Anda di halaman 1dari 25

1.

ASETILKOLIN
A. Struktur
Asetilkolin (ACh) adalah salah satu neurotransmitter yang sangat
berperan dalam fungsi sistem saraf otonom. Semua golongan penyekat

neuromuscular memiliki struktur mirip asetilkolin. Bahkan suksinilkolin


adalah dua molekul asetilkolin yang memiliki ikatan antara kedua
ujungnya. Beberapa gambaran struktural menunjukkan perbedaan antara
penyekat kompetitif dan penyekat depolarisasi.

B. Jalur metabolisme
ACh disintesis dalam sitoplasma dari Acetyl-CoA dan Choline
melalui proses katalisis oleh enzim choline acetyltransferase (ChAT).
Setelah disintesis, ACh ditranspor dari sitoplasma ke vesikel-vesikel oleh
antiporter yang memindahkan proton (carrier B). Pelepasan transmitter
tergantung pada kadar Ca2+ ekstraseluler dan terjadi pada saat potensial
aksi mencapai terminal dan merangsang influks sejumlah ion Ca2+.
Kemudian vesikel berfusi dengan membrane dan menimbulkan ekspulsi
eksositosis sejumlah ACh ke celah sinaps. Proses pelepasan vesikel ACh
diblok oleh toxin botullinum melalui proses enzimatik dengan
memindahkan dua asam amino dari satu atau lebih protein yang berfusi.
Setelah keluar dari terminal presinaptik, molekul ACh akan terikat pada
reseptor dan mengaktifkan reseptor ACh (kolinoseptor).
C. Target organ
Serabut preganglionik yang berakhir pada medulla adrenalis,
ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis), dan serabut pasca ganglionik
dari divisi parasimpatis menggunakan ACh sebagai suatu neurotransmitter.
Sebagai contoh, pada sistem saraf perifer, pelepasan asetilkolin
menyebabkan relaksasi otot jantung dan subtipe reseptor yang berbeda
akan menimbulkan efek kontraksi otot skelet.

D. Efek pada tubuh


Asetilkolin menyebabkan depolarisasi resting membrane potential
pada satu sel melalui aktivasi reseptor nikotinik, yang menyebabkan
influks Na+. Pada sel yang lain, asetilkolin menyebabkan hiperpolarisasi
melalui aktivasi reseptor muskarinik dan terjadi effluks K+.

E. Penyakit yang berkaitan


Sistem Pernapasan. Sistem parasimpatis berperan penting dalam
pengaturan tonus bronkomotor. Berbagai rangsang dapat meninngkatkan
refleks parasimpatis dan menyebabkan konstriksi bronkus. Sinaps serabut
vagal dan pengaktivan reseptor nikotinik dan muskarinik (M1) pada
ganglion parasimpatis terletak pada dinding saluran napas. Serabut post-
ganglionik pendek melepaskan asetilkolin, yang bekerja pada reseptor M3
di otot polos saluran napas. Penggunaan atropine menjadi bagian penting
dari medikasi preoperatif (anestesi), karena iritasi yang disebabkan oleh
obat-obat anestesi menyebabkan peningkatan sekresi saluran napas dan
berhubungan dengan terjadinya spasme laring. Injeksi preanestesi atropine
dan scopolamine dapat mencegah terjadinya efek yang berbahaya tersebut.
Referensi: Sukohar, Asep. 2014. Buku Ajar Farmakologi.
2. NOREPINEFRIN

A. Struktur

Norepinefrin adalah suatu amin simpatik, yang bekerja melalui efek


langsung pada reseptor α dan reseptor β di jantung. Itulah yang menyebabkan
vasokontriksi perifer (aksi α-adrenergik), dan efek inotropic positif pada
jantung serta dilatasi arteri coroner (aksi β-adrenergik). Aksi ini
mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistemik dan aliran darah arteri
coroner.
Pada infark miokard yang disertai dengan hipotensi, norepinefrin biasanya
meningkatkan tekanan darah aorta, aliran darah arteri coroner, dan oksigenasi
miokard, sehingga akan membantu membatasi area iskemia dan infark
miokard. Venous return menignkat dan jantung cenderung kembali ke
kecepatan dan ritme yang lebih normal dibandingkan saat keadaan hipotensi.
Pada hipotensi yang menetap setelah dilakukan koreksi terhadap kekurangan
volume darah, norepinefrin membantu meningkatkan tekanan darah ke
tingkat optimal dan menghasilkan sirkulasi yang lebih kuat.

B. Jalur Metabolisme
Norepinefrin, seperti halnya transmitter amina dan asam amino lainnya,
dipindahkan dari celah sinaptik dan berikatan dengan reseptor postsinaptik,
berikatan dengan reseptor presinaptik, diambil kembali dengan ke dalam
neuron presinaptik atau katabolisme. Pengambilan kembali merupakan
mekanisme penting dalam hal norepinefrin, dan hipersensitivitas struktur-
struktur yang mengalami denervasi simpatis mungkin dapat diterangkan
sebagian berdasarkan hal ini. Setelah neuron noradrenergic dipotong, ujung-
ujungnya berdegenerasi, akibatnya tidak terjadi pengambilan kembali, dan
makin banyak norepinefrin dari sumber-sumber lain mampu merangsang
reseptor di efektor autonom. Norepinefrin mengalami metabolisme menjadi
produk yang tidak aktif secara biologic melalui oksidasi dan metilasi. Reaksi
pertama yang dikatalisis oleh monoamine oksidase (MAO) dan reaksi yang
berikutnya oleh katekol-Ometiltransferse (COMT). MAO ditemukan
dipermukaan luar mitokondria.Terdapat dua isoform MAO, MAO-A dan
MAO-B, yang berbeda dalam hal spesifitas substrat dan sensifitasnya
terhadap obat-obat. Keduanya terdapat dalam neuron. MAO tersebar luas,
terutama bnayak di ujung-ujung saraf tempat katekolamin dilepaskan COMT
juga tersebar luas, terutama dijaringan hati, ginjal, dan otot polos. Di otak,
COMT terdapat di sel-sel glia, dan sejumlah kecil ditemukan di neuron-
neuron postsinaptik, tetapi COMT tidak ditemukan di neuron-neuron
presinaptik noedrenergik. Dengan demikian terdapat dua pola metabolisme
katekolamin yang berbeda.
Norepinefrin ekstraseluler sebagian besar berbentuk O-metilasi, dan
pengukuran kadar derivat O-metilasi metanefrin dalam kemih merupakan
indikator yang baik untuk menunujukan kecepatan sekresi norepinefrin.
Derivate O-metilasi yang tidak disekresi sebagian besar mengalami oksidasi,
dan asam 3 metoksi-4-hidroksi mandelat (asam vanilil mandelat, VMA).
Merupakan metabolit katekolamin yang paling banyak dalam kemih.
Sejumlah kecil derivate O-metilasi juga berkonjugasi dengan sulfat dan
glukuronida.
Di ujung-ujung saraf noradrenergic, sebaliknya sebagian norepinefrin terus
menerus diubah oleh MAO intrasel menjadi derivate deaminasi yang secara
fisiologis tidak aktif, yaitu asam 3,4- dihidroksimendelat (DOMA) dan suatu
senyawa glikol (DPHG), yang selanjutnya di ubah menjadi derivat-derivat
Ometil-nya, VMA dan MHPG.

C. Target Organ
Epinefrin dan nor epinefrin kedua nya bekeja pada reseptor α dan β,
dengan nor epinefrin mempunyai afinitas lebih besar terhadap reseptor
aderenergik α, sedangkan epinefrin terhadap terhadap reseptor aderenergik.
β seperti tertera diatas, reseptor-reseptor α dan β merupakan reseptor
serpentin yang khas,berikatan dengan protein G, dan masing-masing
mempunyai beragram bentuk.reseptor-reseptor tersebut memiliki keserupaan
dengan reseptor-reseptor dopamine dan serotonin serta reseptor asetilkolin
serta reseptor asetilkolin muskarinik.

D. Efek pada tubuh


Selain menyerupai efek pelepasan muatan saraf nor-adrenergik,
norepinefrin dan epinefrin memperlihatkan efek metabolik yang mencakup
glikogenolisis di hati dan otot rangka, mobilisasi ALB(asam lemak bebas),
peningkatan laktat plasma, dan stimulasi tingkat metabolik. Efek norepinefrin
dan epinefrin dilakukan melalui kerja dua kelas reseptor, reseptor adrenergik-
α dan –β. Reseptor α dibagi menjadi dua kelompok, reseptor α1 dan α2, dan
rseptor β dibagi menjadi reseptor β1, β2, dan β3. Ada 3 tiga subtipe dari
reseptor α1, dan tiga subtipe reseptor α2.
Norepinefrin dan epinefrin keduanya meningkatkan kekuatan dan
kecepatan kontraksi jantung terisolasi. Respon ini di perantarai oleh reseptop
β1. Katekolamin juga meningkatkan eksibilitas miokardium, menyebabkan
ekstrasistol dan, kadang-kadang, aritmia jantung yang lebih serius.
Norepinefrin menyebabkan vasokontriksi pada sebagian organ melalui
reseptor α1. Bila norepinefrin diinfuskan secara lambat pada manusia atau
hewan normal, tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat. a
menyebabkan glikogenelisis. Efek ini terjadi melalui reseptor adrenergik β
yang meningkatkan AMP siklik, disertai pengaktifan fosforiase, dan melalui
reseptor adrenergik-α yang menignkatkan CA2+ intrasel. Selain itu,
katekolamin meningkatkan sekresi insulin dan glukagen melalui mekanisme
adrenergik-β dan menghambat sekresi hormon-hormon ini melalui
mekanisme adrenergik-α. Norepinefrin juga menyebabkan peningkatan cepat
tingkat metabolik yang independen terhadap hati dan peningkatan ringan
yang timbul lebih lambat yang hilang dengan hepatektomi serta bersamaan
dengan peningkatan konsentrasi laktat darah. Efek kalorigenik ini tidak
terjadi bila tidak teradpat tiroid dan korteks adrenal. Penyebab peningkatan
awal pada kecepatan metabolik tidak diketahui pasti. Hal ini mungkin
disebabkan oleh vasokontriksi kulit, yang menurunkan kehilangan panas dan
menyebabkan peningkatan suhu tubuh, atau oleh peningkatan aktivitas otot,
atau oleh keduanya. Peningkatan kedua mungkin disebabkan oleh oksidasi
laktat di hati

E. Penyakit yang berkaitan


1. Feokromasitoma : tumor adrenal yang terdeteksi bila menghasilkan atau
mensekresikan epionefrin dan norepinefrin yang cukup banyak sehingga
menyebabkan sindrom hipertensi berat.
2. Norepinefrin bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi.
3. Alzheimer’s disease : kekurangan norepinefrin sel

Referensi :

1. Zakii, M. A., 2013. Metabolisme Norepinefrin (referat). Diperoleh 20


Desember 2019 pukul 20:11, dari:
https://www.scribd.com/doc/181489715/METABOLISME-
NOREPINEFRIN-REFERAT-docx
2. Zulizulfa. 2015. Neuropinefrin. Diperoleh 20 Desember 2019 pukul 20:11,
dari:
https://www.scribd.com/document/273720904/NOREPINEFRIN

3. SEROTONIN
A. Struktur

Serotonin (5-hydroxytryptamine) adalah hormone yang memiliki gugus


amina dan merupakan senyawa turunan dari tryptophan.

B. Jalur Metabolisme

Jalur metabolism atau sintesis senyawa serotonin dari triptofan sangat


mirip dengan jalur metabolisme norepinefrin dari tirosin. Enzim pertama
dalam jalur metabolismenya, yaitu enzim triptofan hidroksilase
menggunakan BH4 untuk menghidrolisis struktur cincin dari triptofan.
Tahap kedua yaitu reaksi dekarboksilasi yang dikatalisis oleh enzim yang
sama dalam proses dekarboksilasi dopamine. Serotonin sama seperti
katekolamin dapat diinaktivasi oleh MAO (Monoamin Oksidase).

C. Target Organ

Serotonin dapat ditemukan dalam darah dan beberapa jaringan seperti


mukosa lambung, usus, otak, sel mast, dan platelet.

D. Efek pada Tubuh

Serotonin memiliki beberapa fungsi seperti vasokonstrikor pada


pembuluh darah, menyebabkan kontraksi pada otot polos, dan
menstimulasi aktivitas otak. Serotonin memiliki berbagai peran fisiologis
termasuk persepsi rasa sakit dan regulasi tidur, nafsu makan, suhu tubuh,
tekanan darah, fungsi kognitif, dan perubahan mood (menyebabkan rasa
senang).

Serotonin yang dalam berlebihan dalam tubuh paling banyak akan


mempengaruhi kerja otot polos sehingga menimbulkan gejal-gejala berupa
wajah yang memerah dan panas, diare kronik, kesulitan bernafas dan
bronkospasme, bahkan beberapa orang mengalami gagal jantung sisi
kanan.

E. Penyakit yang Berkaitan

Kelebihan hormone serotonin dapat menimbulkan beberapa penyakit


sepert:

 Schizophrenia
 Parkinson’s Disease
 Kanker kolorektal

Referensi:

 Smith, C. M., Marks, A. D., Lieberman, M. A., Marks, D. B., &


Marks, D. B. (2013). Marks' basic medical biochemistry: A clinical
approach. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
 Lehninger, A. L., Michael M. N., David L. (2015). Lehninger
principles of biochemistry. New York: W.H. Freeman.
 Chatterjea, M.N., Shinde, R. (2016). Textbook of medical
biochemistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher.

4. HISTAMIN.
Histamin termasuk dalam golongan amino biogenik dan disintesis dari
asam amino histidin. Histamin ini dihasilkan oleh sel mast, basophil,
platelets, neuron histaminergik, dan sel enterokromafin, yang mana histamin
ini disimpan di dalam vesikel intraseluler dan dilepaskan pada saat terdapat
rangsangan. Histamin merupakan mediator yang poten untuk terjadinya
berbagai reaksi biologis. Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan
reseptornya.

a. Struktur
Histamin adalah 2-(4-imidazol) etilamin, didapatkan dari tanaman
ataupun jaringan hewan yang merupakan komponen dari beberapa
racun dan sekresi sengat. Histamin dibentuk dari dekarboksilasi asam
amino L-histidin, yang reaksinya dikatalis oleh enzim histidin
dekarboksilase dan memerlukan piridoksal posfat sebagai kofaktor.
b. Metabolisme
Histamin dapat dimetabolisme dengan 2 cara yaitu, melalui
deaminasi oleh DAO (atau dulu dikenal dengan histaminase) atau melalui
metilasi oleh histamine-N- methyltransferase (HNMT). Diamin oksidase
terdapat dalam membran plasma sel epitel dan dapat disekresikan ke
dalam sirkulasi sehingga diduga bertanggungjawab dalam degradasi
histamin ekstraseluler, sedangkan HNMT terdapat dalam sitosol dan hanya
dapat mendegradasi histamin intraselule

c. Target Organ (Reseptor histamin)


Histamin didistribusi secara luas di seluruh tubuh, dengan
konsemtrasi yang tinggi terdapat pada paru-paru, kulit dan saluran
pencernaan, histamin berperan terhadap patofisiologi penyakit alergi,
diantaranya rhinitis, urtikaria, asma dan anafilaksis. Ada empat jenis
reseptor histamin, namun yang dikenal secara luas hanya reseptor histamin
H1 dan H2. Reseptor H1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan
endotelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal mukosa lambung,
otot polos, epitelium, endotelium, dan jantung. Sementara reseptor H3 dan
H4 ditemukan dalam jumlah yang terbatas. Reseptor H 3 terutama
ditemukan pada neuron histaminergik, dan reseptor H4 ditemukan pada
sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer

d. Efek pada Tubuh


Histamin berperan penting dalam kehidupan manusia, dengan
bermacam-macam efek biologis melalui emoat tipe reseptor. Ini terkait
pada proliferasi dan diferensiasi sel, hematopoiesis, perkembangan
embrioni, regenerasi dan penyembuhan luka. Pada system pusat mamalia,
histamin di produksi neuron berlokasi secara eksklusif di nucleus
tuberomamilar hypothalamus posterior dengan akson yang mengirimnkan
histamin pada korteks temporal dan frontal dan tempat lain di otak.
histamin terkait dengan regulasi fungsi dasar tubuh melalui H1. Fungsi ini
termasuk dalam siklus mengantuk dan lemah, homoeostasis endokrin dan
energi, kognisi, dan memori.

e. Penyakit Yang Berkaitan


Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi
penyakit alergi. Histamin adalah amina dasar yang dibentuk dari histidin
oleh histidine dekarboksilase. Histamin ditemukan pada semua jaringan,
tetapi memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan yang berkontak
dengan dunia luar, seperti paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan.
Urtikaria dan rhinitis alergi merupakan dua penyakit alergi yang sering
menyebabkan gangguan pola tidur dan mempengaruhi aktivitas sehari-
hari. Pada kondisi yang berat, kelainan ini dapat mempengaruhi kualitas
hidup seseorang, mulai dari gangguan fisik, gangguan emosional,
gangguan aktivitas seksual, terbatasnya aktivitas sosial, dan

mempengaruhi pekerjaan.3,4 Angka kejadian urtikaria kronis diperkirakan


0,1-3% dari keseluruhan populasi di Eropa dan Amerika. Di dunia
prevalensinya diperkirakan sekitar 0,5% dan angka ini tidak berbeda

secara signifikan pada komunitas yang berbeda.3 Di seluruh dunia


diperkirakan 12% sampai 22% orang pernah mengalami gejala urtikaria
sekurang-kurangnya satu kali selama hidup. Salah satu golongan obat yang

selalu dipakai dalam penanganan urtikaria adalah antihistamin. 2


Difendramin merupakan obat yang pertama kali digunakan, yang efektif
pada urtikaria kronis.

Referensi :

Sari, Fesdia dkk. Antihistamin terbaru dibidang dermatologi. Fakultas


Kedokteran Universitas Andalas.

Tabri, Farida. 2016. Antihistamin H1 Sistemik pada Pedia Trik Dalam Bidang
Dermatologi Fakultas kedokteran Universitas Hasssanuddin. Makassar

Adiguna, Swastika. Prima, Sudarsa. Histamine Intolerance

Arifin Gunawijaya, Fajar. Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ketiga.


Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta

5. DOPAMIN

A. Struktur
Nama kimianya adalah "4 - (2-aminoethyl) benzen-1 ,2-diol" dan
singkatan adalah "DA." Sebagai anggota keluarga katekolamin, dopamin
adalah prekursor norepinefrin (noradrenalin) dan kemudian epinefrin
(adrenalin) dalam jalur biosintesis untuk neurotransmitter ini. Dopamin
diinaktifasi oleh reuptake melalui transporter dopamin, didegradasi enzimatik
oleh transferase katekol-O-metil (COMT) dan monoamine oksidase (MAO).

B. Jalur Metabolisme
- Mesokortikal dopamin pathways.
- Hipoaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom negatif dan
gangguan kognitif.
- Simptom negative dan kognitif disebabkan terjadi penurunan
dopamine di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral
prefrontal korteks.
- Defisit behavioral yang dinyatakan dalam suatu simptom negatif
berupa penurunan aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari
system glutamat yang bersifat eksitotoksik pada system saraf (burn
out) yang kemudian berlanjut menjadi suatu proses degenerasi di
mesokortikal jalur dopamin. Ini akan memperberat simptom negatif
dan meningkatkan defisit yang telah terjadi pada penderita skizofrenia.
-
C. Target Organ
- Sistem pertama, yang paling terkait dengan perilaku adalah
mesolimbik-mesokortikal, yang berawal dari badan-badan sel dekat
substantia nigra menuju sistem limbik dan neokorteks.
- Sistem yang kedua, alur nigrostriatal, terdiri dari neuron-neuron yang
berawal dari substantia nigra ke nukleus kaudatus dan putamen; yang
berperan dalam koordinasi pergerakan di bawah kesadaran.
- Sistem ketiga, sistem tuberoinfundibuler menghubungkan nukleus
arkuatus dan neuron preifentrikuler ke hipotalamus dan pituitary
posterior. Dopamin yang dilepaskan oleh neuron-neuron ini secara
fisiologis menghambat sekresi prolaktin.
- Sistem dopaminergik keempat, alur medulari-periventrikuler, terdiri
dari neuron-neuron di nukleus Vagus yang proyeksinya tidak
diterangkan dengan jelas. Sistem ini mungkin berperan dalam perilaku
makan.
- Sistem kelima, alur insertohipotalamus, membentuk hubungan di
dalam hipotalamus dan dengan nukleus septum lateralis. Fungsinya
belum diketahui.
D. Efek pada tubuh

Dopamin ini umumnya terkait dengan sistem kesenangan otak,


memberikan perasaan senang dan sumber motivasi seseorang secara proaktif
untuk melakukan kegiatan tertentu. Dopamin dilepaskan (terutama dari
daerah seperti nukleus akumbens dan korteks prefrontal) yang mana secara
alami bertanggungjawab terhadap pengalaman berharga seperti makanan,
seks, obat-obatan, dan netral rangsangan yang menjadi terkait dengan mereka.

E. Penyakit yang berkaitan

Kekurangan dopamine di dalam tubuh dapat menyebabkan stress,


gangguan pola tidur, nafsu makan menurun, serta gangguan seksual,
mood, dan susunan saraf pusat.Depresi,Gejala-gejala depresi pada
seseorang meliputi kehilangan rasa senang, merasa tidak memiliki tenaga
dan menjadi apati (lebih pasif).Restless legs syndrome,Timbul rasa tidak
nyaman pada kaki saat tidak beraktivitas, kemudia menghilang dengan
pergerakan, gejala dirasakan lebih berat saat sore hari. Kadar dopamine
yang berlebihan juga tidak baik bagi tubuh dan menyebabkan beberapa
gangguan. Gangguan yang dapat timbul antara lain:Perilaku yang
berbahaya,Perilaku yang timbul akibat dopamine berlebih adalah gelisah,
psikosis, dan suka mengambil risiko seperti berjudi.

Referensi : Nurfatriani. 2016. Laporan Biokimia Neuroooo-1.


https://www.scribd.com/document/324516010/Laporan-Biokimiaa-Neuroooo-1

6. GLUTAMAT
Glutamat adalah salah satu asam amino non esensial yang ada pada tubuh.
Glutamat juga termasuk dalam Transmitter Molekul Kecil, masuk dalam
Golongan III yaitu Asam Amino. Salah satu jenis Glutamat yang paling terkenal
adalah Monosodium Glutamat.

a. Struktur
Monosodium glutamat adalah hasil dari purifikasi glutamat atau
gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang
dihasilkan dari proses hidrolisa protein (hydrolized vegetable
protein/HVP). Tubuh manusia dapat menghasilkan asam glutamat,
sehingga asam glutamat digolongkon pada asam amino non esensial.
Protein nabati mengandung 40% asam glutamat sedangkan protein hewani
mengandung 11-22% asam glutamat.
Monosodium glutamat adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic
acid). MSG telah dikonsumsi secara luas didunia termasuk Indonesia
dalam bentuk L-glutamic acid sebagai bahan penambah rasa makanan.
Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar 0,6 g/kg BB.
Nama menurut IUPAC adalah Sodium (2S)-2-amino-5-hydroxy-5-oxo
pentanoate. Monosodium Glutamat memiliki rumus C5H8NNaO4. Senyawa
ini mudah larut dalam air. Glutamat sebagai precursor dari glutamin.
b. Metabolisme
Metabolisme glutamat menyebar luas ke jaringan tubuh. Konsumsi
glutamat bebas akan meningkatkan kadar glutamat dalam plasma darah.
Selanjutnya glutamat di dalam mukosa usus halus akan diubah menjadi
alanin dan didalam hati akan diubah menjadi glukosa dan laktat.
Pada hewan baru lahir metabolisme asam glutamat lebih rendah dari pada
hewan dewasa. Pemberian MSG secara parenteral akan memberikan reaksi
yang berbeda dengan pemberian MSG per oral karena pada pemberian
secara parenteral, MSG tidak melalui usus dan vena portal. Sedangkan
pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus ke sirkulasi portal dan
hati. Hati mempunyai kesanggupan untuk metabolisme asam glutamat ke
metabolit lain. Oleh karena itu, apabila pemberian glutamat melebihi
kemampuan kapasitas hati untuk metabolismenya, maka dapat
menyebabkan peningkatan glutamat plasma.

c. Target Organ (Reseptor Glutamat)


Glutamat diperoleh respon sinaptik rangsang cepat dalam sistem saraf
pusat (SSP) dengan mengaktifkan saluran kation ligan-gated disebut
reseptor glutamat ionotropic (iGluRs) dan memainkan peran penting dalam
berbagai fungsi SSP.
Terdapat 2 bentuk reseptor glutamat, yaitu :
1. Reseptor metabotropik, dimana reseptornya bergandengan dengan
protein G dan memodulasi second messenger dalam sel seperti
inositol trifosfat, Ca dan nukleotid siklik.
2. Reseptor inotropik, yang terdiri atas reseptor yang mempunyai
hubungan langsung dengan saluran ion membran.
Reseptor glutamat metabotropic, atau mGluRs, adalah jenis reseptor
glutamat yang aktif melalui proses metabotropic tidak langsung. Seperti
semua reseptor glutamat, mengikat mGluRs dengan glutamat, asam amino
yang berfungsi sebagai neurotransmitter anexcitatory. mGluRs melakukan
berbagai fungsi dalam sistem saraf pusat dan perifer: Misalnya, mereka
terlibat dalam belajar, memori, kecemasan, dan persepsi nyeri

d. Efek pada Tubuh


Pemakaian MSG dosis besar dan lama akan memberikan efek
samping yang salah satunya dapat mengakibatkan gangguan hormonal
dimana ion glutamat mempengaruhi produksi GnRH dari hipotalamus dan
kerusakan pada sel neuron hipotalamus.
A. O. Eweka juga melakukan penelitian efek MSG terhadap
intestinum tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian 3g MSG
mengakibatkan peningkatan basofil dan atrofi sel usus halus (duodenum
dan jejenum) tikus pada gambaran histologinya. Pada dosis yang lebih
tinggi yaitu 6g MSG, kerusakan usus halus lebih berat, pada gambaran
histologis terlihat atrofi dan degenerasi sel.

e. Penyakit Yang Berkaitan


Menurut Blaycock (1997), penulis buku Excitotoxins “The Taste
That Kills”, MSG adalah excitotoxin yaitu zat kimia yang merangsang dan
dapat mematikan sel-sel otak. Blaycock menyatakan bahwa MSG dapat
memperburuk gangguan saraf degeneratif seperti Alzheimer, Penyakit
Parkinson, Autisme serta ADD (attention deficit disorder). MSG juga
meningkatkan resiko dan kecepatan pertumbuhan sel-sel kanker. Ketika
konsumsi glutamat ditingkatkan, kanker tumbuh dengan cepat, dan
kemudian ketika glutamat diblokir, secara dramatis pertumbuhan kanker
melambat. Para peneliti telah melakukan beberapa eksperimen di mana
mereka menggunakan pemblokir glutamat yang dikombinasi dengan
pengobatan konvensional, seperti kemoterapi, dan hasilnya sangat baik.
Pemblokiran glutamat secara signifikan meningkatkan efektivitas obat-
obat anti kanker.

Referensi :
Fajar, W. F., Desy, A. 2015. Jurnal Pengaruh Madu Terhdapa Gambaran
Mikroskopis Duodenu pada Tikus Wistar Yang DIberi Monosodium Glutamat.
Pustaka Unpad. Aktivitas Neuroproteksi dari Reseptor Metabotropic Glutamate
Ligan. Dikutip dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2015/08/Aktivitas-Neuroproteksi-dari-Reseptor- Metabotropic-
Glutamate-Ligan.pdf pada tanggal 20 Desember 2019 jam 21.00 WITA.

Rangkuti, dkk. 2012. Jurnal Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat (MSG)


Pada Pembentukan Mikronukleus Sel Darah Merah Mencit. Vol. 1 (1).
Zulkarnain, E. 2010. Jurnal Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat (Msg)
Pada Tikus Jantan ( Rattus Norvegicus ).

7. KATEKOLAMIN
a. Struktur
I tu katekolamin (CA) atau aminohormon adalah semua zat yang
mengandung dalam strukturnya kelompok katekol dan rantai samping
dengan kelompok amino. Mereka dapat bekerja di tubuh kita sebagai
hormon atau sebagai neurotransmiter. Katekolamin adalah kelas
monoamina yang disintesis dari tirosin.

b. Jalur Metabolisme
Ada 2 jenis katekolamin yaitu norepinefrin dan dopamin, yang
berperan sebagai neuromodulator di CNS dan hormon di aliran darah.
Katekolamin disintesis dari asam amino tirosin. Sintesis norepinefrin
dan epinefrin melalui dopamin akan mengalami hidroksilasi menjadi
norepinefrin. Enzim kuncinya adalah DBH. Norepinefrin akan
mengalami metilasi menjadi epinefrin. Enzim kuncinya adalah PNMT

c. Target Organ
Sebagaimana dicatat, katekolamin utama berasal dari kelenjar
adrenal. Khususnya di medula adrenal kelenjar ini. Mereka diproduksi
berkat sel yang disebut chromaffins. Di tempat ini adrenalin
disekresikan oleh 80%, dan noradrenalin di 20% sisanya Kedua zat ini
bertindak sebagai hormon simpatomimetik. Artinya, mereka
mensimulasikan efek hiperaktif dalam sistem saraf simpatik. Jadi,
ketika zat-zat ini dilepaskan ke aliran darah, terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan kontraksi otot, dan peningkatan kadar
glukosa. Serta percepatan detak jantung dan pernapasan. Karena alasan
ini, katekolamin sangat penting untuk mempersiapkan stres, melawan,
atau lari.

d. Efek Pada Tubuh


Beberapa fungsi sistem saraf pusat yang mengendalikan adalah
gerakan, kognisi, emosi, pembelajaran dan memori. Katekolamin
memainkan peran mendasar dalam respons stres. Dengan cara ini,
pelepasan zat-zat ini meningkat ketika Anda mengalami stres fisik atau
emosional.

e. Penyakit
Perubahan pada neurotransmisi katekolamin tampaknya
menjelaskan gangguan neurologis dan neuropsikiatri tertentu.
Misalnya, depresi dikaitkan dengan kadar rendah zat-zat ini, yang
bertentangan dengan kecemasan. Di sisi lain, dopamin tampaknya
memainkan peran penting dalam penyakit seperti Parkinson dan
skizofrenia.

Referensi:
Artikel Katekolamin. Dikutip dari
https://id.thpanorama.com/articles/neuropsicologa/catecolaminas- sntesis-
liberacin-y-funciones.html tanggal 21 Desember 2019 jam 03.55 WITA.
Wulandari, E., Hendarmin, L. A. 2013. Jurnal Integrasi Biokimia dalam Modul
Kedokteran.

8. GABA
a. Struktur
GABA merupakan derivat asam amino g-aminobutirat atau 4-
aminobutirat, merupakan inhibitor pada saat transmisi (penyaluran) presinaps
di sistem saraf pusat dan retina. Memiliki rumus C4H9NO2.

b. Jalur Metabolisme
GABA (asam gamma-aminobutirat) disekresi oleh ujung saraf yang
terdapat dalam medula spinalis, serebelum, ganglia basalis, dan banyak area
korteks. Bahan ini dianggap menyebabkan inhibisi.
GABA dibentuk dari dekarboksilasi glutamat oleh ensim glutamat
dekarboksilase (GAD). GABA di daur ulang pada CNS melalui reaksi yang
dikenal sebagai “GABA shunt” dalam sel glial dan diubah menjadi glutamin.
Neuron yang menghasilkan GABA dikenal sebagai GABAergik serta
mempunyai 2 reseptor yaitu GABA - A yang mempengaruhi kanal Cl dan
GABA - B yang mempengaruhi kanal K.

c. Target Organ / Reseptor


GABA merupakan neurotransmitter inhibisi utama pada SSP, senyawa ini
memperantarai kerja inhibisi interneuron lokal didalam otak 13 dan dapat
pula memperantai inhibisi presinaps didalam korda spinalis (Goodman dan
Gilman, 2014). Sedangkan glisin merupakan neurotransmiter penghambat di
sumsum tulang belakang (Nugroho, 2014). Reseptor GABA dibagi menjadi
dua tipe utama. Subtipe reseptor GABA yang lebih menonjol yaitu reseptor
GABAA, merupakan saluran ion Clbergerbang-ligan, suatu “reseptor
ionotropik”. Reseptor kedua, reseptor GABAB merupakan anggota kelompok
GPCR, suatu golongan reseptor yang secara umum disebut sebagai
“metabotropik”

d. Efek pada Tubuh


Mekanisme kerja obat sedatif-hipnotik pada umumnya dengan meningkatkan
aktifitas GABA (gamma-amino butric acid), sebuah neurotransmitter dalam
otak. Neurotransmitter adalah sebuah zat kimia yang diproduksi dan dilepas
oleh saraf sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan saraf yang lain.
Peningkatan GABA dalam otak menghasilkan rasa kantuk memfasilitasi tidur
atau mempertahankannya. GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan
neurotransmitter inhibitor utama di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat
pada hampir 40% saraf.

e. Penyakit
GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan neurotransmitter inhibitor
utama di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40% saraf.
Peran GABA sebagai neurotransmitter inhibitor didukung bahwa banyak
penyakit saraf yang disebabkan karena adanya degenerasi saraf GABAergik,
contohnya epilepsi, gangguan tidur, dan tardive dyskinesia. GABA bekerja
pada reseptornya yaitu reseptor GABA (Ikawati, 2006). Zat-zat yang
meningkatkan kerja GABA seperti benzodiazepin dan barbiturat digunakan
untuk mengobati kecemasan dan kejang atau sebagai sedatif atau relaksan otot

Referensi:
Wulandari, E., Hendarmin, L. A. 2013. Jurnal Integrasi Biokimia dalam Modul
Kedokteran.
Annisa, DF. 2016. Jurnal Universitas Sumatera Utara. Konsep Kecemasan
(Anxiety)
9. GLISIN
a. Struktur
Glisin termasuk turunan asam amino yang lazim terdapat dalam protein,
dapat bersifat asam karena mengandung gugus karboksil (-COOH), dan juga
dapat bersifat basa karena mengandung gugus amino (-NH2) (Lagowski;
1997 : 112). Glisin dan alanin mengandung atom donor N dan O yang
mempunyai pasangan elektron bebas dan dapat dikoordinasikan pada
tembaga(II), dalam berbagai kemungkinan geometri.

b. Jalur metabolisme
Glisin terutama disekresi pada sinaps di dalam medula spinalis. Glisin ini
diyakini selalu bekerja sebagai transmiter inhibitorik.
c. Efek pada tubuh
Glisin diduga dapat memperbaiki absorbsi besi dalam tubuh sehingga
ketersediaan hayati besi dapat ditingkatkan. Penelitian tahun 2000
menunjukkan bahwa iron bis-glycine memiliki ketersediaan hayati dua kali
lebih besar daripada ferrous sulfat, sehingga preparat tersebut baik untuk
fortifikasi dan suplementasi besi makanan. Bahkan, preparat tersebut dapat
menghambat efek phytat secara parsial.

d. Penyakit
Jika kadar glisin terlalu tinggi dalam otak (biasanya disebabkan karena
faktor genetic ), bisa menyebabkan ensefalopati, yaitu kelainan struktur/fungsi
otak.

Referensi:
Guyton. Fisiologi Kedokteran (edisi 8).
Utami, NA. 2008. Jurnal Fakultas Kedokteran UNDIP. Pengaruh Pemberian
Glisin Terhadap Kadar Hematokrit

10. EPINEFRIN
a. Struktur
Epinefrin merupakan neurotransmiter sistem saraf, tergolong katekolamin.
Epinefrin sebagian besar dihasilkan oleh serabut postganglionik simpatis,
perannya pada divisi simpatis Sistem Saraf Otonom. Epinefrin yang
tergolong katekolamin,merupakan gugus amin yang berikatan dengan
kelompok 3,4 – dihydroxybenzene dan mempunyai ikatan metil pada
rantai nitrogen amin, bersifat simpatomimetik.
b. Jalur metabolisme
Epinefrin dihasilkan oleh sebagian besar saraf simpatis postganglionik,
sehingga seringkali saraf ini juga disebut saraf adrenergik. Selain oleh
serabut simpatis postganglionik, epinefrin juga dikeluarkan oleh kelenjar
medulla adrenal dan berfungsi sebagai hormon. Sel-sel medula adrenal
secara embriologis merupakan analog terhadap saraf simpatis
postganglionik, sehingga mampu membuat dan melepaskan epinefrin dan
norepinefrin.2 (gambar 2.2) Di dalam medulla adrenal, norepinefrin
dimetilasi menjadi epinefrin, kemudian epinefrin dan norepinefrin
disimpan dalam sel-sel kromafin. Ketika medulla adrenal terstimulasi,
maka epinefrin keluar sebanyak 85% dan norepinefrin sebanyak 15%.

c. Target Organ / reseptor


Epinefrin yang berperan dominan pada saraf simpatis, dilepaskan dalam
jumlah relatif lebih besar ketika tubuh memberikan respon terhadap stimulus
”fight or flight” . Istilah ini dipakai untuk menggambarkan ketika tubuh
mengalami perubahan dalam keadaan stres, keadaan bersifat gawat, seperti
trauma, ketakutan, hipoglikemi, kedinginan dan olahraga.1Istilah lain yang
dipakai adalah ergotropik yaitu suatu keadaan di mana tubuh memerlukan
energi yang bersifat mendadak dan tercukupi

d. Efek pada tubuh


Epinefrin mempunyai kemampuan meningkatkan kekuatan kontraktilitas
otot jantung (inotropik positif (+)) dan juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung (kronotropik +), sesuai dengan efek stimulasinya terhadap reseptor β1.
Akibatnya, cardiac output pun meningkat. Efek ini mengakibatkan permintaan
miokard terhadap oksigen semakin meningkat.
Selain itu, epinefrin juga mampu mengakibatkan vasokontriksi arteriola
yang terdapat di kulit, membran mukosa dan viscera. Efek α1 mampu
menyebabkan dilatasi pembuluh darah di sekitar otot skelet. Efek-efek ini
berakumulasi dan menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan juga
penurunan diastolic

e. Penyakit
Dapat menyebabkan hiperglikema. Epinefrin mempunyai efek
hiperglikemik yang cukup signifikan, diakibatkan kemampuannya untuk
berikatan dengan reseptor β2 sehingga meningkatkan glikogenolisis dalam
hepar, meningkatkan pelepasan glukagon dan menurunkan pelepasan insulin
(efek α2). Efek ini dimediatori oleh mekanisme siklik AMP

Referensi:
Sukohar, Asep. 2014. Buku Ajar Farmakologi.

Anda mungkin juga menyukai