Anda di halaman 1dari 179

DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR BAJA

(Dilengkapi dengan Tabel Profil Konstruksi Baja)

Oleh:
Steve W.M Supit, ST, M.Eng, Ph.D
Rudolf E.G Mait, ST, MT

POLITEKNIK NEGERI MANADO


TAHUN 2020

i
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

KATA PENGANTAR

Perkembangan di dunia konstruksi yang semakin cepat guna


pemenuhan infrastruktur yang memadai dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat perlu didukung dengan perencanaan
konstruksi yang tepat dan efektif.
Baja sebagai salah satu material pembentuk konstruksi,
memiliki keunikan dan karakteristiknya sendiri yang perlu dipelajari
dan dimengerti sehingga dapat dihasilkan suatu perencanaan
konstruksi baja yang aman dan bertahan sesuai dengan waktu
rencana.
Buku Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja ini dibuat guna
memenuhi ketersediaan bahan ajar bagi mahasiswa Jurusan Teknik
Sipil dalam memahami secara jelas sifat-sifat baja, konsep dasar
perencanaan elemen pembentuk konstruksi baja serta metode
sambungan baut dan las. Buku ini juga membahas konsep-konsep
perencanaan dengan metode Alowable Stress Design (ASD) dan Load
Resistance Factor Design (LRFD) sehingga mahasiswa memahami
konsep dasar perencanaan struktur baja sambil tetap mengacu pada
standar yang berlaku di Indonesia yakni Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002 didukung
oleh beberapa referensi lainnya.
Buku ini dilengkapi dengan latihan-latihan soal dengan
harapan mahasiswa dapat dengan jelas melatih kemampuannya
dalam menjelaskan dan menghitung suatu perencanaan komponen
struktu baja yang dapat diaplikasikan di proyek konstruksi.

ii
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Disamping itu, tabel konstruksi baja juga dilampirkan sehingga


memudahkan mahasiswa dalam penyelesaian soal-soal yang ada.
Adapun penulis menyadari bahwa masih ada beberapa
kekurangan yang perlu diperbaiki dalam rangka meningkatkan
kualitas buku ajar ini dari segi penulisannya maupun isi dari buku
ini. Oleh karena itu saran dan kritikan dari pembaca untuk
menyempurnakannya sangat diharapkan sehingga dapat
dikembangkan melalui buku ajar konstruksi baja lanjutan.
Dengan selesainya penulisan buku ajar ini maka penulis
mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berterima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sampai selesainya
buku ajar ini:
1. Direktur Politeknik Negeri Manado, Bpk. Ir. Ever Slat, MT.
2. Kepala Pusat Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan
Mutu Pendidikan, Ibu. Dr. Hedy D. Rumambi, SE, MM dan
pegawai.
3. Ketua Jurusan Teknik Sipil, Bpk. Noldie Kondoj, ST, MT.
4. Romario, Harry dan Axel yang telah membantu dalam
penyempurnaan gambar dan hal lain yang berkaitan dengan
isi buku ajar ini.
Kiranya buku ajar ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil khususnya guna peningkatan kualitas belajar
mengajar mata kuliah Struktur Baja dasar.

Manado, Juni 2020

PENULIS

iii
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

DAFTAR ISI
DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR BAJA i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Tujuan 4
C. Tujuan Umum Pembelajaran 4
D. Ruang Lingkup 5
E. Manfaat 6
F. Petunjuk Penggunaan Buku 6
BAB II 7
PERILAKU MEKANIS BAJA 7
2.1 JENIS-JENIS PROFIL BAJA 7
2.1.1 Standar Amerika: 7
2.1.2 Standar Jerman: 9
2.1.3 Profil baja struktual 11
2.2 HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN BAJA 12
2.3 DAKTILITAS DAN KEGETASAN 16
2.4 FRAKTUR GETAS (BRITTLE FRACTURE) 17
2.5 STRAIN HARDENING 17
2.6 KELELAHAN (FATIQUE) 18
2.7 KEKUATAN IMPAK 19
iv
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

2.8 KEKERASAN (HARDNESS) 20


LATIHAN SOAL 20
TES FORMATIF 21
REFERENSI 21
BAB III 22
BATANG TARIK 22
3.1 METODE PERENCANAAN 23
3.1.1 Metode ASD (Allowable Stress Design) 23
3.1.2 Metode LRFD (Loas Resistance Factor Design) 23
3.2 TIPE PENAMPANG BATANG TARIK 25
3.3 TAHANAN NOMINAL BATANG TARIK 26
3.3.1 Kondisi leleh dari luas penampang kotor 27
3.3.2 Kondisi fraktur dari luas penampang efektif pada
sambungan 27
3.4 LUAS NETTO EFEKTIF (Effective Net Area) 34
3.5 GESER BLOK (BLOCK SHEAR) 36
3.6 BATANG TARIK DARI BAJA BULAT 37
3.7 MERENCANAKAN PENAMPANG BATANG TARIK 38
LATIHAN SOAL 42
TES FORMATIF 43
REFERENSI 44
BAB IV 45
BATANG TEKAN 45
4.1 TAHANAN TEKAN NOMINAL 45
4.2 PANJANG TEKUK 46
4.3 TEKUK LOKAL 48

v
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

4.4. KOMPONEN STRUKTUR TEKAN TERSUSUN 49


4.5 PELAT KOPEL 52
4.6 PERENCANAAN PROFIL BATANG TEKAN 53
4.7 TEKUK TORSI DAN TEKUK LENTUR TORSI 54
LATIHAN SOAL 61
TES FORMATIF 61
REFERENSI 62
BAB V 63
SAMBUNGAN DENGAN BAUT 63
5.1. TIPE-TIPE SAMBUNGAN 64
5.2. SAMBUNGAN DENGAN BAUT 65
5.2.1. Baut unfinished 65
5.2.2 Baut mutu tinggi 66
5.2.3. Jenis-jenis sambungan baut 68
5.2.4 Kekuatan dan perilaku sambungan dengan baut mutu
tinggi 72
5.3 SAMBUNGAN BALOK BERANGKA 82
LATIHAN SOAL 85
TES FORMATIF 86
REFERENSI 87
BAB VI 88
SAMBUNGAN DENGAN LAS 88
6.1 JENIS-JENIS PROSES PENGELASAN 88
6.2. JENIS-JENIS LAS UNTUK APLIKASI STRUKTURAL 92
6.3. KEKUATAN DAN PERILAKU SAMBUNGAN YANG
MENGGUNAKAN LAS SUDUT 97

vi
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

6.4 LUAS EFEKTIF LAS 104


6.5 TAHANAN NOMINAL SAMBUNGAN LAS 106
6.6 SAMBUNGAN SEIMBANG (Balanced Connection) 107
LATIHAN SOAL 111
TES FORMATIF 111
REFERENSI 112
DAFTAR PUSTAKA 113
GLOSARIUM 114
INDEKS 116
TABEL KONSTRUKSI BAJA 117

vii
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Tegangan dasar untuk berbagai mutu baja....................... 14


Tabel 3- 1. Faktor tahanan metode LRFD .......................................... 24
Tabel 5- 1. Diameter nominal baut hitam .......................................... 67
Tabel 6-1. Kekuatan las (kips per inchi panjang) ............................ 101
Tabel 6-2. Ukuran minimum las sudut ............................................. 102

viii
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Jenis-jenis struktur baja .................................................. 3


Gambar 2-1. Standar tipe penampang profil...................................... 11
Gambar 2- 2. Profil baja struktural: a) rolled steel, b) cold formed
steel .................................................................................................... 12
Gambar 2-3. Hubungan tegangan-regangan baja............................... 15
Gambar 2-4. Pengaruh strain-hardening baja.................................... 18
Gambar 3-1. Tipe penampang komponen tarik ................................. 26
Gambar 3-2. Distrubusi tegangan sekitar lubang .............................. 28
Gambar 3-3. Penempatan lubang dalam satu garis ........................... 29
Gambar 3-4. Penempatan lubang tidak segaris ................................. 30
Gambar 3-5. Nilai 𝑥 untuk beberapa tipe profil ................................. 35
Gambar 3-6. Keruntuhan geser blok .................................................. 37
Gambar 4- 1. Panjang tekuk untuk beberapa kondisi perletakan ..... 47
Gambar 4-2. Nilai batas r untuk berbagai tipe penampang ............. 49
Gambar 4- 3. Tiga model tekuk pada komponen struktur tekab ....... 55
Gambar 5-1. Jenis baut (a) diulir penuh dan (b) tidak diulir penuh . 67
Gambar 5- 2. Jenis sambungan lap joint (join tumpang tindih) dan
butt joint (join lurus) ......................................................................... 69
Gambar 5- 3. Jenis umum sambungan dengan baut........................... 70
Gambar 5-4. Jenis sambungan baut pada gedung .............................. 71
Gambar 5-5. Baut yang mengalami geser tunggal ............................. 72
Gambar 5-6. Baut yang mengalami geser rangkap ............................ 73
Gambar 6-1. Proses pengelasan busur logam secara manual ............ 89
Gambar 6-2. Proses pengelasan busur tercelup ................................ 90
Gambar 6-3. Jenis-jenis las ................................................................. 92
Gambar 6-4. Jenis-jenis join ............................................................... 93
Gambar 6-5. Las sudut yang khas....................................................... 94
Gambar 6-6. Las sudut ........................................................................ 95
Gambar 6-7. Batasan las sudut ........................................................... 95
Gambar 6-8. Las tumpul ..................................................................... 96
Gambar 6-9. Beban pada las sudut ..................................................... 99
ix
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 6-10. Ukuran untuk las sudut ............................................. 102


Gambar 6-11. Ukuran maksimum las ............................................... 103
Gambar 6-12. Tebal efektif las tumpul ............................................. 105
Gambar 6-13. Tebal efektif las sudut ............................................... 106
Gambar 6-14. Penyeimbangan sambungan las ................................ 107

x
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bahan baja sebagaimana kita ketahui dewasa ini, merupakan
kreasi manusia modern. Pendahulu baja, yaitu besi cetak (cast iron),
ditemukan di Cina pada ke IV sebelum Masehi) dan besi tempa
(wrought iron), telah banyak digunakan pada banyak gedung dan
jembatan sejak pertengahan abad kedelapan belas sampai
pertengahan abad kesembilan belas. Meskipun demikian, di Amerika
Serikat, baja baru mulai dibuat pada tahun 1856. Pengunaan baja
pada mulanya adalah sebagai konstruksi utama jembatan Eads di St.
Louis, Missouri, yang dimulai pembangunaannya pada tahun 1868
dan selesai pada tahun 1874. Kemudian pada tahun 1884 diikuti
dengan pembangunan gedung bertingkat sepuluh berstruktur baja
(nantinya menjadi 12 tingkat), yaitu Home Insurance Company
Building di Chicago. Pertumbuhan pembangunan baja yang sangat
cepat di kota Chicago disebakan oleh posisi kota itu sebagai pusat
komersial ekspansi ekonomi. Ekspansi yang cepat ini menyebabkan
bertambahnya kebutuhan akan gedung komersial. Hal ini
menyebabkan tingginya harga tanah sehingga gedung bertingkat
bnyak menjadi efektif.
Seabad setelah ditemukannya, bahan baja telah banyak
dikembangkan, baik dalam sifat materialnya maupun dalam metode
dan jenis penggunaanya. Beberapa struktur baja yang dapat dicatat
disini antara lain adalah jembatan gantung Humber Estuary di

1
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Inggris, yang bentang utamanya sampai 4626 ft; Menara radio di


Polandia dengan tinggi 2120 ft; dan Sears Tower di Chicago setinggi
109 tingkat (1454 ft). Struktur-struktur ini mempunyai kekuatan dan
kualitas baja masing-masing yang khas.
Hal ini dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja
merupakan jawaban untuk semua masalah struktural. Bahan
bangunannya lainnya, seperti beton, bata dan kayu, mempunyai
peran sendiri-sendiri, dan dalam banyak situasi dapat merupakan
alternative yang ekonomis. Akan tetapi, dalam penggunaannya pada
bangunan apabila perbandingan (rasio) antara kekuatan berat (atau
kekuatan persatuaan berat) harus dipertahankan tinggi, maka
bajalah yang dapat memenuhinya.
Baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada
umumnya mengandung lebih dari 98% besi dan biasanya kurang dari
1% karbon. Sekalipun komponen aktual kimiawi sangat bervariasi
untuk sifat-sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan
tahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen
paduan launnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga,
krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah. Baja tidak merupakan
sumber yang dapat diperbaharui (reneawable), tetapi dapat
mempunyai sifat daur ulang (recycled), dan komponen utamanya
yakni besi sangatlah banyak.
Salah satu keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan
sifat-sifatnya yang dapat diduga secara cukup cepat. Kestabilan
dimensional, kemudahan pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga
merupakan hal-hal yang menguntungkan dari baja struktural ini. Kita
dapat juga menuliskan kerugian-kerugiannya seperti mudahnya

2
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

bahan ini mengalami korosi (kebanyakan baja, tapi tidak semua jenis
baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatur tinggi. Baja tidak
mudah terbakar tapi harus anti api. Beberapa jenis struktur baja
diperlihatkan pada Gambar 1-1.
Berdasarkan beberapa hal di atas, pembelajaran tentang
dasar-dasar perencanaan struktur baja sangatlah diperlukan
sehingga dapat diketahui dengan jelas konsep perhitungan
berdasarkan standard dan peraturan yang berlaku termasuk
perkembangan peraturan yang berlangsung terus menerus setiap
tahunnya. Pengetahuan yang benar tentang dasar perencanaan
struktur baja dapat mengantar pembaca khususnya mahasiswa dan
dosen Teknik Sipil pada perencanaan-perencanaan yang lebih
kompleks termasuk untuk bangunan struktur baja bertingkat
banyak.

Gambar 1-1. Jenis-jenis struktur baja


3
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

B. Tujuan
Buku ajar ini disusun untuk memberikan pengetahuan
kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mampu untuk menyebutkan
dan memberikan contoh bentuk-bentuk bangunan dari struktur baja
serta bentuk-bentuk profil baja yang ada, menjelaskan perilaku
mekanis baja, hubungan tegangan dan regangan baja melalui kurva
Tegangan-Regangan Baja, menganalisis dan mendisain penampang
batang tarik dan batang tekan, merencanakan dan menghitung
sambungan dengan menggunakan baut dan las.

C. Tujuan Umum Pembelajaran


Setelah menyelesaikan kuliah ini dengan baik diharapkan
mahasiswa dapat:

 Menyebutkan dan memberikan contoh bentuk-bentuk


bangunan dari struktur baja serta bentuk-bentuk profil baja
yang ada
 Menjelaskan perilaku mekanis baja, terutama tentang
hubungan tegangan dan regangan baja melalui kurva
Tegangan-Regangan Baja
 Menganalisis dan mendisain penampang batang tarik dan
batang tekan
 Merencanakan dan menghitung sambungan dengan
menggunakan baut dan las
 Mendisain rangka atap sederhana untuk konstruksi struktur
baja lanjutan

4
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

D. Ruang Lingkup
Pada dasarnya mata kuliah ini bersifat teori dengan isi mata
kuliah berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar perencanaan struktur
bangunan yang menggunakan material baja. Melalui bahan ajar ini,
mahasiswa diharapkan mampu memahami prinsip dasar
perencanaan komponen struktur baja dan mampu menganalisis
sesuai dengan peraturan perencanaan yang berlaku seperti metode
perencanaan dengan menggunakan Allowable Stress Design (ASD)
dan Load Resistance Factor Design (LRFD). Sistem perkuliahan
dilaksanakan dengan mengkombinasikan perkuliahan tatap muka,
tugas mandiri dan pembelajaran online.
Adapun dalam rangka memenuhi tujuan pembelajaran maka
peraturan yang digunakan dalam perencanaan struktur baja yang
akan dibahas dalam bahan ajar ini adalah berdasarkan peraturan-
peraturan yang berlaku:

1. PPPBI (Peraturan Perencanaan Struktur Baja Indonesia)


2. TGB1972 Staal: Technische Grandslagen Voor de
Bereekening Van Bouw Constructies. (Peraturan Konstruksi
Baja Negeri Belanda)
3. AISC: American Institute of Steel Construction
4. AISI: American Iron and Steel Construction
5. AASHTO: American Association of State Highway and
Transportation Officials
6. ASTM: American Society for Testing and Materials
7. JIS: Japan Industrial Standards
8. DIN: Deutch Industrie Narmen
9. AIJ: Architectural Institute of Japan
5
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

10. BS449: British Standard 449

E. Manfaat
Manfaat umum dari buku ajar ini adalah mahasiswa mampu
memahami konsep dari dasar-dasar perencanaan struktur baja
sehingga memperoleh keterampilan dalam mendisain komponen
struktur baja dari suatu bangunan termasuk jenis sambungan yang
tepat digunakan dalam suatu bangunan yang menggunakan material
baja.

F. Petunjuk Penggunaan Buku


Mahasiswa diharapkan untuk memahami terlebih dahulu
tujuan pembelajaran dari bahan ajar ini. Materi dari setiap bab perlu
dicermati dan dipelajari dengan seksama sebelum menyelesaikan
soal latihan. Selama mempelajari isi bahan ajar, mahasiswa dapat
menggunakan referensi lain dalam rangka menambah pemahaman
mahasiswa termasuk didalamnya menjawab soal latihan yang
diberikan dengan benar. Keberhasilan mahasiswa dalam memahami
materi yang diberikan akan dievaluasi melalui ujian tes formatif,
ujian tengah semester dan ujian akhir semester.

6
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB II
PERILAKU MEKANIS BAJA

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan topik ini diharapkan mahasiswa dapat:
 Menggambarkan bentuk kurva tegangan-regangan baja serta
memberikan penjelasan tentang kurva tersebut
 Menjelaskan perilaku-perilaku bahan baja sehubungan
dengan suhu tinggi, fraktur getas, strain hardening, kelelahan
(fatigue), kekuatan impak, dan kekerasan (hardness).=

Pengantar
Baja merupakan salah satu material yang banyak digunakan
dalam konstruksi bangunan Teknik Sipil. Baja terbuat dari carbon
dan manganese sebagai bahan pokok untuk meninggikan tegangan.
Prosentase carbon dari baja maksimal 1,7% dengan 1,65%
Manganesse, 0,6% Silicon dan 0,6% Copper.
Sebagai material pembentuk konstruksi, perlu diketahui
perilaku-perilaku utama bahan baja sehingga dapat diperhitungkan
dalam perencanaan setiap elemen konstruksi.

2.1 JENIS-JENIS PROFIL BAJA


Jenis jenis profil baja yang dapat dibedakan menurut Standar
Amerika dan Standar Jerman dimana standar tipe penampang profil
ditunjukkan oleh Gambar 2-1.

2.1.1 Standar Amerika:


Bentuk-bentuk profil baja menurut standar Amerika adalah:

7
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

1. W Shape (Wide Flange)


Bentuk W sangat efisien untuk memikul lentur karena
flensnya lebar dan tebal badannya tipis. Sehingga
perbandingan antara momen inersia dan berat profilnya
besar. Wide Flange diketemukan oleh Henry Grey tahun
1870. Wide flange digunakan untuk balok ataupun kolom.
Pada table AISC, ditulis seperti contoh berikut:
W18 x 97 artinya tinggi profil 18 inchi dan berat profil =
97 lb/ft.
Contoh: Misalkan tertulis WF 250 x 175 x 7 x 11,
artinya
Tinggi profil = h = 250 mm;
Lebar flens = bf = 175 mm;
Tebal badan = tw = 7 mm;
Tebal flens = tf = 11 mm.
2. M Shape (“ Miscellaneous shape”/ bentuk lain-lain)
Bentuk Penampang adalah I tapi flens tidak lebar. Contoh:
M8 x 28, artinya tinggi profil adalah 8 inchi, beratnya =
28 lb/ft
3. S Shape (“American Standard Beam”).
Flens sebelah dalam agak miring ke arah badan, web
lebih tebal.
Misalnya S 24 x 106, artinya profil = 24 inchi dan berat
profil = 106 lb/ft
4. Bentuk HP (“Bearing Pile Shape”).
Profil HP adalah profil yang mempunyai karakteristik
penampang agak bujur sangkar dengan flens dan web

8
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

yang hampir sama tebalnya. Profil ini umunya digunakan


sebagai pondasi tiang pancang.
5. Profil C (“American Standard Channel”)
Contoh; C12 x 30, artinya tinggi profil 12 inchi
berat profil 30 lb/ft
6. Profil MC (“Miscellaneous Channel”)
7. Bentuk Siku L
Contoh: L 9 x 4 x ½, artinya
tinggi salah satu kaki = 9 inchi
tinggi kaki lainnya = 4 inchi
tebal kedua kaki = ½ inchi
8. Bentuk T, terdiri dari:
a. WT terbuat dari bentuk W yang dipotong di tengah
badannya
b. MT terbuat dari bentuk M yang dipotong di tengah
badannya
c. ST terbuat dari bentuk S yang dipotong di tengah
badannya
9. Pipa baja (“Steel Pipe”)

2.1.2 Standar Jerman:


1. Profil INP (dapat dilihat pada tabel baja)
Profil ini identik dengan bentuk S dari Standar Amerika.
Misalnya INP 100, pada tabel tertulis sebagai berikut:
Tinggi profil = 100 mm
Lebar flens = 50 mm
Tebal badan = 4,5 mm
9
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Tebal flens = 6,8 mm


2. Profil DIN
3. Profil DIE
4. Profil DIR
5. Profil DIL
Perbedaan profil DIN, DIR, DIE, DIL adalah sebagai
berikut:
Keterangan DIN 100 DIR 100 DIE 100 DIL 100

H 100 mm 112 mm 94 mm 100 mm

bf 100 mm 104 mm 99 mm 100 mm

tw 6,5 mm 10 mm 5 mm 5 mm

tf 11 mm 17 mm 8 mm 11 mm

6. Profil UNP (Channel)


Misalnya [ 40, artinya:
Tinggi profil = 400 mm
Lebar flens = 110 mm
Tebal badan = 14 mm
Tebal flens = 18 mm
7. Profil Siku
Profil siku dinyatakan dengan huruf L, panjang kakinya
dan tebalnya. Profil ini dapat mempunyai kaki siku yang
sama atau tidak sama. Untuk siku berkaki tidak sama,
kaki yang lebih anjang disebut terlebih dulu. Sebagai
contoh, L 30 x 20 x 10 menunjukkan siku yang satu

10
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

kakinya mempunyai panjang 30 mm, kaki lainnya 20 mm,


dan kedua kaki ini mempunyai tebal 10 mm.
8. Profil T
Seperti pada standar Amerika. Contoh T 20, artinya:
Tinggi profil = 20 mm
Lebar flens = 20 mm
Tebal badan = 3 mm
Tebal flens = 3 mm

Gambar 2-1. Standar tipe penampang profil

2.1.3 Profil baja struktual


Jenis-jenis baja struktural yang umum digunakan adalah
profil baja giling (rolled steel shapes) dan profil baja yang dibentuk
dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes) sebagaimana pada
Gambar 2-2.

11
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

(a) (b)
Gambar 2- 2. Profil baja struktural: a) rolled steel, b) cold formed
steel

Profil baja giling dibentuk dengan cara blok-blok baja yang


panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Profil baja giling ini
mengandung tegangan residu (residual stress) yaitu tegangan yang
timbul sebagai akibat proses pendinginan baja. Jadi, sebelum batang
dibebani sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik. Ada juga
penampang baja yang dibentuk dari baja lembaran tipis yang
dinamakan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold
formed steel shapes). Profil semacam ini dibentuk dari pelat-pelat
yang sudah jadi menjadi profil baja dalam temperatur atmosfir
(dalam keadaan dingin).

2.2 HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN BAJA


Dalam desain suatu struktur, hal utama yang harus
diperhatikan adalah keamanan pemakai bangunan itu. Segi ekonomi,
keindahan kegunaan, daya tahan dan lain sebagainya merupakan
tinjauan sekunder dibandingkan dengan keamanan dan “rasa tenang”
pemakainya. Kompetensi seorang perancang merupakan faktor yang

12
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

sangat penting dalam merencanakan bangunan sesuai dengan


persyaratan melalui penilaian yang sesuai dan benar.
Dalam tinjauan keamanan, keputusan harus dibuat dengan
mengetahui seberapa aman suatu struktur dirancang. Ekspresi
keamanan secara normal dinyatakan dengan faktor keamanan.
Faktor keamanan ini dapat didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi
secara umum dapat disebut sebagai perbandingan antara beban
(atau tegangan) yang menyebabkan kegagalan terhadap beban
maksimum (tegangan maksimum) yang secara aktual diizinkan
bekerja pada struktur. Dalam desain tegangan izin, tegangan leleh
pada elemen struktur dianalogikan dengan kegagalan. Meskipun baja
secara aktual tidak akan gagal (rupture, fail) pada saat leleh,
deformasi yang terjadi sudah dianggap berlebihan, yang pada
gilirannya akan menyebabkan struktur tidak dapat digunakan.
Faktor keamanan direkomendasikan oleh berbagai
spesifikasi dan code yang bergantung pada banyak hal. Bahaya
terhadap kehidupan dan barang-barang sebagai akibat collapse satu
jenis elemen struktur, keyakinan dalam metode analisis, keyakinan
dalam memprediksi beban, variasi sifat material dan kerusakan yang
mungkin terjadi selama umur struktur merupakan hal-hal yang juga
perlu diperhatikan. Faktor-faktor keamanan yang direkomendasikan
merupakan hasil pengalaman, riset, dan sejarah, dan merupakan
harga minimum yang secara tradisional sebagai praktek yang baik.
Pada Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung,
dapat dilihat besarnya tegangan dasar untuk berbagai mutu baja
berdasarkan jenis kekuatannya (Bj34, Bj37, Bj41, Bj44, Bj50 dan
Bj52), dimana harga Faktor Keamanan diambil sebesar 1,5. Harga

13
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

yang tercantum dalam Tabel 2-1 adalah untuk elemen-elemen yang


tebalnya kurang dari 40 mm. Dan jika tebal elemen antara 40 mm –
100 mm, maka harga-harga tegangan tersebut harus dikurangi 10%.

Tabel 2-1. Tegangan dasar untuk berbagai mutu baja

Hubungan tegangan-regangan baja menunjukkan perilaku


bahan yang berhubungan dengan kekuatan dan deformasi. Hubungan
ini dinyatakan dengan persamaan konstitutif. Perilaku bahan baja
secara mudah dapat diketahui dengan mengamati hubungan
tegangan-regangan pada potongan baja yang ditarik secara perlahan
hingga putus sebagaimana pada Gambar 2-3 berikut ini:

14
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 2-3. Hubungan tegangan-regangan baja

Dari kurva Tegangan –Regangan di atas dapat disimpulkan:


 Pada tahap awal pembebanan, tegangan dan regangan
meningkat secara proporsional (linier) hingga tegangan
mencapai batas proporsional, p.
 Tegangan meningkat hingga mencapai batas elastik bila
pembebanan dihilangkan (unloading), maka regangan akan
kembali ke nol (tidak ada deformasi permanen). Deformasi
yang terjadi disebut deformasi elastik.
 Apabila tegangan melewati batas elastik, maka deformasi
yang terjadi akan bersifat permanen. Regangan yang besar
akan terjadi akibat peningkatan tegangan yang kecil, yaitu
setelah tegangan mencapai tegangan leleh (yield strees), σy.
 Tegangan akan mencapai harga tertinggi yang disebut
kekuatan tarik bahan (tensile strength atau ultimate
strength), σult.

15
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

 Setelah mencapai kekuatan tariknya, bahan akan mengalami


deformasi yang besar tanpa mengalami peningkatan
tegangan, bahkan tegangan cenderung semakin rendah
mencapai keruntuhan. Tegangan yang terjadi disebut
tegangan runtuh.
Walaupun baja secara umum disebut bahaan elastik, perilaku
elastik hanya berlangsung pada sebagian kecil dari kurva tegangan-
regangan. Modulus Elastisitas Baja (E) merupakan rasio tegangan-
regangan (kemiringan garis linear pada kurva elastik) sebelum
tegangan mencapai batas proposional. Harga ini merupakan besaran
karakteristik dari bahan. Untuk baja struktur, E = 2,1 x 106 kg/cm2.
Pada baja karbon rendah, tegangan leleh umumnya dianggap
sama dengan batas proposional. Secara umum, tegangan leleh baja,
σy, didefinisikan sebagai tegangan yang terjadi pada saat regangan
mencapai 0,2 % atau 0,002.
Pada baja karbon rendah, besar regangan plastik dapat
mencapai lebih dari 100 kali regangan leleh. Hal ini menunjukan sifat
daktilitas yang tinggi. Pada saat mencapai σult, luas penampang telah
berukurang dari penampang elastik. Perilaku ini dikenal sebagai
“necking”.

2.3 DAKTILITAS DAN KEGETASAN


Yang dimaksud dengan daktail adalah kemampuan suatu
bahan mengalami deformasi plastis yang besar sebelum
patah/fraktur. Sedangkan getas yaitu bahan patah/fraktur dengan
sedikit (tanpa) mengalami deformasi plastis.
Pada uji tarik, sifat daktail dan getas dari bahan dapat
diketahui dengan mengamati bentuk benda uji yang telah patah.
16
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Walaupun memiliki tegangan yang relatif rendah, baja karbon


rendah pada umumnya memiliki daktilitas yang tinggi. Perilaku
daktail ini sangat bermanfaat bagi elemen struktur yang
direncanakan terhadap gempa, yaitu melalui penyerapan energi
gempa pada saat elemen tersebut mengalami deformasi plastis yang
besar (dalam arah bolak-balik). Kekuatan tarik dari bahan getas
umumnya sama dengan tegangan runtuh/fraktur, dan terjadi pada
regangan yang relatif rendah.

2.4 FRAKTUR GETAS (BRITTLE FRACTURE)


Fraktur getas merupak jenis kegagalan yang berlangsung
tanpa terjadi deformasi plastis terlebih dahulu dan terjadi dengan
sangat cepat. Perilaku fraktur dipengaruhi oleh:
- Suhu
- Kecepatan pembebanan
- Besarnya tegangan yang bekerja
- Ukuran cacat yang ada
- Ketebalan pelat
- Geometri
- Pengerjaan lapangan

2.5 STRAIN HARDENING


Strain hardening merupakan perilaku peningkatan tegangan
yang terjadi setelah bahan leleh, dimana peningkatan resistensi
terjadi seiring dengan terjadinya kenaikan daya tarik bahan.
Perhatikan Gambar 2-4, setelah bahan mengalami leleh dan
mencapai titik A (plastis) tanpa mengalami kenaikan tegangan,

17
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

pembebanan dihilangkan dan bahan mengalami deformasi sebesar


OB (titik B). Pembebanan dilakukan kembali mengikuti garis BA.
Setelah mencapai titik A kembali, peningkatan beban dapat
terjadi karena bahan mengalami “strain hardening” yang
memungkinkan bahan mencapai titik C (yang lebih tinggi dari titik
A). Bila pada keadaan ini beban dihilangkan, maka bahan akan
mengalami deformasi permanen sebesar OD (titik D). Titik C
menunjukan tegangan leleh yang meningkat akibat perilaku strain-
hardening yang dimiliki bahan.

Gambar 2-4. Pengaruh strain-hardening baja

2.6 KELELAHAN (FATIQUE)


Pembebanan yang berulang-ulang pada bahan, terutama
pembebanan tarik, dapat menyebabkan kegagalan walaupun

18
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

tegangan leleh belum terlampaui. Fatique berlangsung progresif


dimana akhirnya terjadi penyebaran retak yang tidak stabil.
Fatique strength ditentukan oleh:
- Jumlah pembebanan ulang
- Perbedaan antara tegangan maksimum dan minimum
yang terjadi selama pembebanan.
- Ukuran awal dari cacat (retak yang sangat kecil) akibat
pengelasan yang buruk, pemotongan profil, pembuatan
lubang dan sebagiannya.
Perlu diperhatikan pada struktur baja yang sering mengalami
pembebanan ulang, seperti jembatan, struktur pemikul crane dan
sebagainya.

2.7 KEKUATAN IMPAK


Menyatakan ketahanan bahan terhadap terjadinya fraktur
yang tiba-tiba akibat terdapatnya cacat (retak kecil) atau konsentrasi
tegangan. Ketahanan bahan ini dinyatakan dengan kemampuannya
menyerap energi impak.
Perilaku ini diukur dengan memukulkan bandul kepada
spesimen logam yang memiliki “notch”. Besarnya energy dihitung
dari bedanya ketingggian bandul sebelum dan setelah bandul
mematahkan potongan logam tersebut. Beberapa jenis pengujian:
- Charpy V-notch
- Izod
Energi yang diperoleh bergantung kepada ukuran dan
geometri spesimen (termasuk radius dan notch), perletakan
spesimen, beban dan kecepatan bandul.

19
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Bahan baja dengan energi impak rendah pada umumnya


getas dan mempunyai daktilitas rendah. Kekuatan impak bahan baja
dipengaruhi oleh:
- Jumlah kandungan karbon
- Temperatur

2.8 KEKERASAN (HARDNESS)


Kekerasan (hardness) menyatakan ketahanan bahan
terhadap indentasi. Indentasi adalah penurunan yang terjadi akibat
deformasi plastis pada bahan setelah sebuah gaya dikerjakan kepada
bahan melalui benda (intender) yang sangat keras.
Beberapa jenis pengujian terhadap kekerasan (hardness)
bahan baja adalah:
- Brineel Hardness Test : intender berbentuk bola
- Vickers Hardness Test : intender berbentuk pyramid

LATIHAN SOAL
1. Dari kurva tegangan-regangan bagaimanakah kita
mendapatkan nilai dari modulus elastis (E) dan tegangan
leleh baja (σy)?
2. Jelaskan perilaku bahan baja berhubungan dengan:
a. Suhu tinggi
b. Daktilitas dan kegetasan
c. Fraktur getas
d. Strain Hardening
e. Kelelahan (Fatique)
f. Kekerasan (Hardness)
20
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

TES FORMATIF
1. Jelaskan keuntungan dan kerugian baja sebagai material
konstruksi!
2. Gambarkan kurva tegangan-regangan baja dan jelaskan!

REFERENSI
1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode
LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. Badan Standarisasi Nasional, “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002”,
Bandung, 2000.
3. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.
4. Oenteng, “Konstruksi Baja”, Penerbit ANDI, 2004.
5. Standar Nasional Indonesia, “Spesifikasi untuk bangunan
gedung baja structural”, SNI 1729:2015, Badan Standardisasi
Nasional.

21
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB III
BATANG TARIK

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan topik ini diharapkan mahasiwa dapat:
 Menyebutkan penggunaan elemen batang tarik pada struktur
baja.
 Menghitung dan menganalisis elemen batang tarik.

Pengantar
Batang tarik merupakan komponen struktur baja yang sangat
efektif memikul beban dan biasanya dijumpai di struktur jembatan,
rangka atap, menara transmisi, ikatan angin dll.
Dalam perencanaan batang tarik, perlu diperhatikan
beberapa faktor diantaranya luas penampang tanpa dan dengan
lubang akibat adanya baut maupun panjang batang yang berkaitan
dengan kelangsingan batang. Adapun luas penampang ditentukan
juga oleh kondisi penempatan lubang dan jenis profil yang
digunakan.
Metode perencanaan dijelaskan di awal bab ini sehingga
dapat diketahui kosep perencanaan yang digunakan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku.

22
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

3.1 METODE PERENCANAAN


3.1.1 Metode ASD (Allowable Stress Design)
Metode ASD mengacu pada Specification for Structural Steel
Building Allowable Stress Design and Plastic Design (AISC 1989),
yaitu suatu perencanaan yang menggunakan beban kerja dimana
tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu bahan pada
saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan
tegangan leleh (fy). Metode ini sering juga disebut Working Stress
Design karena perencanaannya yang menggunakan beban kerja.
Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi
tegangan leleh (fy) maka diberikan faktor keamanan terhadap
tegangan izin maksimum yang boleh terjadi. Adapun safety factor
(SF) yang digunakan adalah tunggal sebagaimana dalam persamaan
di bawah ini. Besarnya SF = 1,65 (AISC) dan 1,5 (PPBBI).

dimana:
𝑓𝑛
𝑓𝑢 = fu = tegangan yg dibutuhkan atau beban yang
harus dipikul
𝑆𝐹
fn = tegangan ijin maks atau kekuatan
komponen
SF = safety factor =1,5

3.1.2 Metode LRFD (Loas Resistance Factor Design)


Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban
maksimum pada saat terjadi keruntuhan dimana perencanaannya
mengacu pada kondisi batas atau limit state design. Dimana dalam
perhitungannya, hasil analisa elastis linier dikalikan dengan beban
terfaktor yang ditentukan berdasarkan studi probabilitas akan risiko
yang terjadi untuk setiap kondisi beban. LRFD pada umumnya

23
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

mengacu pada Manual of Steel Construction – Load and Resistance


Factor Design (AISC 1993) atau yang lebih baru.

dimana:
fu = tegangan yg dibutuhkan atau beban
𝑓𝑢 ≤  𝑓𝑛 yang harus dipikul
fn = tegangan ijin maks atau kekuatan
komponen
 = faktor tahanan

Tabel 3- 1. Faktor tahanan metode LRFD

Komponen struktur Komponen struktur Komponen struktur


tarik lentur tekan aksial
 = 0,9 keadaan  = 0,9 untuk lentur  = 0,85 keadaan
batas leleh batas leleh
 = 0,75 keadaan
batas fraktur

Adapun faktor beban yang digunakan dalam perencanaan


tergantung jenis dan kombinasi dan menurut peraturan baja
Indonesia, SNI -3-1729-2002 pasal 6.2.2 adalah:
Q = 1,4 D
Q = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
Q = 1,2 D + 1,6(Ld atau H) + (L . L atau 0,8W)
Q = 1,2 D + 1,3 W + L . L + 0,5 (La atau H)
Q = 1,2 D ± 1,0 E + L . L
Q = 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E)
Dengan:
D = Dead load, adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat
konstruksi pernlanen, termasuk dinding, lantai atap, plafon, partisi
rerap, rangga dan peralatan layan tetap

24
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

L = Live load, adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh


penggunaan gedung, rermasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban
lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
La = adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawaran
oleh pekerja, peralaran, dan material atau selama penggunaan biasa
oleh orang dan benda bergera
W = Wind load, adalah beban angin
E = Earthquake load, adalah beban gempa yang ditentukan dari
peraturan gempa L = 0,5 bila L < 5 kPa, dan L = 1 bila L  5 kPa.
Faktor beban untuk L harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir,
daerah yang digunakan untuk pertemuan umum dan sernua daerah
yang memikul beban hidup lebih besar dari 5 kPa

3.2 TIPE PENAMPANG BATANG TARIK


Batang tarik merupakan komponen struktur yang
mentransfer gaya tarik di antara dua titik pada struktur dengan
perencanaannya didasarkan atas luas penampang melintangnya.
Dimana jika terdapat lubah akibat sambungan baut, maka luas
penampang netto harus diperhitungkan sebagai luas total atau luas
bruto dikurangi dengan luas baut. Adapun bentuk tipe penampang
komponen tarik seperti pada Gambar 3-1.
Dalam disain batang tarik, perlu diperhatikan panjang yang
berkaitan dengan kekakuan dari batang tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menjaga agar supaya tidak terjadi kelebihan lendutan akibat
batang yang terlalu panjang, terlebih ketika harus menahan gaya
eksternal seperi gaya angin pada rangka terbuka atau peralatan yang
memberikan getaran yang cukup besar. Oleh karena itu diberikan
25
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

kriteria kekakuan batang tarik yang didasarkan atas kelangsingan


(slenderness) dari batang yakni L (panjang batang) / r (jari-jari
kelembaman) tidak boleh melebihi 240 untuk batang utama dan 300
untuk bracing dan batang-batang sekunder. Hal ini didasarkan atas
peraturan American Institute of Steel Construction (AISC) .
Sedangkan menurut American Association of State Highway and
Transportation Officials (AASHTO), batasannya adalah 200 untuk
batang utama dan 240 untuk bracing dan batang-batang sekunder.
Untuk peraturan PPBBI, L/r mengikuti peraturan dari AISC.

Gambar 3-1. Tipe penampang komponen tarik

3.3 TAHANAN NOMINAL BATANG TARIK


Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1, semua komponen
struktur yang memikul gaya tarik asksial terfaktor sebesar Nu, harus
memenuhi: Nu ≤  . Nn dimana Nn adalah gaya tarik terfaktor

26
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

sedangkan Nn adalah tahanan nominal dari penampang yang


ditentukan berdasarkan tiga macam keruntuhan batang tarik yaitu:
 Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari
sambungan
 Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan
 Geser blok pada sambungan

3.3.1 Kondisi leleh dari luas penampang kotor


Tahanan nominal Nn dari batang tarik memenuhi persamaan:
Nn = Ag . fy dimana Ag = Luas penampang kotor atau bruto, mm2
fy = tegangan leleh material, MPa
Untuk kondisi tanpa adanya perlemahan akibat lubang, tegangan
tarik dari batang akibat gaya tarik N:

𝑁
σtarik = Abruto ≤ 𝜎̅
N = Gaya tarik yang bekerja
Abruto = Luas penampang bruto
𝜎̅ = Tegangan dasar

3.3.2 Kondisi fraktur dari luas penampang efektif pada


sambungan
Adanya lubang pada batang tarik untuk penempatan baut,
membuat luas penampang tereduksi menjadi luas netto (An) dimana

27
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan disekitar


lubang baut yang dapat menyebabkan fraktur pada sambungan
sebagaimana Gambar 3-2. Pada pinggir lubang, tegangan tarik di
sekitar lubang baut adalah sekitar 3 kali tegangan rata-rata pada
penampang netto (teori elastisitas). Dengan bertambahnya beban,
deformasi akan bertambah sehingga mencapai kondisi ultimate yakni
tercapainya tegangan leleh.

Gambar 3-2. Distrubusi tegangan sekitar lubang

Akibat adanya penempatan lubang, maka AISC dan PPBBI


memberikan batasan perencanaan dimana:
- Luas netto efektif akibat lubang tidak boleh melampaui 85% dari
luas penampang bruto (AISC).
- PPBBI membatasi harga tegangan tarik rata-rata :
𝑁
𝜎𝑟𝑎𝑡𝑎2 = Abruto ≤ 0,75 𝜎̅ (𝜎̅ = tegangan dasar baja)

Sehubungan dengan variasi penempatan baut atau paku


keling maka perlu diperhitungkan besarnya luas penampang netto
akibat adanya lubang. Luas penampang yang berkurang akan
mengurangi juga tahanan dari penampang tersebut.

28
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai


pelubangan untuk baut, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk
baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor
ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian
diiperbesar, atau dipons penuh. Selain itu, dinyatakan pula bahwa
suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada material dengan
tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak
melebihi 5600/fy mm. Selanjutnya dalam pasal 17.3.6 diatur pula
mengenai ukuran lubang suatu baut, dinyatakan bahwa diameter
nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih besar
dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak
lebih dari 24 mm. Untuk baut yang diametermya lebih dari 24 mm,
maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar. Untuk luas
netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar
daripada 85% luas brutonya, An ≤ 0.85 Ag.
Contoh pada Gambar 3-3, terlihat bahwa jumlah lubang = 3
dalam satu baris sehingga luas netto (An) = b . t – 3 . A lubang dengan
A lubang = d (diameter lubang) . t (tebal penampang).

Gambar 3-3. Penempatan lubang dalam satu garis

29
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jika letak lubang tidak segaris sebagaimana contoh pada


Gambar 3-4, dimana bidang hancur tidak dapat ditentukan, perlu
dilakukan perhitungan A netto untuk diperoleh bagian mana yang
memiliki luas terkecil sebagai luas netto kritis atau luas netto
minimum. Perhitungan luas netto penampang dengan lubang
berselang-seling juga diatur dalam SNI 03-1729-2002 pasal 10.2.1.

Gambar 3-4. Penempatan lubang tidak segaris

Untuk menghitungnya, maka ditinjau beberapa potongan


kemudian diambil nilai terkecil dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
 Tinjau potongan yang melalui lubang no.1 – yaitu pot a-a
Anetto = Abruto – 1. ALubang
 Tinjau potongan yang melalui lubang 1,4 yaitu pot b-b
Jarak horisontal lubang 1 dan 4 dinamakan s
Jarak vertikal lubang 1 dan 4 dinamakan u
𝑠 2𝑡
Anetto = Abruto – 2 ALubang + 4 𝑢
dimana t = tebal penampang
 Bandingkan dengan syarat PPBBI ps. 3.2.3:
30
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Anetto = 85% x Abruto


Dari ketiga Anetto tersebut kita pilih nilai terkecil.
Ditinjau lagi kondisi letak lubang sebagaimana pada gambar
di bawah ini.

Langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut:


 Tinjau potongan 1 yang melalui lubang A dan B :
Anetto = Abruto – 2 ALubang
 Tinjau potongan 2 yang melalui lubang A, C, dan B :
𝑠12 𝑡 𝑠12 𝑡
Anetto = Abruto – 3 ALubang + +
4 𝑢1 4 𝑢2

 Tinjau potongan 3 yang melalui lubang A,C,D :


𝑠12 𝑡 𝑠22 𝑡
Anetto = Abruto – 3 ALubang + +
4 𝑢1 4 𝑢2

 Bandingkan dengan syarat PPBBI : Anetto = 85% Abruto


Dari keempat nilai Anetto tersebut kita pilih terkecil

Jika sambungan yang diletakkan berselang-seling tersebut


dijumpai pada sebuah profil siku, kanal atau WF maka penentuan
nilai u dapat mengikuti aturan berikut:
31
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

a. Profil siku sama kaki atau tak sama kaki

b. Profil kanal

Jika tebal sayap (t1) dan tebal badal (t2) tidak sama maka u 2
= (g1+g2) – (½ t1 + ½ t2)

c. Profil IWF

Jika tebal sayap (t1) dan tebal badal (t2) tidak sama maka u 2
= (g1/2+g2) – (½ t1 + ½ t2)

32
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Contoh untuk kondisi penampang dengan profil siku dengan


lubang berselang seling.

d1

ga

Jarak lubang dalam arah horisontal = s


Jarak lubang dalam arah vertikal adalah u1 dan u2
U2 = gb + ga – t
 Tinjauan potongan 1 – 1 yang melalui lubang A dan E :
Anetto 1-1 = Aprofil – 2 ALubang
 Tinjauan potongan 2 – 2 yang melalui lubang B, D, F :
𝑠 2𝑡 𝑠 2𝑡
Anetto 2-2 = Aprofil – 3 ALubang + 4 𝑢 +
1 4 𝑢2

Dimana u2 = gb + gc – t
 Lalu bandingkan dengan syarat PPBBI: Anetto = 85% Aprofil
ambil harga Anetto terkecil.

33
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

3.4 LUAS NETTO EFEKTIF (Effective Net Area)


Untuk kondisi dimana elemen-elemen tariknya tidak
sebidang sepeti gambar di bawah ini, gaya N (tarik) disalurkan dari
pelat 1 ke profil 2 melalui sarana penyambung (baut, paku keling,
dll). Harga N yang diizinkan lebih kecil dari pada netto σ rata-rata.
Jadi ada harga luas netto efektif (Ae).

AISC 1.14.2.2 menentukan besarnya reduksi untuk luas netto efektif


sebagai berikut:
Ae = Ct . An
Dimana: Ae = luas netto efektif
An = luas netto
Ct = faktor reduksi (SNI 03-1729-2002 menggunakan
𝑥̅
simbol U) dan memformulasikan U = 1- ≤ 0,9
𝐿

dimana 𝑥̅ = eksentrisitas sambungan dan L = panjang sambungan


dalam arah gaya, yaitu jarak terjauh antara dua baut pada
sambungan. Contoh penentuan eksentrisitas sambungan pada
beberapa tipe profil dapat dilihat pada Gambar 3-5.

34
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 3-5. Nilai 𝑥̅ untuk beberapa tipe profil

Dengan beberapan ketentuan jika gaya tarik disalurkan dengan


menggunakan alat sambung las yaitu:
a. bila gaya tarik disalurkan hanya oleh las memanjang ke
elemen bukan pelat atau oleh kombinasi las memanjang dan
melintang, maka Ae = Ag.
b. bila gaya tarik disalurkan oleh las melintang saja: A e = luas
penampang yang disambung las (U=1).
c. bila gaya tarik disalurkan ke elemen pelat oleh las
memanjang sepanjang kedua sisi bagian ujung elemen:
Ae = U . Ag.
dengan U = 1,00 untuk l  2w
U = 0,87 untuk 2w  l  1,5w
U = 0,75 untuk 1,5w > l  w
l = panjang las
w = jarak antar las memanjang (lebar pelat)

Selain ketentuan di atas, koefisien reduksi untuk beberapa tipe


penampang sesuai ketentuan AISC:
35
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

 Untuk profil bentuk I (M, W, S, atau T yang dipotong dari


penampang I) dengan b/h > 2/3, dan sambungan pada pelat
saya dengan jumlah baut lebih atau = 3 buah per baris, harga
U = 0,90.
 Untuk semua bentuk penampang termasuk penampang
tersusun dengan jumlah baut dalam 1 baris searah gaya
minimum 3 bh → U = 0,85.
 Untuk penampang dimana jumlah baut 1 baris searah gaya =
2 buah → U = 0,75.

3.5 GESER BLOK (BLOCK SHEAR)


Kondisi geser blok atau disebut juga batas sobek terjadi
akibat kurangnya ketahanan dari elemen pelat tipis yang
disambungkan dengan alat pengencang dalam menerima beban tarik.
Keruntuhan geser blok dapat terjadi pada sambungan pendek yang
menggunakan dua alat pengencang atau kurang pada garis searah
bekerjanya gaya. Contoh terjadinya keruntuhan geser blok dapat
terlihat pada Gambar 3-6.
Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok
merupakan penjumlahan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu
irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya
yang saling tegak lurus. Dan tahanan nominal tarik dalam
keruntuhan geser blok diberikan oleh persamaan:
1. Geser Leleh – Tarik Fraktur (fu . Ant  0,6 . fu. Anv)
Nn = 0.6 fy Agv + fu Anv
2. Geser Fraktur – Tarik leleh (fu . Ant < 0,6 . fu. Anv)
Nn = 0.6 fu Anv + fy Agt
36
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Dengan:
Agv = Luas kotor akibat geser
Agt = Luas kotor akibat tarik
Anv = Luas netto akibat geser
Ant = Luas netto akibat tarik
fu = kuat tarik
fy = kuat leleh

Gambar 3-6. Keruntuhan geser blok

3.6 BATANG TARIK DARI BAJA BULAT


Batang tarik dari baja bulat digunakan untuk:
a. Pengikat gording pada bangunan
b. Pengikat vertikal untuk balok baja
c. Penggantung plafond, dll
PPBBI mengatur tentang batang tarik berupa baja bulat dimana
pemasangannya sebaiknya memakai wartel mur yang dipasang pada
tempat-tempat yang tidak mudah dijangkau orang dan diameter
batang baja bulat ≤ 1/500 panjang batang.

37
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Untuk perhitungan tegangan tarik ijin batang baja bulat


PPBBI ps 3.2.1 mensyaratkan tegangan tarik ijin ft = 0,75 𝜎̅. AISC
mensyaratkan:
 Untuk batang baja bulat berulir “deformed bar” :
ft = 0,33 fu
fu = Tegangan tarik batas, misal untuk mutu baja A36→ f u =
58 ksi
ft = Tegangan tarik izin
 Untuk batang baja penampang tidak bulat :
ft = 0,6 fy pada luas penampang netto
ft = 0,5 fu pada luas penampang netto efektif
fy = Tegangan leleh baja, misal untuk mutu baja A36→ fy = 36
ksi

3.7 MERENCANAKAN PENAMPANG BATANG TARIK


Dalam merencanakan ukuran profil dari batang tarik jika
diketahui besarnya gaya tarik (normal), panjang batang dan mutu
baja, maka langkah perhitungan adalah sebagai berikut:
38
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

1. Berdasarkan mutu baja, tentukan 𝜎̅tarik = 0,75 𝜎̅


𝑁
2. Anetto =
𝜎
̅𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘
𝐴𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜
3. Abruto = 85%
𝐿
4. Lalu cek 𝑖𝑚𝑖𝑛
apakah ≤ 240 jika ya maka pilih profil

berdasarkan data pada Tabel Konstruksi Baja


𝑁
5. Lalu cek terhadap 𝜎𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = < 0,75 𝜎̅
𝐴𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜

Dalam perencanaan baik PPBBI maupun AISC membatasi


kelangsingan batang tarik sebagai berikut:
𝐿
untuk batang utama = 240 (konstruksi utama)
𝑟
𝐿
𝑟
untuk batang penyokong “Lateral Bracing” dan konstruksi

sekunder = 300
𝐼
Dimana r adalah jari-jari girasi ( r =√ ) dan I adalah momen
𝐴

inersia. Pembatasan kelangsingan dimaksudkan untuk meningkatkan


kekakuan dan mengurangi terjadinya lendutan yang besar dan
vibrasi yang terjadi atas batang tekan.

Contoh Soal:
1. Suatu struktur pelat lantai dipikul oleh balok dari profil WF
450.200.9.14 dengan jarak antar balok adalah sebesar 2,5 m
(as ke as). Beban mati pelat lantai sebesar 2,5 kN/m2 dan
beban hidup 4 kN/m2. Hitunglah beban terfaktor yang harus
dipikul oleh balok tersebut sesuai kombinasi LRFD (SNI 03-
1729-2002)!

39
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jawab:
Tiap balok harus memikul berat sendiri ditambah beban dari
pelat selebar 2,5 m.
D = 0,76 + 2.5(2,5) = 7,01 kN/m (0,76 adalah berat
profil)
L = 2,5(4) = 10 kN/m
Karena hanya ada 2 jenis beban yakni beban mati dan beban
hidup, maka hanya perlu diperiksa terhadap kombinasi.
 U = 1,4D = 1,4(7,01) = 9,814 kN/m
 U = l,2D + l,6L + 0,5(La atau H)
= 1,2(7,01) + 1,6(10) + 0,5(0) = 24,412 kN/m
Jadi, beban terfaktor yang menentukan adalah sebesar 24,412
kN/m.

2. Diketahui sambungan pelat seperti pada gambar di bawah ini


dengan diameter lubang = 16 mm, tebal pelat 6 mm, mutu
baja Bj37. Tentukan luas penampang netto!.

40
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jawab:

Abruto = 0,6 (30,5) = 18,3 cm2


Alubang = 0,6 (1,6) = 9,96 cm2
 Tinjau potongan yang melalui lubang 1 dan 2 :
Anetto = 18,3 – 2(0,96) = 16,38 cm2
 Tinjau potongan yang melalui lubang 1,3,2 :
(5,5)2(0,6) (5,5)2(0,6)
Anetto = 18,3 – 3 (0,96) + 4 (6,5)
+ 4 (10)

= 16,49 cm2
Anetto = 85% Abruto
= 85% (0,6) (30,5) = 15,555 cm2
Pilih terkecil = 15,555 cm2

3. Sebuah pelat 10x150 mm dihubungkan dengan pelat


berukuran 10x250 mm menggunakan sambungan las seperti
pada gambar. Hitunglah tahanan tarik rencana dari struktur
tersebut jika mutu baja adalah Bj 41 (fy = 250 MPa, fu = 410
MPa)!
41
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jawab:
Kondisi leleh:
 Nn =  Ag . fy = 0,9 . 10 . 150 . 250 = 33,75 ton
Kondisi fraktur:
1,5 w = 225 mm > l = 200 mm > w = 150 mm ….. U = 0,75
Ae = U An = 0.75 . 10 . 150 = 1125 mm2
 Nn =  Ae . fu = 0,75 . 1125 . 410 = 34,6 ton
Jadi tahanan tarik rencana dari komponen struktur = 33,75 ton.

LATIHAN SOAL
1. Tentukan luas netto untuk keadaan berikut :

Diameter baut = 19 mm, tebal pelat = 16 mm.


2. Diketahui batang tarik dari profil baja siku sama kaki
memikul gaya tarik 20 ton, panjang batang 4 meter. Mutu
42
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

baja 41. Jumlah lubang = 1 dengan diameter lubang 23 mm.


Tentukan ukuran profil yang dapat dipakai!

TES FORMATIF
1. Suatu sistem struktur atap dari profil WF 400.200.8.13 yang
diletakkan setiap jarak 3 m, digunakan untuk memikul beban
mati sebesar 2 kN/m2, beban hidup atap 1,5 kN/m2 serta
beban angin 1 kN/m2. Hitunglah beban terfaktor yang harus
dipikul oleh profil tersebut!
2. Hitung An minimum dari batang tarik berikut yang terbuat
dari profil siku L100.150.10 dengan  lubang = 25 mm!

3. Tentukan profil siku dobel sama kaki untuk memikul gaya


tarik 80 ton, diameter baut 22 mm dengan jumlah lubang = 4.
Panjang batang 4,5 m dan mutu baja adalah Bj 37!
4. Hitunglah tahanan tarik rencana dari profil siku 50.50.5 yang
dihubungkan pada suatu pelat buhul seperti pada gambar di
bawah dengan mutu baja adalah Bj 37!

43
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

REFERENSI
1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode
LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. American Institute of Steel Construction INC. “Steel
Construction”, Thirteenth edition, 2005.
3. Badan Standarisasi Nasional, “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002”,
Bandung, 2000.
4. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.
5. Gunawan, R. “Tabel profil konstruksi baja”, Kanisius.
6. Oenteng, “Konstruksi Baja”, Penerbit ANDI, 2004.

44
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB IV
BATANG TEKAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan topik ini diharapkan mahasiswa dapat:
 Memahami perilaku komponen baja yang dibebani oleh gaya
tekan.
 Menjelaskan dan menghitung pembebanan aksial tekan
 Menghitung kombinasi beban aksial tekan dan lentur

Pengantar
Pembahasan mengenai perilaku batang tekan yang biasanya
dijumpai pada elemen struktur kolom dan batang tekan yang pada
umumnya batang tepi atasdalam rangka batang menjadi pokok
bahasan dalam bab ini.
Langkah-langkah perencanaan batang tekan akan dijelaskan
mencakup penentuan faktor tekuk, panjang tekuk yang dipengaruhi
oleh kondisi ujung perletakan dan perhitungan pembebanan aksial
tekan serta kombinasi beban aksial tekan dan lentur.

4.1 TAHANAN TEKAN NOMINAL


Menurut SNI 03-1729-2002, pasal 9.1, suatu komponen
struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban
terfaktor (Nu) harus memenuhi:

Nu < c Nn

45
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Dimana c = 0,85
Nn = kuat tekan nominal komponen struktur
= Ag . fcr
𝑓
fcr = 𝜔𝑦
sehingga daya dukung nominal Nu struktur tekan dapat dihitung
sebagai berikut:
𝑓𝑦
Nu < c Ag . fcr = c Ag .
𝜔
Dengan besarnya  ditentukan oleh c, yaitu:
Untuk c < 0,25 maka  = 1
1,43
Untuk 0,25 < c < 1,2 maka  =
1,6−0,67 𝜆𝑐

Untuk c > 1,2 maka  = 1,25 𝜆𝑐 2


Adapun c ditentukan oleh tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitas
baja (E) dan memenuhi formula:

𝜆 𝑓𝑦
c = √ dimana Lk = panjang tekuk
𝜋 𝐸
i = jari-jari inersia minimum

𝐿𝑘
= ;  = angka kelangsingan batang
𝑖

4.2 PANJANG TEKUK


Batang tekan hanya mampu menerima gaya tekan sampai
batas tertentu yang dinamakan gaya kritis (Pkr) atau gaya tekuk
sebagaimana terlihat pada gambar sebuah batang dengan panjang L
dan mendapat gaya tekan N.

46
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

𝜋 2 𝐸𝐼
Menurut Euler : 𝑃𝑘𝑟 =
𝐿𝑘 2

(Lihat Mekanika Teknik II Jilid 1 Seri DELTA)


Dimana Lk = Panjang tekuk = k.L
L = Panjang batang tekan
k = Koefisien panjang tekuk
E = Modulus elastisitas = 2,1 . 106 kg/cm2
Koefisien panjang tekuk disesuaikan dengan kondisi perletakan di
kedua ujung batang seperti diuraikan sebagai berikut:

Gambar 4- 1. Panjang tekuk untuk beberapa kondisi perletakan

47
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

4.3 TEKUK LOKAL


Tekuk lokal dapat terjadi jika ada penampang melintang
komponen struktur tekan yang cukup tipis misalnya profil-profil WF
dengan tebal flens yang tipis. Tekuk lokal terjadi bila tegangan
elemen penampang mencapai tegangan kritis pelat. Adapun tegangan
kritis plat tergantung dari perbandingan tebal dengan lebar,
perbandingan panjang dan tebal, kondisi tumpuan dan sifat material.
Jika terjadi tekuk lokal, maka komponen struktur tekan tidak dapat
memikul beban tekan sehingga berpotensi menyebabkan
keruntuhan.
Untuk menjamin agar tekuk lokal tidak akan terjadi sebelum
tekuk lentur, maka diatur penyederhanaan dalam memilih
perbandingan lebar dan tebal elemen penampang yang berkaitan
dengan kelangsingan elemen penampang komponen tekan melalui
persamaan:  = b / t < r
Rasio antara lebar dengan tebal suatu elemen biasanya dinotasikan
dengan simbol . Untuk profil WF maka kelangsingan flens dan web
dapat dihitung berdasarkan rasio bf/2tf dan h/tu, dengan bf dan tf
adalah lebar dan tebal dari flens sedangkan h dan t w adalah tinggi
dan tebal dari web. Jika nilai  lebih besar dari r maka penampang
dikategorikan sebagai penampang langsing dan sangat potensial
mengalami tekuk lokal. Batasan-batasan r untuk berbagai tipe
penampang seperti pada Gambar 4-2.

48
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 4-2. Nilai batas r untuk berbagai tipe penampang

4.4. KOMPONEN STRUKTUR TEKAN TERSUSUN


Komponen struktur tekan tersusun dari dua atau lebih profil
yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisis
kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu
bebas bahan, dimana proses tekuk dapat terjadi pada sumbu lemah
dengan inersia yang paling kecil. Sumbu bahan adalah sumbu yang
memotong semua elemen komponen struktur tersebut, sedangkan
sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya
memotong sebagian dari elemen komponen struktur tersebut.
Contohnya pada profil WF berikut dimana sumbu X dan
sumbu Y merupakan sumbu simetri. Sumbu lemah adalah sumbu
yang inersianya paling kecil (Jadi sb Y). Namun pada profil siku
sumbu X dan Y bukan sumbu utama karena bukan sumbu simetris.

49
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Pada tabel baja, untuk profil siku dapat lihat bahwa Iv < Iu jadi
tekuk akan terjadi pada sumbu v (sumbu lemah).
Besarnya Iv dan Iu dapat dilihat pada tabel baja atau pakai rumus:

𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 2 2
𝐼𝑚𝑎𝑥 = + √( ) + 𝐼𝑥𝑦
2 2

𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 𝐼𝑥 − 𝐼𝑦 2 2
𝐼𝑚𝑖𝑛 = − √( ) + 𝐼𝑥𝑦
2 2

Untuk penampang tersusun, penentuan sumbu x dan y dapat


dilihat pada gambar di bawah ini.

PPBBI mengatur tentang profil tersusun sebagai berikut:


1. Pada profil tersusun harus dihitung kekuatannya terhadap
sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.

50
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

2. Profil tersusun dibentuk dari beberapa profil tunggal yang


dihubungkan pada tempat-tempat tertentu dengan
menggunakan pelat kopel (“lancing”).
3. Kelangsingan batang :
Jika ditinjau profil tersusun berikut:

Sumbu bahan:
Sumbu X adalah sb bahan
𝑘 . 𝐿𝑥
λx = 𝑟𝑥

𝐼𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
rx = Jari-jari inersia terhadap sb X = √𝐴
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

Sumbu bebas bahan:


Sumbu Y adalah sb bebas bahan
𝑚
λiy =√𝜆𝑦 2 + 2
𝜆1 2

λ1 = Untuk penampang tunggal


= L1/rmin
𝑘. 𝐿𝑦
y = 𝑦

Keterangan:
L1 = Jarak antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan
Lx, Ly = Panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y
51
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

k = faktor panjang tekuk


rx, ry, rmin = jari-jari girasi komponen struktur
m = konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang
merupakan jumlah profil tunggal yang membentuk satu kesatuan

4.5 PELAT KOPEL


Fungsi dari pelat kopel adalah untuk:
 Memperkecil panjang tekuk batang-batang tunggal
 Mencegah gaya geser memanjang yang timbul sewaktu
batang melekuk
 Menggabungkan kedua profil agar dapat bekerja sama
sehingga dapat mempertahankan bentuk tetap dari
penampang.
Pelat kopel yang digunakan harus cukup kaku sehingga
memenuhi persamaan:
𝐼𝑝 𝐼1
 10
𝑎 𝐿1

52
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Dengan:
Ip = momen inersia pelat kopel, untuk pelat kopel di muka dan di
1
belakang yang tebalnya t dengan tinggi h, maka I p = 2 x 12 𝑡ℎ 3

I1 = momen inersia minimum satu buah profil


a = jarak antara dua pusat titik berat elemen komponen struktur
Selain ketentuan-ketentuan tersebut di atas, untuk menjaga
kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur tersusun,
maka harga x, iy dan 1 harus memenuhi:
x  1,2 1
iy  1,2 1
1 ≤ 50
Pelat kopel harus dihitung dengan menganggap bahwa pada seluruh
panjang komponen struktur tersusun tersebut bekerja gaya lintang
yang besarnya: Du = 0,02 Nu

4.6 PERENCANAAN PROFIL BATANG TEKAN


Dalam perencanaan, jika diketahui gaya tekan, panjang tekuk
dan akan dicari profil yang memenuhi syarat, terdapat beberapa
pendekatan dengan menggunakan rumus namun dikhususkan untuk
mutu bata Fe 360 atau Bj37.

 Untuk harga  > 110


Batang tunggal: Itaksiran = 1,21 N . Lk2
dimana N = gaya normal (ton)
Lk = panjang batang tekan (meter)
I = inersia (cm4)

53
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

 Untuk harga  ≤ 110


Batang tunggal: (Untuk profil WF)
𝑁
Ataksiran = 𝜎 + 1,5 𝐿𝑘 2

Batang tersusun:

𝑁
Ataksiran = + 0,65 𝐿𝑘 2
𝜎

𝑁
Ataksiran = 𝜎 + 2,5 𝐿𝑘 2

𝑁
Ataksiran = + 1,75 𝐿𝑘 2
𝜎

𝑁
Ataksiran = 𝜎 + 3,5 𝐿𝑘 2

4.7 TEKUK TORSI DAN TEKUK LENTUR TORSI


Jika sebuah komponen struktur tekan dibebani beban aksial
tekan sehingga terjadi tekuk terhadap keseluruhan elemen tersebut
(bukan tekuk lokal), maka ada tiga macam potensi tekuk yang
mungkin terjadi di antaranya:

54
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

a. tekuk lentur, pada umumnya kekuatan komponen struktur


dengan beban aksial tekan murni ditentukan oleh tekuk
lentur. Tekuk lentur mengakibatkan defleksi tehadap sumbu
lemah (sumbu dengan rasio kelangsingan terbesar). Setiap
komponen struktur tekan dapat mengalami kegagalan akibat
tekuk lentur.
b. tekuk torsi, model tekuk ini terjadi akibat adanya puntir
dalam sumbu memanjang komponen struktur tekan. Tekuk
torsi hanya terjadi pada elemen-elemen yang langsing
dengan sumbu simetri ganda. Bentuk profil standar hasil gilas
panas umumnya tidak mempunvai resiko terhadap tekuk
torsi, namun profil yang tersusun dari pelat-pelat tipis harus
diperhitungkan terhadap tekuk torsi.

Gambar 4- 3. Tiga model tekuk pada komponen struktur tekab

55
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

c. tekuk lentur torsi, yang terjadi akibat kombinasi tekuk lentur


dan tekuk torsi dimana batang akan terlentur dan terpuntir
secara bersamaan. Tekuk lentur torsi dapat terjadi pada
penampang-penampang dengan satu sumbu simetri saja
seperti profil kanal, T, siku ganda, dan siku tunggal sama kaki.
Selain itu juga dapat terjadi pada penampang-penampang
tanpa sumbu simetri seperti profil siku tunggal tak sama kaki
dan profil Z.

SNI 03-1729-2002 pasal 9.2 mensyaratkan pemeriksaan


terhadap tekuk lentur torsi untuk profil-profil siku ganda dan profil
T. Dinyatakan bahwa kuat tekan rencana akibat tekuk lentur torsi n
Nnlt dari komponen struktur tekan yang terdiri dari siku ganda atau
berbentuk T, harus memenuhi:
Nu < n Nnlt
Dengan n = 0,85
Nnlt =Ag. f clt
𝑓𝑐𝑟𝑦 + 𝑓𝑐𝑟𝑧 4.𝑓𝑐𝑟𝑦 .𝑓𝑐𝑟𝑧 .𝐻
f clt = ( ) [1 − √1 − ]
2𝐻 (𝑓𝑐𝑟𝑦 + 𝑓𝑐𝑟𝑧 )2

𝐺 .𝐽
f crz = 2
̅̅̅
𝐴.𝑟 0
𝐼𝑥 +𝐼𝑦
𝑟̅0 2 = + 𝑥𝑜 2 + 𝑦𝑜 2
𝐴
𝑥𝑜2 + 𝑦𝑜 2
H =1-( 2 )
̅̅̅
𝑟𝑜

Keterangan:
a. xo, yo merupakan koordinat pusat geser terhadap titik berat,
xo = 0 untuk siku ganda profil T.
56
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

b. f cry = fy / iy
𝐸
c. G adalah modulus geser, G = 2 (1+𝜐)
1
d. J adalah konstants punter, J = ∑ 3 𝑏 𝑡 3

Contoh soal:
1. Periksa jika komponen struktur tekan berikut dengan profil WF
300.200.9.14 kondisi perletakan jepit-sendi, cukup memikul
beban aksial terfaktor Nu = 120 ton. Mutu baja Bj 37 (fy = 240
MPa, fu = 370 MPa) dan panjang batang L = 4500 mm.

Jawab!
Data Profil WF 300.200.9.14
d = 298 mm, b = 201 mm, tw = 9 mm
tf = 14 mm, rx = 126 mm, ry = 47,7 mm
Ag = 8336 mm2 , r0 = 18 mm
h = d – 2(tf + r0) =234 mm

Periksa kelangsingan penampang:


𝑏/2 201/2
Flens = = 7,18
𝑡𝑓 14

250 250
= = 16,14
√𝑓𝑦 √240

𝑏/2
< 𝜆𝑟
𝑡𝑓

ℎ 234
Web = = 26
𝑡𝑤 9

57
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

665 665
= = 42,92
√𝑓𝑦 √240


< 𝜆𝑟
𝑡𝑤

Kondisi tumpuan jepit-sendi, k = 0,8


Arah sumbu kuat (sumbu x):
𝑘.𝐿𝑥 0,8 𝑥 4500
x = = = 28,57
𝑟𝑥 126

𝜆𝑥 𝑓 28,57 240
cx = √𝑦= √
200000
= 0,3149
𝜋 𝐸 𝜋

1,43
0,25 < cx < 1,2 x = 1,6−0,67 𝜆
𝑐𝑥

1,43
𝜔𝑥 = = 1,0295
1,6 − (0,67𝑥0,3149)
𝑓 240
Nn = Ag . fcr = Ag . 𝜔𝑦 = 8336 . 1,0295 = 194,3 𝑡𝑜𝑛
𝑥

𝑁𝑢 120
= = 0,73 < 1
∅𝑐 𝑁𝑛 0,85 𝑥 194,3

Arah sumbu lemah (sumbu y):


𝑘.𝐿𝑦 0,8 𝑥 4500
y = = = 75,47
𝑟𝑦 47,7

𝜆𝑦 𝑓𝑦 75,47 240
cy = √ = √
200000
= 0,832
𝜋 𝐸 𝜋

1,43
0,25 < cy < 1,2 y = 1,6−0,67 𝜆
𝑐𝑦

1,43
𝜔𝑦 = = 1,372
1,6 − (0,67𝑥0,832)
𝑓 240
Nn = Ag . fcr = Ag . 𝜔𝑦 = 8336 . 1,372 = 145,82 𝑡𝑜𝑛
𝑦

𝑁𝑢 120
= = 0,97 < 1
∅𝑐 𝑁𝑛 0,85 𝑥 145,82

58
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jadi, profil WF 300.200.9.14 cukup untuk memikul beban


terfaktor 120 ton.

2. Kolom mutu Bj 37, Panjang 9 meter. Ujung-ujungnya dianggap


sendi. Gaya tekan N = 80 ton bekerja sentris. Dalam arah sumbu
lemah diberi sokongan lateral (sokongan samping) ditengah
bentang. Tentukan profil WF yang dapat digunakan!

Jawab:
Diketahui:
N = 80 ton
𝜎̅ = 1600 kg/cm2
Lkx = 9 meter
Lky = 4,5 meter (Karena ada sokongan samping ditengah
bentang yang bertujuan memperpendek Panjang tekuk).
Ambil Lk = 9 meter

Taksir dulu luas penampang yang diperlukan:


𝑁
𝐴𝑡𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 = 𝜎
̅
+ 1,5 𝐿2𝑘
59
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

800
𝐴𝑡𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 = + 1,5 (92 ) = 121, 55 𝑐𝑚 2
1600

Coba WF 500 x 200 x 11 x 19 (luas profil lebih besar dari


Ataksiran).
Data-data profil berdasarkan Tabel Konstruksi Baja:
Ix = 56500 cm4
Iy = 2580cm4
Aprofil = 131,3 cm2
ix = 20,7 cm
iy = 4,43 cm
𝐿𝑘𝑥 900
𝜆𝑥 = = = 43,5
𝑖𝑥 20,7
Pilih terbesar = 101,6
𝐿𝑘𝑦 450
𝜆𝑥 = = = 101,6
𝑖𝑦 4,43

Untuk λ = 101,6, Bj37 (=Fe 360) → Tentukan faktor tekuk 


Pakai interpolasi berdasarkan tabel penentuan :
λ = 101→ ω = 2,062
λ = 102 → ω = 2,090

101,6−101
λ = 101,6 → ω = 2,062 + 102−101

(2,09-2,062)
= 2,0788
𝑁
Syarat stabilitas tekan: ω ≤ 𝜎̅
𝐴
80000
2,0788 131,3
≤ 1600 kg/cm2

60
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

1267 kg/cm2 < 1600 kg/cm2 → Profil WF 500 x 200 x 11 x 19


dapat dipakai.

LATIHAN SOAL
1. Rencanakan profil untuk kolom dengan panjang 7 meter,
mutu baja BJ 37. Gaya normal (sentris) = 120 ton. Ujung
atas dianggap sendi, ujung bawah jepit. Kolom tersebut
merupakan bagian dari struktur tak bergoyang!
2. Tentukan profil I-WF untuk memikul beban-beban aksial
tekan dengan beban mati = 400 kN, beban hidup = 700 kN,
Lk = 3 m dan fy = 250 MPa!

TES FORMATIF
1. Tentukan gaya aksial terfaktor dari kolom yang dibebani
secara aksial dengan panjang 4 m dan fy = 250 MPa dengan
jenis profil yang digunakan I-WF 450.300.10.15. Kedua ujung
perletakan adalah sendi jepit!
2. Rencanakan komponen struktur tekan berikut yang
menerima beban aksial terfaktor Nu = 60 ton dengan
menggunakan profil T. Panjang batang = 4000 mm dengan
kondisi perletakan jepit-jepit. Mutu baja Bj 37!

61
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

REFERENSI
1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode
LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. American Institute of Steel Construction INC. “Steel
Construction”, Thirteenth edition, 2005.
3. Badan Standarisasi Nasional, “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002”,
Bandung, 2000.
4. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.
5. Gunawan, R. “Tabel profil konstruksi baja”, Kanisius.
6. Oenteng, “Konstruksi Baja”, Penerbit ANDI, 2004.

62
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB V
SAMBUNGAN DENGAN BAUT

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini dengan baik diharapkan
mahasiswa dapat :

 Menjelaskan tipe-tipe sambungan dalam struktur baja.


 Menjelaskan kelebihan-kelebihan penggunaan baut mutu
tinggi dibandingkan dengan paku keling.
 Merencanakan dan menghitung sambungan dengan
menggunakan baut mutu tunggi.

Pengantar
Rangkaian dari setiap elemen tunggal pada suatu struktur
harus disambungkan dengan berbagai cara sehingga menjadi kaku.
Sambungan berfungsi terutama untuk meneruskan beban dari atau
ke elemen-elemen yang bertemu. Jadi, disain sambungan harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip struktural. Ini termasuk
merencanangkan suatu detail yang memadai secara struktural
ekonomis dan praktis. Beberapa jenis pengaku adalah baut, paku
keling dan las yang biasanya juga menggunakan pelat penghubung
dalam penyambungan.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang fungsi baut sebagai alat
sambung yang dilengkapi dengan penjelasan tentang kekuatan
tumpuan yang dapat dicapai dengan adanya sambungan baut.

63
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

5.1. TIPE-TIPE SAMBUNGAN


Setiap struktur merupakan rangkaian bagian-bagian tunggal
yang harus disambungkan satu sama lain dengan berbagai cara. Jenis
yang paling umum dari sambungan baja struktur yang digunakan
saat ini adalah sambungan dengan baut dan las. Paku keling juga
banyak digunakan sebagai salah satu penyambung dalam struktur
baja. Akan tetapi dengan munculnya baut berkekuatan tinggi, telah
menggeser kedudukan paku keling sebagai alat sambung. Jika
dibandingkan ketiga jenis sambungan yang ada, las merupakan
sarana penyambung paling kaku dan akan dibahas pada Bab VI.
Sambungan dengan paku keling merupakan metode
penyambungan dengan cara menyisipkan pen-pen logam pada
elemen-elemen yang disambungkan dan pembentuk kepala pada
masing-masing ujungnya untuk mencegah supaya sambungan
tersebut tidak terlepas lagi. Penyebab utama mengapa paku keling
ketinggalan jaman adalah munculnya baut berkekuatan tinggi, serta
perkembangan teknik-teknik pengelasan. Meskipun demikian,
disamping sebab-sebab yang ditemukan di atas, ada sejumlah
kekurangan yang sudah menjadi sifatnya yang menyebabkan paku
keling ketinggalan jaman, khususnya pada pengelingan di lapangan
dimana pengelingan membutuhkan tenaga kerja setidaknya terdiri
dari empat atau lima orang yang berpengalaman. Sedangkan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memasang baut berkekuatan
tinggi tidak perlu keahlian tinggi. Pengawasan sulit dilakukan,
bahkan tenaga ahli pemasangan paku keling yang paling
berpengalamanpun masih membutuhkan pengawasan yang sangat
ketat. Pencongkelan dan penggantian keling yang kurang baik

64
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

merupakan suatu prosedur yang mahal. Bahkan pemanasan sebelum


pemasangan merupakan hal yang kritis supaya dapat diperoleh
kekuatan yang diperlukan setelah pendinginan.
Faktor utama yang menunda segera diterimanya baut
berkekuatan tinggi adalah biaya bahan yang tinggi termasuk
diperlukan dua ring untuk pengencangan. Pada awal tahun 1950-an,
berkurangnya ongkos tenaga kerja untuk pemasangan baut belum
mengimbangi biaya bahan baut yang tinggi. Setelah ring dapat
direduksi menjadi satu saja atau dihilangkan sama sekali dan
kekuatannyapun dapat lebih tinggi daripada kekuatan paku keling,
baut berkekuatan tinggi mulai menjadi ekonomis. Sekarang, bahkan
dengan biaya tenaga yang lebih tinggi dan desain sambungan pada
umumnya membutuhkan baut lebih sedikit ketimbang keling,
keuntungan ekonomis jelas dimenangkan oleh baut berkekuatan
tinggi.

5.2. SAMBUNGAN DENGAN BAUT


Pada beberapa jenis baut yang dapat digunakan untuk
menghubungkan elemen baja struktura. Dua jenis yang umum
digunakan dalam aplikasi struktur adalah baut unfinished dan baut
mutu tinggi (high-strength bolts).

5.2.1. Baut unfinished


Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diberi nama
ASTM A307 dan merupakan tipe baut yang paling murah. Meskipun
demikian, baut ini mungkin saja justru tidak menghasilkan
sambungan yang paling murah karena dibutuhkan baut yang jauh
lebih banyak jumlahnya.

65
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Penggunaanya yang terutama adalah pada struktur ringan,


batang sekunder, catwalk, gording, girt, kerangka-kerangka kecil dan
yang serupa lainnya terutama yang bebannya kecil dan bersifat
statik. Baut sedemikian juga sering digunakan sebagai penghubung
sementara dimana kelak akan digunakan baut berkekuatan tinggi,
paku keling atau las sebagai sarana penghubung yang permanen.
Baut unfinished kerapkali disebut baut biasa, baut mesin atau baut
kasar, sedang wujudnya dapat berkepala atau ber-mur bujursangkar.

5.2.2 Baut mutu tinggi


Baut mutu tinggi atau baut berkekuatan tinggi merupakan
alat sambung mekanis yang paling banyak digunakan untuk baja
struktural. Menurut ASTM ada dua tipe dasar baut mutu tinggi yaitu
A325 dan A490 yang juga tertulis pada kepala baut. Baut-baut ini
berkepala heksagon (segi enam) tebal, yang digunakan bersama mur
segi enam yang tebal.
Baut A325 dan A490 dibedakan atas 3 tipe yakni baut baja
karbon sedang, baut baja karbon rendah dan baut baja tahan karat.
Jenis yang dipilih bergantung pada kondisi yang ada atau tampilan
yang dikehendaki, misalnya untuk digunakan pada temperatur tinggi,
atau yang digunakan pada kondisi korosi tinggi, atau juga
karakteristik cuaca tertentu.
Diameter baut mutu tinggi berkisar antara ½ sampai 1 ½
inch. Diameter yang paling banyak digunakan untuk konstruksi
bangunan adalah ¾ inch dan 7/8 inch, sedangkan ukuran yang paling
umum pada desain jembatan adalah 7/8 inch dan 1 inch.

66
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Untuk baut hitam jenis baut baja karbon rendah, terdapat dua
jenis yakni baut yang tidak diulir penuh dan baut diulir penuh (lihat
Gambar 5-1). Diameter baut yang diulir penuh memiliki diameter
kern (inti) yang ditulis dengan notasi d k atau d1 pada Tabel Baja
tentang baut. (lihat Tabel 5.1). Untuk baut yang tidak diulir penuh,
diameter nomimal adalah diameter terluar dari batang baut. Pada
kepala baut hitam biasanya ditulis kode misalnya 4.6 atau 4.8 yang
artinya untuk kode 4.6 adalah tegangan minimum baut = 4x6x100 =
2400 kg/cm2.

(a) (b)

Gambar 5-1. Jenis baut (a) diulir penuh dan (b) tidak diulir penuh

Tabel 5- 1. Diameter nominal baut hitam

67
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Adapun diameter yang dipergunakan untuk menghitung luas


penampang dijelaskan sebagai berikut:

 Untuk baut yang tidak diulir penuh


Abaut = ¼  dn2
 Untuk baut yang diulir penuh, terdapat referensi yang
langsung menggunakan dk dan ada yang memakai rumus:
𝑑𝑛 +3 𝑑𝑘
ds = sehingga Abaut = ¼  ds2
4

5.2.3. Jenis-jenis sambungan baut


Bentuk paling sederhana dari sambungan baut adalah lap
joint (hubungan tumpang tindih atau overlap) atau baut yang
memikul satu irisan seperti terlihat pada gambar 5-2(a). Tidak
banyak struktur yang menggunakan sambungan demikian karena
adanya kecerendungan besar pada elemen yang berhubungan untuk
berdeformasi.
Jenis sambungan yang paling umum digunakan adalah butt
joints (sambungan lurus) atau baut yang bekerja dua irisan dimana
gayayang bekerja pada baut tejak lurus sumbunya dan menimbulkan
tegangan geser tegak lurus baut. seperti terlihat pada Gambar 5-2(b).
Sambungan baut jenis lain dapat dilihat pada Gambar 5-3.

68
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 5- 2. Jenis sambungan lap joint (join tumpang tindih) dan


butt joint (join lurus)

Pemahaman mengenai aspek perilaku sambungan adalah hal


penting karena sambungan itu harus sesuai dengan kondisi tumpuan
yang dikehendaki pada elemen-elemen yang dihubungkan. Disain
elemennya, yang selalu dilakukan sebelum disain sambungan, harus
selalu didasarkan atas kondisi tumpuan yang diasumsikan. Sangat
banyak jenis sambungan, namun hanya beberapa diantaranya yang
merupakan sambungan standar yang telah dikembangkan pada
dewasa ini dan dapat dikelompokkan menurut perilakunya. Jenis
sambungan ini terutama dipakai pada sambungan balok ke kolom
dan balok ke balok dalam konteks gedung.

69
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 5- 3. Jenis umum sambungan dengan baut

Ada tiga jenis dasar konstruksi pada AISC menurut asumsi


disain, yaitu:

- Rangka kaku (rangka menerus). Pada konstruksi ini


sambungan balok ke kolom mempunyai kekakuan yang
cukup sehingga dapat mempertahankan sudut antra
elemen-elemen yang saling bertemu.
- Rangka sederhana (tidak ditahan atau berhubungan
sendi). Pada konstruksi ini, apabila mengalami beban
gravitasi, ujung-ujung balok dan girder hanya
dihubungkan untuk geser saja, dan bebas berotasi.

70
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

- Rangka semikaku (ditahan sebagian). Pada konstruksi ini


hubungan balok dan girder mempunyai kapasitas momen
dan mempunyai kekakuan antara rangka kaku dan
rangka sederhana.

Dengan demikian, dalam desain rangka baja, jenis sambungan


harus ditetapkan sebelum desain elemen struktur yang manapun.
Sesudah elemen struktur (balok dan kolom) didesain, sambungan
harus didesain sesuai jenis konstruksinya. Beberapa jenis umum
sambungan baut pada gedung terlihat pada Gambar 5-4.

Gambar 5-4. Jenis sambungan baut pada gedung

71
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

5.2.4 Kekuatan dan perilaku sambungan dengan baut mutu


tinggi
Dalam menentukan kekuatan sambungan baut mutu tinggi,
kita harus meninjau aspek geser, tumpu dan tarik, baik terhadap alat
sambungnya maupun terhadap material yang disambung. Pada
hampir semua sambungan struktural, baut harus dapat mencegah
terjadinya gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus
terhadap panjang baut seperti terlihat pada Gambar 5-5. Pada kasus
seperti ini bautnya disebut mengalami geser. Pada sambungan
tumpang tindih (lap joint) seperti ini, baut mempunyai
kecenderungan untuk mengalami geser di sepanjang bidang kontak
tunggal antara kedua plat yang disambung. Karena baut menahan
kecenderungan plat-plat saling menggelincir pada bidang kontak itu
dan karena baut itu mengalami geser pada satu bidang saja, maka
baut tersebut disebut mengalami geser tunggal.

Gambar 5-5. Baut yang mengalami geser tunggal

Pada sambungan lurus (butt joint) seperti terlihat pada


Gambar 5-6, ada dua bidang kontak sehingga baut memberikan
tahanannya disepanjang dua bidang dan disebut dalam keadaan
geser rangkap.

72
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 5-6. Baut yang mengalami geser rangkap

5.2.4.1 Sambungan baut Allowable Stress Design


Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang
mengalami geser tunggal sama dengan hasil kali antara luas
penampang melintang dan tegangan geser izin.

Ps = As. 𝜏

Dimana : Ps = kekuatan terhadap geser untuk satu baut (kg)

As = luas penampang melintang untuk satu baut (cm²)

𝜏 = tegangan geser izin (kg/cm²)− diambil sebesar 0,6 𝜎

Tegangan geser ijin bergantung pada jenis baut mutu tinggi, jenis
sambungan (gesek atau tumpu), dan jenis lubang. Jenis lubang ialah
lubang standar, kelebihan ukuran (oversized), atau bercelah
(slotted). Lubang dengan celah atau kelebihan ukuran lebih banyak
digunakan untuk memudahkan ereksi.
Apabila suatu baut mengalami lebih dari suatu bidang geser,
misalnya geser rangkap (Gambar 5-6), gaya geser izin untuk satu
baut adalah As dikalikan dengan banyak bidang geser (irisan tunggal
atau ganda).
Meskipun baut dalam suatu sambungan telah memadai
dalam meneruskan beban yang bekerja dengan mengalami geser,
sambungan ini masih dapat gagal kecuali apabila material yang
73
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

disambung tidak meneruskan beban ke baut dengan baik. Kapasitas


merupakan fungsi dari kekuatan tumpu (atau kekuatan hancur)
material yang disambung. Distribusi sesungguhnya mengenai
tekanan tumpu pada material disekitar lubang tidak diketahui
sehingga luas kontak yang diambil adalah diameter nominal
dikalikan dengan total material yang disambung. Ini diambil dengan
anggapan bahwa tekanan merata terjadi pada luas segiempat.
Kekuatan tumpu satu buah baut dinyatakan sebagai :
Pb = d. t. 𝜎b
Dimana : Pb = kekuatan tumpu izin untuk satu baut

d = diameter nominal baut

t = tebal pelat terkecil antara pelat yang disambung


dan pelat penyambung

𝜎b = tegangan tumpu izin

Tegangan tumpu izin 𝜎b adalah yang terkecil diantara kedua harga


berikut :

L. σ
𝜎b = atau 𝜎b = 1,5 𝜎
2𝑑

Dimana :

𝜎𝑏 = tegangan tumpu izin

d = diameter baut nominal

𝜎 = kekuatan tarik terendah dari bagian yang disambung

L = Jarak ( dalam cm) yang diukur pada garis kerja gaya as baut ke
(a) tepi terdekat baut sebelahnya, atau ke (b) ujung bagian
yang disambung terhadap mana gaya tersebut berarah.

74
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Umtuk perhitungan praktis, tegangan tumpu izin diambil sebesar 𝜎b


= 1,5 𝜎.

Sehingga kekuatan tumpu untuk satu buah baut adalah :

Pb = d. t. 1,5𝜎

PPBBI pasal 8.2 mengatur tegangan ijin baut sebagai berikut:

Tegangan geser ijin: 𝜏̅ = 0,6 𝜎̅

Tegangan tarik ijin: ̅̅̅̅


𝜎𝑡𝑟 = 0,7 𝜎̅

Tegangan idiil (akibat geser dan tarik) ijin: 𝜎𝑖 = √𝜎 2 + 1,56 𝜏 2 ≤ 𝜎̅

Tegangan tumpuan yang diijinkan:

𝜎̅tp = 1,5 𝜎̅ untuk s1  2 d

𝜎̅tp = 1,2 𝜎̅ untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2 d

s1 = jarak sumbu baut paling luar ke tepi bagian yang


disambung

s1 s1

Jarak antar baut dalam suatu sambungan diatur sebagai berikut:

 Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar


arah gaya, tidak boleh lebih dari 5 buah.

75
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

 Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung


bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan
tidak boleh lebih besar dari 3d atau 6 t (t adalah tebal terkecil
bagian yang disambungkan).
1,2d ≤ s1 ≤ 3d atau 6t
2,5d ≤ s ≤ 7d atau 14t

 Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari
sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh
kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau
14t.
2,5d ≤ u ≤ 7d atau 14t
1,2d ≤ u1 ≤ 3d atau 6t

 Jika sambungan terdiri dari lebih satu baris baut yang tidak
berseling, maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak
sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris

76
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d
atau 14 t.
2,5d < s < 7d atau 14 t
2,5d < u < 7d atau 14t
1,5d < s1 < 3d atau 6t
 Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang
dipasang berseling, jarak antara baris-baris baut (u) tidak
boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d
atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut
terdekat pada baris lainnga (s2) tidak boleh lebih besar dari
7d – 0,5u atau 14t – 0,5u.
2,5d < u < 7d atau 14t
S2> 7d – 0,5u atau 14t – 0,5u

Contoh soal

1. Hitunglah kapasitas beban layanan tarik (P maks) untuk


sambungan tipe lap joint pada gambar di bawah ini. Baut
yang digunakan adalah baut A 355 dengan diameter 20mm,
tebal masing-masing pelat 10 mm, baja yang dipakai adalah
Bj. 37 (𝜎 = 1600 kg/cm²).
Gambar :

77
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jawab:
a) Hitung kekuatan pelat
Luas bersih pelat (An) = (30 x 1) – (2 x 2,2 x 1) = 25,56
cm²
Kekuatan pelat : P pelat = An x 𝜎
P pelat = 25,56 x 1600 = 40896 kg
b) Hitung kekuatan baut dalam geser dan tumpu
- Kekuatan geser
Ps = As x 𝜏
Ps = ( ¼ x 𝜋 x d²) x ( 0,6 x 𝜎)
Ps = ( ¼ x 𝜋 x d²) x ( 0,6 x 1600)
Ps = 3649,3 kg
- Kekuatan tumpu
Pb = d x t x 1,5 x 𝜎
Pb = 2,2 x 1 x 1,5 x 1600
Pb = 5280 kg

Karena kekuatan geser lebih rendah dari kekuatan terhadap


tumpu, maka diambil kekuatan geser untuk 4 buah baut
adalah:

78
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

P bt= 4 x 3649,3 = 14597,2 kg

Jadi besarnya gaya tarik maksimum yang dapat dipikul oleh


sambungan tersebut adalah sebesar 14597,2 kg.

5.2.4.2 Sambungan baut metode LRFD dan SNI 03-1729-2002


Suatu baut yang memikul beban terfaktur Ru, sesuai
persyaratan LRFD dan SNI harus memenuhi: Ru ≤  . Rn dengan Rn
adalah tahanan nominal baut sedangkan  adalah faktor reduksi yang
diatur sebesar 0,75 sementara nilai R n berbeda-beda untuk masing-
masing tipe sambungan.
Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser
memenuhi persamaan:

Rn = m . r1 . fub . Ab

Dimana: r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir dan 0,4 untuk baut dengan
ulir pada bidang geser
fub adalah kuat tarik baut (MPa)
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak
berulir
m adalah jumlah bidang geser
Sedangkan tahanan nominal baut yang memikul gaya tarik,
tahanan nominalnya dihitung dengan persamaan:

Rn = 0,75 . fub . Ab

Dimana: fub adalah kuat tarik baut (MPa)


Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak
berulir
79
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Adapun tahanan tumpu nominal tergantung kondisi yang


terlemah dari baut atau komponen yang disambung ditentukan
sebagai berikut:

Rn = 2,4 . db . tp . fu

Dimana: db adalah diameter baut pada daerah tak berulit


tp adalah tebal pelat
fu adalah kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat
Persamaan ini berlaku untuk semua baut, sedangkan untul lubang
baut selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku:

Rn = 2,0 . db . tp . fu

Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.5 dimana jarak
antar pusat lubang baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali
diameter nominal baut, dan jarak antara baut tepi dengan ujung pelat
harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal baut. Dan jarak
maksimum antar pusat lubang baut tak boleh melebihi 15 t p (dengan
tp adalah tebal pelat lapis tertipis dalam sambungan) atau 200 mm,
sedangkan jarak tepi maksimum harus tidak melebihi 4t p + 100mm
atau 200mm.

80
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

3db < S < 15tp atau 200 mm


1,5db < S1 < (4tp + 100mm) atau 200mm

Contoh soal
1. Hitung beban kerja tarik maksimum untuk sambungan tipe
tumpu berikut yang menyatukan dua buah pelat (Bj 37)
berukuran 16x200mm. Baut yang digunakan berdiameter 22
mm, fub = 825 MPa, fu = 370 MPa dan tanpa ulir dalam bidang
geser. Beban hidup yang bekerja besarnya 3 kali beban mati.

Jawab:
Periksa kekuatan pelat terlebih dahulu, lakukan analisa
seperti batang tarik!

A = 16(200) = 3200 mm2

An = 3200 - 2. (22+2). 16 = 2432 mm2

Ae = An = 2432 mm2

Kondisi leleh:  Tn =  fy Ag = 0,90 (240) (3200) = 69,12 ton

81
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Kondisi fraktur:  Tn =  fu Ae = 0,75 (370) (2432) = 67,48


ton

Tinjau tahanan baut:

Geser:  Rn =  0,5 fub m Ab = 0,7 (0,5)(825)(1)(1/4  222)

= 11,76 ton/baut

Tumpu:  Rn =  2,4 db tp fub = 0,75(2,4)(22)(16)(370) =


23,44 ton/baut

Tahanan geser menentukan, sehingga tahanan untuk 4 baut:

 Tn = 4 x 11,76 = 47,O4 ton

Dari 3 kemungkinan tersebut  Tn = 47,04 ton yang


menentukan.

 Tn  Tu

47,04  1,2D + 1,6L

47,04 > l,2D + 1,6(3D) = 6D

D ≤ 7,84 ton dan L < 23,52 ton

Jadi, beban hidup yang boleh terjadi sebesar D + L = 7,84 +


23,53 = 31,36 ton

5.3 SAMBUNGAN BALOK BERANGKA


Sambungan balok berangka (frame beam connection)
merupakan jenis sambungan balok ke kolom dan balok ke girder
yang paling banyak digunakan.
Sambungan seperti ini digunakan sebagai konstruksi jenis 2
(Rangka Sederhana) dimana beban lateral (seperti angin) diabaikan
dalam desain, atau sistem lain pada struktur akan menahan beban
82
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

tersebut. Sambungan berangka demikian dikelompokkan sebagai


sambungan balok sederhana. Ia bersifat fleksibel dan tidak ditahan
sehingga dapat bebas berotasi pada tumpuannya. Dalam
kenyataannya memang ada kapasitas untuk menahan momen yang
timbul pada sambungan tersebut, tetapi ini dapat diabaikan, dan
sambungan itu biasanya hanya didesain terhadap geser.

Contoh Soal :
1. Rencanakan sambungan antara balok dan kolom seperti
pada gambar berikut ini, dimana diketahui reaksi dari balok
sebesar 20000 kg (20 ton), diameter baut ¾ inch (19 mm),
profil untuk kolom digunakan INP-26 dan untuk balok IPE-
55. Baja siku penyambung L 80.80.8 dan mutu baja 𝜎𝑦 =
2400 kg/cm2

Jawab:
Kolom menggunakan INP-26; tebal flens INP-26 = 14,1
mm
Balok menggunakan IPE-55; tebal web IPE-55 = 11,1 mm
𝜎𝑦 = 2400 𝑘𝑔/𝑐𝑚 2 : 𝜎 = 𝜎y/1,5 = 1600 kg/cm²

a) Sambungan baja siku pada balok.


- Kekuatan terhadap geser :
Ps = As . 𝜏
Ps = 2 x ¼ x 𝜋 x d² x 0,6 x 𝜎
Ps = 2 x ¼ x 𝜋 x 1,9² x 0,6 x 1600
Ps = 5443,8 kg.

83
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

- Kekuatan terhadap tumpu :


Pb = d x t x 1,5 x 𝜎
Pb = 1,9 x 1,11 x 1,5 x 1600
Pb = 5061,6 kg

Jadi untuk sambungan baja siku pada balok, jumlah baut


yang dibutuhkan adalah :

𝐺𝑎𝑦𝑎 20000
n= = = 3,9
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑢𝑡 5061,6

pakai 4 buah baut ∅ ¾ inch.

b) Sambungan baja siku pada kolom.


- Kekuatan terhadap geser :
Ps = ¼ x 𝜋 𝑥 𝑑² 𝑥 0,6 𝑥 𝜎
Ps = ¼ x 𝜋 x 1,9² x 0,6 x 1600
Ps = 2721,9 kg
- Kekuatan terhadap tumpu :
Pb = d x t x 1,5 x 𝜎
Pb = 1,9 x 0,8 x 1,5 x 1600
Pb = 3648 kg
Jadi untuk sambungan baja siku pada kolom,
jumlah baut yang dibutuhkan adalah :

𝐺𝑎𝑦𝑎 20000
n= 𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑢𝑡 = 2721,9 = 7,3

pakai 8 buah baut ∅ ¾ inch ( 2 x 4)

84
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

LATIHAN SOAL
1. Hitunglah gaya P maksimum yang boleh bekerja pada
sambungan seperti gambar di bawah ini, dimana dipakai baut
diameter 20 mm dan baja Bj. 37.

2. Rencanakan sambungan antara balok dengan balok, seperti


pada gambar dibawah ini, dimana diketahui :
Reaksi balok IPE-30 = 12000 kg

85
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Reaksi balok IPE-50 = 27000 kg


Diameter baut = 7/8 inch (22 mm)
𝜎𝑦 = 2400 kg/cm²

TES FORMATIF
1. Hitunglah gaya P maksimum yang dapat dipikul oleh
sambungan pada gambar dibawah ini. Diameter baut yang
digunakan adalah ¾ inch. 𝜎= 1400 kg/cm². Lebar pelat =
250 mm.

2. Rencanakan sambungan dengan alat penyambung baut.


Diketahui P = 20 Ton. Mutu pelat dan baut BJ 37. Diameter

86
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

baut 16 mm, diulir penuh. Tebal pelat utama = 16mm dan


pelat penyambung = 6mm. Tentukan jumlah baut yang akan
digunakan dan cek kekuatan pelat!

REFERENSI
1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode
LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. American Institute of Steel Construction INC. “Steel
Construction”, Thirteenth edition, 2005.
3. Badan Standarisasi Nasional, “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002”,
Bandung, 2000.
4. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.
5. Gunawan, R. “Tabel profil konstruksi baja”, Kanisius.
6. Oenteng, “Konstruksi Baja”, Penerbit ANDI, 2004.

87
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

BAB VI
SAMBUNGAN DENGAN LAS

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan topik ini diharapkan mahasiswa dapat:
 Menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis las dan jenis-jenis
join yang digunakan dalam aplikasi struktural.
 Merencanakan dan menghitung sambungan dengan
menggunakan las.

Pengantar
Pengelasan merupakan salah satu sistim penyambungan
komponen struktur baja yang diproses melalui peleburan bahan
dengan memanasinya dengan suhu yang tepat dengan atau tanpa
pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi.
Penggunaan las sudah mulai banyak digunakan dalam bidang
konstruksi karena membuat sambungan menjadi lebih kaku
dibandingkan dengan penggunaan baut atau paku keling.
Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa perilaku sambungan
dengan menggunakan las dilengkapi dengan beberapa penjelasan
tentang perencanaan sambungan yang menggunakan las.

6.1 JENIS-JENIS PROSES PENGELASAN


Pengelasan adalah proses menyatukan dua logam dengan
memanaskannya sehingga membentuk kesatuan. Dalam pengelasan
struktural hal ini biasanya diikuti dengan penambahan logam pengisi
88
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

dari elektroda. Las struktural biasanya dilakukan dengan proses


busur terlindung (shielded metal-arc process) atau dengan cara
proses busur tercelup (submerged arc process).
Proses pengelasan busur logam terlindung manual biasanya
disebut pengelasan stick saja didesain terutama untuk aplikasi
manual dan digunakan baik di bengkel maupun di lapangan. Busur
elektrik terbentuk diantara ujung-ujung elektroda logam berlapis
dan komponen baja yang akan di las. Busur memnbangkitkan panas
samoai sekitar 6500° F yang dapat mencairkan sebagian logam dasar
yang terkena panas. Bagian atas elektroda juga mencair, dan logam
ini terpaksa terdorong melalui udara. Kutub kecil dari logam yang
mencair yang terbentuk disebut crater. Pada saat elektroda bergerak
disepanjang join (sambungan), crater mengikutinya dan memadat
dengan cepat pada saat temperature kutub turun di bawah titik leleh.
Gambar 6-1 memperlihatkan proses ini.

Gambar 6-1. Proses pengelasan busur logam secara manual

Selama proses pengelasan, pada saat pelapis elektroda


berdekomposisi, terbentuklah selubung gas yang mencegah
penyerapan partikel-partikel udara. Selain itu pelapis juga
89
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

mengandung material (biasanya disebut fluks) yang dapat mencegah


atau menguraikan oksida dan senyawa lainnya di dalam logam yang
mencair, atau mempercepat pemindahan senyawa tersebut dari
logam yang mencair.
Proses pengelasan busur tercelup adalah proses pengelasan
di bengkel yang terbentuk dengan metode otomatis maupun
semiotomatis. Proses ini serupa dengan pengelasan busur logam
terlindung, tetapi elektroda logam yang digunakan tidak berlapis
(telanjang). Fluks lepasan ditambahkan secara terpisah dalam
bentuk butiran dan ditempatkan di atas join yang akan di las.
Elektroda itu ditekan melalui fluks dan pada saau busur terbentuk,
sebagian dari fluks mencair sehinnga terbentuk pelindung yang
melapisi logam yang mencair. Proses pengelasan ini lebih cepat dan
memberikan hasil penetrasi las yang lebih dalam. Dalam proses
otomatis, mesin yang control secara elektrik memberi fluks dan
elektroda logam melalui celah pada saat bergerak disepanjang logam.
Gambar 6-2 mengilustrasikan proses ini.

Gambar 6-2. Proses pengelasan busur tercelup

90
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Sifat-sifat las harus sedekat mungkin dengan logam dasarnya.


Dengan demikian variasi elektroda diperlukan untuk disesuaikan
dengan persyaratan variasi baja. Oleh karena itu, AWS (American
Welding Society) bekerja sama dengan ASTM telah menetapkan
system penomoran yang mengkkarifikasikan elektroda las. Sistem itu
menggunakan huruf awal E, yang artinya elektroda, diikuti empat
atau lima dijit. Dalam proses las busur logam terlindung manual, dua
(atau tiga) angka pertama menunjukkan kuat tarik minimum (dalam
ksi) lapisan logam. Angka ketiga (atau keempat) menunjukkan posisi
las dimana elektroda dapat memberikan las yang baik. Dalam sistem
penomoran elektroda, angka 1 menunjukkan semua posisi: datar,
horisontal, vertikal dan overhead; angka 2 menunjukkan datar dan
horizontal; angka 3 hanya memunjukkan posisi datar. Angka
keempat (atau kelima) menunjukkan arus yang diberikan dan jenis
pelapis elektroda. Sebagai contoh, elektroda E7014 menunjukkan
elektroda dengan kuat tarik minimum 70 ksi, yang dapat digunakan
pada segala posisi dengan arus AC atau DC, dan bubuk besi
ditambahkan pada elektroda sehingga busurnya dapat dengan
mudah dipertahankan. Pada awalnya untuk desain struktural, yang
paling menentukan hanyalah kuat tarik minimum material elektroda
karena perencana menginginkan agar logam las mempunyai
kekuatan las yang cukup bagi logam yang dilas.
Dalam proses busur tercelup, sistem penomoran
elektrodanya agak berbeda karena mencakup identifikasi fluks dan
elektrodanya agak berbeda karena mencakup identifikasi fluks dan
elektroda, seperti F7X-E7XX. Bagian pertama berhubungan dengan
fluks, dan yang kedua adalah elektroda. Huruf F menunjukkan fluks

91
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

dan angka pertama sesudah F adalah persyaratan kuat tarik las yang
dihasilkan. Angka kedua menujukkan persyaratan kekuatan pukulan
(impact). Bagian kedua E7XX menunjukkan E bagi elektroda dengan
angka pertama sesudah E bagi kuat tarik minimum logam las. Dua
angka terakhir mengklarifikasikan elektroda tersebut. Elektroda
yang paling banyak digunakan dalam desain structural pada saat ini
adalah E07 karena cocok untuk semua mutu baja yang tegangan
lelehnya lebih kecil atau sama dengan fy= 60 ksi.

6.2. JENIS-JENIS LAS UNTUK APLIKASI STRUKTURAL


Dua jenis las yang mendominasi aplikasi struKtural adalah las
sudut (fillet weld) dan las tumpul (grove weld) yang umumnya
digunakan hanya pada keadaan dimana las sudut tidak dapat
memberikan kapasitas pikul beban yang cukup. Keempat jenis las ini
diperlihatkan dalam Gambar 6-3.

Gambar 6-3. Jenis-jenis las

92
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Las yang paling banyak digunakan pada sambungan struktural


adalah las sudut. Las tumpul kadang-kadang memerlukan persiapan
tepi dan fabrikasi yang sangat teliti, yang pada akhirnya
membutuhkan biaya lebih banyak.
Pada sembarangan struktural yang di las elemen-elemen
struktur yang digabung dapat mempunyai berbagai posisi. Join ini
dapat diklarifikasikan sebagai butt (lurus), T, pojok, tumpangan
tindih, dan tepi seperti terlihat pada Gambar 6-4.

Gambar 6-4. Jenis-jenis join

Las sudut adalah las yang secara teoritis mempunyai


penampang melintang segitiga yang menggabungkan dua permukaan
yang kurang-lebih mempunyai sudut siku, yaitu pada join lapp, tee
(T), dan corner (pojok). Penampang melintang las sudut yang khas
adalah segitiga siku samakaki. Gambar 6-5 mengilustrasikan las
sudut yang khas beserta nomenklaturnya. Ukuran kaki menunjukkan
ukuran las juga. Akar adalah titik puncak (vertex) segitiga atau titik
di mana kedua kaki berpotongan.

93
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 6-5. Las sudut yang khas

Muka las (face of weld) adalah bidang teoritis karena dapat


berbentuk cekung atau cembung, seperti terlihat pada Gambar 6-6.
Las sudut yang cembung lebih diinginkan daripada cekung karena las
cembung mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk retak
sebagai akibat penyusutan pada saat menjadi dingin. Jarak dari
muka las teoritis ke akar disebut ukuran tebal (leher). Variasi las
sudut ini mungkin diizinkan atau bahkan mungkin diperlukan.
Ukuran kaki dapat tidak sama. Apabila akan menggabungkan baja
tidak membentuk sudut siku, las ini disebut skewed fillets (sudut
miring) seperti yang terlihat pada Gambar 6-7. Apabila perpotongan
itu tidak masuk kedalam batas-batas yang ada dalam Gambar 6-7, las
tersebut dipandang sebagai las tumpul (grove welds).
Las tumpul adalah las yang dibuat pada celah antara ujung-
ujung yang bersebelahan, tepi-tepi, atau permukaan dua bagian yang
akan digabung pada join butt, tee dan pojok. Konfigurasi las pada join
demikian dapat dilakukan dengan berbagai cara. Join butt las dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Join butt las dapat dibuat

94
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

bujursangkar, bujursangkar dobel, lereng tunggal, lereng dobel, V


tunggal, V dobel, J tunggal, J ganda, U tunggal atau U ganda seperti
yang terlihat pada Gambar 6-8. Dengan kekecualian las tumpul
bujursangkar, beberapa persiapan ujung mungkin diperlukan pada
salah satu atau kedua struktur yang digabungkan.

Gambar 6-6. Las sudut

Gambar 6-7. Batasan las sudut

Lebih lanjut las tumpul diklarifikasikan atas las penetrasi


lengkap atau sebagian. Las penetrasi lengkap adalah gabungan logam
las dan logam dasar diselutuh tebal join. Hal ini dilakukan dengan las
dari kedua sisi join, atau dari satu sisi dengan belakang batang
(backing bar). Dimensi leher (throat) untuk las tumpul penetrasi
95
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

penuh dianggap dengan sama dengan tebal penuh bagian yang


tertipis dari logam yang digabungkan, tidak termasuk reinforcement
(perkuatan) las. Reinforcement adalah logam las tambahan di atas
tebal material yang dilas.

Gambar 6-8. Las tumpul

Las tumpul penetrasi sebagian dipakai apabila persyaratan


beban tidak mengharuskan penetrasi penuh atau apabila las harus
dilakukan dari satu sisi join tanpa menggunakan batang belakang
(backing bar). Apabila mungkin, las tumpul sebaiknya dihindari
karena mahalnya dibangdingkan dengan las sudut. Apabila memang
terpaksa dilakukan, jenis yang dipilih sebaiknya yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai las penetrasi penuh atau
sebagian. Hal ini memungkinkan pabrik menggunakan las tumpul
yang ekonomis untuk situasi dan alat khusus. Bergantung pada
desain las tumpul, apabila elektroda yang digunakan sudah cocok,

96
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

tegangan izin pada las akan sama dengan dengan tegangan izin
material dasarnya.
Las plug dan slot dipakai pada join lap (lihat Gambar 6-3).
Lubang bundar atau lubang slot terbentuk pada elemen struktur
yang akan disambung (sebelum penggabungan). Logam las
dimasukkan kedalam bukaan. Bukan dapat secara parsial (sebagian)
atau seluruhnya diisi, bergantung pada tebal material yang dilubangi.
Suatu variasi las slot adalah yang menggunakan las sudut didalam
lubang slot.

6.3. KEKUATAN DAN PERILAKU SAMBUNGAN YANG


MENGGUNAKAN LAS SUDUT
Las sudut adalah las permukaan yangbentuk serta ukurannya
tidak dibatasi oleh bentuk serta ukuran celah. Dengan demikian,
ukuran serta Panjang las sudut harus ditentukan untuk menghindari
terjadinya kekurangan atau kelebihan las. Karena sudah banyan
penelitian yang menunjukkan bahwa las sudut mempunyai kekuatan
lebij besar terhadap Tarik dan tekan daripada terhadap geser,
tegangan las sudut yang menentukan adalah tegangan efektif
(teoritis) yang bekerja pada luas throat (luas leher las). Luas ini
menunjukkan kekuatan las sudut dan didefinisikan sebagai jarak dari
akar join kemuka teoritis las (seperti gambar 6-5). Pada las sudut
pada ukuran kaki sama, dimana bentuk potongan melintangnya
secara teoritis adalah segitiga sama kaki, jarak leher efektif adalah:

Sin 45° × ukuran kaki = 0,707 × a

97
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Apabila logam las ada diluar segitiga siku-siku samakaki, maka


logam las tambahan itu dipandang sebagai perkuatan dan dianggap
tidak menambah kekuatan.
Kekuatan las sudut bergantung pada arah beban yang
bekerja, yang dapat sejajar atau tegak kurus terhadap sumbu las.
Pada pembebenan sejajar, beban yang bekerja disalurkan sejajar
dengan las dari satu muka kaki ke meuka lainnya seperti terlihat
pada Gambar 6-9a. Luas tahanan minimum pada luas ini terjadi pada
lehernya, dan sama dengan 0,707 × ukuran kaki (ini dengan
anggapan bahwa ukuran kaki sama karena memang pada umumnya
demikian). Kekuatan las dihitung dengan mengalihkan tegangan
geser izin las dengan luas leher.
Banyak percobaan yang dapat membuktikan bahwa las sudut
yang dibebani tegak lurus terhadap las (pembebanan transversal
seperti terlihat pada Gambar 6-10b) kira-kira sepertiga lebih kuat
daripada apabila dibebani dalam arah sejajar. Bagaimanapun AISC
tidak mengizinkan muka ini ditinjau apabila mendesain las. Kekuatan
semua las sudut didasarkan atas harga yang dihitung untuk beban-
beban yang bekerja dalam arah sejajar. Las sudut yang dibebani
dalam arah tegak lurus mempunyai kekuatan kebuh besar karena
fakta bahwa bidang runtuhnya terjadi pada sudut yang bukan 45°,
jadi luas tahanannya lebih besar dari luas leher yang tegak lurus
terhadap muka teoritis las. Selain itu las sudut transversal
mengalami tegangan yang lebih merata dibandingkan dengan las
sudut yang dibebani sejajar.

98
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Tegangan geser izin untuk logam las adalah :

𝜏 = 0,3 𝜎

Dimana : 𝜏 = tegangan geser izin

𝜎= kekuatan Tarik minimum yang ditetapkan pada


elektroda

Dengan demikian, kekuatan las per inch Panjang las adalah :

P = 𝜏 × (0,707) × (ukuran kaki)

P = 0,3 × 𝜎 × 0,707× a

Gambar 6-9. Beban pada las sudut

Sekarang kita akan menghitung kekuatan per inchi panjang


untuk las yang mempunyai ukuran 1/6” (yang merupakan harga

99
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

hipotesis karena ukuran web minimum menurut AISCS adalah 1/8


in). Kekuatan atau kapasitas (pikul) beban ukuran kaki las sudut
lainnya dapat dihitung dengan mengalikan banyaknya perenambelas
inchi dari ukuran kaki. Untuk elektroda E70XX (𝜎 = 70 ksi);

P= 0,212 × 70 × (1/6) = 0,928 kip/in.

Harga ini biasanya dibulatkan ke 0,925 kip/in. Dengan menggunakan


0,925 sebagai harga dasar, kekuatan ukiuran lain las sudut dapat
dihitung dan ditabelkan. Sebagai contoh kekuatan las sudut 3/16 in.
adalah :

0.925 × 3 = 2,78 kips/in.

Cara yang sama juga dapat dilakukan dengan untuk elektroda E60XX
dimana 𝜎 = 60 ksi.

Apabila proses busur tercelup dilakukan masukkan panas


yang lebih besar menimbulkan penetrasi las yang lebih dalam. Oleh
karena itu, AISCS menyatakan bahwa jarak leher efektif untuk las
yang lebih besar dari 3/8 in dapat diambil sama dengan leher (tebal)
teoritis ditambah 0,11 in. Selain itu, untuk las 3/8 in. atau kurang,
kekuatan las didasarkan atas ukuran kaki, bukan jarak leher. Harga-
harga ini dapat dilihat pada Tabel. 6-1.

100
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Tabel 6-1. Kekuatan las (kips per inchi panjang)

Uk. Las (in) E70XX E60XX E70XX 60 XX SAW


SMAXa SMAW SMAXb
1/16 0,925 0,795 1,31 1,13
1/8 1,85 1,59 2,63 2,25
3/16 2,78 2,39 3,94 3,38
¼ 3,70 3,18 5,25 4,50
5/16 4,63 3,98 6,56 5,63
3/8 5,55 4,77 7,88 6,75
7/16 6,48 5,57 8,81 8,34
9/16 8,33 7,16 10,66 9,14
5/8 9,25 7,95 11,59 9,97
11/16 10,18 8,75 12,52 10,73
¾ 11,10 9,54 13,45 11,52
13/16 12,03 10,34 12,37 12,32
7/8 12,95 11,13 15,30 13,12
aLas busur logam terlindung
bLas busur logam tercelup
Selain kriteria kekuatan, AISCS juga menetapkan persyaratan
desain terhadap ukuran dan Panjang maksimum serta minimum
untuk las sudut. Ukuran kaki minimum untuk berbagai ketebalan
elemen struktur yang dihubungkan oleh las ini ada pada AISCS.
Perhatikan bahwa ukuran minimum las sudut yang diizinkan pada
elemen struktural adalah 1/8 in. Ukuran minimum didasarkan atas
yang paling tebal diantara dua elemen yang dihubungkan kecuali
apabila ukuran las tidak harus melebihi ketebalan elemen yang
paling tipis. Pembatasan ukuran minimum ini didasarkan atas fakta
101
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

bahwa panas yang terjadi pada saat pengelasan tidak cukup untuk
memanaskan elemen yang lebih tebal di luar daerah yang sedang
dilas. Sebagai akibatnya, las akan cepat mendingin dan dapat terjadi
retak.
Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki yang
ditentukan sebagai a1 dan a2 sebagaimana Gambar 6-10.

Gambar 6-10. Ukuran untuk las sudut

Sedangkan pembatasan ukuran minimum las sudut:


a. Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6,4 mm, diambil
setebal komponen
b. Untuk komponen dengan tebal 6,4 mm atau lebih diambil 1,6
mm kurang dari tebal komponen.

Tabel 6-2. Ukuran minimum las sudut

Tebal pelat (t, mm) paling tebal Ukuran minimum las sudut
(a,mm)
t≤7 3
7 < t ≤ 10 4
10 < t ≤ 15 5
15 < t 6

102
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Panjang efektif las sudut adalah seluruh panjang las sudut


berukuran penuh dan paling tidak harus 4 kali ukuran las, jika
kurang maka ukuran las untuk perencanaan dianggap sebesar ¼ kali
panjang efektif.

Gambar 6-11. Ukuran maksimum las

Dengan mengikuti kriteria maksimum dan minimum untuk


las sudut, efisiensi akan dapat dicapai dengan menggunakan las yang
memerlukan sejumlah minimum logam dan dapat dilas pada waktu
tersingkat. Seperti telah dibahas sebelum ini, kekuatan las sudut
berbanding langsung dengan ukurannya; sedangkan volume logam
las, juga biaya las, sebanding dengan kuadrat ukuran las. Dengan
demikian las dengan kaki kecil, tetapi panjang, lebih disukai daripada
las dengan kaki besar, tetapi pendek. Selain itu, proses pengelasan
sekali jalan lebih disukai daripada proses yang beberapa kali jalan.
Ukuran terbesar yang dapat dilakukan oleh tangkai pengelasan
dengan sekali jalan adalah 5/16 in. Pengelasan sekali jalan
memerlukan lebih banyak logam las dan waktu yang sama, jadi jelas
lebih mahal.
Selain pembatasan ukuran las, ada juga pembatasan panjang
las sudut. Panjang efektif minimum las sudut tidak boleh lebih kecil
daripada empat kali ukuran nominal. Apabila tidak demikian, ukuran

103
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

las harus ditinjau tidak lebih dari seperempat panjang efektifnya. Ini
juga berlaku untuk las sudut yang setempat (lihat Gambar 6-3)
dengan tambahan persyaratan bahwa setiap Panjang las tidak kurang
dari 1 ½ in. Apabila las sudut longitudinal digunakan sendiri (tanpa
las transversal) pada sambungan ujung dari batang tarik datar,
Panjang setiap las sudut tidak boleh kurang dari jarak tegak lurus
antaranya. Jarak transversal antara las sudut longitudinal yang
digunakan tidak boleh melampaui 8 in kecuali apabila ada desain
khusus untuk itu.
Sisi atau ujung las sudut yang berakhir pada ujung atau sisi
bagian atau elemen, apabila mungkin masing-masing harus
dibengkokkan secara menerus disekitar pojok-pojok untuk satu jarak
yang tidak kurang dari dua kali ukuran nominal las. Detail las ini
disebut belokkan ujung.
Apabila join lap digunakan, banyaknya minimum lap
(tumpang tindih) yang digunakan adalah lima kali tebal bagian paling
tipis yang dihubungkan tetapi tidak kurang dari 1 in. Hubungan
tumpang tindih yang menghubungkan pelatatau batang yang
mengalami beban aksial harus dilas disepanjang ujng kedua bagian
yang tumpang tindih.

6.4 LUAS EFEKTIF LAS


Luas efektif las sudut dan las tumpul adalah hasil perkalian
antara tebal efektif (te) dengan panjang las. Tebal efektif las
tergantung dari ukuran dan bentuk dari las tersebut dan dapat
dianggap sebagai lebar minimum bidang keruntuhan.

104
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh adalah tebal pelat


yang tertipis dari komponen yang disambung dengan ketentuan tebal
efektif sebagaimana pada Gambar 6-12.

Gambar 6-12. Tebal efektif las tumpul

Sedangkan tebal efektif las sudut adalah jarak nominal


terkecil dari kemiringan las dengan titik sudut di depannya.
Asumsikan bahwa las sudut mempunya ukuran kaki yang sama, a,
maka tebal efektif te adalah 0,707a. Jika ukuran las tak sama panjang,
maka tebal efektif harus dihitung dengan memakai hukum-hukum
trigonometri.

105
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gambar 6-13. Tebal efektif las sudut

6.5 TAHANAN NOMINAL SAMBUNGAN LAS


Persyaratan keamanan suatu struktur menurut aturan umum
metode LRFD adalah ketika memenuhi persamaan:

 Rnw  Ru

Dimana:  adalah faktor tahanan


Rnw adalah tahanan nominal per satuan panjang las
Ru adalah beban terfaktor per satuan panjang las

Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut:


a. Bila sambungan dibebani dengan gaya tatik atau gaya
tekan aksial terhadap luas efektif, maka:
 . Rnw = 0,90.te.fy (bahan dasar)
 . Rnw = 0,90.te.fyw (las)
Dengan fy dan fu adalah kuat leleh dan kuat tarik putus
b. Bila sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap
luas efektif, maka:
 . Rnw = 0,90. te. 0,6fy (bahan dasar)
106
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

 . Rnw = 0,90. te. 0,6fyw (las)


Dengan fy dan fu adalah kuat leleh dan kuat tarik putus

Kuat rencana per satuan panjang las sudut ditetapkan sebagai


berikut:
 . Rnw = 0,75. te. 0,6fuw (las)
 . Rnw = 0,75. te. 0,6fu (bahan dasar)

Kuat rencana bagi las baji dan pasak ditetapkan sebagai berikut:
 . Rnw = 0,75. te. 0,6fuw . Aw
Dengan Aw adalah luas geser efektif las
fuw adalah kuat tarik putus logam las

6.6 SAMBUNGAN SEIMBANG (Balanced Connection)


Dalam beberapa kondisi, batang menerima tarik aksial yang
memiliki eksentrisitas terhadap sambungan las sebagaimana contoh
pada Gambar 6-14.

Gambar 6-14. Penyeimbangan sambungan las

Pada gambar terlihat bahwa profil siku menerima beban tarik


aksial dan disambung dengan memakai las sudut. Gaya T bekerja
pada titik berat profil siku dan ditahan oleh gaya F 1, F2, dan F3 dari

107
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

sambungan las. Gaya F1 dan F3 diasumsikan bekerja tepat pada sisi


profil siku. Gaya F2 akan bekerja pada titik berat las 2 yang berjarak
d/2 dari sisi profil siku. Untuk mendapatkan nilai F 1 maka digunakan
keseimbangan momen A dimana MA = =F1.d – F2.d/2 +T.e = 0
𝑇.𝑒 𝐹2
sehingga F1 = -
𝑑 2
Gaya F2 dihitung berdasarkan tahanan las . Rnw kali panjang las,

Lw:
F2 =  Rnw Lw
Dari keseimbangan gaya horizontal diperoleh: FH = T-F1-F2-F3 = 0
𝑒 𝐹2
Dari persamaan yang ada diperoleh: F3 = T(1 − )−
𝑑 2

Selanjutnya panjang las 1 dan 3 dihitung sebagai berikut:

𝐹1 𝐹3
Lw1 = Lw3 =
∅ 𝑅𝑛𝑤 𝑅𝑛𝑤

Contoh Soal:

1. Tentukanlah beban tarik izin (P) yang dapat bekerja pada


sambungan pada gambar dibawah ini. Baja yang digunakan
adalah A36 dan elektrodanya E70 (las busur logam
terlindung manual). Las tersebut adalah las sudut 7/16 in.

108
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Jawab:
Panjang total las 7/16 in. Dari Tabel 6-1 didapat bahwa
kapasitas las 7/16 in adalah 6,48 kip/in.
Kapasitas las = 6,48 × 16 = 103,7 kips
Kekuatan tarik pelat dengan menggunakan 𝜎 = 22 ksi
adalah:
Pt = 8 × 0,375 × 22 = 66 kips
Dengan demikian, beban tarik izinnya adalah 66 kips.

2. Tentukan ukuran dan tebal las sudut pada sambungan


lewatan berikut ini. Sambungan menahan beban tarik D = 10
ton dan L = 30 ton. Diketahui fuw = 490 MPa; fu = 400 MPa.

Jawab:
Persyaratan ukuran las:
Maksimum = tebal pelat – 1,6 = 16 – 1,6 = 14,4 mm
Minimum = 6 mm (Tabel 6-2).

109
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

Gunakan las ukuran 10 mm


Te = 0,707 . a = 0,707 x 10 = 7,07 mm
Kuat rencana las sudut ukuran 10 mm per mm panjang:
 . Rnw =  . te . (0,60 fuw) = 0,75(7,07)(0,60x490) = 1558,935
N/mm
Dan kapasitas las ini tak boleh melebihi kuat runtuh geser
pelat:
Max  . Rnw =  . te . (0,60 fu) = 0,75(16)(0,60x400) = 2660
N/mm

Beban tarik terfaktor, Tu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2.10 + 1,6.30 =


60 ton

60.104
Panjang total las dibutuhkan, Lw = 1558,935
= 384,8 𝑚𝑚 =

390 𝑚𝑚

Jika las sudut yang digunakan hanya berupa las


memanjang saja pada batang tarik datar, panjang tiap las
sudut tidak boleh kurang dari jarak tegak lurus di atara
keduanya, dan panjang total tidak melebihi 1,5 kali panjang
yang dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk persoalan di atas,
maka diambil panjang las tiap sisi adalah 250 mm (a). Dapat
pula digabung antara las memanjang dan las melintang yang
dapat mengurangi panjang sambungan lewatan (b).

110
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan jenis-jenis las yang digunakan sebagai sambungan
elemen konstruksi!
2. Rencanakan sambungan las sudut untuk menahan gaya tarik
sekuat profil siku L 100.100.10 dari BJ 37. Mutu las f uw = 490
MPa!

TES FORMATIF
1. Tentukan beban tarik izin yang dapat bekerja pada
sambungan pada gambar berikut, bajanya adalah A36 (BJ)
dan elektrodanya digunakan E70. Las sudut adalah 5/6 in
dan proses yang dilakukan adalah las busur logam terlindung
(SMAW, Shield Metal Welding).

2. Hitung beban kerja yang boleh bekerja pada sambungan


berikut ini menurut metode LRFD, jika diketahui persentase
111
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

beban mati adalah 20% dan beban hidup 80%. Pelat yang
disambung terbuat dari BJ 37 dan mutu las fuw = 490 MPa.

REFERENSI
1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode
LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. American Institute of Steel Construction INC. “Steel
Construction”, Thirteenth edition, 2005.
3. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.

112
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Setiawan, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode


LRFD (Sesuai SNI 03-1729-2002)”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2008.
2. American Institute of Steel Construction INC. “Steel
Construction”, Thirteenth edition, 2005.
3. Badan Standarisasi Nasional, “Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002”,
Bandung, 2000.
4. Badan Standardisasi Nasional, “Spesifikasi untuk bangunan
gedung baja struktural”, SNI 1729:2015, 2015
5. Gunawan dan Margaret, “Diktat Teori Soal dan Penyelesaian
Konstruksi Baja I”, Jilid 1, Delta Teknik Group Jakarta, 1998.
6. Gunawan, R. “Tabel profil konstruksi baja”, Kanisius.
7. Oenteng, “Konstruksi Baja”, Penerbit ANDI, 2004.

113
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

GLOSARIUM

Daktilitas : kemampuan suatu bahan


mengalami deformasi plastis yang
besar sebelum patah/fraktur
Dead load : beban mati yang diakibatkan oleh
berat konstruksi pernlanen,
termasuk dinding, lantai atap,
plafon, partisi rerap, rangga dan
peralatan layan tetap
Geser blok : batas sobek yang terjadi akibat
kurangnya ketahanan dari elemen
pelat tipis yang disambungkan
dengan alat pengencang dalam
menerima beban tarik
Getas : bahan patah/fraktur dengan sedikit
(tanpa) mengalami deformasi
plastis
Hardness : ketahanan bahan terhadap
indentasi
Hubungan tegangan- : perilaku bahan yang berhubungan
regangan baja dengan kekuatan dan deformasi
Indentasi : penurunan yang terjadi akibat
deformasi plastis pada bahan
setelah sebuah gaya dikerjakan
kepada bahan melalui benda
(intender) yang sangat keras.
Live load : beban hidup yang ditimbulkan oleh
penggunaan gedung, rermasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban
lingkungan seperti angin, hujan,
dan lain-lain
Metode ASD : suatu perencanaan yang
menggunakan beban kerja dimana
tegangan maksimum yang
diizinkan terjadi pada suatu bahan
pada saat beban servis bekerja
harus lebih kecil atau sama dengan
tegangan leleh (fy). Metode ini
114
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

sering juga disebut Working Stress


Design karena perencanaannya
yang menggunakan beban kerja.
Metode LRFD : metode perencanaan yang
menggunakan beban terfaktor
sebagai beban maksimum pada
saat terjadi keruntuhan dimana
perencanaannya mengacu pada
kondisi batas atau limit state design
Modulus Elastisitas Baja : rasio tegangan-regangan
(kemiringan garis linear pada
kurva elastik) sebelum tegangan
mencapai batas proposional
Strain hardening : perilaku peningkatan tegangan
yang terjadi setelah bahan leleh,
dimana peningkatan resistensi
terjadi seiring dengan terjadinya
kenaikan daya tarik bahan
Tegangan leleh baja : tegangan yang terjadi pada saat
regangan mencapai 0,2 % atau
0,002

115
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

INDEKS

A
I
ASD, ii, v, 5, 23, 118
inersia, 8, 40, 48, 51, 53, 55, 56

B
K
baut, ii, vi, viii, ix, 4, 23, 26, 28, 29, 35,
37, 44, 45, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 73, kopel, 51, 53, 54, 55
74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83,
84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 92 L
bracing, 26
bruto, 26, 28, 29, 83 lateral, 61, 86
lentur, 8, 25, 46, 47, 50, 57, 58
load,, 25, 26
D LRFD, ii, v, viii, 5, 22, 24, 25, 41, 45, 64,
daktail, 17 82, 91, 110, 115, 116, 117, 119
deformasi, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21,
29, 118 N
netto, 26, 28, 29, 30, 31, 35, 38, 39, 41,
E 44
elektroda, 93, 94, 95, 100, 103, 104
R
F residu, 12
Fatique, 19, 21
fraktur, v, 7, 17, 20, 25, 28, 37, 43, 85, T
118
Tegangan, viii, 4, 14, 15, 16, 28, 39, 76,
77, 78, 103, 119
G Tekuk, 49, 57, 58
geser, ix, 37, 38, 54, 59, 71, 73, 75, 76,
77, 78, 82, 83, 85, 86, 87, 88, 101, U
102, 103, 111, 114
ultimate, 16, 29

H
hardness, 7, 20, 21

116
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

TABEL KONSTRUKSI BAJA

117
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

118
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

119
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

120
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

121
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

122
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

123
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

124
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

125
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

126
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

127
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

128
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

129
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

130
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

131
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

132
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

133
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

134
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

135
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

136
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

137
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

138
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

139
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

140
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

141
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

142
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

143
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

144
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

145
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

146
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

147
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

148
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

149
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

150
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

151
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

152
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

153
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

154
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

155
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

156
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

157
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

158
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

159
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

160
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

161
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

162
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

163
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

164
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

165
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

166
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

167
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

168
Dasar-dasar Perencanaan Struktur Baja

169

Anda mungkin juga menyukai