Wikipedia Cari
Hukum siber
Masalah halaman
Kasus Mustika Ratu adalah kasus cybercrime pertama di Indonesia yang disidangkan. Belum usai
perdebatan pakar mengenai perlu tidaknya cyberlaw di Indonesia, tiba-tiba di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat mulai disidangkan kasus cybercrime. Pelakunya, menggungakan domain name mustikaratu.com
untuk kepentingan PT. Mustika Berto, pemegang merek kosmetik Sari Ayu. Jaksa mendakwa pakai
undang-undang apa?
Tjandra Sugiono yang tidak sempat mengenyam hotel prodeo karena tidak “diundang” penyidik dan
jaksa penuntut umum, pada kamis (2/8) duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tjandra didakwa telak melakukan perbuatan menipu atau mengelirukan orang banyak untuk
kepentingan perusahaannya sendiri. Kasus ini berawal dengan didaftarkannya nama domain name
mustikaratu.com di Amerika dengan menggunakan Network Solution Inc (NSI) pada Oktober 1999 oleh
mantan general Manager International Marketing PT. Martina Berto ini. Alamat yang dipakai untuk
mendaftarkan domain name tersebut adalah Jalan Cisadane 3 Pav. Jakarta Pusat, JA. 10330 [3].
Akibat penggunaan domain name mustikaratu.com tersebut, PT. Mustika Ratu tidak dapat melakukan
sebagian transaksi dengan calon mitra usaha yang berada di luar negeri. Pasalnya, mereka tidak dapat
menemukan informasi mengenai Mustika Ratu di website tersebut. Mereka kebingungan ketika
menemukan website mustikaratu.com yang isinya justru menampilkan produk-produk Belia dari Sari Ayu,
yang notabene adalah pesaing dari Mustika Ratu untuk produk kosmetik.
Tjandra Sugiono didakwa dengan Pasal 382 bis KUHP mengenai perbuatan curang (bedrog) dalam
perdagangan, yang ancaman hukumannya 1 tahun 4 bulan. Selain itu, jaksa juga memakai Undang-
undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut
jaksa, perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal ini melarang pelaku usaha untuk menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau menghalangi konsumen atau
pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya itu. “Dia (Tjandra, Red) memakai nama mustikaratu.com. Jadi PT. Mustika Ratu merasa
namanya dipakai orang lain dan dia melaporkan ke penyidik, maka jadilah perkaranya di pengadilan,”
komentar Suhardi yang menjadi Jaksa Penuntut Umum untuk perkara ini [3].
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology)
Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan
dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup
menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para
penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan
sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu [1]. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum
yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di
internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta,
rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.
Definisi Sunting
Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The
Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan "Cyberlaw is a generic term, which refers to all
the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned with or
related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and others,
in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw" [2]. Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber
adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide
Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan
aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum
Siber.
Pencurian uang atau harta benda dengan menggunakan sarana komputer/ siber dengan melawan
hukum. Bentuk kejahatan ini dapat dilakukan dengan mudah dalam hitungan detik tanpa diketahui
siapapun juga. Bainbdridge (1993) dalam bukunya Komputer dan Hukum membagi beberapa macam
bentuk penipuan data dan penipuan program:
Memasukkan instruksi yang tidak sah, seperti contoh seorang memasukkan instruksi secara tidak sah
sehingga menyebabkan sistem komputer melakukan transfer uang dari satu rekening ke rekening lain,
tindakan ini dapat dilakukan oleh orang dalam atau dari luar bank yang berhasil memperoleh akses
kepada sistem komputer tanpa izin.
Perubahan data input, yaitu data yang secara sah dimasukkan ke dalam komputer dengan sengaja
diubah. Cara ini adalah suatu hal yang paling lazim digunakan karena mudah dilakukan dan sulit dilacak
kecuali dengan pemeriksaan berkala.
Perusakan data, hal ini terjadi terutama pada data output, misalanya laporan dalam bentuk hasil cetak
komputer dirobek, tidak dicetak atau hasilnya diubah.
Komputer sebagai pembantu kejahatan, misalnya seseorang dengan menggunakan komputer menelusuri
rekening seseorang yang tidak aktif, kemudian melakukan penarikan dana dari rekening tersebut.
Akses tidak sah terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking. Tindakan hacking ini
berkaitan dengan ketentuan rahasia bank, karena seseorang memiliki akses yang tidak sah terhadap
sistem komputer bank, sudah tentu mengetahui catatan tentang keadaan keuangan nasabah dan hal-hal
lain yang haru dirahasiakan menurut kelaziman dunia perbankan.
Penggelapan, pemalsuan pemberian informasi melalui komputer yang merugikan pihak lain dan
menguntungkan diri sendiri.
Hacking, adalah melakukan akses terhadap sistem komputer tanpa izin atau dengan malwan hukum
sehingga dapat menebus sistem pengamanan komputer yang dapat mengancam berbagai kepentingan.
Perbuatan pidana perusakan sistem komputer (baik merusak data atau menghapus kode-kode yang
menimbulka kerusakan dan kerugian). Perbuatan pidana ini juga dapat berupa penambahan atau
perubahan program, informasi, dan media.
Pembajakan yang berkaitan dengan hak milik intelektual, hak cipta, dan hak paten.
Banyak sekali penyalahgunaan yang dilakukan netter. Penyalahgunaan kebebasan yang berlaku di dunia
maya kerap membuat netter bersikap ceroboh dan menggampangkan persoalan. Berikut bentuk-bentuk
penyalahgunaan itu:
Penyadapan terhdapa jalur komunikasi sehingga memungkinkan bocornya rahasia perusahaan atau
instansi tertentu.
Perusakan situs
Spamming alias pengiriman pesan yang tidak dikehendaki ke banyak alamat email
Kejahatan komputer berdasarkan pada cara terjadinya kejahatan komputer itu menjadi 2 kelompok
(modus operandinya), yaitu:
Internal crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi secara internal dan dilakukan oleh orang dalam “Insider”.
Modus operandi yang dilakukan oleh “Insider” adalah:
Manipulasi transaksi input dan mengubah data (baik mengurang atau menambah)
Menghapus transaksi input (transaksi yang ada dikurangi dari yang sebenarnya)
External crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi secara eksternal dan dilakukan oleh orang luar yang biasanya
dibantu oleh orang dalam untuk melancarkan aksinya. Bentuk penyalahgunaan yang dapat digolongkan
sebagai external crime adalah [3]:
Joy computing
Hacking
Data leakage
Data diddling
Software piracy
Ada beberapa guidance bagi kita untuk mengerti seluk beluk perdagangan secara elektronik dengan
melihat teori-teori di bawah ini[3]:
Teori Kepercayaan (vetrowen theory): Teori menjelasan bahwa ada pernyataan objektif yang dipercayai
pihak-pihak. Tercapainya kata sepakat dengan konfirmasi tertulis.
Teori Pernyataan (verklarings theory): Keadaan objektif realitas oleh penilaian masyarakat dapat menjadi
persetujuan tanpa mempedulikan kehendak pihak-pihak
Teori Kehendak (wills theory): Teori menitikberatkan pada kehendak para pihak yang merupakan unsure
essensil dalam pernjanjian.
Teori Ucapan (uitings theorie): Teori ini menganut sistem di mana penawaran ditawarkan dan disetujui
maka perjanjian tersebut sudah sempurna dan mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang.
Teori Penawaran (ontvangs theorie): Konfirmasi pihak kedua adalah kunci terjadinya pernjanjian setelah
di pihak penerima menerima tawaran dan memberikan jawaban.
Teori Pengetahuan (vernemings theorie): Konsensus dalam bentuk perjanjian tersebut terjadi bila si
penawar mengetahui hukum penawaran disetujui walaupun tidak ada konfirmasi.
Teori Pengiriman (verzendings theorie): Bukti pegiriman adalah kunci dari lahirnya pernjajian, artinya
jawaban dikirim, pada saat itulah sudah lahir perjanjian yang dimaksud.
Kompetensi relatif dalam dunia maya (cyber) dapat menjadi acuan bagi pihak berperkara dalam dunia
maya atas dasar teori-teori berikut ini [3]:
Teori akibat (leer van het gevolg): Teori ini menitikberatkan pada akibat suatu peristiwa hukum yang
melawan hukum ditempat di mana tindak pidana itu memunculkan akibat.
Teori alat (leer van instrument): Tempat terjadinya tindak pidana selaras dengan instrument yang
digunakan dengan tindak pidana itu
Teori perbuatan materiil (leer van lechamelijke daad): Teori ini menunjuk tempat terjadinya tindak
pidana adalah kunci
Teori gabungan: Teori yang juga merupakan gabungan ketiganya: akibat alat dan perbuataan materiil
Aplikasi internet sendiri sesungguhnya memiliki aspek hukum. Aspek tersebut meliputi aspek hak cipta,
aspek merek dagang, aspek fitnah dan pencemaran nama baik, aspek privasi [3].
Hak cipta yang sudah diatur dalam UU Hak Cipta. Aplikasi internet seperti website dan email
membutuhkan perlindungan hak cipta. Publik beranggapan bahwa informasi yang tersebdia di internet
bebas untuk di-download, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan mengenai prosedur dan pengurusan
hak cipta aplikasi internet masih banyak terjadi.
Aspek Merek Dagang Sunting
Aspek merek dagang ini meliputi identifikasi dan membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang
diatur dalam UU Merek.
Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran terhadap reputasi seseorang, berupa pertanyaan yang salah,
fitnah, pencemaran nama baik, mengejek, dan penghinaan. Walau semua tindakan tadi dilakukan
dengan menggunakan aplikasi internet, namun tetap tidak menghilangkan tanggung jawab hukum bagi
pelakunya. Jangan karena melakukan fitnah atau sekadar olok-olok di email atau chat room maka kita
bebas melenggang tanpa rasa bersalah. Ada korban dari perbuatan kita yang tak segan-segan
menggambil tindakan hukum
Di banyak negara maju di mana komputer dan internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi
menjadi masalah tersendiri. Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin
tinggi pula privasi yang dibutuhkannya. Ada beberapa persoalan yang bisa muncul dari hal privasi ini.
Pertama, informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain? Lalu apa sajakah pesan
informasi pribadi yang tidak perlu diakses orang lain? Apakah dan bagaimana dengan pengiriman
informasi pribadi yang anonim.
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan
Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat
pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis yuridikasi, yaitu:
Objective territoriality: Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama
perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan
Nationality: Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
Protective principle: Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk
menlindungin kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya
digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
Universality
Keterikaitan Teknologi Informasi dan Perkembangan Siber dengan Instrumen Hukum Nasional di
Indonesia Sunting
Perkembangan teknologi informasi pada umumnya dan teknologi internet pada khususnya telah
mempengaruhi dan setidak-tidaknya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum
positif nasional [1].
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut Keterkaitan UU Perlindungan Konsumen dengan
Hukum Siber adalah [1]:
Pasal 17
Pasal 46
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkatian Hukum Perdata Materil dan Formil
dengan Hukum Siber [1] adalah:
Alat bukti tulisan (Pasal 1867, Pasal 1868, Pasal 1869, Pasal 1870, Pasal 1871, Pasal 1872, Pasal 1873,
Pasal 1874, Pasal 1874 a, Pasal 1875, Pasal1876, Pasal 1877, Pasal 1878, Pasal 1879, Pasal 1880, Pasal
1881, Pasal 1882, Pasal 1883, Pasal 1884, Pasal 1885, Pasal 1886, Pasal 1887, Pasal 1888, Pasal 1889,
Pasal 1890, Pasal 1891, Pasal 1892, Pasal 1893, Pasal 1894).
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dengan Hukum Siber [1] adalah:
Pasal 383
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi dengan Hukum Siber [1] adalah:
Larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dalam bidang telekomunikasi (Pasal 10)
Pasal 19
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 43
UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sunting
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran dengan Hukum Siber [1] adalah:
Jangka Waktu Perlindungan (Pasal 28, Pasal 35 Ayat (1), Pasal 56 Ayat (7))
UU Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Sunting
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan Undang-Undang Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
Dagang dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta dengan Hukum Siber [1] adalah:
Informasi dan sarana kontrol teknologi (Pasal 25 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (1))
Pasal 53
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri dengan Hukum Siber [1] adalah:
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen
Perusahaan dengan Hukum Siber [1] adalah:
Pembuatan Catatan dan Penyimpanan Dokumen Perusahaan (Pasal 9, Pasal 10 Ayat (2), Pasal 11)
Pengalihan Bentuk Dokumen Perusahaan dan Legalisasi (Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15)
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman dengan Hukum Siber [1] adalah:
Pasal 16
Pasal 18
Keterkaitan Regulasi dan Forum Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Siber Sunting
Ajudikasi
Pengadilan
Arbitrase
Non Ajudikasi
Negosiasi
Mediasi [1]
UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Sunting
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Siber [1] adalah:
Model Pemberitahuan (Pasal 8 Ayat (1), Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 11)
Subjek, materi muatan, dan pasal yang menyangkut keterkaitan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal dengan Hukum Siber [1] adalah:
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 97
Pasal 98
Referensi Sunting
^ a b Magdalena, Merry dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw, Tidak Perlu Takut. Yogyakarta: Andi,
2007
^ a b c d e f g h Sulaiman, Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime. Pusat Bisnis Fakultas
Hukum: Universitas Pelita Harapan, 2002
RELATED PAGES
Pencucian uang
Hak tolak
Wikipedia
PrivasiTampilan PC