Anda di halaman 1dari 11

TUGAS BACA FARMAKOLOGI

Dosen pembimbing : dr. Fathiyah Safithri, M.Kes

Disusun oleh :

Chandra Ayu Kumala Sari 2018103330311007


Hani Mufidatul Khoiriyah 201810330311015
Geovani Rarung 201810330311031
Salwa Rizky Salsabila 201810330311050
Hanandya Fattah 201810330311060
Sardita Malawat 201810330311066
Fairuz Din Sukowari 201810330311084
Clarissa Adinda B. P. 201810330311099
Aveary Ayu Anggraini 201810330311100
Kartika Dyah Pertiwi 201810330311112
Firda Syaviera Maharani 2018103303110123

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
II. NEURON KOLINERGIK

Seratt praganglion yang berakhir di medulla adrenal, ganglia otonom (simoatik dan parasimpatik),
dan serat post ganglion dari divisi parasimpatik menggunakan asetilkolin sebagai neurotransmitter,
kelenjar keringat juga menggunakan asetilkolin. Kolinergik neuron juga menginervasi otot-otot
yanga ada di system somatis. Kolinergik berperan besar dalam Sistem saraf pusat.

A. Neurotransmisi dari Neuron Kolinergik

Neurotransmisi dari kolinergik terdiri dari enam langkah , (1) Sintesisi (2) Penyimpanan (3)
Pelepasan (4) Pengikatan asetilkolin ke reseptor (5) degradasi neurotransmitter di synaptic cleft
(berada dianatara akhir nervus dan reseptor) dan (6) Siklus dari choline dan asetat

1. Sintesis Asetilkolin
Choline ditranspor dari cairan ekstrasel menuju sitoplasma dari neuron
kolinergik oleh pembawa yang membutuhkan energy yang juga mentranspor sodium
dan bisa diinhibisi oleh obat hemicholinium ( Catatan : chiline mempunyai nitrogen
quarternary dan membawa charge positif sehingga tidak bisa berdifusi melalui
membrane) Masuknya choline adalah tahapan yang penting dalam pembentukan
asetilkolin.choline acetyltransferase mengkatalis reaksi choline dengan asetil KoA
untuk membentuk asetilkolin di sitosol. Asetil KoA dikelurkan dari Mitokondria hasil
dari dekarboksilasi Oksidasi.
2. Penyimpanan Asetilkolin di Vesikel
Asetilkolin akan disimpan di vesikel neuron dengan transport aktif . Vesikel
tidak hanya berisi asetilkolin sebagai transmitter primer namun juga berisi ATP sebagai
cotransmitter
3. Pelepasan Asetilkolin
Saat adanya potensial aksi saat gerbang sodium tiba di akhir rangsang,
voltase kalsium membrane prasinaptic akan terbuka dan membuat konsentrasi
intraselukar kalsium meningkat. Naiknya konsentrasi kalsium membuat vesikel
bergerak ke pinggir dan akhirnya terjadi pelepasan Asetilkolin, hal ini bisa di inhibisi
oleh botulinum toxin. Sebaliknya toxin di laba-laba black widow akan mengosongkan
asetilkolin menuju gap synaptic.
4. Mengikat ke reseptor:
ACh yang dilepaskan dari vesikel sinaptik berdifusi melintasi ruang
sinaptik dan berikatan dengan salah satu dari dua reseptor pascasinaptik pada sel target
 reseptor presinaptik di membran neuron yang melepaskan ACH, atau reseptor
presinaptik yang ditargetkan lainnya.
Reseptor kolinergik postsinaptik pada permukaan organ efektor dibagi menjadi dua
kelas:
muscarinic
nikotinik.
Mengikat ke reseptor respon biologis dalam sel, seperti inisiasi impuls saraf dalam
serat postganglionik atau aktivasi enzim spesifik dalam sel efektor, sebagaimana
dimediasi oleh molekul messenger

5. Degradasi asetilkolin
Sinyal di situs efektor postjunctional cepat dihentikan, karena AChE memotong
ACh ke kolin dan asetat dalam celah sinaptik .
Catatan: Butyrylcholinesterase, kadang-kadang disebut pseudokolinesterase,
ditemukan dalam plasma tetapi tidak memainkan peran penting dalam penghentian
efek Ach dalam sinapsenya.

6. Daur ulang kolin


Kolin dapat direbut kembali oleh sistem serapan ber-afinitas tinggi yang
digabungkan natrium, yang mengangkut molekul kembali ke neuron  diasetilasi
menjadi ACh yang disimpan sampai dirilis oleh potensial aksi selanjutnya

III.CHOLINERGIC RECEPTORS

Dua keluarga kolinoseptor , terdiri atas muskarinik dan nikotinik, dapat dibedakan satu
sama lain atas dasar perbedaan afinitas agen peniru aksi Ach (cholinomimetic agents or
parasympathomimetics)

A. Reseptor Muskarinik
Reseptor muskarinik termasuk ke dalam kelas reseptor G protein-coupled. Reseptor ini, selain
mengikat Ach, juga mengenali muskarinik, dan alkaloid yang ada di jamur beracun tertentu.
Sebaliknya reseptor muskarinik hanya menunjukkan afinitas yang lemah untuk nikotin. Lima
reseptor muskarinik yang telah diidentifikasi oleh kloning gen, namun hanya reseptor M1,M2 dan
M3 yang dikarakterisasi secara fungsional.

1. Lokasi reseptor muskarinik


Reseptor ini dapat ditemukan pada ganglia dari system saraf perifer dan pada
efektor organ autonom, seperti hati, otot polos, otak, dan kelenjar eksokrin. Reseptor M1
juga ditemukan pada sel parietal lambung, reseptor M2 pada sel jantung dan otot polos,
dan reseptor M3 pada kandung kemih, kelenjar eksokrin, dan otot polos. [Catatan : obat
dengan tindakan muskarinik secara khusus merangsang reseptor muskarinik pada jaringan
ini, tetapi saat dalam konsentrasi tinggi dapat mengaktifkan reseptor nikotinik]
2. Mekanisme transduksi sinyal asetil kolin
suatu mekanisme molekuler yang berbeda mentransmisikan sinyal yang
dihasilkan oleh pendudukan ACh dari reseptor. Contohnya, saat reseptor M1 atau M3 aktif,
reseptor mengalami perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G, membentuk
Gq, yang pada gilirannya mengaktifkan phospholipase C.
3. Muskarinik agonis dan antagonis
- Saat ini Muskarinik agonis dan antagonis sedang dikembangkan ke arah terhadap
subtipe reseptor spesifik. Contohnya, pirenzepine,( obat antikolinergik trisiklik)
mempunyai selektifitas tinggi Daan digunakan untuk menghambat reseptor
muskarinik M1, seperti pada mukosa lambung.
- pada dosis terapeutik, pirenzepine tidak menyebabkan banyak efek samping, tidak
menghasilkan takikardia pada infus karena adanya blokade reseptor M2 di jantung.
- Oleh karena itu, pirenzepine digunakan sebagai alternatif pengobatan ulkus lambung
dan duodenum.( berperan sebagai pompa proton)
- Darifenacin merupakan receptor muskarinik antagonis kompetitif yang memiliki
afinitas tinggi untuk reseptor M3 . Obat ini digunakan untuk pengobatan hiper aktif
kandung kemih. [catatan : saat ini, tidak ada agen yang secara klinis penting
berinteraksi hanya dengan reseptor M4 dan M5]

B. Reseptor Nikotinik
- reseptor-reseptor Nikotinik, selain mengikat ACH juga peka terhadap nikotin tetapi
afinitasnya lemah terhadap muskarinik.
- pengikatan dua molekul ACh menyebabkan masuknya ion natrium dan depolarisasi
sel effektor.
- Nikotin dalam konsentrasi rendah menstimulus reseptor, tetapi dalam konsentrasi
tinggi akan mengeblok reseptor.
- Lokasi reseptor nikotinik berada di CNS, adrenal medulla, ganglia autonomy, dan di
neuromuscular junction (NMJ).

IV. AGONIS CHOLINERGIC YANG BEKERJA LANGSUNG


AGONIS CHOLINERGIC (parasympathomimetics) meniru kerja Ach dengan mengikatkan
diri pada cholinoceptors. Secara garis besar, agen ini dibagi menjadi dua : choline esters (Ach dan
choline ester buatan seperti Carbachol dan Behanacol) dan naturally occuring alkaloids (e.g :
pilocarpine). Semua direct-acting AGONIS CHOLINERGIC memilki durasi yang lebih panjang
dibangding Ach. Beberapa obat terapi lebih cenderung terikat pada muscarinic resceptor, tapi
terkadang ke agennya juga. Merek juga bekerja tidak terlalu spesifik, sehingga agak jarang
digunakan.

A. Acetylcoline
a. Tidak dapat menembus membran
b. Kerja tidak spesifik (mempengaruhi banyak organ)  mengurangi keefektifan
penggunaan
c. Inaktivasi cepat ketika bertemu cholineterase.
d. Berefek muscarinic dan nicotinic. Efek lain :
a) Menurunkan denyut jantung dan curah jantung
 Mirip dengan vagal stimulation, yakni sediaan intravena dapat sedikit
menurunkan denyut jantung (negative chronotrophy)
b)Menurunkan tekanan darah
 Injeksi Ach menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah
secara tidak langsung
 Ach  mengaktifkan reseptor M3 di sel endothelial pembuluh darah 
arginin menghasilkan nitric oxide (NO)  NO berdifusi ke dalam
vaskularisasi otot polos untuk menstimulasi pembuatan protein kinase G 
hyperpolarization  otot polos relaksasi karena inhibisi phosphodisterase-
3.
 obat AGONIS CHOLINERGIC  mengeluarkan Ach  vaskuler tidak
mengenali Ach  Atropine memblokir reseptor muscarinic  mencegah Ach
bervasodilatasi.
c) Kerja lain :
 Dalam GI tract, Ach meningkatkan sekresi intestinal dan saliva.
 Meningkatkan sekresi bronkiolar
 Genitalia : volume urine bertambah banyak
 Mata : menyebabkan miosis

B. Bethanechol
a. Carbamoyl ester dengan struktur mirip Ach, namun tersusun dari carbamate dan
methylated choline. Ia terhidrolisis dengan ester lain, namun bukan Ach. Kerja
muscarinicnya dominan, namun kerja nicotinicnya minor karena ada methyl. Biasanya
bekerja di sistem pencernaan. Durasi sekitar 1 jam.
b. Kerja :
a) reseptor muscarinic menyebabkan motil usus naik. Juga stimulasi otot detrusor
kandung kemih
c. Aplikasi terapi : Urologi
d. Lawan efek :
a) Sama dengan obat AGONIS CHOLINERGIC lain. Seperti pusing, mual, hipotensi,
diare, dll.

C. Carbachol (karbamilkolin)

Carbachol (karbamilkolin) memiliki sifat muscarinic dan juga nikotinik. Ini tidak memiliki
gugus metil di bethanechol. Seperti bethanechol, carbachol adalah ester asam karbamat dan
substrat yang buruk untuk AChE. Ini adalah biotransformasi oleh esterase lain tetapi pada tingkat
yang jauh lebih lambat.
1. Tindakan: Carbachol memiliki efek mendalam pada sistem kardiovaskular karena
aktivitasnya merangsang ganglion, dan mungkin pertama-tama menstimulasi dan
kemudian menekan sistem ini. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya epinefrin dari
medula adrenal oleh aksi nikotiniknya. Secara lokal ditanamkan ke mata, menyebabkan
miosis dan spasme akomodasi di mana.
2. Penggunaan terapeutik: Karena potensi tinggi, tidak ada reseptor, dan durasi kerja yang
relatif lama, carbachol jarang digunakan secara terapeutik kecuali pada mata sebagai
agen miotik untuk mengobati glaukomal menyebabkan kontraksi pupil dan penurunan
tekanan intraokular. Onset aksi untuk miosis adalah 10 hingga 20 menit. Tekanan
intraokuler berkurang selama 4 hingga 8 jam.
3. Efek merugikan: Pada dosis yang digunakan ophthalmologis, sedikit dan tidak ada efek
samping yang terjadi karena kurangnya penetrasi sistemik.

D. Pilocarpine

Pilocarpine alkaloid adalah amina tersier dan stabil untuk hidrolisis oleh AChE.
Dibandingkan dengan ACh dan turunannya, jauh lebih sedikit tetapi tidak bermuatan dan akan
menembus CNS pada dosis terapeutik. Pilocarpine menunjukkan aktivitas muscarinic dan
digunakan dalam oftalmologi.

1. Tindakan: Diterapkan secara topikal pada kornea, pilocarpine menghasilkan miosis


cepat dan kontraksi otot siliaris. Ketika mata mengalami miosis ini, ia mengalami
spasas akomodasi. Visi menjadi terfokus pada jarak tertentu, membuatnya tidak
mungkin untuk fokus. Pilocarpine adalah salah satu dari stimulator sekresi paling kuat
(secretagogue) seperti keringat, air mata, dan air liur, tetapi penggunaannya untuk
memproduksi efek-efek ini telah terbatas karena kurangnya selektivitas. Obat ini
bermanfaat dalam mempromosikan air liur pada pasien dengan xerostomia akibat
iradiasi kepala dan leher.
2. Penggunaan terapeutik pada glaukoma: Pilocarpine digunakan untuk mengobati
glaukomal dan merupakan obat pilihan dalam penurunan tekanan intraokular dari
kedua sudut sempit (atau sudut tertutup) dan wide-anglel (juga disebut open-angle)
glaukoma. Pilocarpine sangat efektif dalam membuka trabecular meshwork di sekitar
kanal Schlemm, menyebabkan penurunan tekanan intraokular. Tindakan ini terjadi
dalam beberapa menit, berlangsung 4 hingga 8 jam, dan dapat diulang.
3. Efek merugikan: Pilocarpine dapat masuk ke otak dan menyebabkan dislokasi CNS
ditandai oleh eksaggasi dari berbagai efek parasimpatis, termasuk keringat berlebih
(diaforesis) dan air liur. Obat parenteral, pada dosis yang dapat melewati darah otak,
diberikan untuk menetralkan toksisitas pilocarpine.
V. EFEK TIDAK LANGSUNG AGONIS KOLINERGIK:
ACETYLCHOLINESTERASE INHIBITOR (REVERSIBLE)
AChE adalah enzim yang bekerja spesifik untuk memecah Ach menjadi acetate dan choline
sehingga ACh mengakhiri kerjanya. AchE terdapat di presinaps dan postsinaps pada saraf terminal
dimana membrannya terikat. Inhibitors dari AChE secara tidak langsung menyediakan efek
kolinergik dengan memperpanjang masa ACh dalam memproduksi endogen pada ujung saraf
kolinergik. Hasil ini berasal dari akumulasi ACh pada celah sinaps. Oleh karena itu, obat ini dapat
merangsang respon cholinoceptors yang ada diseluruh tubuh, termasuk kedua reseptor muskarinik
dan reseptor nikotinik dari ANS, NMJ, dan juga otak. Ikatan inhibitor AChE yang dapat kembali
atau reversible ini diklasifikasikan sebagai respon jangka pendek atau agen respon lanjutan

A. Edrophonium
Edrophonium adalah salah satu bentuk dari inhibitor AchE short-acting. Edrophonium memiliki
ikatan reversible(dapat kembali) terhadap inti aktif AChE, sehingga menghambat hidrolisis ACh.
Edrophonium secara cepat diserap sehingga durasi kerjanya pendek 10-20 menit karena eliminasi
ginjal yang cepat. Edrophonium adalah amina kuaterner, dan kerjanya terbatas pada daerah
pinggir. Ini digunakan dalam diagnosis miastenia gravis, yang merupakan penyakit autoimun yang
disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor nikotinik di NMJ. Sehingga menyebabkan degradasi,
jumlah reseptor yang berikatan dengan neurotransmitter sedikit. Injeksi intravena edrophonium
berefek ke peningkatan cepat kekuatan otot. Perawatan harus dilakukan, karena kelebihan obat
dapat mengakibatkan krisis kolinergik (otropine adalah obat penawar). Edrophonium juga dapat
digunakan untuk menilai efek terapi cholinesterase inhibitor, untuk membedakan krisis kolinergik
dan miastenia, dan untuk membalikkan efek dari nondeporarizing neuromuscular brockers setelah
operasi. Karena ketersediaan agen lain, edrophoniumuse menjadi terbatas

B. Physostigmine
Physostigmine adalah ester asam karbamat nitrogen ditemukan pada tumbuhan dan merupakan
amina tersier. Ini adalah substrat untuk AChE, dan membentuk intermediet carbamoylated yang
relatif stabil dan memerlukan enzim untuk mengaktifkannya. Efek dari obat ini adalah potensiasi
aktivitas kolinergik di seluruh tubuh.

1. Tindakan:
Efek kerjanya yaitu merangsang tidak hanya tempat terdapatnya muskarinik dan nikotinik ANS
tetapi juga reseptor nikotinik di NMJ. Durasi tindakan sekitar 2-4 jam, dan dianggap sebagai
perantara-agen akting. physostigmine dapat masuk dan merangsang kolinergik situs di CNS.
2. Penggunaan terapeutik: Obat meningkatkan motilitas usus dan kandung kemih, yang
berfungsi sebagai efek terapi di atoni ataupun organ lainnya. Digunakan secara topikal di
mata sehingga menghasilkan miosis,spasme akomodasi, dan penurunan tekanan
intraokular. Obat ini digunakan untuk mengobati glaukoma, tetapi pitokarpin lebih efektif.
Physostigmine juga digunakan dalam pengobatan overdosis obat dengan tindakan
antikolinergik, seperti atropin, fenotiazin, dan tricycl ic antidepressa nts.

3. Efek merugikan:
Dapat menyebabkan kejang ketika dosis tinggi di CNS. Bradikardia dan curah jantung
menurun juga bisa terjadi. lnhibisi AChE di NMJ skeletal menyebabkan akumulasi ACH
sehingga menyebabkan kelumpuhan otot rangka. Namun, efek ini jarang terlihat dengan terapi
dosis.

Agonis Kolinergik
Penghambat asetilkolinesterase diantaranya adalah neostigmine, pyridostigmine,
ambenomium, tacrine, donepezil, rivastigmine, dan galantamine, dengan reaksi yang dapat bolak-
balik. Semuanya dapat mengakibatkan efek samping pada traktus digestiva atau juga sistem
ekskresi tepatnya kandung kemih.
Neostigmine mempunyai durasi kerja lebih singkat daripaa pyridostigmine dan
ambenomium. Neostigmine, pyridostigmine, dan ambenomium untuk pengobatan gejala
myasthenia gravis, sedangkan tacrine, donepezil, rivastigmine, dan galantamine untuk pengobatan
alzeimer dan bekerja di sistem saraf pusat. Neostigmine kontraindikasi untuk pasien peritonitis
atau radang usus.
VI. AGONIS CHOLINERGIC YANG TIDAK AKTIF:

ANTICHOLINESTERASES (IRREVERSIBLE)

Sejumlah senyawa organofosfat sintetis memiliki kapasitas untuk ikat secara kovalen ke AChE.
Hasilnya adalah peningkatan ACh yang bertahan lama sekali situs tempat dirilis. Banyak dari obat-
obatan ini sangat beracun dan dikembangkan oleh militer sebagai agen saraf. Senyawa terkait,
seperti parathion, digunakan sebagai insektisida.

A. Echothiophate

1. Mekanisme kerja:

Echothiophote [ek-oe-THl-oh-fate] adalah organofosfat yang secara kovalen mengikat melalui


gugus fosfatnya ke serine-OH group di situs aktif AChE (Gambar 4.10). Setelah ini terjadi, enzim
secara permanen tidak aktif, dan pemulihan AchE aktivitas membutuhkan sintesis molekul enzim
baru. Berikut modifikasi kovalen dari AChE, enzim terfosforilasi perlahan melepaskan salah satu
dari kelompok etilnya. Hilangnya gugus alkil, yang disebut penuaan, membuatnya tidak mungkin
untuk reaktator kimia, seperti pralidoxime, untuk memutuskan ikatan antara obat yang tersisa dan
enzim.

2. Tindakan:
Tindakan termasuk stimulasi kolinergik umum, paralisis fungsi motorik (menyebabkan kesulitan
bernapas), dan kejang. Echothiophafe menghasilkan miosis intens dan, dengan demikian, telah
menemukan penggunaan terapeutik. Tekanan intraokular jatuh dari fasilitasi aliran humor
aqueous. Atropin dalam dosis tinggi dapat membalikkan banyak muscarinic dan beberapa efek
sentral dari echothiophate.

3. Penggunaan terapeutik:

Larutan ophthalmic dari obat diterapkan secara topikal pada mata untuk pengobatan kronis
glaukoma sudut terbuka. Echoth iophateis bukan agen lini pertama dalam pengobatan glaukoma.
Selain efek samping lainnya, risiko potensial untuk menyebabkan katarak membatasi
penggunaannya. Ringkasan tindakan dari beberapa agonis kolinergik disajikan dalam gambar
4.11.

Bethanechol Physostigmine Rivastigmine, galantamine,


donepezil
 Digunakan dalam  Meningkatkan
perawatan retensi urin motilitas usus dan  Digunakan sebagai
 Mengikat secara kandung pengobatan lini
istimewa pada Kemih pertama untuk
reseptor muskarinik  Mengurangi tekanan penyakit Alzheimer,
intraokular pada melalui manfaat yang
glaukoma sangat kecil
 Membalikkan CNS  Belum terbukti
dan efek jantung dari mengurangi biaya
antidepresan trisiklik perawatan kesehatan
 Membalikkan efek atau menunda
CNS dari atropin pelembagaan
 Amina tidak  Dapat digunakan
bermuatan dan tersier dengan memantine
yang dapat menembus (N-methyl-D-
CNS aspartate antagonist)
dengan penyakit
sedang hingga berat
Carbachol Neostigmin Echothiophate

 Menghasilkan miosis  Mencegah distensi  Used in treatment of


selama operasi okuler abdomen pasca open-angle glaucoma
 Digunakan secara operasi dan retensi  Memiliki durasi aksi
topikal untuk urin yang panjang (1
mengurangi tekanan minggu)
intraokular pada sudut
terbuka atau  Digunakan dalam
glaukoma sudut pengobatan
sempit, terutama pada myasthenia gravis
pasien yang telah  Digunakan sebagai
menjadi toleran penangkal untuk
terhadap pilocarpine tubocurarine
 Memiliki durasi aksi
yang lama (2 hingga 4
jam)
Pilocarpine Edrophonium Asetilkolin

 Mengurangi tekanan  Untuk diagnosis  Tidak memiliki


intraokular pada open- miastenia gravis kegunaan terapeutik
angle dan glaukoma  Sebagai penangkal
sudut sempit untuk tubocurarine
 Mengikat secara  Memiliki durasi kerja
istimewa pada yang pendek (10
reseptor muskarinik hingga 20 menit)
 Amina tidak
bermuatan dan tersier
yang dapat menembus
CNS
Gambar 4.11
Ringkasan tindakan dari beberapa agonis kolinergik. CNS = sistem saraf pusat

VII. TOKSIKOLOGI INHIBITOR ACETYLCHOLINESTERASE

Penghambat AChE biasanya digunakan sebagai insektisida pertanian di Amerika Serikat,


yang telah menyebabkan banyak kasus keracunan disengaja dengan agen-agen ini. Selain itu,
mereka sering digunakan untuk bunuh diri
dan tujuan pembunuhan. Toksisitas dengan agen-agen ini dimanifestasikan sebagai tanda-tanda
dan gejala nikotinik dan muskarinik. Tergantung pada agennya, efeknya bisa perifer atau
mempengaruhi seluruh tubuh.

A. Reaktivasi acetylcholinesterase:
Prolidoxime dapat mengaktifkan kembali menghambat AChE. Namun, itu tidak dapat
menembus ke CNS. Kehadiran kelompok bermuatan memungkinkan untuk mendekati situs
anionik enzim, di mana pada dasarnya menggantikan gugus fosfat organofosfat dan meregenerasi
enzim. Jika diberikan sebelumnya penuaan enzim alkilasi terjadi, dapat membalikkan efek
echothiophate, kecuali yang ada di CNS. Dengan saraf yang lebih baru agen, yang menghasilkan
penuaan kompleks enzim dalam hitungan detik, prolidoksim kurang efektif. Pralidoxime adalah
inhibitor AChE yang lemah dan, pada dosis yang lebih tinggi, dapat menyebabkan efek samping
yang serupa dengan AChE lainnya inhibitor (lihat Gambar 4.6 dan 4.9). Selain itu, itu tidak bisa
diatasi toksisitas inhibitor AChE reversibel (misalnya, physostigmine).

B. Perawatan lain:
Toksisitas dasar senyawa organofosfat adalah inhibisi aktivitas enzim acetilkolinesterase
(AChE) yang secara fisiologis menghidrolisis acetilkolin,.AChE inhibitor biasanya digunakan
sebagai insektisida pertanian. Selain itu, mereka sering digunakan untuk bunuh diri dan tujuan
pembunuhan. Acetylcholinesterase inhibitor bisa direaktivasi seperti Prolidoxime dapat
mengaktifkan kembali AchE inhibitor namun tidak dapat menembus CNS.

Anda mungkin juga menyukai