerakan-gerakan sosialisme terdahulu
yang mereka anggap bersifat utopia. Isitilah ini sekaligus dugunakan sebagai gerakan
sosialisme resmi untuk para buruh, diidentikan dengan gerakan para borjuis kecil. 149
titik kehancurannya. Bersamaan dengan itu, kelas proletariat akan semakin terbentuk
sebagai sebuah gerakan revolusi dan kepemimpinan Negara dibawah kendali partai
komunis. Partai yang terdiri dari para revolusioner professional, orang-orang pilihan dari
kelas proletariat, berpengalaman, terlatih, dan teroganisir secara ketat melalui disiplin
tinggi serta struktur hierarkis yang dikendalikan oleh pusat. 151 Ia meyakini bahwa revolusi
social hanya akan terjafi apabila kelas tertindas melalui tangan para revolusioner
professional mampu mengambil kontrol Negara secara paksa dengan jalan revolusi
Marx dengan teori dan praktik revolusioner lenin kemudian lebih dikenal sebagai
149
Ibid
150
Muhammad Yakub Mubarak, Problem Teologis Ideologi Komunisme. TSAQAFAH, Vol. 13. No. I. Mei 2017.
Hlm. 50
151
Ibid,
152
Ibid,
153
Ibid,
Stalin dan Mao, dua tokoh besar komunis selepas kematian Lenin, lewat praktik
kepemimpinanya, memberi makna baru dari komunisme lebih dari sekedar Marxisme-
Leninsime. Tidak sekapat dengan model kepemimpinan kolektif dalam partai dan Negara
menentukan arah kebijakan.154 Stalin yang cenderung kurang cakap dalam berteori, lebih
menekankan pada nasionalisme komunis dan praktek xenophobia yang berfungsi ganda,
dari ancaman luar. Dengan ini ia telah menolak teori layunya Negara dari Marx dan
Engels, serta teori komunis internasional dari Lenin. 155 Adapun Mao, yang juga seorang
melalui teori keabsolutan konflik dan perubahan milknya kemudian cenderung bersifat
perkembangan. Komunisme modern tidak membatasi diri pada teori-teori Marx dan
Engels semata. Ia lebih cenderung kepada gerakan social-politik dari kelompok komunis
revolusioner dalam merebut dan menjalanka kekuasaan. Ciri utamanya adalah bersifat
yang totalitarian, di mana partai mengatur segala aspek kehidupan rakyatnya, termasuk
dalam beragama. Ia merupakan kumpulan teori dan praktik tokoh-tokoh besar komunis
seperti Lenin, Stalin, dan Mao, dalam upaya mereka untk menyesuaikan doktrin-
154
Hery J. Schmandi, Filsafat Politik (A History Of Political Philosophy), Ter. Ahmad Baidlow, (Yogyakarta:
Pusat Pelajar,2009) hlm 560-562
155
Idzam Fauzan, Filsafat politik, hlm, 234
156
Hery J. Schmandi, Filsafat Politik (A History Of Political Philosophy), Ter. Ahmad Baidlow, (Yogyakarta: Pusat
Pelajar,2009) hlm 537-538
doktrinkomunisme dengan realitas social-politik yang dihadapi masing-masing tokoh.
Teori sosialisme ilmia Marx atau konsep yan lebih dikenal dengan teori
komunisme memiliki tiga konsep dasar yakni: diletika, materialism historis, dan
pertentangan kelas. Dalam proses dialetika, mode produksi sebagai tesis menimbulkan
produksi, teknologi, dan hubungan antarkelas, yang seluruhnya mengacu pada kondisi
mencapai titik konflik di mana struktur ekonomi serta mode produksi menghalangi
pemanfaatan kekuatan produksi di dalamnya, maka saat itu akan timbul revolusi social
untuk menghasilkan fase masyarakat selanjutnya sebagai sintesis baru. 158 Kedua,
Materialisme historis. Institusi social dan politikdibentuk dan ditentukan oleh mode
produksi. Selalu terdapat hubungan antara pemilik kondisi produsi dengan produsen di
bangunan social, kemudian bentuk politis hubungan kekuasaan serta ketergantungan. 159
politik, dan ekonomi yang mengandung sejarah manusia melalui lensa determinisme
ekonomi.160
157
Muhammad Yakub Mubarak, Problem Teologis Ideologi Komunisme. TSAQAFAH, Vol. 13. No. I. Mei 2017.
Hlm. 51.
158
Ibid,
159
Ibid,
160
Ibid,
Ketiga, Pertentangan kelas, yaitu relasi individu-individu dengan alat produksi.
Kelas dibedakan pada sejauh mana mereka menguasai alat produksi.161 Pertentangan
antara kelas terjadi disebabkan perebutan alat produksi. Gerakan dialetika sejarah
terungkap dalam konflik tersebut. Konflik antarkelas, sebagai proses dialetika sejarah
dari masa ke masa selalu terjadi. Pada fase tribal konflik terjadi antara orang bebas
dengan budak, antara suku kuat dan suku lemah. Pada masa feudal antara bangsawan,
penguasa, dengan kaum hamba, petani, dan para pengrajin. Antara penindas dan
tertindas, berdiri dalam oposisi konstan satu salam lain, membawa semangat perlawanan,
kadang tersembunyi, kadang terbuka, dan setiap kali berakhir, entah dalam
pengonstitusian ulang masyarakat luas, atau hancurnya kelas yang melawan. 162 Marx
yakin dielatika sejarah bergerak kedepan arah masyarakat tanpa kelas. Fase kapitalsime
Engels mengatan bahwa Marx merupakan orang yang pertama kali menemukan kaida
pergerakan sejarah di mana seluruh pergulatan sejarah baik wilayah politik, agama,
filsafat, maupun ideology lainya, pada dasarnya merupakan perjuangan antara kelas. 164
Analisis kelas social dalam setiap fase masyarakat merupakan kunci utama penjelasan
dialetika sejarah. Marx bahkan meyakini bahwa hanya analisis kelas yang mampu
kondisi masyarakat tertentu, yang mana fungsinya dapat berubah dengan berubahnya
2. Komunsime Di Indonesia
Handricus Josephus Franciscus Maria Sneevliet. Ia adalah bekas Ketua Keretaris Buruh
Nasional dan bekas pimpinan Partai Revolusioner Sosialis di salah satu provinsi di negeri
lama kemudian ia pindah ke Semarang bekerja sebagai sekretaris pada sebuah maskapai
dagang.166
Kota Semarang pada saat itu menjadi pusat organisasi burh kereta api Vereenigin
van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP/Serikat Personil Kereta Api dan Trem) yang
telah berdiri sejak tahun 1908. Pada tahun 1914 VSTP memerlukan propagandis-
propagandis untuk menyebarluaskan paham yang dianut oleh organisasi buruh itu.
Kesempatan itu di manfaatkan oleh Sneevliet berkenalan dengan massa buruh, dan
Pada bulan Juli 1914 itu Sneevliet bersama dengan P. Bergma J.A. Brandstedder,
Indische Social Democratische Vereenigin (ISDV) atau Serikat Sosial Demokrat Indai.
165
Ibid,
166
Saleh As’ad Djamhari Dkk, komunsime Di Indonesia Jilid I (Perkembangan Gerakan Dan Penghianatan
Komunisme Di Indonesia1913-1948). Jakaerta : Pasjarah TNI 2009. Hlm. 19.
167
Ibid,
ISDV menerbitkan surat kabar Het Vrije Woord (Suara Kebebasan). Terbitan pertama
suarat kabar ini tercatat tanggal 10 Oktober 1915. Melalui surat kabar ini Sneevliet dan
Oleh karenya anggota ISDV terbatas dari kalangan orang-orang belanda, maka
organisasi ini belum dapat menjamah dan mempengaruhi organisasi pergerakan nasional
sperti Boedi Oetomo dan Sarekat Islam (SI). Usaha ISDV untuk mendekati rakyat juga
gagal, karena ISDV tidak di dukung oleh rakyat. Dengan mengunakan organisasi buruh
di Semarang, ISDV mendekati Sarekat Islam yang dipimpin oleh Oemar Said
berwatak anti kolonial dan kapitalsime asing. Watak dan aktifitas Sarekat Islam ini
rupanya diminati secara cermat oleh Sneevliet, dan kawan-kawanya. Mereka bermaksud
mengexploitasi sentiment anti klonialisme dan kapitalsime asing dari para pengitu SI.169
Sesudah terjadinya revolusi di Rusia pada tahun 1917, watak gerakan ISDV
dan mempengaruhi pemimpin Sarekat Islam Semarang yang juga menjadi anggota VSTP
dengan Ide-ide revolusioner model Rusia. Di samping itu ISDV mengadakan propaganda
pegawai negeri didekati oleh Baars dan van Burink. Sneevliet melakukan aktivitas,
anggota militer yang berhaluan radikal revolusioner.170 Aktifitas Sneevliet ini dibantu
168
Ibid, hlm 20
169
Ibid,
170
Ibid,
spenuhnya oleh Brandstedder yang menjadi kepala dari Soerabajasche Marine Gebouw
(Balai Angakatan Laut Surabaya) dan direktur Koran Soldaten en Mattrozenkrant (Koran
Serdadu dan Kelasi). Rata-rata isi Koran ini adalah ide-ide komunisme yang revolusioner
kepercayaan bawahan kepada atasanya dalam tubuh Angakatan darat dan Angkatan
LAut. Pemerintah Hindia Belanda bertindak tegas. Pada bulan Desember 1918 Sneevliet
di usir dari Hidia Belanda karean aktivitasnya dianggap menganggu keamanan dan
Islam, ISDV berhasil mempengaruhi pimpinan SI Semarang, Semaun dan Darsono yang
juga adalah anggota VSDV mengubah namanya menjadi Perserikatan Komunis di Indie
(PKI). Semaun dipilih sebagai ketuanya dan Darsono sebagai wakil. Beberapa tokoh
ISDV yang orang Belanda diangkat sebagai pendamping, antara lain Bersgma sebagai
sekretaris, Dekker sebagai bendahara dan A. Baars sebagai anggota. Organ (media
massa) Partai Komunis Indonesia ditetapkan Soeara Ra’jat. Sekalipun Semaun dan
Darsono telah menjadi pimpinan PKI, namun mereka tetap menjadi Ketua Sarekat Islam
Semarang, yang juga memimpin organ (media massa) Si, Sinar Hindia. Aktifitas SI
171
Ibid,
172
AK. Pringgodigdo, SH. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 24
Semarang dan PKI berjalan berdampingan. SI Semarang mendirikan sekolah-sekolah Si,
petemuan-pertemuan Si. Aktivitas Si yang ditumpangi oleh PKi ini pada mulanya masi
diperbolehkan oleh Central Sarekat Islam (CSI) karena menurut anggarn dasar CSI,
seseorang anggota Si diperbolehkan menjadi anggota organisasi lain. Dengan kata lain, Si
tidak melarang adanya keanggotaan rangkap. Adanya system keanggotaan rangkap ini
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh PKI, untuk memecah bela SI dari dalam. Memecah
belah organisasi dari dalam organisasi itu sendiri dalam dunia Komunis disebut taktik
aksi di dalam atau di blok di dalam (block within). Blok di dalam dilaksanakan dengan
cara menginflitrasikan kader atau anggota komunis untuk menjadi salah satu anggota
memecah belah organisas itu. Taktik “bloc di dalam pertama kali dipraktekan oleh PKi
terhadap Sarekat Islam. Yang pada saat itu merupakan organisasi pergerakan nasional
Sementara itu persaingan antara Si dan PKI yang di bentuk pada tahun 1920
semakin betambah sengit, khusunya berebut pengaruh di kalangan organisasi buruh. Pada
bulan Desember 1919 atas inisiatif, tokoh-tokoh Sarekat Islam dibentuk federasi
organisasi buruh yang bernama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) yang diketuai
oleh Semaun pemimpin SI Semarang dan Ketua VSTP, Suryopranoto sebagai wakil ketua
dan Agus salim sebagai sekretaris. PPKB merupakan suatu federasi dari 22 organisasi
173
Saleh As’ad Djamhari Dkk, komunsime Di Indonesia Jilid I (Perkembangan Gerakan Dan Penghianatan
Komunisme Di Indonesia1913-1948). Jakaerta : Pasjarah TNI 2009. Hlm. 21.
174
Ibid
buruh dengan 27.00 anggota. Aktivitas organisasi ini terutama memperjuangan
perburuan kolonial yang buruk. Dalam Kongres II (Juni 1921) Sarekat-sarekat sekerja
yang dipelopori oleh VSTP pada bulan Juni 1921. Dalam persaingan ini Surjopranoto dan
komunisme.175
Sejak perpecahan itu corak gerakan buruh komunis semakin radikal. Sementara
itu para pengikut SI yang dengan terang-terangan telah menjafi PKI, mulai melancarkan
kritik keras terhadap SI. Semaun ketua PKI, yang juga Ketua SI Semarang dalam
capital pribumi, karena SI didirikan oleh para saudagar dank um Industri, bukan oleh
Rakyat.176
Pada Bulan Maret 1923 PKI mengadakan kongres kilat di Bandung dan
yang bersimpati pada Komunis. SI tandingan ini diberi nama SI Merah, kemudian di
ubah menjadi Sarekat Rakyat, dengan status sebagai organisasi dibawah naungan PKI.
System organisasi PKI ditentukan dalam kongres tanggal 7-10 juni 1924. Kongres ini
175
Saleh As’ad Djamhari Dkk, komunsime Di Indonesia Jilid I (Perkembangan Gerakan Dan Penghianatan
Komunisme Di Indonesia1913-1948). Jakaerta : Pasjarah TNI 2009. Hlm. 23.
176
AK. Pringgodigdo, SH,Ibid, hlm. 26-35
dagantungkan potret-potret tokoh komunis, seperti Kalr Marx, Lenin, Stalin, Sneevliet,
pengaruhnya melalui cara legal dan illegal, seperti taktik aksi di dalam (block within) dan
mendapat lahan yang subur pada masyarakat kolonial yang bercirikan diskriminasi
(social, ekonomi, politik, warna kulit). Oleh karena itu pengawasan secara ketat, namun
modern bangsa ini. Sejak komunisme berkembang pada 1916-1920 hubungan lama yang
menjerah antara islam dan komunisme, baik di masa revolusi fisik ataupun di periode
Pada masa revolusi, cara pandang terhadap kapitalisme banyak dianut oleh
penjajahan belanda. Aspek negativif kapitalisme dapat dilihat dari pandangan mereka
yang mendasarkan pada kritik Marxisme-Leninisme.179 Hal ini berakibat pada anggapan
pihak luar negeri terhadap rakyat dan pemerintah Indonesia yang dianggap terpengaruh
Moskow (komunisme), sekalgius bagian terbesar bangsa Indonesia adalah Muslim. Pada
177
Komando Operasional Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia(G.30 S/PKI), Jakarta, 1995, hlm. 9-18
178
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme (Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal)
Yogyakarta: Safira Insani Press 2004, hlm 100
179
Ibid, 102
akhirnya, anggapan ini berlanjut pada pemahaman bahwa “semangat islam Indonesia
Sjarifuddin, serta parlemen (KNIP) sebagai dasar didominasinya sayap kiri dari partai
sosialis.181
Pada masa revolusi bisa terjadi antara komunis dengan sosialis Indonesia adalah
pemeluk agama yang taat, baik Islam maupun Kristen. Inilah yang mengherankan
sehingga Sjarisuddin pun bertanya “Siapa yang benar, mereka (Mulim atau Kristen)
dengan menamakan dirinya sosialis atau komunis, atau saya dengar mengikuti partai
Agama maupun juga. Perbedaanya adalah bahwa dasar-dasar Marxisme dalam bentuk
materialsime-historis yang sama sekali bertentangan dengan paham ketuhanan dari tiap-
tiap Agama.183
padahal Islam melanjutkan dengan kalmia, “dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah
pergeraka, sehingga hampir sebagai suatu blok, (kedunya) tidak melihat siapa komunis
yang tulen dan siapa muslim yang asli. Berjuang bersama-sama di Digulkan bersama-
sama.187
Dari beberapa persamaan, ternyata ada banyak perbedaan mendasar antara Islam
dan komunisme. Diantara perbedaan tersebut, antara lain dapa dilihat pada persoalan
perjuangan kelas dan pengakuan hak individu. Menurut Sjarifuddin, Islam tidak
mengakui adanya perjuangan kelas sperti kaum Marxis untuk membelah kaum lemah
(Proletar) dan tidak mungkin menghapuskan suatu golongan (kapitalis), tetapi hanya
meringankan penderitaan kaum lemah, miskin, dan tertindas dengan meletakan tangung
jawab yang berat kepada golongan/kelas yang mempunyai kecukupan materi. Terhadap
184
Ibid,,
185
Dalie Noer, Partai Islam, hlm. 137
186
Sjarifuddin Prawiranegara, Islam Dalam Pergolakan Dunia, hlm 14-19
187
Ibid,
individu, komunisme mengabaikan individualism manusia, tetapi menitiberatkan kepada
Marxisme.189
Dan hal tidak jauh berbedah dengan penjelasan Mohammad Natsir, menurut
Natsir, kesamaan antara kapitalsime dan komunisme itu dalam dilihat pada masalah
pemerasan keringat orang lain dan membukakn jalan untuk kehancuran kekayaan
alam.190
Untuk itu, menurut Natsir umat islam perlu menjawab perosoalan yang
ditimbulkan sebagai akibat dari dua ideology dunia yang di anggap telah menjajah umat
islam selama berabad-abad itu. Sebagai agama fitrah islam memberikan tuntunan hidup
yang lengkap, serta memberikan kebebasan dan menyuruh manusia berusaha mencari
188
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme (Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal)
Yogyakarta: Safira Insani Press 2004, hlm 19.
189
Ibid
190
Ibid,
191
Ibid, hlm. 20.
Terhadap kepemilikan harta misalnya, Natsir perpendapat bahwa manusia diberi
kebebsan untuk beriktihar secara ihsan, melaukan hak dan kewajiban secara berimbang,
dan tidak dipakai sebagai alat pemuas nafsu. Untuk itu, Natsir memandang perlu
mengorganisasi zakat dengan baik, maka dapat dihilangkan kemiskinan dan kemelaratan
di dalam masyarakat. Dengan cara ini, jelas, sangat berbeda dengan komunise, “Islam
tiap-tiap orang agar mencari reziki sekuat tenaga. 192 Sebaliknya berbeda dengan
kapitalsime, dalam Islam, “kekayaan yang di dapat tidak boleh digunakan untuk
kepentingan diri sendiri saja, tetapi harus pula dikeluarkan untuk menolong sesame
Dari uraian tersebut, baik sjarifudin Prawiranega maupun Natsir tanpak berfikir
komunisme juga terdapat di dalam dan dicita-citakan dalam islam. Dengan cara
Sjarifuddin sebagai tokoh sosialis religion di Masyumi. 194 Dari pertarungan ideologi
antara Islam dan Komunisme dan kapitalisme, maka tugas dan kewajiban Masyumi
Proklamasikan oleh bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan telah mendapat
192
Mohammad Natsir, “Djawab Kita”, Suara Partai Masyumi. No. 1 th ke-7 ( Januari 1952), hlm. 5.
193
Ibid,
194
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme (Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal)
Yogyakarta: Safira Insani Press 2004, hlm 21.
kehiduapan perseorangan, masyarakat, dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan
195
Ibid,
196
Ibid, hlm, 26.
Menyikapi wacana komunisme di dalam tubuh Masyumi sedikitnya melahirkan
dua faksi utama, yaitu faksi Sukiman Wrijosanjojo dan Faksi Natsir. Diluar kedua faksi
itu ada faksi Isa Anshary yang dikenal sangat radikal dan ekstrim. Faksi tersebut
Jusuf Wibisono, sebagai salah seorang yang digolongkan kedalam faksi sukiman
menyatakan bahwa kewajiban bagi umat islam Indonesia untuk mengenal lebih dekat
Marxisme supaya dapat menyelidiki lebih seksama seberapa jauh perbedaan, kesearahan,
dan pertentanganya dengan islam.198 Dengan mengenal aliran Marxisme itu, maka dapat
di kurangi kesalapahaman yang tidak perlu, yang memrugikan Islam sendiri. Pada
di anggap berguna dan dapat memperkaya pengetahuan para kader politik Masyumi.199
Sedangkan dari kelompok radikal, Isa Anshary anggota Mssyumi dan dari Persis,
adalah salah satu contoh yang sering disebut sebagai “ekstrimisme Muslim”. 200 Isa
Anshary membidikkan semua upaya untuk memperluas dan memanfaatkan isu anti
komunisme sebagai senjata politik utama. Isa Anshary membentuk Front Anti Komuns
tahun 1952. Front ini merupakan mengembanggan dari rencana pembentukan organisasi
Front Ketuhanan dan Demokrasi pada tahun 1952. Menurut Isa Anshary ia merasa
Anti Komunisme yang lebih tegas sehingga di pilih nama Front Anti Komunis.201
Organisasi bentukan Isa Anshary ini tidak ada kaitan formal dengan Masyumi, tetapi oleh
197
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme (Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal)
Yogyakarta: Safira Insani Press 2004, hlm 30.
198
Jusuf Wibisono, Islam dan Sosialisme, cet II (Jakarta: Pustaka istana, 1951) hlm. 4.
199
Ibid,
200
Boyd R. Compton. Kemelut Demokrasi Liberal: Surat-surat Rahasia. (Jakarta: LP3ES, 1993), hlm, 210.
201
Ibid, hlm, 211.
sebagaian tokoh Masyumi dianggap sebagai kelompok penekan yang ditujukan
kepadanya.202
faksi Sukiman jauh lebih lunak dalam memandang komunisme di Indonesia. Kalaupun
cenderung menentang cara-cara Isa Anshary dan menganggapnya rawan dan bahaya,
bukan berarti bukan berarti mereka mengamati pertumbuhan komunisme secara pasif.
partai yang praksis. Oleh Compton, perbedaan dalam tubuh mayumi dalam tersebut tidak
Isa Ansahry yang juga pemimpin Partai Masyumi wilayah Jawa Barat dalam
kepengurusan partai tahun 1956, dan juga tokoh Persis yang menjadi anggota konsituante
hasil pemilu 1955. Ketika tahun Persis dengan dimotori ketua umum, Isa Anshary,
membentuk Front Anti Komunis pada pertengahan November 1954. Tidak hanya itu,
kantor Persis pun di dijadikan Markas Front Anti Komunis. Isa Anshary menjelaskan
“Front Anti Komunis adalah suatu gerakan dan bentukan perdjuangan total untuk
Komunis bukanlah partia politik jang aktif melakukan praktek politik kenegaraan.
Front Anti Komunis berdjuang menjusun tenaga perlawanan jang merata dari
seluruh kaum anti komunis di Indonesia dari segala agama dan kepertjjaan..” 204
202
Ibid,
203
Ibid, hlm, 210-211.
204
Aliran Islam, No.65/Oktober-Desember 1954:hlm, 4.
Isa Anshary melakukan aktivitas Front Anti Komunisme itu dengan dibantu
Yusuf Wibisono dan Syarif Usman. Bersama mereka pula, Isa Anshary menerbitkan
buku yang berkenaan dengan penolakanya terhadap paham komunisme buku tersebut
berjudul Bahaja Merah di Indonesia yang di oleh M. Isa Anshary, Jusuf Wibisono, dan
Syarif Usman. Dalam buku tersebut intisarinya ada beberapa hal. Pertama, karena paham
pandangan hidup yang belum selsai dan betentangan dengan fitrah kemanusiaan. Kedua,
paham itu Anti-Tuhan, anti agama bahakan sebuah agama palsu. Ketiga, Isa Anshary
menujukan dari sejarah bahwa kaum komunis sesuhunguhnya adalah pemerintah terror.
Oleh karean itu, ia dengan sendirinya bertentangan dengan demokrasi dan menciptakan
imprealisme baru.205
yang pesat di masa kabinet Ali I. Menurut Isa Anshary PKI tumbuh pesat karena dua
sebab. Pertama, cabinet Ali Sastroamidjojo melindungi PKI. PKI memegang ‘posisi
dibukanya kedutaan oleh Moskow dan Peking Jakarta, yang memberi nasehat dan
Pendapat Isa Anshary ini sejalan dengan apa yang disimpulakn Donald Hindley
ketika mengamati pertumbuhan pesat PKI pada masa cabinet Ali I. setidaknya ada tujuh
keuntungan yang diperoleh oleh PKI selama pemerintahan Ali I.207 Pertama, PKI dan
telah mengebangkan ormas-ormas terbesar di Indonesia; PKI tumbuh dari 130 ribu
dari sekita 400 ribu hingga 3,5 juta, Pemuda Rakyat meningkat anggotanya dari 7 ribu
hingga 500 ribu, dan GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) dari 75 ribu anggota
meningkat hingga 400 ribu. Kedua, keuntungan kerja sama antara kaum nasionalis dan
komunis ditunjukan dengan suatu seksi penting PNI serta dengan Soekarno. Ketiga, kerja
menyerang satu sama lain selama masa kampanye yang menuntut kaum komunis untuk
komunis terhadap cabinet Ali membiarkan kabinet untuk menduduki masa jabatanya
dengan bulan-bulan yang lebih lamadaripada yang akan dijalani, dan tiap-tiap bulan
cabinet pimpinan PNI yang mengeluarkan telah meninkatkan kerenggangan di antara dua
partai tersebut. Ini secara khusus terjadi ketika cabinet tergantung secara langsung atas
suara PKI. Keenam, dukungan komunis membiarkan kabinet untuk menduduki jabatan
lebih lama, dan juga membiarkan PNI untuk mengonsolidasikan jabatanya atas pegawai
negeri sipil, khususnya pegawai pemerintah di pedesaan, hingga menjadikan PNI partai
tunggal dalam pemilu September dan Desember 1955. Ini berarti bahwa masa depan
terhadap pemerintah memberikan PKI kebebasan penuh untuk menyerang kaum Anti
Pada bagian lain, pernyataan Isa Anshary di atas juga didukung oleh anggota DPP
Masyumi lainya, yaitu Jusuf Wibisono ia mengatakan bahwa kabinet Ali I ini sebenarnya
telah menjadi kuda tunggangan PKI, meskipun kalangan PNI menolak anggapan
demikian. Jusuf Wibisono mengritik “manifest Pemilihan Umum” PKI yang menyatakan
bahwa rakyat sudah tidak suka lagi terhadap Masyumi dan PSI. pernyataan ini
dengan ketidakikutsertaan Masyumi dan PSI dalam kabinet Ali I. Dengan begitu seolah-
pemerintah tentang Irian Barat, Aidit mengejek Masyumi dan PSI dengan menyatakan
bahwa kabinet Ali itu 10 kali lebih baik dari kabinet Masyumi-PSI, kebrurukan kabinet
Masyumi menurut Aidit ditunjukan dengan adanya kebijakan anti komunis dalam
“Raziah Agustus” pada masa kabinet Sukiman, Front Anti Komunis yang di dukung
sayap Masyumi Jawa Barat, dan Moehammad Roem (saat menjabat Menteri Dalam
Negeri Kabinet Wilopo) telah memerintahkan bawahanya untuk mentraktor kaum petani
Jusuf Wibisono meminta kabinet Ali I bubar, karena tidak lagi didukung oleh PIR
dari PKI. Seharunya, pemerintah Ali belajar kepada tiga kabinet sebelumnya, yaitu
apabila salah satu menteri dikenai Mosi tidak percaya oleh parlemen semsetinya solider
Pada akhirnya Kabinet Ali I pun bubar, bukan karena oposisidi dalam parlemen,
Darat menolak campur tangan politik dari pemerintah terhadap Angkatan Perang,
memunculkan penghinaan dan kemarahan para pendukung kabinet Ali yang tercermin
dalam ekspresi perasaan mereka dan bentuk bahasa yang kuat di media pers. PKI sendiri
merasa terisolasi dari PNI. Kedua partia itu menjadi takut terhadap Angakatan Darat, dan
PKI menduga kemungkinan besar akan terjadi serangan besar seperti pada masa Kabinet
Pada pemilu anggota DPR dan Konsituante pada 29 September dan 15 Desember
1955 Masyumi menduduki urutan kedua di bawah PNI dar empat perolehan suara
tertinggi yitu (PNI, Masyumi, NU dan PKI), Natsri mengatakan bahwa Partainya
karena itu, kabinet koalisi antara Masyumi-PNI-NU akan menjadi jaminan bagi stabilitas
211
Ibid, hlm, 58.
212
Ibid. hlm, 60.
apabila PKI ikut bergabung. Dengan demikian, infiltradi dalam kabinet hasil pemilu
gagasan Presiden Soekarno yang mengharapkan kabinet hasil pemilu adalah “kabinet
berkaki empat”, yang di topang oleh empat partai besar. Ternyata desakan Masyumi
berhasil ketika Ali Sastroamidjojo sebagai fermatur kabiner menyusun kabinet tanpa
PKI. Kabinet Ali II yang dilantik 24 Maret 1956 terdiri atas PNI (5 kursi Menteri),
Masyumi (5 kursi), NU (5 kursi), sedangkan Parkind, PSII, dan Partai Katolik masing-
masing memperoleh dua kursi jabatan menteri. Satu Jabatan Mnteri diberikan kepada
karena PKI sebagai salah satu empat besar pemenang Pemilu tidak diikutkan dalam
Pemerintahan. Ia sangat tidak suka dengan “kuda kaki tiga”, untuk menyindir Kabinet Ali
ditandai dengan beberapa pernyataan yang inggin “mengubur partai-partai” dan dibentuk
Kabinet Gotong Royong yang mencakup semua golongandan partai Politik. Pada
Demokrasi parlementer yang tengah diterapkan dianggap sebagai model Barat, sehingga
213
Ibid, hlm, 62.
214
Ibid
215
Ibid.
mensyaratkan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi, sementara penduduk
Presiden Soekarno pada 22 Februari 1957 yang terkenal dengan sebutan “Konsep
Presiden”217
Parlementer” tidak tergantung kepada tingkat pengetahuan dan taraf kehidupan rakyat.
Menurut Natsir, pada hakikatnya demokrasi bersandar pada kesatuan rakyat, cinta
kebenaran dan rasa keadilan yang kuat.218 Dan kemudian tanggapan pedas dari kalangan
Masyumi perihal Konsepsi Presiden Soekrano itu di sampaikan pula oleh Isa Anshary,
tokoh garis keras dan radikal di Masyumi. Ia menyatakan bahwa konsep Bung Karno
mengancam kehidupan agama, karena dalam konsep Gotong Royong akan pula
memasukkan PKI ke dalamnya. Padahal, PKI adalah “Partai Anti Ketuhanan” . 219
penolakan Isa Anshahry juga di dukung oleh organisasi induknya, Persis, yang juga
Front Anti Komunisme sendiri aktif di sebagian masyarakat Muslim dan sangat
dukungan dari kelompok islam lainya, terutama yang tidak berafiliasi ke partai
Masyumi, cenderung tidak terlalu kuat. Kelemahan lainya, seperti dalam analisis
216
M. Isa Anshary, “Natsir Konta Bung karno Tentang Demokrasi”, Daulah Islamiyyah, No. 2 Th. I (Februari 1957)
hlm, 3-4
217
Samsuri, Politik Islam Anti Komunisme (Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal)
Yogyakarta: Safira Insani Press 2004, hlm 65.
218
Ibid,
219
M. Isa Anshary, “Natsir Konta Bung karno Tentang Demokrasi”, Daulah Islamiyyah, No. 2 Th. I (Februari 1957)
hlm, 4-6
220
“Persatuan Islam (Persis) menolak Konsepsi Bung Karno”, Suara Masjumi, No. 1, Th. XII (1 Maret 1967), hlm,
8.
Fiederspiel menujukan, bahwa kekuatan Front ini hanya di beberapa titik daerah, seperti
Jakarta dan Surabaya, tetapi tidak pernah benar-benar menjadi kekuatan yang bersifat
nasional. Hal tersebut dikarenakan masyarakat melihat Front ini sangat dogmatis dan
agak ekstrim. Padahal di lain pihak, saat tersebut arus politik nasional sebagaimana
dikehendaki Bung Karno dan kekuatan politiknya yang dominan justru menginginkan
semua pandangan dan kekuatan politik nasioanl (NASAKOM) harus dimasukkan dalam
arena politik.221
seperti disebutkan diatas, di daerah Jakarta dan Surabaya. Pada akhirnya, organisasi ini
pun di bubarkan pada tahun 1958.222 Isa Anshary tidak berhenti dengan mendirikan Front
Anti Komunis. Ia kemudian menyusun pemikiran politiknya yang telah ditulis secara
beruntun pada berbagai media, terutama majalah Aliran Islam. Pemikiran politiknya lebih
dirumuskan secara sistematis menjadi sebuah buku kecil yang diberi nama Manifest
Perjuangan Persatuan Islam. Rumusan itulah yang kemudian dijadikan sebagai buku
kelompok radikal-revolusioner:
kaum muslimin juga di Indonesia kita melihat ada tiga aliran tjarah berfikir dalam
beku dan djumud, jang setjacah a priori menolak setiap paham dan kejakinan jang
jang sunnah dan mana jang bid’ah, mengenai kesesatan bid’ah, tetapi tidak aktif
221
Pepen Irpan Fauzan, Perumus Manifest Perjuangan Persatuan Islam, No. 2/Juni-Oktober, 2016. Hlm 159
222
Ibid
dan positif memberantas bid’ah. Ketiga, aliran revolusioner-radikalisme, aliran
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
K.H Muhammad Isa Anshary adalah soerang ualam dan juga seorang politisi di
dalam kencan dakwah dan politik di Indonesia. aktifitas dalam oragnisasi baik Persis,
Masyumi dan organisasi lain yang digelutinya mulai dari tahun 1936 hingga menjelang
1968. Banyak aktifitas yang membuat ia dikenal sebagai sosok ualam dan politisi yang
223
Isa Anshary, Manifest Perjuangan Persatuan Islam. Bandung: Sekretaris PP. Persatuan Islam, 1958, hlm. 33
radikal-revolusioner. Oleh karena itu, pemikiran politik yang terkandung di dalamnya
menegaskan sikap politik kompromistik. Secara terbuka, Isa Anshary menetang dan
mengkritik pemikiran dan sikap politik kelompok islam yang di anggap lemah, tidak
adalah juga aqidah Islamiyah, sehingga tidak bisa dikompromikan dengan ideologi mana
pun juga. Untuk itu Revolusi Islam yang bermuatan spiritual Islam harus terus
berlangsung sampai suatu bentuk kontrol tertentu Islam (syari’at) terhadap Negara bisa
dibangun di Indonesia.
Isa Anshary bersikap lebih tegas lagi. Ia menolak dan menentang ideology
komunisme dan menyebutnya sebagai “lawan dan musuh nomor satu”. Baginya, Isa
Anshary umat Islam harus menolak setiap konstitusi yang berlawanan dengan Islam,
tanpa ada kompromi sedikit pun. Penolakan Isa Anshary ini dapat dipahami karena ia
menyamakan masalah konstitusi dengan aqidah suatu yang sangat prinsip bagi umat
Islam.
B. Saram
Masa lalu selalu ada nilai sejarah yang harus di ambil untuk dijadikan pelajaran
lewat sebuah riset ilmiah, untuk masa mendatang agar lebih baik, begitupun dalam
penulisan sejarah. Oleh karena itu saran diberikan untuk penulisan ini:
1. Tulisan-tulisan sejarah terutama mengenai tokoh-tokoh Indonesia masi banyak
yang harus di tulis dan dijadikan penilitian, seperti halnya sosok Ulama dan juga
politisi K.H Mohammad Isa Anshary, sebab kalau kita riset lebih jauh ia
memiliki kontribusi yang tidak kecil terhadap bangsa Indonesia. terlebih lagi
diharapkan untuk calon sejarawan terus melakukan riset ilmia mengenia tokoh-
tokoh bangsa Indonesia sebab mereka pantas untuk di abadikan dalam tinta
2. Sosok ulama dan juga politisi seperti Isa Anshary dapat di jadikan sebagai
contoh bagi generasi mendatang, yakni tidak gampang untuk kompromi dengan
gagasan dan ideology yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, agar generasi
Berkeadilan.
3. Untuk penilitian skripsi ini masi ada kelemahan dan juga kekurangan,
Buku
Anshary, Isa. Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: Pusat Pimpinan Persatuan
Islam, 1958,
Bactiar, Tiar Anwar, Persis Dan Politik, Sejarah Pemikiran Dan Aksi Politik Persis
1923-1997
Compton, Boyd R.. Kemelut Demokrasi Liberal: Surat-surat Rahasia. Jakarta: LP3ES,
1993,
Dirdjo, Sartono Karto, ‘Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah’, 1992.
Fauzan, Pepen Irfan, Negara Pancasila vis-à-vis Negara Islam .:( Pemikiran Politik M.
Natsir dan M. Isa Anshary 1945-1960),
Federspiel, Howard M., Persatuan Islam Pembaharuan Islam di Indonesia Abad XX, terj.
Mochtar, Yudian W. Asmin, H. Afandi Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1996,
Frederick, William H., Pemahaman Sejarah Indonesia, terj. Soeri Soeroto Jakarta:
LP3ES, 1982,
Gie, Soe Hok, Orang-orang di Persimnagan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun
September 1948, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997.
Maarif, Ahmad Syafi’i Islam Dan Masalah Kenegeraan. Jakarta : LP3ES. 1996.
Mohammad, Herry, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Gema Insan Press,
2006
Muqhni, Syafiq, A., A. Hassan Bandung Pemikiran Islam Radikal. Surabaya: Bina Ilmu,
1980.
Nasution, Abdul haris, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid VII, Bandung, 1984,
Noer, Dalie, Gerakan Moderen Islam Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1997,
Rais, M. Amien, Demokrasi Dan Protes Politik, tulisan Pengantar untuk buku berjudul
Demokrasi Dan proses Politik, Seri Prisma, Jakarta: LP3ES,1986,
Schmandi, Hery J., Filsafat Politik (A History Of Political Philosophy), Ter. Ahmad
Baidlow, Yogyakarta: Pusat Pelajar,2009
Santoso, Khalid. O., Manusia di Panggung Sejarah: Pemikiran Dan Gerakan Tokoh-
Tokoh Islam. Segar Arsi, 2007
SKI-B Sejarah Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung : Photocopy Pinggir Gerbang,
2016,
Wildan, Dadan, Yang Da’I Yang Politikus, Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis,
Bandung: Rosda, 1997,
Wibisono, Jusuf, Islam dan Sosialisme, cet II. Jakarta: Pustaka istana, 1951
Majalah
Anshary, Isa, “Hanja Negara Islam Jng Amanatkan Kepada Anggauta Konsituante”,
Daulah Islamiyah, Th. I/Pebruary 1957.
Anshary Isa. “Menjambut Ulang Tahun Masjumi”. Daulah Islamijjah No. 7/Th.
I/November 1957.
Isa Anshary, “Natsir Kontra Bung Karno Tentang Demokrasi”. Daulah Islamiyah. No.
2/Th. I/Pebruary 1957. Hlm. 9-10.
Persis, PP., Tafsir Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam, Bandung, 1984,
Natsir, Mohammad, “Djawab Kita”, Suara Partai Masyumi. No. 1 th ke-7 ( Januari
1952),
Persatuan Islam Persis, menolak Konsepsi Bung Karno”, Suara Masjumi, No. 1, Th. XII
(1 Maret 1967),
Internet