Anda di halaman 1dari 5

Tinder : Love or Crime?

Aplikasi kencan online Tinder yang digemari berbagai kalangan usia memunculkan pertanyaan,
“Apakah benar Tinder mempertemukan cinta atau justru berujung kriminal?”

Perkembangan teknologi semakin maju dan mulai banyak diaplikasikan di kehidupan sehari-hari
untuk membantu mempermudah kegiatan manusia. Salah satu hal yang tak luput dari bidikan
teknologi adalah masalah “Percintaan”. Hal ini kemudian dikembangkan oleh aplikasi kencan
online yang sudah menjamur dan mudah ditemui seperti salah satu aplikasi kencan paling laris;
Tinder. Melansir dari business.com, Tinder merupakan aplikasi non-gaming yang diunduh oleh
340 juta pengguna di 190 negara. Kesuksesan ini menandakan peran teknologi dalam ranah
“Percintaan” menuai dukungan besar dari masyarakat. 

Penggunaannya pun terbilang cukup simple dan mudah dengan fitur "Swipe Right" untuk
menyukai dan "Swipe Left" jika tidak suka, yang dapat digunakan untuk menentukan sendiri
pilihan pasangan yang sesuai. Jika "Match" atau seseorang juga menyukai (Swipe Right), maka
secara otomatis dapat menggunakan fitur chatting atau percakapan untuk memulai perkenalan
satu sama lain. Selain dengan Swipe, pengguna juga bisa mengandalkan fitur Super Like yang
memungkinkan si penerima mendapatkan notifikasi khusus mengenai akunnya. Jadi dengan fitur
ini biasanya profil pengguna akan muncul di tampilan akun penerima dengan notifikasi "Super
Like" yang langsung bisa direspon. 

Salah satu fitur andalan dari Tinder adalah pengguna aplikasi bisa membuat akun mereka
menjadi premium dengan langganan bulanan sesuai nominal tertentu. Setelah akun pengguna
Tinder menjadi premium, maka kita dapat melihat siapa yang melihat siapa saja yang memberi
like kepada akun pengguna tanpa disamarkan wajahnya. Dengan fitur yang mudah dan
menyenangkan, tak heran jika Tinder digemari oleh berbagai kalangan usia. 

Gambar 1. Persentase Pengguna Tinder Berdasarkan Usia


Sumber : Wikipedia
Tinder tentu saja dikembangkan karena memiliki manfaat seperti memberi kemudahan kepada
para penggunanya untuk mempertemukan mereka dengan orang-orang baru, memperluas
networking sesama pengguna Tinder dan jika ditelusuri lebih jauh akan berpotensi menjadi
pasangan hidup. 

Berikut grafik perkembangan tinder dalam 5 tahun terakhir:

Gambar 2. Grafik Perkembangan Tinder Kurun Waktu 5 Tahun


Sumber: https://craft.co/tinder

Selain menggunakan visualisasi grafik poligon, terdapat juga data yang lebih spesifik
menggunakan grafik histogram mengenai jumlah aktivitas yang meng-upgrade akunnya menjadi
akun premium: 
Gambar 3. Grafik Peningkatan Akun Premium Tinder
Sumber: www.statista.com

Kedua grafik di atas menggambarkan bahwa tren pemakaian Tinder semakin meningkat seiring
perkembangan tahun sejak tahun 2015 sampai 2020. Jika kita kaitkan dengan permasalahan di
atas, probabilitas yang terjadi akan tindak kriminal juga akan semakin meningkat. Dalam dunia
marketing, grafik ini sangat menguntungkan karena pihak tinder mendapatkan profit dari para
pengguna pada aplikasi ini, namun secara social responsibility & ethic hal ini bertolak belakang.
Dengan demikian, hal ini berdampak pada langkah Tinder dalam menghadapi tantangan agar
tetap surplus tanpa mengurangi kaidah social responsibility & ethic. 

Apa yang Akan Terjadi Setelah Swipe Right?

Namun demikian, kebaikan dan keburukan berjalan secara beriringan. Penyalahgunaan aplikasi
ini sangat dimungkinkan terjadi, terlebih di era digital. Jika para pengguna Tinder berkenan
bertemu secara langsung, mungkin saja terjadi suatu hal yang tidak diinginkan karena seperti kita
ketahui mereka adalah orang asing. Data-data yang diberikan di laman profil tinder mereka
sering kali tidak sepenuhnya berdasarkan kenyataan. Dikutip dari kompas.com, bahwa mayoritas
pengguna Tinder yang mengalami tindak kejahatan adalah kaum wanita. Karena kaum wanita
berkemungkinan untuk dikelabui oleh pasangan yang tidak dikenal tersebut. 

Fenomena tersebut terjadi pada pada gadis 18 tahun pengguna tinder bernama Emma yang
diungkap oleh Vice.com, dimana dia berjodoh dengan seorang pria pada aplikasi tersebut. Emma
bercerita bahwa ia belum pernah bertemu secara langsung dengan pria tersebut. Singkat cerita
dikemudian hari, Emma merasa terusik ketika pria tersebut menjadi posesif hingga membuat
dirinya terintimidasi dan dikuntit sampai ke tempat kerjanya dengan berbagai cara yang
membuat Emma merasa tidak nyaman dan aman. Emma merupakan salah satu dari sekian
banyak perempuan yang terjebak dalam aplikasi kencan dan salah satu korban dari aplikasi
Tinder.

Selain itu, potensi kejahatan yang mungkin terjadi diantaranya :

1. Penipuan/pencurian uang, bermula dari tujuan tertentu pelaku meminta korban mengirimkan
uang atau bahkan jika sudah saling percaya, sampai mengirimkan informasi penting seperti
nomor rekening. 

2. Bocornya data yang disalahgunakan. Penipuan kecil juga dapat dengan mudah terjadi seperti
pemalsuan nama hingga data lainnya pada akun. Seperti dalam katadata.com, disebutkan bahwa
sebanyak 70 foto perempuan bocor di forum kejahatan siber. Dari segi hukum, pelanggaran
privasi dapat diperkarakan.

3.  Pelecehan seksual. Bermula dari bocornya data pribadi tersebut kemudian dapat berimbas
pada pemalsuan data dan kejahatan yang mungkin terjadi ketika dua pengguna ini saling
bertemu. Pemerkosaan, pelecehan, perampokan,  menjadi isu yang sering muncul dan bermula
dari kejahatan siber.

4. Penculikan. Hal ini dapat terjadi ketika pengguna tinder mempercayai begitu saja kenalan
yang baru ia temui sehingga potensi penculikan terbuka lebar.
5. Dampak psikologis. Dari sisi psikologi, persepsi masyarakat terhadap pengguna tinder adalah
mereka yang tidak percaya diri dalam berinteraksi secara langsung tanpa perantara berupa
aplikasi. Sehingga muncul rasa rendah diri atau kurangnya percaya diri. Dengan begitu,
pengguna mencari validasi dengan bergabung pada aplikasi kencan online untuk meningkatkan
percaya diri. 

Psychcentral.com menyebutkan, “Dicintai dapat memvalidasi rasa percaya diri kita,


menghilangkan rasa ragu karena tidak percaya diri dan mengurangi ketakutan kita akan
kesendirian”. Meski begitu, mempercayai orang yang tidak kita kenal latar belakang dan
wataknya dapat menempatkan diri kita dalam posisi bahaya. Hal-hal tersebut di atas merupakan
ketidaketisan yang muncul dari aplikasi kencan online.

Apa yang Seharusnya Dilakukan?

Penambahan fitur “jaminan keamanan” juga dapat ditambahkan seperti yang dilakukan oleh
aplikasi jasa ojek online Grab, yang menyodorkan fitur “Tombol Darurat” dalam aplikasinya
ketika driver mulai menunjukkan hal-hal yang mencurigakan. Hal ini dapat membantu keamanan
pengguna ketika mereka memutuskan untuk kopi darat. Selain itu Tinder juga mengembangkan
fitur tombol panik yang akan muncul di bagian Safety Center pada aplikasi Tinder. Pada bagian
ini, berbagai tips keamanan dan pengaturan akan disediakan untuk meningkatkan rasa aman pada
pengguna. Tentu dengan adanya fitur tambahan ini, perusahaan perlu bekerja sama dengan
banyak pihak agar keamanan pengguna aplikasi dapat diraih. Selain itu, Tinder dapat
memberikan informasi ataupun guidance di awal bagi para penggunanya tentang apa yang harus
dilakukan sebelum memutuskan untuk bertemu teman yang match agar meminimalisir terjadinya
kejahatan. 

Berdasarkan pada masalah di atas, tentunya peran perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab
sosial sudah tercapai dengan menyediakan jasa yang memberikan manfaat bagi penggunanya
seperti contohnya mendapatkan teman baru. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam buku
“Business Foundation : A Changing World (2020)” yang menyebutkan tanggung jawab sosial
bertumpu pada keterlibatan pemangku kepentingan dan menghasilkan manfaat bagi masyarakat
dan meningkatkan kinerja perusahaan.

Namun demikian, hak konsumen juga harus dipenuhi oleh perusahaan dengan bertumpu pada
dasar undang undang hak konsumen John F Kennedy (1962) yang dapat diterapkan untuk
memperbaiki hubungan Tinder dengan penggunanya sebagai berikut :
      1.  Hak atas keselamatan
Tinder harus menjamin keselamatan penggunanya dengan cara penambahan fitur-fitur
yang dapat memantau kegiatan yang dilakukan oleh pengguna, sehingga dapat
meminimalisir tindak kejahatan siber.
2.  Hak untuk mendapatkan informasi
Tinder memberikan informasi mengenai fitur yang ditawarkan secara rinci dan resiko
yang kemungkinan terjadi ketika menggunakan aplikasi tersebut. 
3.  Hak untuk memilih
Pengguna memiliki hak untuk memilih aplikasi kencan selain Tinder, sehingga
Tinder harus melakukan inovasi-inovasi yang dapat menunjang keamanan
produknya. 

4.  Hak untuk didengar


Tinder selalu merespon dengan sigap mengenai laporan-laporan dari pengguna baik
masukan maupun komplain. 

Nama Kelompok: Business Enthusiast


Nama Anggota:
1. Adhe Rachman Sulistyo
2. Jessy Septalista H
3. Muhammad Ivan Fadhil H
4. Pratiwi Susilo

Daftar Referensi: https://nextren.grid.id/read/011809225/fbi-keluarkan-peringatan-bahaya-


apliksi-dating-terkait-penipuan-online

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tinder_(aplikasi)

https://www.vice.com/id_id/article/z3e5dj/pengalaman-traumatis-dikuntit-cowok-ideal-di-tinder-
setelah-kami-match

https://psychcentral.com/lib/the-psychology-of-romantic-love/

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/08/03/063000220/di-ghosting-hingga-dirampok-
pengalaman-buruk-jalani-kencan-online?page=all

https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5e9a49901686d/70-ribu-foto-pengguna-tinder-
perempuan-bocor-di-forum-kejahatan-siber

https://lifestyle.bisnis.com/read/20200403/54/1222345/dirumahaja-pengguna-aplikasi-kencan-
tinder-naik-19-persen-

https://craft.co/tinder

https://www.statista.com/statistics/992916/paid-dating-subscribers-tinder/

Ferrel C.O, Hirt G.A, Ferrel L. 2020. BUSINESS FOUNDATIONS: A CHANGING WORLD
TWELFTH EDITION. United States: McGraw-Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai