Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tablet
1. Pengertian
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan ataupun
tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan
dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat
dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung
pada desain cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet
(Depkes RI, 1995:4).Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat,
umumnya dengan penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai,
dengan menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat memiliki bentuk silinder,
kubus, batang, atau cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru. Garis
tengah tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g (Voigt,
R., 1994:164).
2. Macam-macam Tablet
Macam-macam tablet antara lain (Kemenkes RI, 2014:57).
a. Tablet Kempa
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran,
bentuk, dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
b. Tablet Cetak
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada
ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak
tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan.
c. Tablet Triturat
Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris,
digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.

6
7

d. Tablet Hipodermik
Tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air, umumnya dulu digunakan untuk membuat sediaan
injeksi hipodermik.
e. Tablet Bukal
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi.
f. Tablet Sublingual
Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah,
sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut. Tablet
nitrogliserin merupakan salah satu obat yang mudah diserap dengan cara ini.
g. Tablet Efervesen
Tablet efervesen yang larut, dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif,
tablet efervesen juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat)
dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan
karbon dioksida. Tablet harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau
dalam kemasan tahan lembab, dan pada etiket tertera tablet tidak untuk
langsung ditelan.
h. Tablet Kunyah
Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa
enak dalam rongga mulut. Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi tablet
untuk anak, terutama multivitamin, antasida dan antabiotik tertentu.
Tablet ini dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan
manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, serta
mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan
penampilan dan rasa.
i. Tablet Lepas-Lambat
Tablet lepas-lambat atau tablet dengan efek diperpanjang. Tablet ini dibuat
sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan.
8

j. Tablet Hisap (Lozenges)


Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat
tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
Secara umum tablet dibuat dengan 3 cara yaitu : granulasi basah, granulasi
kering dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk
meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. Granulasi kering
dibuat dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan sehingga menjadi
tablet yang besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak
hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Depkes RI,
1995:5).
Tablet mengandung bahan aktif, tablet biasanya mengandung bahan
tambahan yang mempunyai fungsi tertentu. Bahan tambahan yang umum
digunakan adalah bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pengembang, bahan
pelicin atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979:6).
3. Metode Pembuatan Tablet
Cara pembuatan tablet dibagi menjadi tiga cara yaitu granulasi basah,
granulasi kering, dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan granulasi
kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan/atau kemampuan
kempa (Syamsuni, 2006:174).
a. Granulasi basah
Granulasi basah adalah proses pembuatan serbuk halus menjadi granul
dengan bantuan larutan bahan pengikat. Pembuatan tablet dengan metode
Granulasi Basah digunakan untuk membuat tablet dengan zat aktif yang
mempunyai karaketerisik tidak kompaktibel, mempunyai waktu alir (fluiditas)
yang jelek, tahan panas, dan tahan lembab/pembasahan. Granulasi basah
dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur
sampai homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, jika perlu
ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan
dikeringkan didalam lemari pengering pada suhu 40o-50oC (tidak lebih dari
60OC). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran
9

yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin (lubrikan) kemudian dicetak


menjadi tablet dengan mesin tablet (Syamsuni, 2006:174).
Keuntungan dari metode granulasi basah adalah sifat-sifat mengalir lebih
baik, pemadatan, pengempaan baik, distribusi zat pewarna merata (Siregar dan
Wikarsa, 2010:196).
b. Cetak langsung
Cara ini dilakukan jika : jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk
dicetak, mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing), dan berbentuk kristal
yang bersifat free-flowing (Syamsuni, 2006:174). Metode ini digunakan untuk
bahan yang memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat-sifat
kohesifnya yang memungkinkan untuk dikompresi dalam mesin tablet tanpa
memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel, 1989:271).
Kelebihan dari kempa langsung adalah hanya melibatkan pencampuran
kering, ekonomis, lebih efisien waktu dan energi, pemrosesan tanpa
memerlukan lembap dan panas, disintegran dapat berfungsi secara optimum,
permasalahan stabilitas kimia tablet kempa langsung lebih sedikit (Siregar dan
Wikarsa, 2010:237).
c. Granulasi kering
Granulasi kering dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi,
dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin
hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan
tinggi, sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian
digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang
diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan
(Syamsuni, 2006:174).Pembuatan tablet dengan granulasi kering bertujuan
untuk memperoleh granul yang dapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet.
Metode ini dipilih apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah karena
tidak stabil atau peka terhadap panas dan atau lembab atau juga tidak mungkin
dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat mengalir bebas,
dan atau dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa langsung (Siregar dan
Wikarsa, 2010:223).
10

4. Komposisi Tablet
Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan
pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang
dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring
agent) dan bahan-bahan lainnya (Kemenkes, RI 2014: 58).
a. Zat berkhasiat
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi
harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang
mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief,
1994:93).
b. Bahan pengisi
Untuk mendapatkan berat yang diinginkan, terutama apabila bahan obat
dalam jumlah yang kecil. Bahan pengisi haruslah bersifat inert. Bahan-bahan
yang umum digunakan sebagai bahan pengisi antara lain laktosa, sukrosa,
manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, dan kalsium sulfat (Lachman, dkk., 2008:
698-701).
c. Bahan pengikat
Agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat merekat. Zat pengikat lebih
efektif jika ditambahkan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk kering.
Bahan pengikat yang umum meliputi Gom Akasia, gelatin, sukrosa, povidon,
metilselulosa, karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. Bahan
pengikat kering yang paling efektif adalah selulose mikrokristal, yang
umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung. (Kemenkes,
2014:58)
d. Bahan pengembang
Zat penghancur yang membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Bahan
penghancur yang paling banyak digunakan adalah pati, pati dan seulosa yang
dimodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon
sambung-silang (Syamsuni, 2006: 172).
e. Bahan pelicin
Untuk mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga
berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Biasanya yang
11

digunakan adalah senyawa asam stearat dengan logam, asam stearat, minyak
nabati terhidrogenasi dan talk (Kemenkes, 2014 : 58).
f. Bahan Pewarna
Bahan pewarna dan lak yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi
tablet berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk identitas produk.
Misalnya zat pewarna dari tumbuhan (Depkes RI, 1995:5).
5. Kerusakan Tablet
Kerusakan pada tablet terdapat tujuh macam, yaitu binding, sticking,
whiskering, splitting, capping, mottling, dan crumbling (Syamsuni, 2006:175).
a. Binding, kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada
dinding ruang cetakan.
b. Sticking/picking, perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat
permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang,
atau massa basah.
c. Whiskering, terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau
terjadi pelelehan zat aktif pada tekanan tinggi, akibatnya pada penyimpanan
dalam botol, sisi-sisi yang berlebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.
d. Splitting, lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian
tengah.
e. Capping, membelahnya tablet di bagian atas.
f. Mottling, terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan
tablet.
g. Crumbling, tablet menjadi retak dan rapuh.
6. Evaluasi Tablet
a. Keseragaman ukuran
Ukuran dan bentuk tablet dapat dituliskan, dipantau dan dikontrol.
Ketebalan tablet akan tetap dari batch ke batch yang lain, ataupun dalam satu
batch hanya bila granulasi tablet atau pencampuran bubuk cukup konsisten
ukuran partikelnya serta ukuran distribusinya. Selain itu ketebalan juga harus
terkontrol,guna memudahkan pengemasan (Lachman, dkk., 2008:648-649).
Uji keseragaman ukuran dilakukan untuk mengetahui diameter dan tebal
pada tablet. Pengujian ini dilakukan pada sepuluh tablet menggunakan alat
12

jangka sorong. Harus ditekankan disini bahwa tekanan yang diberikan bukan
saja mempengaruhi ketebalaan tetapi juga kekerasan tablet. Maka berbeda-
bedanya ketebalan tablet lebih dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan (Ansel,
H.C.,1989:254).
Persyaratan: Kecuali dinyatakan lain garis tengah tablet tidak lebih dari
3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet (Depkes RI,1979:6).

Gambar 2.1 Jangka Sorong Analitik


(Dokumentasi pribadi)
b. Keseragaman bobot
Pengujian dilakukan menggunakan alat timbangan neraca analitik.
Penggunaan neraca analitik dalam uji keseragaman bobot ini digunakan karena
merupakan alat yang kemungkinan kesalahanya sangat kecil dibandingkan
dengan timbangan manual. Disamping itu angka dari bobot tablet yang
dihasilkan akan muncul secara otomatis, dengan itu dapat meminimalisir
kesalahan dalam melihat angka.
Ditimbang 20 tablet, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika
ditimbang satu persatu, tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
dikolom A dan tidak boleh 1 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata yang ditetapkan dikolom B. Jika perlu, dapat digunakan 10 tablet dan
tidak 1 tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan kolom A dan B (Depkes RI,1979:7).
Persentase penyimpangan bobot tablet dihitung dengan rumus :
13


% = 100%

Tabel 2.1 Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Depkes RI, 1979:7).

Penyimpangan bobot rata-rata dalam


Bobot rata-rata (%)
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg – 150 mg 10 % 20 %
150 mg – 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10 %

Gambar 2.2 Neraca Elektronik


(Dokumentasi pribadi)
c. Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan atas
kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada
saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan. Selain itu tablet juga harus dapat
bertahan terhadap perlakuan berlebihan oleh konsumen. Kekerasan tablet yang
cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan merupakan persyaratan penting
bagi penerimaan konsumen (Lachman, dkk., 2008:651).
Kekuatan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang diperlukan untuk
memecah tablet dalam uji kompresi diametri. Untuk melakukan uji ini, sebuah
tablet diletakkan antara dua landasan, landasan kemudian ditekan, dan
kekuatan yang menghancurkan tablet dicatat. Kekerasan kemudian diartikan
sebagai kekuatan untuk menghancurkan tablet.Alat kekerasan tablet atau biasa
14

dikenal hardness tester yang masih dipakai adalah alat penguji; Monsanto,
Strong-Cobb, Pfizer, Erweka, dan Schleuniger (Lachman, dkk., 2008:651).
Persyaratan : Kekerasan tablet yang baik sebesar 4-10 kg (Sulaiman,
2007).

Gambar 2.3 Hardness tester


(Dokumentasi pribadi)

d. Kerapuhan tablet
Untuk mengetahui keutuhan tablet karena tablet mengalami benturan
dengan dinding wadahnya. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan
pecah- pecah pada penanganannya, akan kehilangan keelokannya serta
konsumen enggan menerimanya, dan dapat menimbulkan pengotoran pada
tempat pengangkutan dan pengepakan, juga dapat menimbulkan variasi pada
berat dan keseragaman isi tablet (Lachman, dkk., 2008:654).
Alat penguji friabilitas untuk laboratorium dikenal sebagai friabilator. Alat
ini memperlakukan sejumlah tablet terhadap gabungan pengaruh goresan dan
guncangan dengan memakai sejenis kotak plastik yang berputar pada
kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh enam inci pada setiap putaran.
Biasanya tablet yang telah ditimbang diletakkan di dalam alat itu, kemudian
dijalankan sebanyak 100 putaran (Lachman, dkk., 2008:654).
15

Persyaratan : Tablet memenuhi syarat jika persentase kerapuhan< 0,8 %


(Voigt, R., 1994:222).
Persentase kerapuhan dihitung dengan rumus :
( − ℎ )
= 100%

Gambar 2.4 Friabilator


(Dokumentasi pribadi)

e. Waktu hancur
Menurut Lachman dkk. (2008:659), jika dikaitkan dengan disolusi maka
waktu hancur merupakan faktor penentu dalam pelarutan obat. Sebelum obat
larut dalam media pelarut maka tablet terlebih dahulu pecah menjadi partikel-
partikel kecil sehingga daerah permukaan partikel menjadi lebih luas. Namun
uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel akan melepaskan bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya, karena uji waktu hancur
hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah
kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan
berukuran mesh-10.
Semua tablet harus melalui pengujian daya hancur secara resmi yang
dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus atau biasa disebut disintegration
tester. Secara singkat alat ini terdiri dari rak keranjang yang dipasang 6 pipa
gelas yang ujungnya terbuka, dan diikat secara vertikal (Ansel,
H.C.,1989:257).
16

Persyaratan : Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979:7), kecuali


dinyatakan lain semua tablet harus hancur tidak lebih dari 15 menit untuk tablet
yang tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut. Bila 1
atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya.
Tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus sempurna

Gambar 2.5 Disintegration Tester


(Dokumentasi pribadi)

f. Disolusi
Disolusi adalah proses melarutnya obat (Ansel, 1989:257). Dua sasaran
dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan
pelepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100% dan laju pelepasan obat
seragam pada tiap batch dan harus sama dengan laju pelepasan dari batch yang
telah dibuktikan mempunyai bioavaibilitas dan efektif secara klinis (Lachman,
dkk., 2008:660).
Alat untuk menguji laju disolusi atau disebut dissolution tester terdiri atas
bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif;
pengaduk, motor pemutar pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi
dengan thermostat (Siregar dan Wikarsa, 2010:86).
Persyaratan : Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 %
(Q) C8H9NO2 dari jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes RI, 2014:1001).
17

Gambar 2.6 Dissolution Tester


(Dokumentasi pribadi)
g. Penetapan kadar
Penetapan kadar zat aktif perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tiap
tablet mengandung zat aktif sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam
Farmakope Indonesia. Setiap tablet memiliki persyaratan masing-masing kadar
zat aktif yang dikandungnya.
Persyaratan : Tablet parasetamol mengandung parasetamol, C8H9NO2
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera
pada etiket (Kemenkes, RI 2014:1001)

B. Parasetamol
1. Sifat Fisika Dan Kimia Parasetamol(Depkes RI, 1995:649).
Sinonim : Paracetamolum
Asetaminofen.
Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida.
Rumus molekul : C8H9NO2

Rumus bangun : HO NHCOCH3


Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari
101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1
N; mudah larut dalam etanol.
18

2. Farmakologi
Parasetamol merupakan salah satu derivat aminofenol. Derivat P-
aminofenol yang lain adalah fenasetin. Asetaminofen merupakan metabolit
fenasetin, parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik
yang sama. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol
di Indonesia lebih dikenal dengan nama Parasetamol dan tersedia dalam obat
bebas. Walaupun demikian laporan kerusakan fatal hepar akibat overdosis akut
perlu diperhatikan, efek anti inflamasi parasetamol hampir tidak ada
(Gunawan, S.G., 2009:237).

C. Tablet Parasetamol
1. Sifat Fisika Dan Kimia Tablet Parasetamol(Depkes RI, 201:650).
Kandungan : Tablet parasetamol mengandung parasetamol,
C8H9NO2 tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari
110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket
Identifikasi : a. Waktu retensi puncak utama larutan uji sesuai
dengan larutan baku seperti yang tertera pada penetapan
kadar.
b. Sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 50
mg parasetamol larutkan dalam 50 ml methanol P,
saring, filtrat memenuhi uji identifikasi secara
kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak
campuran diklometana P-metanol P (4:1).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Disolusi : media disolusi : 900 ml larutan dapar pospat pH 5,8
alat tipe 2 : 50 4pm
waktu : 30 menit

2. Metode Pembuatan Tablet Parasetamol


Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan metode cetak langsung dan
metode granulasi. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel
dengan cara melekatkan partikel-partikel sehingga bergabung dan membentuk
19

ukuran yang lebih besar. Metode granulasi ini terdiri dua metode yaitu metode
granulasi basah dan metode granulasi kering.Parasetamol mempunyai sifat alir
dan kompresibilitas yang jelek, sehingga digunakan metode granulasi basah
untuk memperbaiki sifat alir dan kompresibilitasnya (Normayanti, 2007:1).
Metode yang digunakan pada tablet parasetamol yaitu dengan metode
granulasi basah. Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada
suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan
pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul (Siregar dan
Wikarsa, 2010:193).
3. Metode Analisis Parasetamol
Ada dua sumber untuk dapat mengidentifikasi parasetamol, yaitu:
1. Menurut Rohman (2012), parasetamol dapat ditentukan kadarnya dengan
beberapa metode berikut:
a. Metode Titrimetri, ada 2 cara dalam metode titrimetri yang dapat
menganalisis parasetamol :
1) Diazotisasi
Sejumah tertentu serbuk tablet yang setara kurang lebih 500 mg
parasetamol ditimbang secara seksama dan di refluks selama 1 jam dengan 30
ml asam sulfat 10% (b/b). larutan dipindahkan dengan bantuan sejumlah air ke
dalam labu titrasi yang sesuai, lalu ditambahkan dengan 10 ml HCl pekat.
Suhu larutan diatur 150C, lalu natrium nitrit 0,1 N ditambahkan tetes demi
tetes dengan penggojokan secara terus menerus. Ketika mendekati titik akhir
titrasi, penambahan lanjutan titran dilakukan setelah diuji dengan indicator
kertas kanji-iodida yang menunjukkan bahwa reaksi yang disebabkan oleh
penambahan sebelumnya adalah sempurna. TAT tercapai jika muncul warna
biru segera pada kertas kanji-iodida setelah penambahan satu tetes titran
(Rohman, 2015: 13).
2) Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin
Sebanyak 20 tablet ditimbang secara seksama lalu digerus halus. Sejumlah
serbuk tablet yang setara dengan 150 mg parasetamol ditimbang secara
seksama lalu dilarutkan dalam 50 ml asam asetat 10% dalam air dan disaring
dengan kertas Whatman nomer 41. Residu dicuci 5 kali dengan asam asetat
20

10% dalam air. Filtrate dan hasil cucian yang terkumpul diencerkan sampai
250,0 ml. Parasetamol murni (±150 mg) juga disiapkan dalam larutan asam
asetat 10% dalam air. Sebagai indikator digunakan larutan Amaranth 0,2 %
dalam etanol. Sebanyak 5-15 ml volume sampel yang kan diukur ditambah
dengan 2 tetes indikator Amaranth 0,2%, lalu dititrasi dengan baku DBH.
Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna merah jingga (pink).
Kadar parasetamol dalam sampel yang dititrasi dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Berat parsetamol (mg) = M x V x N
n
M = berat molekul parasetamol
V = volume larutan baku DBH
N = normalitas larutan DBH
n = bilangan ekivalen (valensi )yang besarnya 4
b. Metode Spektrofotometri UV
Cara penetapan kadar: sebanyak 100 mg parasetamol ditimbang secara
seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar
100 ml dan ditambah etanol sampai batas tanda. Sebanyak 0,5 ml larutan
diatas diambil dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml, dan ditambah etanol
sampai batas tanda. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 249 nm terhadpa blanko yang berisi etanol sehingga akan
didapatkan absorbansi larutan baku (Ab). Untuk sampel dilakukan hal yang
sama sehingga didapatkan absorbansi sampel (As). Untuk perhitungan kadar
sampel digunakan rumus berikut ini :

Kadar Parasetamol =As x konsentrasi baku x faktor pengenceran


Ab

1. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, penetapan kadar parasetamol dapat


dilakukan dengan menggunakan metode spektrovotometer UV, timbang
seksama jumlah serbuk tablet setara dengan 150 mg, tambahkan 50 ml
natrium hidroksida0,1 N, encerkan dengan 100 ml air, kocok selama 15 menit,
tambahkan air secukupnya hingga 20,0 ml, campur, saring. Encerkan 10,0 ml
21

filtrat dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. pada 10,0 ml natrium
hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. ukur
serapan-1 cm larutan pada maksimum lebih kurang 257 nm. A (1%, 1 cm)
pada maksimum lebih kurang 257 nm adalah 715.
2. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, penetapan kadar parasetamol dapat
dilakukan dengan menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi). Pada fase gerak dibuat campuran air-metanol P (3:1), saring dan
awaudarkan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut kesesuaian sistem
seperti yang tertera pada kromatografi. Pembuatan larutan baku, timbang dan
serbukkan tidak kurang dari 20 tablet setara dengan lebih kurang 100 mg
parasetamol, masukkan dalam labu tentukur 200-ml, tambahkan lebih kurang
100 ml fase gerak sampai tanda. Pipet 5 ml larutan kedalam labu terukur 250-
ml, encerkan dengan fase gerak smapai tanda. Saring larutan melalui
penyaring dengan porositas 0,5 μm atau lebih halus, buang 10 ml filtrate
pertama. Gunakan filtrate sebagai larutan uji. Pada sistem kromatografi
lakukan seperti yang tertera pada kromatografi. KCKT dilengkapi dengan
detector 243 nm dan kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L1. Laju
aliran lebih kurang 1,5 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan
baku, rekam renpons puncak seperti yang tertera pada prosdur: efisiensi kolom
tidak kurang dari 2 dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2,0%. Prosedur suntikan secara terpisah sejumlah volume yang
sama (lebih kurang 10 μl) larutan baku dan larutan uji kedalam kromatograf.
Rekam kromatogram, ukur resons puncak utama. Hitung jumlah dalam mg
C8,H9NO2 dalam serbuk tablet yang digunakan dengan rumus:

10.000

C adalah kadar parasetamol BPFI dalam mg per ml larutan baku; ru -


dan rs berturut-turut adalah resnpons puncak dari larutan uji dan larutan baku.
(KemenKes, 2014 :1001)
22

D. Spektofotometri
1. Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah pengukuran pengabsorpsian energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002: 382).
Metode spektrofotometri UV digunakan untuk menetapkan kadar senyawa
obat (Gandjar, 2007: 245), dan dapat digunakan rumus Hukum Lambert-Beer,
yaitu :
A = abc
Yang mana :
A = Absorban
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi (c), ataupun tebal kuvet (b) yang menenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang
gelombang radiasi. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang
diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan
konsentrasi larutan. Batasan dalam Hukum Lambert-Beer yaitu sinar yang
digunakan dianggap monokromatsi, penyerapan terjadi di dalam suatu volume
yang mempunyai penampang luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam
larutan tersebut tidak tergantung pada senyawa lain, tidak terjadi fluoresensi,
serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Day, 2002: 240-
243).
Persamaan kurva kalibrasi merupakan hubungan antara sumbu x dan
sumbu y, yang dimana sumbu x merupakan konsentrasi yang diperoleh
sedangkan sumbu y merupakan absorbansi yang diperoleh dari hasil
pengukuran. Sehingga didapat persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi
yang diperoleh adalah y = a + bx. Dengan harga kolerasi mendekati 1 yang
berarti menyatakan hubungan yang linier antara konsentrasi dengan serapan
yang dihasilkan (Uno, Sri, & Astuty, 2015).
23

2. Pengertian Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur sampel pada
suatu panjang gelombang.Alat analisis spektrofotometri disebut
spektrofotometer, yang dapat digunakan untuk analisis kimia secara
kuantitatif. Metode yang umum digunakan pada spektrofotometri adalah
spektrofotometri UV-vis (Kedua, 2013).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer
UV-Vis.Tahapan-tahapan yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis.Hal ini perlu
dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut.
Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan pereaksi tertentu.
b. Waktu operasional (operating time). Cara ini biasa digunakan untuk
pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk
mengetahui waktu penguuran yang stabil. Waktu operasinal ditentukan
dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi
larutan.
c. Pemilihan panjang gelombang. Panjang gelombang yang digunakan untuk
analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi
maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari
suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
d. Pembuatan kurva baku. Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis
dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x).
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan. Absorban yang terbaca pada
spektrofotometri hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika
dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa
kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan foto-
metrik). (Gandjar, 2012: 252-256)
24

3. Komponen-komponen Spektrofotometer UV-Vis (Gandjar, 2012: 2261-162) :

Gambar 2.7
Komponen-komponen spektrovotometri UV-Vis

- Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah


UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen
kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visible (pada panjang
gelombang antara 350-900 nm).
- Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih
oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran
panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrument
melewati spektrum.
- Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga
sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam
spektrofotometer berkas ganja (double beam), suatu larutan blanko dapat
digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan
sampel atau pereaksi.
25

4. Pelarut
Pelarut yang digunakan tidak hanya harus melarutkan sampel, tetapi
juga tidak boleh juga menyerap cukup banyak daerah dimana penetapan itu
dibuat. Air merupakan pelarut yang bagus sekali dalam termbus cahaya
diseluruh daerah tampak dan turun sampai panjang gelombang sekitar 200
nm di daerah ultraviolet. Tetapi air juga menjadi pelarutyang jelek bagi
senyawa organik, lazimnya pelarut organik digunakan pelarut seperti
hidrokarbon alifatik, methanol, etanol, dan dietil eter. Titik batas transparasi
dalam daerah ultraviolet dari sejumlah pelarut dipaparkan dalam tabel 2.2
(Day, 2002: 415-416).
Tabel 2.2
Pelarut-pelarut untuk daerah Ultraviolet dan Cahaya Tampak

Pelarut Perkiraan Pelarut Perkiraan


Transparansi Transparansi
Minimum, nm Minimum, nm
Air 190 Kloroform 250
Methanol 210 Karbon 265
Tetraklorida
Sikloheksana 210 Benzena 280
Heksana 210 Toluena 285
Dietil Eter 220 Piridina 305
p-dioksana 220 Aseton 330
Etanol 220 Karbon 380
Disulfida

5. Panjang Gelombang
Penetapan secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan
larutan zat dalam pelarut dan panjang gelombang tertentu. Pengukuran
serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum dan
umunya lebih dicantumkan pada monografi. Kerena letak serapan maksimum
dapat berbeda jika digunakan alat yang berbeda, maka sebaiknya pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh
dengan alat yang digunakan asalkan panjang gelombang yang diperoleh tidak
berbeda lebih dari ± 0,5 nm pada daerah 240 nm – 280 nm, tidak lebih dari ±
1 nm pada daerah 280 mn- 320 nm, serta tidak lebih dari ± 2 nm diatas 320
nm, dari panjang gelombang yang ditentukan (Depkes RI, 1979: 773).
26

D. Kerangka Teori

Tablet

Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet


Kempa Cetak Kunyah Efervesen Hisap Sublingual

Tablet
Parasetamol

Evaluasi Tablet
Parasetamol

1. Keseragaman Bobot
2. Keseragaman Ukuran
3. Kekerasan
4. Friabilitas
5. Waktu Hancur
6. Disolusi
7. Penetapan Kadar

Gambar 2.7 Kerangka Teori


(Sumber : Farmakope edisi III dan V)
27

E. Kerangka Konsep

Tablet parasetamol generik dan


merk dagang yang beredar di
beberapa apotek Wilayah
Kecamatan Kotabumi Selatan

Uji Waktu Hancur Uji Disolusi

Metode Spektrofotometri
UV-Vis

Gambar 2.8 Kerangka Konsep


28

F. Definisi Operasional

Tabel 2.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1. Waktu Waktu yang Disintegrat Diambil tablet Persyaratan :
Hancur dibutuhkan ion tester dimasukkan untuk tablet tidak
sejumlah tablet pada masing bersalut, waktu
untuk hancur masing tabung hancur tablet tidak
menjadi granul dan lebih dari 15 Ordinal
atau partikel dimasukkan air menit. Bila 1
penyusunnya yang bersuhu tablet atau 2 tablet
mampu melewati 37±20C ke tidak hancur
ayakan no. 10 dalam beaker sempurna ulangi
yang terdapat glass pengujian dengan
dibagian bawah kemudian alat 12 tablet lainnya;
alat uji,kemudian dijalankan tidak kurang 16
hasil pengukuran dari 18 tablet yang
dibandingkan diuji harus hancur
dengan semua
persyaratan waktu
hancur menurut
Farmakope 1 = Memenuhi
Indonesia edisi III Syarat
0 = Tidak
Memenuhi
Syarat

2. Sediaan Proses lepas nya Dissolution Diambil tablet Persyaratan :


tablet yang kandungan obat tester dimasukan dalam waktu
memenuhi dari tablet menjadi kedalam 30menit harus
kecepatan granul sampai masing-masing larut tidak kurang
disolusi obat memberikan tabung yang dari 80% (Q)
efek di dalam berisi air C8H9NO2dari
tubuh, kemudian dengan suhu jumlah yang Ordinal
hasil pengukuran 37°C ± 0,5°C. tertera pada etiket
dubandingkan Dalam waktu
dengan 30menit harus
persyaratan uji larut tidak 1 = Memenuhi
disolusi menurut kurang dari Syarat
farmakope V 80% 0 = Tidak
Memenuhi
Syarat

Anda mungkin juga menyukai