Anda di halaman 1dari 6

Bab 2

Pembahasan
D. Struktur Kanal Ion
Dalam lima tahun terakhir, kemajuan yang dasyat telah diperoleh dalam menjabarkan
struktur kanal-kanal ion. Sejumlah struktur kanal ion telah ditetapkan, termasuk struktur
untuk kanal K (KcsA, MthK, dan KirBacl.1 dari bakteri, KvA dari pernix aeropyrum, dan
wilayah intraseluler GIRKI pada tikus); kanal Cl (kanal klorida CIC dari salmonella
typhimurium dan E.coli); kanal ion teraktivasi ligan (wilayah pori pada nAChR torpedo,
protein pengikat asetikolin (AchBP) dari stagnalis lymnaea (siput); wilayah pengikat ligan
pada reseptor glutama ionotropik (reseptor AMPA, KA, dan NMDA) dari spesies yang
berbeda-beda; serta kanal lainnya (misalnya, kanal air aquaporin, kanal H, dan kanal
mekanosensitif).
Kanal ion dibentuk oleh setiap sub unit yang melintasi membran plasma sebanyak dua
kali; diantaranya dua struktur yang menjangkau membran ini terdapat suatu loop yang
menyisipkan ke membran plasma. Di pusat kanal yang dirakit ini terdapat suatu lubang
sempit melalui protein, sehingga K+ mengalir melewati membran. Pori (yang biasanya
disebut terowongan) ini terbentuk oleh loop protein, serta oleh wilayah-wilayah
transmembra.struktur pori ini cocok untuk mengonduksi ion-ion K+. Bagian tersempit berada
di dekat mulut luar kanal. Bagian ini begitu sempit sehingga hanya K+ nonhidrat yang dapat
melewati leher botol ni. Kation yang lebih besar, seperti Cs, tidak bisa melewati daerah pori
ini, dan kation yang lebih kecil, seperti Na, sekalipun tidak bisa memasuki pori ini karena
“dinding” pori ini terlalu jauh untuk menstabilkan suatu ion Na+ hidrat. Jadi, bagian
kompleks kanal ion bertanggung jawab terhadap permeabilitasselektif ke K+ sehingga bagian
ini disebut saringan selektivitas. Di bagian dalam kanal terdapat suatu rongga berisi air yang
terhubung dengan bagian dalam sel melalui pori. Rongga ini mengumpulkan K+ dari bagian
dalam sel. Dengan menggunakan beban negatif dari protein, rongga ini membuat ion-ion K+
bisa didehidrasi ion-ion ini kemudian bisa bergerak melewati saringan selektivitas.

E. Klasifikasi Kanal Ion


 Kanal Ion Teraktivitas Ligan
Kanal ion teraktivitasi ligan ( ligand-gated ion channels) adalah suatu kelompok besar
yang terdiri dari protein-protein transmembran intrinsik yang membantu lewatnya ion
ke suatu daerah yang berbeda dari pori konduksi ion. Pengikatan secara langsung
akan menyebabkan pembukaan atau penutupan kanal. Ligan bisa mengikat secara
ekstraseluler (misalnya, glutama, Ach, dan GABA) atau secara intraseluler (misalnya,
Ca2+) pada kanal potassium yang teraktivasi Ca2+.
Kanal ion teraktivasi ligan juga merupakan protein permukaan sel yang memainkan
peran penting dalam transmisi sinaptik secara cepat dan dalam pengaturan aktivitas
sel, karena sifat intrinsiknya, kanal ion teraktivasi ligan merespons terhadap
neurotransmiter dan efektor lain (misalonya PH) serta mentransduksi pengikatan
suatu ligan menjadi arus listrik dalam waktu beberapa drtik saja. Setelah aktivasi,
kanal ion teraktivasi ligan akan terbuka sehingga ion bisa mengalir melewati
membran. Aliran ini dapat menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai
dengan muatan dan konsentrasi ion sehingga eksitabilitas bisa teratur. Reseptor yang
merupakan kanal ion terativasi ligan diantaranya adalah reseptor 5HT-3.
Reseptor 5HT-3
Reseptor seretonin (5-HT)3 adalah satu-satunya kanal ion teraktivasi ligan dari
keluarga reseptor 5-HT. Reseptor ini ada di sistem saraf pusat maupun sistem saraf perifer ,
dan terlokalisir di sejumlah daerah yang terlibat dalam pengaturan suasana hati (mis,
hipokampus, atau kortexs prefrontal). Reseptor ini terlibat dalam regulasi sistem
neurottransmiter yang terlibat dalam patofisiologi depresi (mis, dopamin, dan GABA). Studi
klinis dan preklinis menunjukan bahwa reseptor 5-HT3 dapat menjadi target yang relevan
dalam pengobatan penyakit-penyakit afektif. Agonis resepto 5-HT3 dapat mengimbangi
antidepresan pada noklinis, sementara antagonis reseptor 5-HT3(seperti ondansentron)
memperlihatkan aktivitas mirip antidepresan. Reseptor 5-HT3 bisa ditembus Na+, K+, dan
Ca+. Fungsi reseptor 5-HT3 tergantung kepada lokasinya. Sintesis seretonin dimulai dengan
asam amino esensial triptofan, yang dapat ditemukan di sejumlah makanan seperti pisang,
kalkun, dan susu. Seretonin ini merupakan suatu neurotransmiter yang terlibat dalam
berbagai perilaku seperti rasa lapar, rasa kantuk, suasana hati, dan perilaku agresif. Fungsi
seretonin adalah mengikat diri ke protein reseptor, yang menyebabkan perubahan kondisi
elektrik sel dengan reseptor.
Reseptor asetilkolin-nikotinik
Reseptor asetilkolin-nikotinik (nAChR) adlah suatu kanal ion teraktivasi ligan yang
memediasi neuritransmisi di sambungan neuromuskularis, ganglia otonom, dan di beberapa
lokasi di sistem saraf pusat. nAChR memiliki beberapa subtipe yang berbeda, subtipe ini
dapat distimulasi oleh neurotransmiter asetilkolin, nikotin produk alam, atau oleh senyawa-
senyawa sintesis. nAChR adalah suatu prototipe untuk suatu superfamili protein, yang
termasuk reseptor untuk asam amino yang bersifat memacu (misalnya glutamat dan aspartat)
dan asam amino penghambat, asam gamma-amino butirat (GABA) dan glisin, serta reseptor
5-HT3 serotonin. nAChR terdiri dari tiga wilayah yakni suatu wilayah ekstraseluler, terminus
N, suatu wilayah transmembran, dan suatu wilayah intraseluler yang lebih kecil sehingga
membentuk bangunan sepanjang ~160 A ke arah tegak lurus bidang membran. Didalam
sistem saraf pusat kanal-kanal nikotinik memediasi mayoritas eksitasi secara cepat hanya di
gonglia otonom, namun juga terdapat di lokasi-lokasi prasinaptik. nAChR sistem saraf pusat
tersebar luas di seluruh wilayah otak yang terkait dengan depresi, seperti daerah ventral,
lokus koeruleus, dan nukleus rafe dorsal. nAChR mengatur jalur anti-imflamasi kolinergik,
aktivasi saraf vagus dapat mengurangi inflamasi dengan berkurangnya aktivitas makrofag
perifer yang dimediasi melalui nAChRα7. nAChR dapat menjadi target kerja obat untuk
depresi, contohnya; mekamilamin, sitisin, vareniklin, dan sazetidin-A.
Mekamilamin adalah suatu antagonis nAChR yang bersifat nonselektif dan nonkompetitif,
dan berasal dari kamfen. Mekamilamin pertama dikembangkan pada tahun 1950-an
digunakan secara klinis sebagai obat antihipertensi, meskipun penggunaannya terbatas karna
efek samping anti-kolinergik dengan dosis terapi.
Sitisin suatu agonis parisal pada nAChR α4β2 diekstraksi dari biji Cystisus labarnum (Akasia
Golden Rain). Sitisin pertama dikembangkan sebagai obat berhenti merokok dibekas negara-
negara Blok Timur tahun 1950-an.
Vareiklin suatu agonis parisal pada nAChR α4β2 dengan afinitas tinggi dan agonis penuh
pada nAChR α7.disintesis dari senyawa induknya (sitisin) dalam rangka mencari obat-obatan
baru untuk berhenti merokok. Pada model prekilinis vareniklin menhasilkan efek mirip
antidepresan ringan selama FSTsebanding dengan sertralin SSRI namun lebih dari
amitriptilin TCA. Akan tetapi diberi bersamaan setralin vareniklin mampu memperbaiki
kinerja FST.
Sazetidin-A adalah salah satu senyawa terbaru yang bekerja pada nAChR α4β2, sazetidin-A
dierkirakan bekerja dengan cara berbeda dari analog sitisin lainnya, karena sazetidin-A
mengikat diri dan mendesenstisasi nAChR α4β2 tanpa aktivasi dan bekerja pada subunit β2.
Sejumlah studi baru menunjukan mirip antidepresa selama TST dan FST.
Reseptor GABAa dan GABAc
GABA adlah transmite asam amino penghambat yang utama pada sistem saraf pusat
mamalia. GABA mewakili sekitar 40% dari seluruh neuron. Reseptor GABAa (GABAaR)
adlah suatu reseptor ionotropik dan kanal ion terativasi ligan. Meskipun GABA berhenti
memproduksi efek penghambatnya setelah pelepasan neurotransmiter, GABA bukanlah
neurotransmiter penghambat karena GABA menstimulasi reseptor GABA, secara tidak
langsung GABA adlah suatu neurotransmiter penstimulasi.
Setelah aktivasi, reseptor GABAa secara selektif akan mengonduksi Cl+ melalui
porinya sehingga menyebabkan hiperpolarisasi neuron. Hal ini akan menghasilkan efek
penghambat neurotransmisi dengan mengurangi peluang terjadinya aksi secara sukses.
Kompleks ini termasuk lima daerah pengikt yang utama, yaitu tapak ikat yang terlokalisasi
didalam atau didekat kanal Cl untuk GABA, benzodiazepin, barbiturat, pikrotoksin, serta
tapak ikat untuk steroit anestetik. Daerah pengikat ini memodulasi respon reseptor
terhadapstimulasi GABA. Selain itu obat-obatan lain seperti obat bius yang mudah menguap,
etanol, dan penisilin, melaporkan menimbulkan efek terhadap reseptor ini. Tapak ikat secara
langsung bertanggung jawab membuka kanal Cl. Sejumlah agonis mengikat diri ke tapak ini
dan memperlihat respon mirip GABA. Salah satu agonis yang paling bermanfaat adalah
senyawa muscimol(suatu analog GABA alami yang diisolasi dari jamur psikoatif Amania
muscaria).anagonis GABA lainnya adalah isoguvasin; 4, 5, 6, 7-tetrahidroisoksazol-
[ 5,4 ] piridin−3−ol ¿THIP); asam 3-aminopropansulfonat; dan asam imidazoleasetat.
Kegunaan agen-agen yang bekerja pada reseptor GABAa untuk terapi agen-agen yang
bekerja pada reseptor GABAa memiliki banyak kegunaan dalam terapi yaitu sebagai obat
bius, anti-konvulsan, anksiolitik, dan sedatif-hipnotik. Agen-agen yang mengurangi aksi
GABA terhadap reseptor GABAa dikenal sebagai modulator alosterik negatif (sebelumnya
dikenal sebagai inverse agonist). Agen-agen yang menghambat aksi modulator alosterik
positif dan negatif dikenal sebagai modulator alosterik penetralisir, misalnya antagonis,
benzodiazepin klasik, yakni flumazenil. Benzodiazepin dan barbiturat adalah contoh agen
terapi yang digunakan secara luas dan bertindak sebagai modulator alosterik positif di
reseptor GABAa.
Pengobatan insomnia dianggap sebagai pasar yang sedang berkembang untuk obat-
obatan yang bekerja terhadap reseptor GABAa. Onat-obatan saat ini yang digunakan untuk
mengobati insomnia di antaranya zolpiden, zaleplon, dan zoplicon. Benzodiapen diperkirakan
bertindak terhadap reseptor GABAa dikantong pengikat tepat di pertemuan antara subunit g2
dan subunit yang memiliki satu residu histidin yang terawat di wilayah pengikatan
benzodiapen pada terminus N ekstrakseluler (subunit a1, a2, a3, dan a5). Mutasi histidin ke
suatu arginin akan menghaslkan reseptor GABAa yang tidak sensitif terhadap benzodiazepin
secara in vitro. Reseptor GABAa yang memiliki subunit a4 dan a6 relatif tidak sensitif
terhadap benzodiazepin.
Reseptor Glutamat
Reseptor Glutamat ionotropik adalah kanal ion teraktivasi ligan yang memediasi
mayoritas neurotransmisi perangsang didalam otak. Reseptor glutamat memainkan peran
penting dalam perkembangan dan dalam berbagai bentuk plastisitas sinaptik yang mungkin
mendasari proses yang lebih tinggi, seperti pembelajaran dan daya ingat. Ada tiga kelas
reseptor glutamat ionotropik yang telah ditetapkan secara farmakologis yaitu NMDA,
AMPA, dan kainate. Mekanisme ketika suatu protein reseptor diteruskan sepanjang membran
selama sintesis menentukan segmen mana yang menghadap ke cairan sitoplasmik dan
ekstraseluler. Pada akhirnya, hal ini akan menentukan wilayah protein yang tersedia untuk
regoniksi ligan, modifikasi sitoplasma. Bertentangan dari perkiraan awal, reseptor glutamat
terbukti hanya memiliki tiga wilayah transmembran (M1, M3, dan M4) plus satu membran
yang menghadap sitoplasma. Jadi terminus N terletak di ekstraseluler dan terminus C di
intraseluler. Hal ini dapat disimpulkan pertama-tama dari lokalisasi tapak-tapak endogen dan
glikosalisasi N di KBP, GluR3, dan NRI. Kemudian juga berdasarkan analisis sensitivitas
protease dari suatu kelompok reporter yang tersebar di posisi yang berbeda hingga GluR3.
a. Antagonis Kompetitif Reseptor Glutamat
Antagonis kompetitif klasik tapak glutamat pada reseptor NMDA adalah turunan
fosfono dari asam amino rantai pendek (lima hingga tujuh karbon), seperti APS dan
AP7, sementara quinoksalindion yang mengandung halogen dan turunan asam
kinurenat adalah antagonis tapak glisin kompetitif yang pertama ditemukan.baru-baru
ini beberapa turunan ftalazindion dan turunan benzazezepinedion ditemukan sebagai
atagonis tapak glisin yang sangat aktf , selektif, dan kuat.
Senyawa ini (suatu turunan asam karboksilat-dikloro-tetrahidrokuinolin-
2[SPG61594]) mungkin berguna untuk mngidentifikasi residu didekat kantong
pengikat glisin secara lebih tepat dan juga dapat mengarahkan obat untuk bekerja
pada subtipe NR1/NR2B dari reseptor NMDA. Penghambat kompetitif reseptor non-
NMDA generasi pertama (kuiknosalin dan kuiknoksalinedione) menunjukkan
selektivitas yang buruk antara reseptor AMPA dan reseptor kainate. Selama 5 tahun
terakhir, banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan penghambat
kompetitif dan lebih selektif untuk reseptor AMPA dan reseptor kainate. Dua dari
penghambat pertama adalah dekahidroisokuinolin yang tersubtitusi dengan 1 hingga
10 µM , namuntidak aktif pada reseptor GluR6.
b. Antagonis Nonkompetitif Reseptor Glutamat
Ifenprodil bersifat neuroprotektif pada hewan model dengan iskemia selebral lokal.
Sayangnya, ifenprodil dan beberapa analognya (termasuk eliprodil dan haloperidol)
menghambat reseptor serotonin tertentu dan kanal kalsium selain reseptor NMDA
sehingga membatasi kegunaannya. Beberapa turunan ifenprodil yang lebih selektif
sedang dipertimbangkan untuk pengembangan klinis, termasuk CP101.606.
c. Penghambat Nonkompetitif (Noncompetitive Blocker)
Suatu penghambat nonkompetitif bertindak hanya pada reseptor yang telah diaktivasi,
bukan reseptor yang sedang istirahat. Ciri umum dari penghambat ini adalah bahwa
tapak ikanya hanya tersedia ketika kanal dalam keadaan tebuka. Jadi, kecepatan
penghambatan tergantung kepada penggunaannya dan semakin cepat jika
kemungkinan terbukanya kanal semakin tinggi. Namun, telah terikat penghambat ini
dapat diperangkap dengan penutupan kanal. Pemulihan dari kondisi yang terblokir
dan terperangkap biasanya sangat lambat. Ada spekulasi bawha bloker yang
tergantung penggunaan mungkin tidak bersifat neuroprotektif terhadap serangan
neurologis akut dan kronis, seperti stroke atau epilepsi dengan menghambat
kerusakan nerotoksik akibat masuknya Ca2+ kedalam sel melalui reseptor NMDA.
Bloker yang lebih mudah ditolerir secara klinis, seperti obat bius disosiatif, ketamin,
dekstrometorfan, dan senyawa terkait (dekstrophan, metaboli des-glisin dari
remasemid atau turunan amino-adamantan, seperti memantin dan amantadin)
mungkin merupakan penyerang neurotoksisitas yang lebih bermanfaat. Harapan besar
untuk menggunakan mematin dalam pengobatan penyakit-penyakit neurologi
mungkin mencerminkan pemerangkapannya yang bersifat parsial dikanal NMDA
yang tertutup.

Reseptor Glisin
Reseptor glisin (GlyR) adalah suatu protein yang melekat ke membran dan
memiliki suatu pori Cl- selektif yang terpadu. Saat glisin mengikat diri ke tapaknya di
permukaan eksternal reseptor, pori akan terbuka sehingga Cl- bisa menyebar secara
pasif di sepanjang membran. GlyR adalah suatu anggota keluarga kanal ion pentamer
teraktivasi ligan (LGIC). Anggota prototipikal dari keluarga ini termasuk kanal kation
reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR). Anggota lain dari keluarga ini adalah reseptor
serotonin tipe3 yang dapat ditembus kation (5-HT3R), reseptor GABA tipe A dan C
yang dapat ditembus anion (GABAar dan GABAcr), reseptor GABA dan zink yang
dapat ditembus kation, serta reseptor glutamat dan histidin yang dapat ditembus anion
vertebrata. Perlu diingatkan bahwa glisin juga secara langsung mengaktifkan kanal
ion selektif-kation pada keluarga reseptor glutamat perangsang.
 Struktur molekuler reseptor glisin
Reseptor glisin (GlyR) penghambat adalah salah satu anggota superfamili reseptor
nikotikoid, yang anggotanya juga termasuk reseptor asma Υ −aminobutirattipe A
(GABAaR) (bersifat menghambat) reseptor asetilkolin nikotinik (NAChR) (bersifat
menstimulasi), dan reseptor serotonin tipe3 (5-HT3R). Semua reseptor inotropik yang
homolog ini memediasi transmisi sinaptik secara cepat i dalam sistem saraf pusat.
Sebagai respon terhadap pengikat neurotransmiter, reseptor-rseptor ini secara
sementara membuka pori-pori selektif melalui membran lipid, tempat mereka melekat
sehingga akan terjadi gerakan ion-ion kecil secara pasif sesuai dengan gradien
elektrokimianya. Aliran ion ini mengubah potensi disepanjang membran sehingga
memengaruhi aktivitas kanal teraktivitas voltase dan konduktivitas listrik dari sel.
Superfamili reseptor nikotinikoid juga disebut sebagai protein Cys-loop karena
adanya suatu loop disulfida dengan 15 asam amino di wilayah pengikatan ligan
ekstraselulernya. Reseptor-reseptor ini pada dasarnya adalah oligomer
heteropentamerik dari berbagai produk gen dan atau varian sambungan yang tersusun
secara quasisimetris disekitar pori tengah.

 Modulator alosterik positif


Di antara obat-obatan yang memiliki sifat sebagai modulator alosterik positif akan
dijelaskan berikut ini:
1. Ivermectin
Ivermectin (yang lazim digunakan sebagai obat anticacing pada praktik
pertanian, perternakan, dan manusia) memiliki efek modulator alosterik positif
terhadap sebagian besar reseptor Cys-loop. Pra-aplikasi ivermectin konsentrasi
rendah (0,03 µM) dapat memperkuat besaran respon glisin pada GlyR
rekombinan 1, namun dalam konsentrasi yang lebih tinggi (>0,03 µM),
ivermektin secara langsung mengaktifkan reseptor-reseptor ini. Ivermektin
sepertinya mengaktifkan reseptor melalui suatu mekanisme yang berbeda
terhadap glisin karena GlyR yang didesentisiasi secara sempurna terhadap
glisin tetap tersedia untuk diaktifkan oleh ivermektin.

2. Tropisetron dan analog


Beberapa antagonis reseptor 5-HT3 dengan struktur yang berkaitan ditemukan
memiliki efek penguat dan atau penghambat terhadap GlyR.senyawa-senyawa
yang menimbulkan efek penguat atau penghambat di antaranya bemesetron,
tropisetron, zatosetron, dan LY278584, sementara senyawa-senyawa yang
menimbulkan penghambatan hanya kokain,atropin, zakoprid, ondansentron
dan granisetron tropisetron, yang digunakan secara klinis untuk mengobati
emesis post-operatif dan emesi karena kemoterapi, adalah senyawa yang
paling banyak diteliti.

Anda mungkin juga menyukai