TINJAUAN PUSTAKA
Perumusan suatu standar umumnya melalui tujuh tahap utama (BSN, 2009), yaitu:
1) Identifikasi perlunya suatu standar tertentu oleh para pemangku kepentingan;
2) Penyusunan program kolektif berdasarkan analisis kebutuhan dan penetapan
prioritas oleh semua pihak berkepentingan disusul adopsi dalam program
kerja badan/lembaga standardisasi nasional;
3) Penyiapan rancangan standar oleh semua pihak yang berkepentingan yang
diwakili oleh pakar (termasuk produsen, pemasok, pemakai, konsumen,
administrator, laboratorium, peneliti dan sebagainya) yang dikoordinasikan
oleh panitia teknis;
4) Konsensus mengenai rancangan standar;
5) Validasi melalui public enquiry nasional mencakup semua unsur ekonomi
dan pelaku usaha untuk memastikan keberterimaan secara luas;
6) Penetapan dan penerbitan standar, dan;
7) Peninjauan kembali (revisi), amandemen atau abolisi. Suatu standar dapat
direvisi setelah kurun waktu tertentu (umumnya 5 tahun sekali) agar selalu
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan baru.
Efektif dan relevan. Untuk memenuhi kepentingan para pelaku usaha dan untuk
mencegah hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan, maka standar nasional
tersebut harus relevan dan efektif memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik
maupun internasional sehingga bila diadopsi standar akan dipakai oleh dunia
usaha atau pihak pengguna lainnya. Selain itu juga harus memenuhi kebutuhan
regulasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sedapat
mungkin standar nasional berlandaskan unjuk kerja daripada berdasarkan desain
atau karakteristik deskriptif dan hasilnya dapat diterapkan secara efektif sesuai
dengan konteks keperluannya.
dan Menengah (UMKM) serta penyuaraan pendapat mereka ini, diperlukan upaya
yang nyata. Pembinaan peningkatan kemampuan UMKM harus dikedepankan
sehingga UMKM akan mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan pasar. Hal
ini dimaksudkan agar UMKM dapat bersaing di pasar regional/internasional dan
dapat menjadi bagian dari global supply chain. Dengan demikian standar yang
dihasilkan akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat dan negara.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sebagai salah satu instansi
teknis dapat memberlakukan wajib sebagian atau keseluruhan ketentuan di dalam
SNI yang telah ditetapkan oleh BSN. Pertimbangan utama BPOM RI di dalam
7
Secara umum di dalam kerangka SNI dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
(i) awal, (ii) umum, (iii) teknis, dan (iv) tambahan. Bagian Awal dan Tambahan
bersifat informatif, sedangkan bagian Umum dan Teknis bersifat normatif.
Bagian umum umumnya terdiri atas unsur (i) judul, (ii) ruang lingkup, dan (iii)
acuan normatif. Bagian teknis umumnya terdiri atas unsur (i) istilah dan definisi,
(ii) simbol dan singkatan, (iii) klasifikasi, (iv) persyaratan, (v) pengambilan
contoh, (vi) metode uji, (vii) penandaan, dan (viii) lampiran normatif. Secara
lengkap bagian dan unsur yang terdapat di dalam SNI dapat dilihat pada Lampiran
1 (BSN, 2007b).
Jika dilihat dari bagian dan unsur di dalam SNI, dapat dilihat bahwa unsur
persyaratan pada bagian teknis merupakan unsur yang menggambarkan standar
keamanan pangan. Pada unsur persyaratan di dalam SNI pangan terdapat
ketentuan persyaratan mutu baik yang bersifat fisik, kimia, maupun
(mikro)biologi. Persyaratan mutu kimia dan mikrobiologi pada umumnya
dijadikan sebagai standar keamanan pangan yang diwajibkan (mandatory) oleh
8
BPOM RI. Contoh SNI (SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar – Bagian 1: Sapi)
yang ditetapkan oleh BSN dengan bagian yang lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 2 (BSN, 2011a). Contoh peraturan dalam bentuk surat keputusan (SK)
BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI (HK.00.05.5.1.4547 tentang
Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk
Pangan) dapat dilihat pada Lampiran 3 (BPOM, 2004).
Untuk itu, definisi standar dan peraturan keamanan pangan di dalam tulisan
ini mencakup: (i) parameter atau ketentuan di dalam SNI dari BSN yang
memberikan persyaratan kimia dan mikrobiologi dan terkait dengan keamanan
pangan dan (ii) peraturan yang ditetapkan melalui surat keputusan (SK) BPOM RI
berupa pemberlakuan wajib standar (SNI), pedoman, dan kode praktis untuk
menjalankan fungsi BPOM RI sebagai lembaga pengawas pangan guna
menciptakan keamanan pangan produk pangan yang beredar di Indonesia.
Sementara itu. peraturan keamanan pangan dari instansi teknis lain (misal
Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kehutanan) tidak
dibahas secara lebih mendalam di dalam tulisan ini.
biologi, dan fisik yang kemungkinan terdapat di dalam pangan agar dapat memilih
pilihan terbaik untuk mengatur berdasarkan risiko di dalam berbagai alternatif
yang teridentifikasi (FAO/WHO, 2005).
Keamanan dan Gizi Pangan, PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan, dan PP No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
Di dalam era otonomi daerah sekarang ini, sekiranya perlu juga dikaji
mengenai peran dari pemerintah daerah (Pemda) dalam kebijakan pengembangan
standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Untuk itu, peran dari
Pemda akan dikaji sesuai dengan dasar hukum yang berlaku saat ini. Hal ini
dimaksudkan agar rekomendasi dari kajian ini dapat diaplikasikan oleh semua
lembaga terkait, termasuk Pemda.
13
Tabel 1. Dasar Hukum Otoritas Pembuat Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia
No Nomor Tugas/Uraian Pasal Lembaga Pemerintah yang Berwenang
Pasal Instansi Teknis
BSN PEMDA
BPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut
PP No. 28/2004 tentang Mutu, Keamanan dan Gizi Pangan
1. 21 Berwenang mewajibkan suatu
standar dengan
√ √ √ √ √ √
mempertimbangakan perjanjian
TBT/SPS WTO
2. 29 Berwenang menetapkan standar
mutu pangan yang dinyatakan √
sebagai SNI
3. 30 Berkoordinasi dengan BSN
√ √ √ √
dalam menetapkan standar wajib
4. 31 Dapat menetapkan ketentuan
mutu pangan di luar SNI untuk
√ √ √
produk pangan berisiko
keamanan tinggi
5. 32 Melakukan sertifikasi SNI yang
diwajibkan atau persyaratan √ √ √
ketentuan mutu
6. 41 Berkoordinasi dengan BSN
untuk mengupayakan saling
pengakuan pelaksanaan
√ √ √
penilaian kesesuaian dalam
memenuhi persyaratan negara
tujuan ekspor
14
Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (PP No.38, 2007)
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
1. Perumusan kebijakan sektor pertanian 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor
di bidang standardisasi. pertanian di bidang standardisasi sesuai pertanian di bidang standardisasi sesuai
pengalaman di daerah. pengalaman di daerah.
2. Penyusunan rencana dan penetapan 2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan 2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan
program standardisasi sektor pertanian. ekonomi dalam penyusunan rencana dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan
program standardisasi sektor pertanian. program nasional di bidang standardisasi
di daerah.
3. Koordinasi standardisasi nasional 3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian 3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian
sektor pertanian. di provinsi. di kabupaten/kota.
4. Perumusan rancangan Standar 4. Koordinasi pengusulan kebutuhan standar 4. Pengusulan kebutuhan standar yang akan
Nasional Indonesia (SNI) sektor yang akan dirumuskan sesuai kebutuhan dirumuskan.
pertanian melalui konsensus untuk daerah.
ditetapkan sebagai SNI.
5. Penetapan pemberlakuan SNI wajib. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan
bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib
SNI serta memberikan usulan SNI serta mengusulkan usulan
pemberlakuan wajib SNI. pemberlakuan wajib SNI.
6. Fasilitasi kelembagaan sektor pertanian 6. Penerapan sistem manajemen mutu 6. Penerapan sistem manajemen mutu
yang akan mengajukan akreditasi. kelembagaan dalam rangka proses kelembagaan dalam rangka proses
akreditasi di provinsi. akreditasi di kabupaten/kota.
7. Penilaian kesesuaian terhadap pemohon 7. --- 7. ---
akreditasi di sektor pertanian.
8. Penetapan sistem dan pelaksanaan 8. Penerapan sistem sertifikasi yang 8. Penerapan sistem sertifikasi yang
sertifikasi sektor pertanian. mendukung standardisasi sektor pertanian mendukung standardisasi sektor pertanian
di provinsi. di kabupaten/kota.
21
Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (Lanjutan)
b. — b. Pelaksanaan b. Pelaksanaan
sertifikasi dan sertifikasi dan
pelabelan prima pelabelan prima
wilayah provinsi. wilayah
kabupaten/kota.
23
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (BSN, 2011c; BPOM, 2011b;
CAC, 2006)
No Karakter BSN BPOM CAC
1 Mandat/Pendirian Badan Standardisasi Nasional Badan Pengawas Obat dan Didirikan berdasarkan sidang ke-
dibentuk dengan Keputusan Makanan dibentuk dengan No. 178 11 Konferensi FAO tahun 1961
Presiden No. 13 Tahun 1997 yang Tahun 2000 tentang Susunan dan sidang ke-16 Konferensi
disempurnakan dengan Keputusan Organisasi dan Tugas Lembaga WHO tahun 1963
Presiden No. 166 Tahun 2000 Pemerintah Non Departemen
tentang Kedudukan, Tugas, Sebelumnya adalah Direktorat
Fungsi, Kewenangan, Susunan Jenderal Pengawas Obat dan
Organisasi dan Tata Kerja Makanan di bawah Departemen
Lembaga Pemerintah Non Kesehatan RI
Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah dan yang
terakhir dengan Keputusan
Presiden No. 103 Tahun 2001
Sebelumnya bernama Dewan
Standardisasi Nasional
2 Tujuan BSN merupakan Lembaga Tujuan utama BPOM RI: melakukan Mempersiapkan standar pangan
Pemerintah Non Departemen pengawasan obat dan makanan yang dan mempublikasikannya
dengan tugas pokok beredar di Indonesia, salah satunya
mengembangkan dan membina dengan mengeluarkan kebijakan
kegiatan standardisasi di Indonesia berupa pemberlakuan wajib standar
pangan
25
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)
No Karakter BSN BPOM CAC
3 Struktur Komite BSN memiliki 3 Deputi: Bidang BPOM memiliki 3 Deputi: Bidang Pada bulan Agustus 2006, CAC
Penelitian dan Kerjasama Pengawasan Produk Terapetik dan memiliki 174 negara anggota
Standardisasi, Bidang Penerapan NAPZA, Bidang Pengawasan Obat dan 1 anggota organisasi (UE)
Standar dan Akreditasi, dan Tradisional, Kosmetik dan Produk Terdiri atas:
Bidang Informasi dan Komplemen, Bidang Pengawasan Komisi
Pemasyarakatan Standardisasi Keamanan Pangan dan Bahan Komite Eksekutif
Deputi Bidang Penelitian dan Berbahaya Sekretariat
Kerjasama Standardisasi Deputi Bidang Pengawasan Badan subsidiary: Komite
memiliki 3 Pusat, yaitu: Pusat Keamanan Pangan dan Bahan Subjek Umum (General
Penelitian dan Pengembangan Berbahaya memiliki 5 Direktorat, Subject Committees), Komite
Standardisasi, Pusat Perumusan yaitu: Dit. Penilaian Keamanan Komoditi (Commodity
Standar, dan Pusat Kerjasama Pangan, Dit. Standardisasi Produk Committees), Komite Ad hoc
Standardisasi Pangan, Dit. Inspeksi dan Satuan Tugas Antar
BSN dibantu oleh: Sertifikasi Pangan, Dit. Surveilan Pemerintah (Ad hoc
Komite Akreditasi Nasional dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Intergovernmental Task
(KAN): menetapkan akreditasi dan Dit. Pengawasan Produk dan Forces), dan Komite
dan memberikan pertimbangan Bahan Berbahaya Koordinasi (Coordinating
serta saran kepada BSN dalam Committees)
menetapkan sistem akreditasi dan
sertifikasi
Komite Standardisasi Nasional
Satuan Ukuran (KSNSU):
memberikan pertimbangan dan
saran kepada BSN mengenai
standar nasional untuk satuan
ukuran
26
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)
No Karakter BSN BPOM CAC
4 Sekretariat Perumusan standar dilakukan oleh Perumusan standar pangan di bawah Komisi diganti setiap 2 tahun
Pusat Perumusan Standar, Deputi tanggung jawab direktorat sekali, dan bertempat di kantor
Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi Produk Pangan, Deputi pusat FAO di Roma dan Markas
Standardisasi BSN III Bidang Pengawasan Keamanan WHO di Jenewa
Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM
5 Pengaturan Dilakukan terutama oleh Pusat Melalui target yang ditetapkan Dibuat oleh komite eksekutif
Prioritas Perumusan Standar Direktorat Standardisasi Produk
Pangan
6 Lembaga Presiden RI dibawah koordinasi Presiden RI dibawah koordinasi FAO/WHO
superordinate Kementerian Riset dan Teknologi Kementerian Kesehatan
7 Luaran Standar Nasional Indonesia (SNI) Peraturan kepala BPOM (misal Codex standard
batas cemaran kimia dan mikroba) Code of practices
Pedoman Guidelines
Kode praktis
8 Jumlah peraturan 7010 SNI 29 Peraturan/Keputusan Ka. BPOM 5342 Codex standards, guidelines
atau standar yang (1970 hingga 1 Mei 2011) terkait pengawasan keamanan dan codes of practice
telah dikeluarkan pangan yang diberlakukan untuk (1963 hingga Juni 2006) (CAC,
keluar organisasi BPOM (dari 2001 2006)
hingga Januari 2010) (lihat Lampiran
8)
9 Wilayah Nasional Nasional Internasional
pemberlakuan
standar/peraturan
10 Lingkup standar Mutu dan keamanan pangan Keamanan pangan Mutu dan keamanan pangan
11 Sifat Sukarela Wajib Sukarela
standar/peraturan
27
Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)
No Karakter BSN BPOM CAC
12 Dasar perumusan Meningkatkan mutu dan Melindungi kesehatan masyarakat Melindungi kesehatan masyarakat
standar/peraturan melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin perdagangan dunia
(kesehatan, keamanan, yang fair
keselamatan, lingkungan, dan
pertumbuhan ekonomi nasional)
13 Manfaat bagi o Jaminan mutu produk Mendapatkan izin edar/mendaftar Penyelesaian perselisihan
pengguna o Membantu penyelesaian dalam produk perdagangan antar negara (WTO)
standar/peraturan masalah yang terkait TBT yang terkait dengan Technical
Barrier Trade (TBT) dan Sanitary
and Phytosanitary (SPS)
14 Tim penyusun Panitia teknis: Pemerintah (instansi BPOM, industri, konsumen, dan Codex committee: Pemerintah
teknis), industri, konsumen, akademisi negara anggota dan NGO
akademisi; dan MASTAN
15 Tim pengkaji Gugus kerja/Panitia teknis? Tim mitra bestari? Joint FAO & WHO (misal JECFA
risiko (tidak eksplisit dijelaskan) (tidak eksplisit dijelaskan) - Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives,
JEMRA - Joint FAO/WHO Expert
Meetings on Microbiological Risk
Assessment, -JMPR - Joint
FAO/WHO Meetings on Pesticide
Residues)
16 Target 19 bulan (berdasarkan PSN 01- Tidak eksplisit dijelaskan ≤ 5 tahun
penyelesaian 2007)
17 Waktu kaji ulang 5 tahun Tidak eksplisit dijelaskan Maksimal 6 tahun
(CAC, 2010)