Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Riset Industri Vol. V, No.

2, 2011, Hal 121-130

PEMBERLAKUAN SNI SECARA WAJIB DI SEKTOR INDUSTRI:


EFEKTIFITAS DAN BERBAGAI ASPEK DALAM PENERAPANNYA
MANDATORY APPLICATION OF SNI IN INDUSTRIAL SECTOR:
EFFECTIVITY AND ASPECTS IN ITS IMPLEMENTATION
Eddy Herjanto
BPKIMI-Kemenperin
eddy-bppi@kemenperin.go.id

ABSTRAK

Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang dapat melindungi kepentingan konsumen
nasional dan sekaligus produsen dalam negeri. Melalui regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat
dicegah beredarnya barang-barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya yang terkait dengan
kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Melalui instrumen yang sama,
dapat dicegah masuknya barang-barang impor bermutu rendah yang mendistorsi pasar dalam negeri karena
berharga rendah.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pemberlakuan SNI Wajib sebagai masukan bagi
pengambil kebijakan dalam rangka menyempurnakan tercapainya sasaran regulasi teknis terkait. Penelitian
dilakukan terhadap 447 perusahaan SNI Wajib yang tersebar di 22 propinsi di Indonesia. Data diperoleh pada
akhir tahun 2009 melalui survei dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SNI Wajib sudah cukup efektif diterapkan, namun masih memerlukan
banyak peningkatan. Hal ini antara lain ditandai dengan masih rendahnya validitas kepemilikan SPPT SNI yang
hanya mencapai 55,05%. Sebanyak 79,3% telah menerapkan sistem manajemen mutu, namun sekitar 46,9%
masih menggunakan Pedoman BSN 10 dalam manajemen mutunya dan belum menerapkan ISO 9001 sebagai
sistem manajemen mutu yang diakui internasional. Daya dukung LSPro dan Laboratorium Uji dalam fungsi
penilaian kesesuaian dianggap cukup efektif, seperti disebutkan oleh sekitar 75% responden. Sementara,
hambatan utama yang dihadapi produsen dalam penerapan SNI wajib ialah ketidaksiapan SDM, disusul oleh
kesulitan dalam mengkalibrasi peralatan, distorsi produk substandar, biaya pengujian/sertifikasi yang relatif
mahal, dan kepedulian konsumen yang masih rendah.
Kata kunci: regulasi teknis, SNI Wajib, industri, efektifitas.

ABSTRACT

Standardization is one of the instruments of technical regulations that can protect the interests of
consumers nationwide and as well as domestic producers. Through technical regulations based on
standardization can be prevented circulation of goods that are not qualified in the domestic market,
especially related to health, safety, security, and environment conservation. Through the same
instrument, can be prevented the entry of imported goods of low quality which distort the domestic
market because of low-priced.
The purpose of this study to determine the extent to which the effectiveness of the implementation of
Mandatory SNI as input for policy makers in order to enhance the achievement of targets related
technical regulations. Research conducted on 447 companies Mandatory SNI scattered in 22
provinces in Indonesia. Data obtained at the end of 2009 through surveys and interviews.
The results indicate that Mandatory SNI has been sufficiently effective applied, however, there are still
need improvement. This is partly characterized by low validity SPPT ownership which only reaches
55.05%. As much as 79.3% have implemented a quality management system, but about 46.9% still
use the BSN Guide 10 in quality management, the later companies have not been implemented ISO
9001 as recognized internationally quality management system. Carrying capacity of the LSPro and
Testing Laboratory in the conformity assessment functions are considered quite effective, as have
been stated by 75% of the responden. Meanwhile, the main obstacles facing manufacturers in the
application of SNI is the unpreparedness of human resources, followed by difficulties in calibrating the
equipment, market distortion of substandard products, cost of testing / certification is relatively
expensive, and consumer awareness which is still low.
Keywords: technical regulations, mandatory SNI, industry, effectiveness.

121
Pemberlakuan SNI Secara Wajib……….(Eddy Herjanto)

PENDAHULUAN pendidikan/ pelatihan. Penerapan SNI perlu


terus digalakkan baik oleh pemerintah
Sebagai salah satu upaya perlindungan maupun pihak terkait lainnya sehingga mutu
terhadap industri dalam negeri sekaligus produk di Indonesia semakin baik dan
perlindungan terhadap konsumen pengguna masyarakat terlindungi.
produk, pemerintah Indonesia mengeluarkan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
regulasi teknis berupa pemberlakuan keefektifan regulasi teknis melalui penerapan
penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI secara wajib, khususnya untuk produk di
secara wajib. Produk terkait selanjutnya bawah pembinaan kementerian Perindustrian.
disebut sebagai produk SNI Wajib.
Pemberlakuan SNI secara wajib berarti PERKEMBANGAN STANDAR DI BIDANG
semua produk SNI terkait yang dipasarkan INDUSTRI
di Indonesia harus memenuhi persyaratan
SNI, baik itu berasal dari produksi dalam
negeri maupun impor. Pembuktian atas Industri nasional hingga saat ini telah
kesesuaian terhadap persyaratan SNI mampu memproduksi berbagai jenis produk
dilakukan melalui mekanisme Sertifikasi sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri
Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT- maupun luar negeri. Industri nasional
SNI). Sertifikat dikeluarkan oleh Lembaga bersama-sama dengan pemerintah dan
Sertifikasi Produk (LSPro) yang telah masyarakat tetap harus memacu diri untuk
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. meningkatkan mutu produk yang dihasilkan.
Peranan mutu menjadi sangat penting dan
Pengamatan Badan Standardisasi Nasional
akan sangat menonjol di masa depan karena
(BSN) tahun 2006 memberikan gambaran
keterkaitan perekonomian Indonesia terhadap
bahwa hanya 19,6% SNI yang diduga
perekonomian global akan semakin kuat, yang
digunakan di pasar (Eddy Herjanto, 2006).
dengan sendirinya dituntut untuk mengikuti dan
Hal ini mengindikasikan bahwa SNI belum
mematuhi standar internasional dan
bisa diterima secara efektif oleh kalangan
persyaratan masing-masing negara.
industri. Selain itu sering ditemukan produk
bertanda SNI yang mutunya tidak sesuai Tak elak bahwa globalisasi perdagangan
dengan persyaratan SNI. Sebagai contoh, juga membawa konsekuensi masuknya
banyak terjadi kebakaran yang disebabkan produk-produk asing ke dalam negeri. Untuk
oleh penggunaan kabel yang tidak mencegah masuknya produk-produk yang
berkualitas, bangunan yang runtuh karena bermutu rendah, pemerintah Indonesia
tidak didukung oleh besi beton yang menerapkan regulasi teknis dengan
berkualitas, dan kecelakaan mobil yang memberlakukan penerapan beberapa SNI
terjadi karena ban yang mengelupas. secara wajib, sebagai salah satu upaya
Padahal, baik kabel listrik, baja tulangan perlindungan terhadap konsumen pengguna
beton, dan ban adalah produk SNI Wajib. sekaligus perlindungan terhadap industri
Keadaan ini tentunya merugikan konsumen dalam negeri.
dan tujuan pemberlakuan penerapan SNI Jumlah SNI yang ada berkembang terus,
secara wajib diragukan efektifitasnya. hingga pertengahan 2009 telah mencapai
Agar supaya pemberlakuan SNI Wajib dapat lebih dari 6.500 SNI dengan sekitar 4100
berjalan secara efektif, diperlukan kajian standar bidang industri, dan terus meningkat
secara komprehensif terhadap standar mencapai 4250 SNI pada akhir tahun 2010.
teknis itu sendiri dan juga aspek-aspek yang Jumlah yang banyak ini tidak akan berarti
mempengaruhi efektifitas pemberlakuannya, jika tidak dijadikan acuan pasar.
seperti aspek regulasi, manajemen, institusi Penerapan SNI pada dasarnya bersifat
dan dunia usaha (ekonomi). Keberhasilan sukarela. Namun, SNI yang berkaitan dengan
program SNI dapat diukur melalui tingkat kepentingan kesehatan, keselamatan,
penerapannya di lapangan, misalnya keamanan, dan pelestarian fungsi lingkungan
digunakan sebagai acuan dalam mutu produk, hidup (K3L), atau atas dasar pertimbangan
proses produksi, metode uji, atau acuan dalam tertentu dapat diberlakukan secara wajib.

122
Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, Hal 121-130

Berdasarkan alasan di atas maka Kementerian (ketersediaan standar, kesiapan produsen,


Perindustrian telah memberlakukan penerapan kesiapan lembaga penilaian kesesuaian,
beberapa SNI secara wajib. Penerapan regulasi teknis, koordinasi antar-instansi
standar memerlukan prasarana teknis dan terkait dan mekanisme pengawasan SNI
institusional meliputi standar produk dan wajib) maupun eksternal (komitmen
standar pendukungnya (cara uji, cara stakeholder, harga produk, arus barang impor,
pengukuran, dsb), lembaga penilaian perdagangan internasional, kesepakatan
kesesuaian (sertifikasi sistem mutu, sertifikasi internasional, dan lain-lain).
personil, inspeksi, laboratorium uji dan
Sementara aspek-aspek yang akan dinilai
kalibrasi), dan peraturan perundang-
atau bisa disebut sebagai indikator
undangannya sendiri.
penerapan SNI industri baik dalam skala
Evaluasi secara berkala oleh pemerintah, besar maupun kecil mencakup aspek
masyarakat dan lembaga perlindungan peraturan daerah, pasar, produksi, dan
konsumen swadaya masyarakat perlu ekonomi, serta aspek kelembagaan
dilakukan untuk menjaga konsistensi penilaian kesesuaian dalam penerapan
pelaksanaan penerapan SNI. Hasil evaluasi standar.
dapat direkomendasikan kepada Kementerian
teknis dan BSN sebagai bahan pertimbangan
METODOLOGI PENELITIAN
dalam penyusunan atau penyempurnaan
kebijakan teknis serta kebijakan nasional
standardisasi dan peraturan pelaksanaan yang Sumber Data
mendukungnya.
Sumber data utama untuk analisis kajian
diperoleh bersamaan dengan kegiatan survei
KONSEP EFEKTIVITAS PENERAPAN SNI dan verifikasi dalam rangka intensifikasi
WAJIB pembinaan dan penerapan SNI tahun 2009
oleh Pusat Standardisasi, dilengkapi dengan
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada data regulasi teknis dari direktorat terkait di
sebuah keberhasilan atau pencapaian Kementerian Perindustrian, dan per-
tujuan. Penerapan SNI Wajib dianggap kembangan standardisasi dari Badan
efektif jika: Standardisasi Nasional.
1) Diterapkan secara konsisten oleh
industri Pengambilan sampel
Ditandai dengan penerapan sistem
manajemen mutu dan kepemilikan Pengambilan sampel diperoleh dengan cara
SPPT-SNI oleh perusahaan di industri sebagai berikut:
terkait; 1) Produk yang diamati ialah produk yang
2) Diterima oleh pasar penerapan SNI-nya telah diberlakukan
secara wajib, baik yang telah dinotifikasi
Memenuhi aspek-aspek penerapan atau sedang dalam tahap notifikasi.
standar Total terdapat sebanyak 91 produk.
3) Didukung oleh lembaga penilaian 2) Dari produk-produk tersebut di-
kesesuaian yang memadai inventarisasi perusahaan industrinya. Total
terdapat 1152 perusahaan. Selanjutnya
Terdapat LSPro yang memadai untuk diidentifikasi perusahaan yang akan
pelaksanaan penilaian kesesuaiannya. disurvei dengan memperhatikan lokasi
Dengan memperhatikan fungsi dan perusahaan dan keterwakilan daerahnya
mekanisme pemberlakuan SNI wajib baik agar dapat mewakili seluruh Indonesia.
sebagai program kebijakan instansi terkait Secara convenience, diperoleh obyek
maupun bagian terintegrasi dari Sistem survei sejumlah 447 perusahaan
Standardisasi Nasional, maka efektifitas SNI tersebar di 22 provinsi.
Wajib ini juga berdampak internal

123
Pemberlakuan SNI Secara Wajib……….(Eddy Herjanto)

Metodologi dikembangkan dengan Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan


menetapkan variabel kajian sebagai berikut: Banten, masing-masing 18,1%, 16,6%,
14,3%, dan 9,0%. Sisanya tersebar di 17
1) Tingkat kepemilikan SPPT-SNI; propinsi lain. Berdasarkan sektor
2) Tingkat penerapan sistem mutu; industrinya, terbanyak adalah sektor industri
3) Aspek penerapan SNI Wajib di minuman dengan 110 perusahaan (24,6%),
masyarakat; diikuti oleh sektor industri logam dan mesin,
4) Aspek kesiapan lembaga penilaian kimia hilir, aneka industri, dan kimia hulu,
kesesuaian terkait. masing-masing sebanyak 106, 102, 58, dan
29 perusahaan, dan berbagai sektor industri
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN lain sejumlah 42 perusahaan.

Data Responden Kepemilikan SPPT-SNI

Penelitian ini menggunakan sampel Hasil identifikasi jumlah perusahaan yang


sebanyak 447 perusahaan yang tersebar di memiliki SPPT-SNI berdasarkan kelompok
22 provinsi. Kesemuanya adalah industri komoditi hingga 30 September 2009
yang memproduksi SNI Wajib. Sebaran ditunjukkan pada Tabel 1.
sampel terbesar terdapat di propinsi Jawa
Barat sebanyak 28,0%, menyusul Jawa

Tabel 1. Kepemilikan SPPT-SNI

No. Jenis Produk % No. Jenis Produk %


1 Tepung Terigu 100 15 Motor Bakar 100
2 Pakan Buatan untuk Udang 33 16 Baja Lembaran Lapis Seng 67
Windu
3 Air Minum dalam Kemasan 86 17 Baja Tulangan Beton 91
4 Cairan Rem 100 18 Kabel PVC 63
5 Pupuk 82 19 Tabung Baja LPG 96
6 Garam Konsumsi Beryodium 74 20 Kompor Gas LPG 75
7 Ban 67 21 Pipa Baja Karbon 75
8 Helmet 80 22 Baja Profil 25
9 Kaca Pengaman Kend. 75 23 Batu Battery 100
Bermotor
10 Semen 100 24 Lampu Pijar dan Swaballast 43
11 Selang Karet Kompor Gas LPG 100 25 Aki Kendaraan Bermotor 89
12 Lembaran Serat Krisotil 100 26 Crumb Rubber 67
13 Regulator Tabung Baja LPG 100 27 Kakao Bubuk 11
14 Katub Tabung Baja LPG 100 28 Produk Lain-Lain 0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Namun di sisi lain, produk pakan udang,
terdapat sembilan jenis produk yang tingkat baja profil, lampu pijar, dan kakao bubuk
kepemilikan SPPT-SNI mencapai 100% kepemilikan SPPT-SNI masing-masing
terhadap jumlah objek penelitian. Diantara industri masih di bawah 50%, bahkan 47
kesembilan jenis produk tersebut, hanya buah perusahaan pada kelompok produk
satu perusahaan industri semen yang masa lain-lain tidak ada yang memiliki SPPT-SNI.
berlaku SPPT-SNI nya sudah kadaluarsa.

124
Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, Hal 121-130

Hasil penelitian terhadap keabsahan SPPT- Penerapan Sistem Manajemen Mutu


SNI menunjukkan secara total terdapat 315
perusahaan yang memiliki SPPT-SNI, Sistem Manajemen Mutu (SMM) adalah
namun sebanyak 69 perusahaan suatu sistem yang diperlukan dalam
sertifikatnya sudah tidak berlaku lagi dengan membangun manajemen mutu dalam
rentang kadaluwarsa rata-rata 2,6 tahun. perusahaan sehingga mampu beroperasi
Bahkan, sertifikat milik 25 perusahaan dan berproduksi sesuai dengan mutu yang
diantaranya sudah kadaluarsa lebih dari 5 dipersyaratkan.
tahun. Sehingga, kepemilikan SPPT SNI
Dari hasil kajian yang dilakukan terhadap
yang valid hanya mencapai 55,03%.
responden sebanyak 447 perusahaan dapat
Pemberlakuan SNI secara wajib mempunyai diketahui bahwa sebesar 79,3% telah
arti bahwa semua produk terkait yang menerapkan sistem manajemen mutu yang
beredar di Indonesia harus dibuktikan telah merujuk kepada BSN-10 dan ISO 9001.
memenuhi persyaratan SNI. Mekanisme ini Sebanyak 20,3% dari perusahaan yang
dibuktikan dengan tanda SNI dan disurvei menyatakan belum menerapkan
kepemilikan sertifikat SPPT-SNI. Kondisi di sistem majemen mutu sehingga dapat
atas menunjukkan ketidakseriusan perusahaan dipastikan perusahaan tersebut belum
dalam menjaga validitas sertifikatnya. Disini memiliki SPPT-SNI karena salah satu
juga terlihat belum optimalnya LSPro, persyaratan kepemilikan dari SPPT-SNI
sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat, adalah diwajibkannya perusahaan tersebut
dalam melakukan survailan/pengawasan. memiliki sistem manajemen mutu.
Pengamatan lebih lanjut yang dilakukan
terhadap perusahaan-perusahaan yang
belum memiliki SPPT-SNI memiliki alasan
seperti yang dirangkum dalam Gambar 1.

Gambar 2. Penerapan Sistem Manajemen


Mutu

Sebanyak 145 perusahaan (32,4%) telah


menerapkan ISO 9001, suatu standar
internasional tentang sistem manajemen mutu.
Gambar 1. Alasan Industri Belum Sejumlah perusahaan diantaranya juga
Menerapkan SNI memiliki sertifikat sistem mutu lain seperti:
ISO 14001, SMK3/OHSAS, ISO/TS 16949,
Memang terdapat banyak alasan, yang ISO 22000, ISO/IEC 17025, dan HACCP.
intinya masih diragukannya cost Namun, sekitar 46,9% masih menggunakan
effectiveness dalam menerapkan SNI, oleh Pedoman BSN 10 sebagai acuan sistem
karenanya perlu dipikirkan bentuk sosialisasi mutunya. Pedoman BSN ini, yang
dari regulasi dan juga kejelasan dari sanksi persyaratannya relatif sangat sederhana,
hukum bagi yang mengabaikan peraturan. dimaksudkan untuk digunakan oleh industri
Hal ini sejalan dengan pendapat Asosiasi kecil sebelum mampu beralih ke sistem ISO
Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia 9001.
bahwa penegakan hukum memang sangat
diperlukan agar tujuan utama dari regulasi
tetap efektif (Gunawan, 2009:115).

125
Pemberlakuan SNI Secara Wajib……….(Eddy Herjanto)

Pentingnya pelaku industri dalam negeri Kendala dalam Penerapan SNI


untuk menerapkan SMM juga dihimbau oleh
Asosiasi Kaca, karena penerapan SMM Jawaban atas kuesioner yang diberikan
bukanlah berarti penambahan biaya namun kepada industri, menyimpulkan bahwa
merupakan usaha perbaikan terus menerus dalam menerapkan SNI perusahaan
dalam mengurangi pemborosan ataupun menghadapi beberapa kendala, antara lain
meningkatkan usaha pencegahan produk keterbatasan sumber daya manusia dalam
jelek (Gunawan, 2009:116). menerapkan SMM (30,0%), kesulitan untuk
mengkalibrasikan peralatan laboratorium
Kendala dan Hambatan Penerapan SNI maupun produksi (14,8%), adanya pesaing
Wajib pasar yang memasarkan produknya di
bawah standar dengan harga yang rendah
pula (13,0%), biaya pengujian/ sertifikasi
Survei lapangan menggunakan analisa
mahal (12,5%), kepedulian konsumen
deskriptif bertujuan untuk menggali lebih
terhadap standar yang kurang (10,1%),
dalam tentang penerapan SNI yang
proses sertifikasi tidak mudah (7,4%), lokasi
dilaksanakan terhadap 447 perusahaan
laboratorium/ inspeksi/ lembaga sertifikasi
industri. Hasil penelitian ditunjukkan dalam
jauh dari perusahaan (6,0%), dan faktor lain
Gambar 3.
(6,3%) misalkan kurangnya sosialisasi
sistem manajemen mutu di industri. Secara
umum hambatan yang dihadapi oleh industri
dapat dirangkum seperti dalam Gambar 4.

Gambar 3. Alasan Penerapan SNI Wajib

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa


perusahaan menerapkan SNI terutama Gambar 4. Kendala Penerapan SNI oleh
karena diharuskan oleh peraturan (18,6%), Industri
meskipun sebagian diantaranya juga
menyadari bahwa penerapan SNI Penggunaan tanda SNI harus mengikuti aturan
berdampak pada kemudahan keberterimaan yang ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi
pasar (14,3%) dan meningkatkan citra Produk yang menilai kesesuaiannya terhadap
perusahaan (10,1%). standar. Hasil dari survei menunjukkan bahwa
108 perusahaan (24,2%) yang menerapkan
Dari data tersebut terlihat bahwa pasar
SNI menggunakan tanda SNI atau logo di
sudah mulai mengetahui perlunya standar
produknya dan selebihnya tidak menggunakan.
dalam perdagangan (8,1%). Sedangkan
Dari hasil tersebut terlihat bahwa keinginan
adanya Keppres 80/2003 (terakhir diubah
industri dalam membubuhkan tanda SNI
menjadi Perpres 54/2010) tentang pengadaan
sebagai jaminan mutu pada produknya
barang dan jasa pemerintah belum mampu
sudah tinggi karena tuntutan pasar yang
mendorong industri dalam menerapkan
mendorong industri memberikan tanda pada
standar (11,6%). Alasan lainnya yang
produknya.
dikemukakan oleh industri adalah penerapan
industri juga akan meningkatkan kompetensi Namun, disisi lain, secara implisit hal ini juga
sumber daya manusia dalam mendukung menunjukkan bahwa pembubuhan tanda
sistem perusahaan. SNI bukan tujuan utama dalam memperoleh

126
Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, Hal 121-130

SPPT-SNI. Tanda SNI belum berperan dijelaskan sebagai berikut. Secara rata-rata,
sebagai selling point, tetapi lebih dominan lebih dari 50% responden memberikan
karena adanya keharusan. Hal ini umumnya tanggapan positip terhadap efektifitas
terjadi pada perusahaan-perusahaan besar penerapan SNI Wajib pada masing-masing
yang telah memiliki merek yang terkenal aspek kelembagaan, peraturan daerah,
atau memiliki berbagai tanda sertifikasi. ekonomi, pasar, produksi, LSPro, serta
Dari hasil kajian dapat ditarik gambaran bahwa laboratorium uji dan kalibrasi (lihat Gambar
perusahaan sudah mengetahui tentang 6). Sedikit kelemahan terdapat pada aspek
manfaat SNI wajib terhadap produk-produk kelembagaan (43%), aspek peraturan
yang dihasilkan dalam rangka perlindungan daerah (40%), dan aspek ekonomi (33%)
konsumen dan produsen sehingga produk yang dianggap belum efektif dan masih
yang dihasilkan mempunyai daya saing yang memerlukan penyempurnaan lebih lanjut.
tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa 85,1% Aspek kelembagaan khususnya menyangkut
responden perusahaan menyatakan pengawasan penerapan SNI dan tindakan
pentingnya manfaat SNI wajib, hanya sebagian hukum bagi pelanggaran. Kelemahan aspek
kecil perusahaan (14,6%) mengganggap peraturan daerah disebabkan karena
pemberlakuan SNI secara wajib tidak dukungan kebijakan yang masih lemah di
bermanfaat (lihat Gambar 5). Hal ini diduga level daerah. Asosiasi Produsen Ban
karena kurangnya pengetahuan tentang tujuan Indonesia menambahkan bahwa
regulasi teknis dan perusahaan hanya melihat ketidaklengkapan Petunjuk Teknis (Juknis)
dari sisi kepentingannya sendiri. pelaksanaan, seperti belum diaturnya masalah
ban untuk sampling, juga merupakan masalah
dalam penerapan SNI (Tjutju Dharmawa,
2009:132). Sementara, aspek ekonomi
disebabkan oleh banyaknya pelanggaran
terhadap persyaratan SNI dan beredarnya
barang selundupan yang berharga lebih
murah, sehingga 55% responden
mengatakan bahwa harga produk SNI Wajib
menjadi tidak kompetitif. Menjadi tugas
kementerian teknis, khususnya Perindustrian,
Gambar 5. Manfaat SNI Wajib Perdagangan, dan Badan Standardisasi
Nasional, serta Bea Cukai dan Kepolisian
Penerapan SNI Wajib dari Berbagai untuk lebih meningkatkan pengawasan pasar
Aspek terhadap penerapan SNI Wajib ini.

Hasil survei terhadap beberapa aspek yang


mempengaruhi efektivitas SNI wajib dapat

Gambar 6. Aspek Efektifitas SNI Wajib

127
Pemberlakuan SNI Secara Wajib……….(Eddy Herjanto)

Profil Lembaga Penilaian Kesesuaian milik swasta atau BUMN. Lembaga ini
tersebar di seluruh nusantara, meskipun
Lembaga penilaian kesesuaian adalah sebagian besar terkonsentrasi di pulau
lembaga yang dalam sistem standardisasi Jawa. LSPro harus memiliki personel terdiri
dipergunakan untuk membuktikan kesesuaian dari asesor, tenaga ahli, petugas pengambil
suatu produk/ proses/ orang atas contoh (PPC) yang kompeten untuk
kesesuaiannya terhadap suatu standar melaksanakan sertifikasi produk dalam
tertentu. Lembaga ini dapat terdiri atas ruang lingkup LSPro dan telah memenuhi
berbagai jenis lembaga, yaitu lembaga persyaratan ISO 19011.
sertifikasi (produk, sistem mutu, sistem mutu Pada Desember 2009, terdapat 26 lembaga
lingkungan, personel, HACCP, ecolabel, dll) yang telah mendapat akreditasi dari KAN
dan laboratorium (uji, kalibrasi, medik, dan sebagai LSPro. LSPro Pusat Standardisasi
lembaga inspeksi). Dalam penelitian ini merupakan lembaga peringkat tertinggi yaitu
hanya diamati dua jenis lembaga yaitu memiliki ruang lingkup 57 SNI Wajib bidang
LSPro dan laboratorium uji. industri dan berbagai SNI sukarela lain.
Perkembangan SPPT-SNI sangat cepat.
Tabel 2. Jumlah Lembaga Penilaian Berdasarkan survei yang dilakukan,
Kesesuaian yang Diakreditasi oleh KAN, diketahui terdapat sejumlah 652 buah
2009 sertifikat yang telah diterbitkan oleh LSPro
Pusat Standardisasi pada pertengahan
2009, dan telah berkembang mencapai lebih
Lembaga Jumlah dari 1000 sertifikat di pertengahan 2000.
Lembaga Sertifikasi Produk Menurut LSPro Pusat Standardisasi,
26 kebutuhan sertifikasi dan surveilan/
(LSPro)
pengawasan dapat dilakukan dengan
Lembaga Sertifikasi Sistem
26 baik, sehingga dari sisi LSPro, dukungan
Mutu (LSSM)
pemberlakuan SNI Wajib tidak menjadi
Lembaga Sertifikasi Sistem
10 masalah.
Mutu Lingkungan (LSSML)
Lembaga Sertifikasi Personel
(LSP)
4 Profil Laboratorium Uji
Laboratorium Uji (LU) 532
Laboratorium Uji harus memiliki personel
Laboratorium Inspeksi (LI) 26
yang kompeten untuk melaksanakan
Laboratorium Kalibrasi (LK) 120 pengujian produk dalam ruang lingkupnya
Sumber: KAN, 2010 (diolah) yang dipayungi skema akreditasi dan telah
memenuhi persyaratan internasional.
Profil Lembaga Sertifikasi Produk Akreditasi laboratorium diberikan oleh KAN
pada laboratorium yang telah memenuhi
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) adalah persyaratan sesuai dengan metode uji yang
lembaga pihak ketiga yang independen dipilih dan membuktikan kemampuannya
yang melakukan penilaian kesesuaian sesuai dengan persyaratan dalam SNI 19-
produk berdasarkan SNI, dimana hasil 17025-2000 (ISO/ IEC17025-2005)
kesesuaian penilaian dinyatakan dengan Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium
SPPT-SNI. LSPro diakreditasi oleh Komite Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Akreditasi Nasional (KAN) sesuai Pedoman Pengujian adalah suatu kegiatan teknis
BSN 401-2000: Persyaratan Umum Lembaga yang terdiri dari penetapan, penentuan satu
Sertifikasi Produk. LSPro mengacu sistem atau lebih sifat atau karakteristik suatu
yang berlaku secara internasional dan produk, material, fenomena fisik, proses
digunakan sebagai dasar untuk Mutual atau jasa sesuai dengan prosedur yang
Recoqnition Arrangement (MRA). telah ditetapkan. Metode pengujian memiliki
Sebagian besar LSPro merupakan lembaga arti penting dalam kegiatan pengujian.
pemerintah, namun beberapa diantaranya Akreditasi laboratorium ditujukan untuk

128
Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, Hal 121-130

memberi kepercayaan terhadap jasa yang dimaksudkan digunakan hanya untuk


dihasilkan. Dalam rangka pelaksanaan industri kecil dan merupakan transisi
tugasnya laboratorium harus menggunakan sebelum beralih ke ISO 9001.
metode dan prosedur uji yang sesuai 3. Berbagai aspek penerapan standar
dengan ruang lingkupnya. dianggap telah memadai, namun masih
Profil laboratorium uji pada regulasi teknis terdapat kelemahan pada aspek
mengacu pada skema penunjukan yang kelembagaan, aspek peraturan daerah,
digunakan pada masing-masing regulasi dan aspek ekonomi yang dianggap
teknis yang mendukung pemberlakuan belum efektif dan masih memerlukan
penerapan SNI Wajib. Hal ini terkait dengan penyempurnaan lebih lanjut.
skema sertifikasi produk yang digunakan 4. Daya dukung LSPro dan Laboratorium
oleh seluruh LSPro yang menggunakan Uji dalam fungsi penilaian kesesuaian
hasil pengujian sampel yang valid sebagai sudah memadai, namun dengan
acuan determinasi kesesuaian sertifikasi berkembangnya jumlah SNI Wajib,
produk SNI masing-masing. diperlukan pengembangan yang terus
Jumlah laboratorium uji yang telah diakreditasi menerus pada lembaga penilaian
oleh KAN berdasarkan lembaganya adalah 25 kesesuaian terkait. Diketahui masih
buah (lihat Tabel 2). Tetapi masih terdapat terdapat banyak laboratorium uji yang
ratusan laboratorium uji yang belum belum mampu menguji semua
diakreditasi KAN tetapi mampu menguji parameter dalam suatu SNI.
beberapa parameter yang terdapat dalam 5. Hambatan utama yang dihadapi produsen
SNI. Laboratorium uji yang tidak diakreditasi dalam penerapan SNI wajib antara lain
tersebut sebagian besar milik perguruan keterbatasan sumber daya manusia,
tinggi dan perusahaan swasta, yang dalam kesulitan untuk mengkalibrasikan
hal-hal tertentu dapat dimanfaatkan oleh peralatan laboratorium maupun produksi,
pemerintah. adanya distorsi produk sub-standar di
pasar, biaya sertifikasi yang relatif mahal,
KESIMPULAN DAN SARAN dan kepedulian konsumen terhadap
standar yang masih kurang.
Kesimpulan
Dengan semua kesimpulan di atas maka
dapat dikatakan kalau efektifitas penerapan
1. SPPT-SNI merupakan persyaratan
SNI Wajib sudah cukup memadai namun
boleh tidaknya suatu produk SNI Wajib
masih banyak terdapat kelemahan di
diedarkan ke pasar. Pada akhir 2009,
berbagai aspek untuk segera ditingkatkan.
secara total perusahaan industri yang
memiliki SPPT-SNI yang valid hanya
mencapai 55,05%, selebihnya sertifikat Saran
sudah kadaluarsa atau bahkan belum
ada sama sekali. Dengan meninjau efektivitas dalam perspektif
2. Sebagai salah satu syarat memiliki produsen dalam rangka intensifikasi penerapan
SPPT-SNI adalah penerapan sistem SNI produk industri secara wajib diusulkan
manajemen mutu dalam perusahaan. saran sebagai berikut:
Sebanyak 32,4% telah menerapkan ISO Untuk meningkatkan aktualisasi efektivitas
9001, sebagai suatu standar sistem penerapan SNI wajib:
manajemen mutu yang diakui 1. Perlu dikembangkan upaya-upaya
internasional, sebagian diantaranya juga sosialisasi yang masif dan sistematis
menerapkan standar sistem mutu untuk memastikan potensi, efektivitas dan
internasional yang lain. Namun, masih manfaat SNI wajib tersampaikan pada
terdapat sekitar 55% dari perusahaan semua pemangku kepentingan.
pemilik SPPT-SNI yang masih
2. Perlu dilakukan upaya-upaya
menggunakan Pedoman BSN 10 sebagai
intensifikasi pengawasan pra-pasar dan
acuan sistem mutunya. Pedoman ini

129
Pemberlakuan SNI Secara Wajib……….(Eddy Herjanto)

pasar, khususnya pada kepemilikan Efektif dalam “Standardisasi dan


SPPT-SNI dan kualitas produk SNI Regulasi Teknis di Bidang Industri”.
Wajib di pasar. Peningkatan informasi Departemen Perindustrian.
dan pendekatan persuasif maupun Badan Standardisasi Nasional. ”Komite
penegakan hukum perlu diberikan pada Akreditasi Nasional”.
perusahaan yang telah kadaluwarsa http://websisni.bsn.go.id/index.php?/
SPPT-SNI nya. lembsert/publik. Februari 2010
3. Perlu dilakukan pembinaan teknis Eddy Herjanto dan Bendjamin L. Penerapan
dalam bentuk peningkatan manajemen SNI oleh Pemangku Kepentingan.
dan teknologi untuk meningkatkan Prosiding Pertemuan dan Presentasi
kemampuan industri dalam memenuhi Ilmiah Standardisasi 2006. Badan
syarat mutu SNI. Standardisasi Nasional. ISSN 0853-
9677
4. Perlu dilakukan upaya memetakan
Gunawan, Yustinus Harsono. 2009. Manfaat
daya dukung LSPro dan Laboratorium
Penerapan Peraturan melalui
Uji dalam fungsi penilaian kesesuaian
Standardisasi, dalam “Standardisasi dan
dan menyusun strategi peningkatannya
Regulasi Teknis di Bidang Industri”.
dalam skema yang jelas dan
Departemen Perindustrian.
komprehensif dengan melakukan
LSPro-Pustan. 2010. Direktori Perusahaan
pendataan, penilaian dan pemberian
dan Produk yang Telah Memperoleh
rekomendasi atau bantuan yang tepat
Sertifikat Produk Penggunaan Tanda
sasaran.
SNI. Pusat Standardisasi.
5. Disarankan dilakukan penelitian pasar Pusat Standardisasi. 2010. Katalog SNI
untuk mengetahui pemenuhan per- Bidang Industri 2009. Departemen
syaratan SNI pada produk SNI Wajib Perindustrian.
dan produk non SNI Wajib yang telah Surveyor Indonesia. 2009. Laporan Agregat
menggunakan Tanda SNI. Hal ini Hasil Survey dan Verifikasi dalam
diduga karena besarnya kemungkinan rangka Intensifikasi Pembinaan dan
terjadinya distorsi pasar yang dilakukan Pengawasan Penerapan Wajib Standar
oleh produsen “nakal” dan masuknya Nasional Indonesia (SNI) di Industri
barang-barang selundupan di pasar Nasional. Badan Penelitian dan
domestik. Pengembangan Industri.
Tjutju Dharmawan. 2009. Penerapan dan
DAFTAR PUSTAKA Dampak Regulasi Teknis terhadap
Industri Ban, dalam “Standardisasi dan
Ansari Bukhari. 2009. Kebijakan Ditjen. Regulasi Teknis di Bidang Industri”.
ILMTA Menuju Regulasi Teknis yang Departemen Perindustrian.

130

Anda mungkin juga menyukai