di jantung puisi yang gigil tanpa hadirmu. Seperti pada cahaya lampu mobil yang terpecah dalam gerimis -- menggelepar-gelepar di atas jalanan basah, dan bersiteguh menghadapi malam yang mulai angkuh.
Kau terus bertanya-tanya tentang ketiadaan, dan akhirnya
Kau lesap bersama ketiadaan itu sendiri. Barangkali: ketiadaan itu benar-benar ada dan langsung memberimu mengerti.
Saat ini, keberadaanmu entah di mana.
Waktu tak membiarkanku mengusut. Desau angin yang sibuk hilir-mudik — berkelebat dari suatu tempat ke tempat lain tak sempat menjawab setiap pertanyaanku tentangmu.
Kau sudah seperti sebuah legenda.
Entah pernah atau tidak, entah nyata atau halusinasi semata. Semua jadi samar. Bahkan setiap legenda meninggalkan pertanda: Yang akan dilihat dan diingat banyak orang. Dan satu-satunya peninggalan tentangmu adalah: Aku.