Thema :
Diseminasi Informasi Kesehatan Tentang Tuberculosis (TBC)
di Kelurahan Belo Kota Kupang, dalam upaya Pemberdayaan Masyarakat untuk
menanggulangi masalah Kesehatan yang terjadi di masyarakat
Oleh :
Menyetujui,
Wadir I Pascasarjana Undana
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana karna
kasih dan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal kegiatan
diseminasi informasi kesehatan ini dengan baik. Adapun tujuan utama yang diharapkan dari
kegiatan ini adalah masyarakat, terkhususnya siswa Karang Taruna Kelurahan Belo Kota
Kupang Provinsi NTT, lebih memahami tentang berbagai masalah kesehatan yang dapat
terjadi dan dihadapi pada usia remaja untuk kemudian dapat memiliki kemauan dan
kemampuan dalam mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut.
Penulis tak lupa menyampaikan ucapan terimakasih kepada Direktur Pascasarjana,
Ketua Prodi IKM Pascasarjana yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
melaksanakan kegiatan dimaksud. Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat memohon masukan saran dan
tanggapan sampai pada tingkat penyusunan pelaporan ini kedepan nanti. Akhir kata, semoga
isi pelaporan ini dapat berguna teristimewa bagi para pemuda Karang Taruna Kelurahan
Belo Kota Kupang, Provinsi NTT.
Ketua
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.2 Perjalanan Penyakit Tuberkulosis..............................................................................................10
1.2.1 Patogenesis Tuberkulosis......................................................................................................12
1.2.4 Gejala Tb Paru......................................................................................................................17
1.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis........................................................................................................21
Tujuan Kegiatan..................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................27
3
PENDAHULUAN
Remaja merupakan salah satu fase dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan
masa transisi dari usia anak-anak ke dewasa. Batasan remaja menurut BKKBN adalah usia
12-24 tahun dan belum menikah, dan merupakan kelompok penduduk Indonesia dengan
jumlah yang cukup besar (hampir 20% dari jumlah penduduk) (Kemenkes RI, 2015). Pada
masa remaja terjadi pertumbuhan yang cepat, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik,
psikis dan perkembangan organ-organ reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas remaja.
Masa remaja merupakan masa yang sangat berharga jika mereka berada dalam kondisi
kesehatan fisik, psikis, dan pendidikan yang baik serta seringkali dianggap sebagai periode
hidup yang paling sehat.
Bagaimanapun remaja bukanlah kelompok masyarakat yang tidak menghadapi
masalah kesehatan. Remaja menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait dengan
perubahan fisik, kecukupan gizi, perkembangan psikososial, emosi dan kecerdasan yang
akhirnya menimbulkan konflik dalam dirinya yang kemudian mempengaruhi kesehatannya.
Perilaku berisiko yang dijalani akibat tidak tepatnya keputusan yang diambil pada masa
remaja yang labil menghadapkan remaja kepada masalah kesehatan.
Berbagai masalah kesehatan dapat ditemukan pada remaja di Indonesia. Masalah
kesehatan tersebut diantaranya: kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, penyakit malaria,
TBC, DBD, diare, stunting, thypus abdominalis, IMS, masalah gizi (gizi kurang dan gizi
lebih), penyalahgunaan Napza, perilaku seks bebas, kenakalan remaja, dan berbagai masalah
perilaku lainnya seperti hygiene perorangan, perilaku jajan serta penggunaan media sosial
yang tidak terkontrol di kalangan remaja (Margaretha, 2012). Selain itu, kematian pada usia
muda sering terjadi akibat kecelakaan, kekerasan, percobaan bunuh diri, kehamilan yang
mengalami komplikasi dan penyakit lainnya yang sesungguhnya dapat dicegah atau diobati.
TB-paru adalah penyakit yang ditakuti oleh masyarakat, karena penyakit ini masih
terus mewabah diseluruh dunia. Setiap tahunnya muncul penderita baru, dan sekitar dua juta
penderita meninggal setiap tahun. Penularan penyakit terus berlangsung dengan cepat, dan
terbanyak penderitanya adalah usia produktif kerja antara umur 15-55 tahun, masalah ini
terjadi karena umumnya seseorang yang tertular kuman tuberculosis belum tentu menjadi
sakit TB, hal ini karena kuman tuberculosis dapat menjadi tidak aktif (dormant), selama
bertahun-tahun karena kuman dapat membentuk dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal
4
didalam jaringan paru. Hal ini sering menyebabkan seseorang tidak merasakan kelainan pada
awal kuman berada didalam tubuhnya.
Penyuluhan kepada siswa-siswi sekolah tentang bahaya penyakit tuberculosis belum
banyak dilakukan, mengingat penyakit tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di masyarakat dan mudah menular, sedangkan proteksi penyakit melalui imunisasi
hanya sampai usia < 15 tahun, oleh sebab itu pengetahuan tentang penularan penyakit TBC
perlu dan baik dilakukan pada siswa Karang Taruna Kelurahan Belo Kupang NTT agar
mereka mengerti cara menjaga diri serta mengetahui bahaya penularan penyakit TBC paru.
Untuk mengetahui apakah siswa-siswi mengerti bahaya penyakit tuberculosis, maka
dilakukan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang penyakit
TBC melalui penyuluhan untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan angka penularan
TBC di antara siswa Karang Taruna Kelurahan Belo Kupang NTT.
Selain untuk meningkatkan pengetahuan siswa-siswa tentang penyakit tuberculosis,
pemberian pembelajaran melalui penyuluhan adalah salah satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang TBC. Peningkatan pengetahuan dapat terjadi apabila siswa/siswi
dilibatkan dalam pengalaman belajar, dan keterlibatan dalam pembelajaran yang berarti akan
menuntut siswa/siswi berpartisipasi dalam membuat keputusan sepanjang mereka dalam
proses pembelajaran,dalam hal ini perlu dukungan dan partisipasi guru didik serta peneliti
untuk mengembangkan pengetahuan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan, terutama ilmu
pengetahuan tentang penyakit TB-paru sebagai penyakit menular yang banyak ditemukan di
masyarakat
Menurut laporan WHO penderita TB yang sudah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis pada tahun 1995 sebesar 9 juta orang, dari data tersebut terdapat sebesar 3 juta
orang mengalami kematian di usia produktif mereka,serta terbanyak dari yang mengalami
kematian adalah kelompok masyarakat miskin dan rendah pendidikan dengan besaran
kasusnya adalah 75% berada di negara berkembang diantaranya adalah Indonesia.
Tingginya kematian akibat penyakit ini menjadi permasalahan besar dan akan
mengakibatkan kerugian. Jika diperkirakan terhadap seorang pasien dewasa penderita TB-
paru yang baru terserang kuman tuberculosis, selama masa waktu mulai sakit hingga
pengobatannya akan mengalami kehilangan rata-rata waktu kerja dan aktifitasnya selama 3
sampai 6 bulan, hal ini akan mengurangi waktu aktifitasnya setiap tahun selama waktu sakit,
terutama keluarga dan rumah tangganya akan berkurang pendapatan tahunannya. Menurut
perkiraan ahli ekonomi, penderita tuberculosis yang ditemukan sekitar 20% hingga >30%
akan mengalami berisiko kemiskinan apabila terjadi kematian, karena akan mengakibatkan
5
kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun, oleh karena itu penyakit ini selain merugikan secara
ekonomis, juga berdampak buruk secara sosial yang disertai dengan stigma bahkan dapat
dikucilkan apabila diketahui menderita Tuberculosis paru
Penyuluhan penyakit tuberculosis serta akibatnya pada manusia, perlu disampaikan
kepada generasi muda mengingat besarnya kasus penyakit ini setiap tahun terus bertambah.
Pembelajaran dari sekolah umumnya tidak diperoleh tentang penyakit tuberculosis.
Pemberian ilmu pengetahuan tentang penyakit TB-paru perlu disampaikan secara bertahap di
sekolah, agar nantinya siswa/siswi dapat menghindari dan menjaga diri agar tidak tertular
oleh penyakit menular tuberculosis
Terbatasnya informasi dan kurangnya pendidikan mengenai kesehatan dan
permasalahannya yang dapat dihadapi oleh remaja di bangku sekolah dapat menyebabkan
remaja berperilaku negative yang berdampak buruk bagi kesehatan. Oleh karenanya,
pelayanan kesehatan remaja sesuai permasalahannya yang lebih intensif pada aspek promotif
dan preventif merupakan salah satu strategi yang penting dalam mengupayakan kesehatan
yang optimal bagi remaja. Pemberian informasi dan edukasi melalui kegiatan diseminasi
informasi kesehatan pada remaja diharapkan dapat mendorong remaja untuk berperilaku
positif dan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya.
Pencegahan terhadap terjadinya gangguan kesehatan pada remaja memerlukan
pengertian dan perhatian dari lingkungan baik orangtua, guru, teman sebayanya, dan juga
pihak terkait agar mereka dapat melalui masa transisi dari kanak menjadi dewasa dengan
baik. Melindungi remaja dari masalah kesehatan dan mempromosikan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) sangat penting untuk masa depan remaja dan masa depan bangsa dan
negara dan bangsa. Hal ini dikarenakan remaja merupakan calon pemimpin dan pengerak
pembangunan di masa depan
6
Materi Kegiatan Diseminasi Informasi Kesehatan
Persiapan penyusunan materi pengabdian ini diawali dengan menganalisis materi
yang akan diberikan, mengidentifikasi masalah kesehatan di lokasi kegiatan, dan
mengidentifikasi upaya promotif dan preventif yang dapat diusulkan untuk dipertimbangkan
oleh pihak Sekolah, Puskesmas dan Masyarakat sekitar.
Adapun gambaran materi kegiatan dapat dilihat dibawah ini:
7
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat dan selanjutnya menerima
akibat yang harus ditanggung seumur hidupnya dalam berbagai bentuk masalah kesehatan
fisik dan psikososial.
Berikut beberapa alasan perlunya program kesehatan remaja (Ali, 2010):
a. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang;
b. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi;
c. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia;
d. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial.
8
(38%); dipaksa oleh pasangannya (12,6%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah
karena penasaran atau rasa ingin tahu (57,5%).
h. Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami KTD, 60% di
antaranya mengalami atau melakukan aborsi.
Terkait dengan informasi mengenai aborsi, pada laporan Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2012 ditemukan bahwa persentase remaja yang
mengetahui ada orang yang melakukan praktek aborsi cenderung meningkatkan bila
dibandingkan dengan tahun 2007. Di sisi lain, dukungan terhadap praktek aborsi pun turut
meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2011) terhadap remaja Indonesia
menemukan bahwa 12,5 persen remaja yang tidak memiliki pemahaman tentang kespro
menyetujui praktek aborsi.
Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2009 dilaporkan melalui laporan triwulan
Direktorat jendral pengendalian penyakit dan pengendalian lingkungan (Ditjen P2PL, 2009),
sebagai berikut:
a. Persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan: Cara penularan: pengguna jarum suntik:
42%; heteroseksual: 48,4%; homoseksual: 3,7%.
b. Kelompok usia: 15-19 tahun: 3,08%; 20-29 tahun: 50,5%.
c. Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia berdasarkan jenis
kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak diketahui: 0,7%.
d. Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia berdasarkan
golongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 20-29 tahun: 64,7%.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013):
a. Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur >15 tahun
sebesar 36,3%, lelaki 64,9%; dan perempuan: 2.1 %. Jika kebiasaan merokok ini dibagi
menurut karakteristik usia responden, didapatkan data bahwa pada usia 10-14 tahun:
1,4%; usia 15-24 tahun: 17,3%.
b. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas
menurut karakteristik responden 15-24 tahun adalah: 7,8%
c. Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 26,4%; 15-24 tahun: 18,4%.
d. Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik responden usia 15-24 tahun
adalah 11.7%, dengan penyebab cedera karena kecelakaan sepeda motor 67.4% (laki-
laki: 44,6%).
9
e. Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia <10 tahun menurut karakteristik usia:
10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin
lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.
f. Persentase remaja wanita yang menikah pertama kali pada usia <15 tahun sebesar 2.6%
dan 23,9% pada kelompok umur 15-19 tahun
g. Persentase kehamilan pada usia <15 tahun terutama terjadi di daerah pedesaan (0.03%),
dan yang terjadi pada usia 15-19 tahun sebesar 1.97%
Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas
merupakan hasil akhir dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai
moral yang dianut, serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang turut memengaruhi. Sebagai
contoh perilaku seks pra nikah akan menyebabkan kehamilan dan persalinan dengan
komplikasi, bayi yang dilahirkan dengan komplikasi, atau mengakibatkan KTD yang dapat
menimbulkan kejadian aborsi yang menyebabkan kematian. Demikian halnya dengan
penyalahgunaan napza yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi HIV yang selanjutnya
menjadi AIDS dan akhirnya mengakibatkan kematian. Secara tidak langsung masalah
kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia (human
development) di Indonesia, dan pencapaian pembangunan tujuan Sustainability Development
Goals (SDGs) 2030.
Persiapan penyusunan materi pengabdian ini diawali dengan menganalisis materi
perkuliahan, mengidentifikasi masalah kesehatan lingkungan wilayah kegiatan, dan
mengidentifikasi langkah kuratif dalam menangani masalah yang ditimbulkan serta upaya
preventif yang dapat diusulkan untuk dipertimbangkan oleh pihak Puskesmas dan Masyarakat
sekitar.
Adapun cuplikan materi – materi dapat dilihat dibawah ini :
1.2 PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi da
pat juga mengenai organ tubuh lainnya.
a. Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
10
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentu
k percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3
000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 pendud
uk
terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
c. Risiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata- rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setia
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang memp
engaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalahdaya tahan tubuh
yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi s
akit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuhs
eluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunisti
11
c), sepertituberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah b
ahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV men
ingkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarak
at akan meningkat pula.
1.2.1 PATOGENESIS TUBERKULOSIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukuranny
a yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus pri
mer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru b
awah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sed
angkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kel
enjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang
meradang (limfangitis). Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan 50% mening
gal 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 25% menjadi kasus k
ronis yang tetap menular.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kom
pleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
12
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya be
rlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2- 12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 -
10, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu
minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler te
lah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dim
usnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
13
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara
ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB.
ini dapat pneumonitis ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi. Dan biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fobrosis
atau klasifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
biasanya kesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidu
p dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
14
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang
terjadi adalah protracted hematogenicspread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu
fokus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman
TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran
tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1
tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk
dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan
TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB
milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar
regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru
kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru
kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami
resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja
dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal
biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
15
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
16
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC
paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.
1.2.4 GEJALA TB PARU
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 23 minggu a
tau leh. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah,sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit
paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk
menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan untuk penegakan diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untukmengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
17
P(Pagi):Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di UPK
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
18
Diagnosa TB Paru pada remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA m
elalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan l
ain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunj
ang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksa
an
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada ko
ndisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi seba
gai
berikut:
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru
BTA positif. (lihat bagan alur di lampiran 2).
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan se
telah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). Pasien tersebut diduga
mengalami
komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perik
arditis
mengalami menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
19
Diagnosis TB Ekstra Paru
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya
kaku kuduk padameningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuri
tis), pembesaran kelenjar limfesuperfisialis pada limfadenitis TB da
n deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dap
at ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan m
enyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung p
ada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat diagnostik, m
isalnyauji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,
dan lain-lain
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–
4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut
dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin sema
kin
kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mant
oux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ ba
gian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian
uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari
20
pembengkakan (indurasi) yang terjadi: Pembengkakan (Indurasi) : 0–
4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi mycobacterium tuberculosis. Pembengkakan
(Indurasi) : 5-9 mm, uji mantoux meragukan
teknik, reaksi Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. silang dengan Arti kli
nis : sedang
atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
1.2.5 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis
oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari
3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat
diperlukan untuk:
21
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mence
gah
timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkat
kan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasu
k pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalny
a
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulan
g, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, :
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan
gambaran tuberkulosisc)
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pa
da
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
22
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis)
c.) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
C. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberap
a
tipe pasien, yaitu:
1. Kasus Baru
23
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah
pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lai
n untuk
melanjutkan pengobatannya.
3. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelom
pok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan m
asih BTA posif setelah selesai pengobatan ulangan
24
Tujuan Kegiatan
Secara umum kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk mengarahkan sasaran (siswa
Karang Taruna Kelurahan Belo) untuk :
1. Melakukan tindakan pencegahan terhadap peluang munculnya masalah kesehatan pada
remaja khususnya penyakit TB paru
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang TB Paru bagi kesehatan remaja
3. Memberdayakan siswa remaja sehingga tindakan pencegahan terhadap penularan
penyakit TB Paru dapat terlaksana dengan baik
4. Mendukung program pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan
remaja
Kompetensi Umum : Siswa remaja mampu untuk mengidentifikasi dan menguraikan
mengenai Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberculosis (TBC) dalam
Menurunkan Angka Penularan Penyakit dan Meningkatkan Derajad
Kesehatan Siswa Karang Taruna Kelurahan Belo Kota Kupang,
Provinsi NTT beserta dampaknya yang dapat dialami oleh remaja dan
memahami dengan baik cara pencegahan dan penanganan Penyakit
Tuberculosis (TBC) dalam Menurunkan Angka Penularan Penyakit
dan Meningkatkan Derajad Kesehatan Siswa Karang Taruna
Kelurahan Belo Kota Kupang, Provinsi NTT
Kompetensi Khusus :
Remaja mampu untuk :
1. Mengidentifikasi Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberculosis (TBC) dalam Menurunkan
Angka Penularan Penyakit dan Meningkatkan Derajad Kesehatan Siswa Karang Taruna
Kelurahan Belo Kota Kupang, Provinsi NTT yang dapat dialami pada usia remaja
2. Mengidentifikasi sumber atau penyebab dari Pengetahuan Tentang Penyakit
Tuberculosis (TBC) dalam Menurunkan Angka Penularan Penyakit dan Meningkatkan
Derajad Kesehatan Siswa Karang Taruna Kelurahan Belo Kota Kupang, Provinsi NTT
Memahami dampak dari masalah kesehatan tersebut terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya di usia remaja
3. Mengetahui solusi dalam bentuk tindakan pencegahan dan penangan yang tepat terhadap
Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberculosis (TBC) dalam Menurunkan Angka
Penularan Penyakit dan Meningkatkan Derajad Kesehatan Siswa Karang Taruna
Kelurahan Belo Kota Kupang, Provinsi NTT yang dapat terjadi pada usia remaja.
25
Metode Kegiatan Pengabdian
Pelaksanaan pengumpulan data dalam kegiatan diseminasi informasi kesehatan ini
menggunakan jenis Eksplorasi dengan kombinasi rancangan Observasi dan Crosscectional
Study. Dimana semua data dikumpulkan dalam satu waktu pengumpulan data disertai dengan
pengamatan lapangan dan pencatatan. Selanjutnya dilakukan penyuluhan yang disertai
dengan bentuk evaluasi pre dan post test untuk mengukur perubahan sikap siswa Karang
Taruna Kelurahan Belo tentang materi penyuluhan masalah kesehatan pada remaja.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2010. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi
Aksara
BKKBN. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BKKBN
BPS dan Macro International. 2013. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
(SKRRI) 2012 (Adolescent Reproductive Health). Jakarta: BPS dan Macro International
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB AnakDepkes IDAI.
2008
Girsang M, dkk 2012. Pemberdayaan Anak Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Upaya
Pengenalan Tuberculosis Paru di Kabupaten Bandung Barat. Buletin Penelitian Kesehatan,
Vol. 40, No. 4, 2012: 181 - 189
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama. Departemen Kesehatan Republik Indo
nesia. 2007.
Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public Health. Tuberculosis Coal
ition for Technical Assistance (TBCTA). 2006
27
Lampiran Susunan Acara
SUSUNAN ACARA
1. Salam Pembuka : MC
Penyampaian Materi
1. TBC : Kel. 1
2. DBD : Kel. 2
09.10 – 10.10
3. HIV/AIDS & CORONA : Kel. 3
10.10 – 10. 30 Diskusi
- Penyerahan Cinderamata
- Dokumentasi bersama
28