Anda di halaman 1dari 15

Tugas Ecommerce

Kejahatan di Internet dan


Hukum yang Berlaku di Indonesia

Reti Nurfiatun
23120298
Manajemen Informatika

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

STMIK EL RAHMA YOGYAKARTA

2013/2014
Pendahuluan
Dunia teknologi informasi (TI) saat ini, khususnya internet berkembang dengan
sangat cepat. Manusia dimudahkan dengan teknologi informasi. Hampir semua bidang
kehidupan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi ini. Mulai dari bidang
pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Tak heran, saat ini manusia semakin kreatif
dalam mengembangkan teknologi informasi. Seiring dengan berkembangnya teknologi
informasi ini, menyebabkan munculnya kejahatan-kejahatan yang ada di dunia teknologi
informasi. Berikut akan dipaparkan kejahatn-kejahatan yang ada dalam teknologi infomasi,
khususnya internet dan contoh kasusnya serta hukum yang berlaku di Indonesia.

Pengertian Cybercrime dan Cyberlaw

Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan


teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer
crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai
:“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution”. www.usdoj.gov/criminal/cybercrime.Pengertian tersebut
identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang
mendefinisikan computer crime sebagai :“any illegal, unehtical or unauthorized behavior
relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.

Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang


komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai :”Kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.

Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi. Masalah yang berkaitan dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking,
pelanggaran hak cipta, pornografi anak, eksploitasi anak, carding dan masih banyak
kejahatan melalui media internet. Juga termasuk pelanggaran terhadap privasi ketika
informasi rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.

Dalam definisi lain, kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau
tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah
penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, confidence fraud,
penipuan identitas, pornografi anak, dan lain-lain.
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia cryber (dunia maya), yang umunya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum
dibanyak Negara.

Macam Cybercrime, Contoh Kasus dan Hukum di Indonesia

1. Hacker, adalah mengacu pada seseorang yang mempunyai minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya untuk dimanfaatkan kemampuannya kepada hal-hal yang
negatif atau melakukan perusakan internet.

Contoh kasus: Produk Apple kembali memiliki cacat dalam hal keamanan.
Setelah beberapa waktu lalu diserang sebuah virus malware, kini seorang
hacker asal Rusia berhasil mengelabui sistem keamanan Apple App Store. Dan,
hacker tersebut pun berhasil mengunduh sebuah aplikasi berbayar secara
gratis.

Langkah yang dilakukan oleh hacker tersebut pun sangat sederhana. Dia
menunjukkan tiga langkah sederhana untuk bisa melakukannya. Dan, dia pun
mengunggah sebuah video yang menunjukkan langkah-langkah tersebut ke
situs Youtube dengan id bernama ZondD80. Pihak Apple pun sudah
mengeluarkan pernyataan terkait peristiwa tersebut. Dikutip dari
Venturebeat, Natalie Harrison yang merupakan juru bicara Apple mengatakan
bahwa sistem keamanan yang dipunyai oleh Apple App Store sangatlah
penting bagi perusahaan dan komunitas developer. Oleh karena itu, pihaknya
akan menginvestigasi peristiwa tersebut dan akan menindak serius pelaku
pembobolan tersebut. Dan, pihak Apple pun telah meminta Youtube untuk
segera menghapus video yang diunggah oleh ZondD80 itu.

Pada kasus ini telah melanggar Undang - Undang ITE BAB VII Pasal 30 Ayat 3
yaitu yang mengakses komputer pihak lain tanpa ijin dan atau membuat
sistem milik orang lain seperti website atau program menjadi tidak berfungsi
atau tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.

2. Carding (pencurian kartu kredit) merupakan kejahatan yang dilakukan untuk


mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet.

Contoh kasus: Kartu Kredit Polisi Mabes Kena Sikat


detikcom – Jakarta, Kejahatan memang tak pandang bulu, terlebih kejahatan
di internet. Di dunia maya ini, Polisi dari Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia (Mabes Polri) pun kebobolan kartu kredit. Brigjen Pol Gorries Mere,
yang saat ini menyandang jabatan Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan
Kriminal Mabes Polri, dikabarkan menjadi korban kasus carding. Sampai berita
ini diturunkan, Gorries Mere tidak berhasil dihubungi untuk diminta
konfirmasinya. Ketika dikonfirmasi ke Setiadi, Penyidik di Unit Cybercrime
Mabes Polri, pihaknya membenarkan hal itu.

Kejahatan seperti ini masuk ke dalam pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang
penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan
Identitas.

3. CyberSquatting adalah mendaftar,menjual atau menggunakan nama domain


dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang atau orang lain.

Contoh Kasus: Carlos Slim, orang terkaya didunia ini pun kurang sigap dalam
mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot orang lain.
Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword Carlos
Slim dengan cara menjual iklan Google kepada para pesaingnya.

Penyelesaian Kasus ini adalah dengan menggunakan prosedur


Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk
pemilik merek dagang untuk menuntut sebuah cybersquatting di pengadilan
federal dan mentransfer nama domain kembali ke pemilik merek dagang.
Dalam beberapa kasus,cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.Dan
dalam kasus ini Hukum Pidananya yaitu Tentang Pasal 378 KUHP yaitu
Penipuan “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.Dan
dengan Pasal 311 (1) KUHP yaitu Tentang Pencemaran Nama Baik “Jika yang
melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan
tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia
diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun” .
4. Typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu
domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut
merupakan nama domain saingan perusahaan.

Contoh kasus : Sony Corp Japan melalui kuasa hukumnya di Indonesia,


mensomasi Sony Arianto Kurniawan karena menggunakan nama domain
untuk websitenya bernama sony-ak.com. Tentu saja Sony AK bingung
menghadapi ancaman gugatan yang, pasti menurut semua orang, keterlaluan
dan semena-mena ini. Hanya karena punya nama yang kebetulan sama dengan
merk Sony api, menurut berita Okezone.com dan Kompas.com yang terbaru,
Rabu (17/3), pihak Sony Japan sudah mengklarifikasi persoalan ini dan
seharusnya kasus ini tak terjadi.
Simak saja komentar perwakilan dari Sony Jepang:

“Kami minta maaf telah membuat Sony AK menjadi bingung, terutama setelah
diterimanya surat dari pengacara kami. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi,”
papar Shiro Kambe,Vice President Sony Corporation.

“Kami memang mengalami banyak sekali kasus domain di berbagai negara,”


ungkapnya. “Entah mengapa kasus Sony AK ini terjadi kesalahpahaman
dengan pengacara. Terus terang kami sendiri kurang mengerti,” ujarnya.

Dari pernyataan perwakilan Sony itu, kayaknya kesalahpahaman ada di pihak


pengacara kalau benar ini kasus hanya dicari-cari oleh pengacara asal
Indonesia, jelas ini citra buruk bagi Indonesia dalam menyikapi kasus.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukumnya untuk mendaftarkan nama


domain yang mirip dengan brand tertentu? Prinsipnya, selagi domain yg mirip
itu tak digunakan untuk phising atau menipu pengunjung atau mengecoh
pengunjung seolah-olah kita bagian dari brand itu, maka sebenarnya tak ada
persoalan.
Situs web milik Sony AK benar-benar tak ada kaitannya dengan bisnis Sony
dan tak digunakan dengan tendensi untuk bisnis yang mirip dengan bisnis
Sony. Jadi, langkah Sony Jepang untuk segera meminta maaf dan
mengklarifikasi persoalan ini adalah langkah terbaik dalam memulihkan citra
“tidak arogan” Sony di mata publik Indonesia.

Ke depannya, Sony dan perusahaan-perusahaan lain harus punya


kesadaran untuk memproteksi brand miliknya agar tak diambil oleh orang lain.
Caranya? Dengan mengorder semua nama domain yang terkait dg brand itu,
jadi orang lain tak mungkin menyalahgunakannya. Jangan kemudian baru
menggugat pihak lain gara-gara pihak lain itu menggunakan nama domain
yang mirip, itu tidak melek IT.

Pasal 72 UU no.14 tahun 1997 tentang merek untuk kasus typosquatting:

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat
2 dipidana dengan pidana masing-masing paling singkat 1 bulan dan atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara
paling lama 7 tahun dan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).

Barang siapa menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual kepada


umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak emperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara paling alam 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

5. Data Forgery. Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data
pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini
biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web
database.

Contoh Kasus : Data Forgery Pada E-Banking BCA

Dunia perbankan melalui Internet (e-banking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah


seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada
majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs
asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven
membeli domain-domain dengan nama mirip http://www.klikbca.com (situs
asli Internet banking BCA), yaitu domain http://www.klik-bca.com,
www.kilkbca.com, http://www.clikbca.com, http://www.klickca.com dan
http://www.klikbac.com . Isi situs-situs plesetan ini pun nyaris sama, kecuali
tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login
form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah
tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga
identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di
ketahuinya.

6. Cyber Sabotage and Exortion

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau


penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu
program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan
komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau
berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.

Contoh kasus : Pada aplikasi facebook sering kali melihat tawaran untuk
mengetahui "Siapa yang melihat profil Anda" dan para facebooker dengan
rasa penasaran akan mengklik tautan yang disuguhkan. padahal
sesungguhnya tautan tersebut adalah malware atau program jahat terbaru
yang tengah beredar di facebook. Saat mengkliknya para facebooker akan
diarahkan ke suatu aplikasi yang memiliki akses ke profil.

7. Hijacking

Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.


Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat
lunak).

Contoh Kasus : Polri menangkap dua tersangka pembajakan hak cipta


softaware dari perusahaan PT Surya Toto Indonesia (STI) dan PT MA di
wilayah Jabodetabek. Mereka, Sintawati, manajer dan Yuliawansari, direktur
marketing PT STI perusahaan yang bergerak dibidang IT. Akibat perbuatan
kedua tersangka, merugikan pemegang lisensi resmi pemegang hak cipta
software senilai US$2,4 miliar. Dari PT STI, polisi menyita 200 lebih software
ilegal yang diinstal dalam 300 unit komputer. Sedangkan dari PT MA, Polri juga
menyita 85 unit komputer yang diduga telah diinstal ke berbagai software
yang hak ciptanya dimiliki Business Software Alliance (BSA). Polisi juga
berhasil menemukan barang bukti software ilegal yang hak ciptanya dimiliki
anggota BSA, antara lain program Microsoft, Symantec, Borland, Adobe, Cisco
System, Macromedia dan Autodesk. Program tersebut telah digandakan
tersangka. “Para tersangka menggandakan program tersebut dan
mengedarkannya kemudian menjualnya kepada pihak lain. Mereka dari satu
perusahaan, yakni PT STI,” kata Kabid Penum Humas Polri Kombes Bambang
Kuncoko kepada wartawan di Mabes Polri, Rabu (1/11).

8. Copyright. Internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan modern yang
memerlukan segala sesuatu aktivitas yang serba cepat, efisien. Namun, sisi
negatifnya adalah kehadiran internet bisa pula memudahkan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama
masalah Hak Cipta.

Contoh kasus : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis,
menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-
foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh
grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan
poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di
Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners
Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah
menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh
Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para
Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan
lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142)
dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.

9. Perjudian online, pada kasus ini pelaku menggunakan sarana internet untuk
melakukan perjudian. Contohnya seperti yang terjadi di Semarang, Desember
2006. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system
member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, para pelaku
bermain judi online atau taruhan adalah untuk mendapatkan uang dengan
cara instan.Dalam kasus ini telah melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 2
yang berbunyi

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian".
10. Informasi atau data yang tidak benar

Memasukan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak
benar, contoh kasus semacam ini yaitu menyebarkan video pornografi ke
dalam internet dimana si pelaku akan terseret ke dalam UU RI No. 44 th 2008,
Pasal 56 tentang Pornografi dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12
tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan
melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi"Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan".

Hukum di Indonesia Mengenai Cybercrime (Kejahatan) di Internet

Maraknya kejahatan-kejahatan yang terdapat di internet menyebabkan banyak


berbagai pihak yang dirugikan. Dengan ini pemerintah telah mengatur hukum tentang
kejahatan di internet dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman.

Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.

Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/
atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang
tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun memindahkan atau
mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan
keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri
secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah
data yang otentik.

Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem
Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi
seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga
dari pidana pokok.
(2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana
pokok ditambah sepertiga.
(3)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau
badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada
lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,
lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam
dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masingmasing
Pasal ditambah dua pertiga.
(4)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Anda mungkin juga menyukai