Anda di halaman 1dari 6

Fisiologi proses yang terjadi di taut neuromuscular (tempat Asetilkolin)

Keterangan :
1. Potensial aksi di neuron motorik merambat ke terminal akson (terminal button)
2. Terbentuknya potensial aksi di terminal button memicu pembukaannya saluran
Ca2+ ke terminal button
3. Ca2+ memicu pelepasan asetilkolin melalui eksositosis sebagian vesikel
4. Ach berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan sel otot lalu
berikatan dengan reseptor spesifiknya di motor end plate membrane otot
5. Pengikatan ini menyebabkan terbukanya saluran kation yang kemudian
menyebabkan perpindahan Na+ masuk ke dalam sel otot dalam jumlah yang
lebih besar daripada perpindahan K+ keluar sel
6. Hasilnya adalah potensial end plate. Terjadi arus local antara end-plate yang
mengalami depolarisasi dan membrane sekitar
7. Aliran arus local ini membuka saluran Na+ bergerbang voltase di membrane
sekitar
8. Na+ masuk ke dalam sel dan menurunkan potensial ke ambang, memicu potensial
aksi, yang kemudian merambat ke seluruh serat otot
9. Ach kemudian diuraikan oleh AchE, suatu enzim yang terletak di membrane
motor end-plate dan mengakhiri respon.

Saraf Otonom
Saraf otonom terdiri dari syaraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang
mempersarafi sel efektor . Saraf otonom berhubungan dengan syaraf somatic,
sebaliknya kejadian somatic juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada susunan
syaraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata terdapat
pengatur pernapasan dan tekanan darah. Hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu
tubuh, keseimbangan air, metabolisme lemak dan karbohidrat. Pusat susunan syaraf
otonom yang lebih tinggi dari hipotalamus adalah korpus striatum dan korteks serebrum
yang dianggap sebagai coordinator antara system otonom dan somatic.

Gb. Pembagian syaraf otonom

Serat eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis
disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal 3), dalam system
ini termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. Sistem parasimpatis atau
kraniosakral outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, IX, X dan N. pelvikus yang
berasal dari bagian sacral segmen 2, 3 dan 4.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi yang antagonistik yaitu bila yang satu menghambat fungsi maka
yang lain memicu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah
pengaruh

syaraf

simpatis

dan

miosis

dibawah

pengaruh

parasimpatis.

Kolinergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat


menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis, karena
melepaskan neurohormon asetilkolin (Ach) di ujung-ujung neuronnya.

Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat


penggunaannya. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang
m,enyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti
stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltic dan sekresi kelenjar ludah
dan getah lambung (HCL),

juga sekresi air mata, dan laim-lain, memperkuat

sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi dan penurunan
tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan
pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air
mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran
urin, dilatasi pembuluh dan kontraksi otot rangka, menekan SSP setelah pada
permulaan menstimulasinya.
Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps dan neuron
pascaganglioner dari SP, juga plat-plat ujung motoris dan di bagian susuna saraf pusar
yang disebut sestem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan,
reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
A. Reseptor Muskarinik
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin,
yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor
muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan
studi ikatan dan penghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas
reseptor muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai
dalam ganglia system saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos,
otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtype reseptor
muskarinik terdapat dalam neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel
parietal lambung, dan reseptor M2 di otot jantung, M3 dalam kelenjar eksokrin dan
otot polos.
B. Reseptor Nikotinik
Resptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi
afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor
nikotinik namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor ini terdapat
di dalam system saraf pusat, medulla adrenalis, ganglia otonom, dan taut
neuromuscular.
Mekanisme racun masuk ke dalam tubuh, akan mengikat AchE sehingg AchE
menjadi inaktif dan terjadi akumulasi asetilkolin. Pada saat enzim ini dihambat terjadi

peningkatan jumlah asetilkolin dan berikatan dengan reseptoe muskarinik dan


nikotinik pada system saraf pusat dan perifer yang menimbulkan gejala muntah, pupil
miosis, kelopak mata cekung, nyeri epigastrium dan sesak napas.
Mekanisme Kerja : Impuls -- tombol sinapsis -- peningkatan permeabilitas
membran presinapsis terhadap ion Ca -- ion Ca masuk -- gelembung sinapsis melebur
dengan membran pra-sinapsis -- melepaskan neurotransmitter -- impuls dibawa ke
membran post-sinapsis -- neurotransmitter dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase
-- menjadi asetilkolin -- dihidrolisis menjadi kolin dan asam etanoat dan disimpan di
gelembung sinapsis -- akan dipergunakan kembali.

Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2006. Kedokteran Darurat. Jakarta : EGC.
Hal. 30-38.
Idrieas, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed.1, Jakarta: Binarupa Aksara, 1997,
Hal : 259 263

Anda mungkin juga menyukai