Anda di halaman 1dari 17

LEARNING OBJEKTIVE TETANUS

KELOMPOK B3

LO. 1 KONSEP UMUM SUMSUM TULANG BELAKANG

Tulang belakang itu terdiri atas tulang punggung dan diskus intervertebral. Terdapat 7 ruas
servikal, 12 ruas vertebrae torakal, 5 ruas verbrae lumbalis, 5 ruas tulang sakralis, dan 5 ruas
koksigeal yang bersatu satu sama lain Tulang belakang secara keseluruhan berfungsi sebagai
tulang penyokong tubuh terutama tulang-tulang lumbalis. Selain itu tulang belakang juga
berfungsi melindungi medula spinalis yang terdapat di dalamnya Di sepanjang medulla spinalis
melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix anterior atau motorik dan radix posterior atau
sensorik. Masing–masing radix melekat pada medulla spinalis melalui sederetan radices (radix
kecil) yang terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuai. Setiap radix mempunyai
sebuah ganglion radix posterior yang axon sel–selnya memberikan serabut–serabut saraf perifer
dan pusat Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu
medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm dan garis tengah 2 cm. Medulla spinalis yang
keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu
turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis
berpasangan melalui ruangruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap
vertebra yang berdekatan
LO 2. KONSEP UMUM NEUROMUSCULAR JUNCTION
Neuromuskular Junction adalah sinaps yang berkembang antara saraf motorik
dan serat otot yang terdiri dari beberapa komponen: presinaps saraf terminal,
membrane otot postsinaptik dan intervensi celah.

Mekanisme kerja Neuromuscular junction :


 Axon saraf motorik yang bersinaps pada otot rangka membentuk neuromuscular junction →
di sini axon kehilangan selubung mielinnya dan mengembang serta sel Schwann masuk ke dalam
serat otot.

 Vesikel sinaps yang mengandung asetilkolin terakumulasi berdekatan dengan membran


presinaptik → jika ada rangsangan yang sesuai akan melepaskan neurotransmitter ke celah
sinaps → Neurotransmitter kemudian berikatan dengan reseptor yang memediasi depolarisasi
dari sarcolemma otot → memulai potensial aksi pada otot.

 Serat otot tunggal hanya memiliki satu neuromuscular junction, tetapi axon motorik dapat
menginervasi banyak serat otot.

LO 3 ANATOIMI : NEUROMUSCULAR JUNCTION , JALUR ASCENDING DAN


DESCENDING
Tubuh kita memiliki 2 Jalur rasa sakit ( nyeri ) :

A. JALUR ASENDING

Untuk mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak untuk memperoleh persepsi nyeri. Jalur asending
Terdiri dari 3 neuron :

1. First order neuron


 Menghantarkan impuls dari reseptor kutaneus dan proprioseptor
 Cabang2 secara difus saat masuk ke medula spinalis atau medulaoblongata
 Sinaps2 dengan second order neuron Jalur asending
2. Second order neuron
 Interneuron
 Badan sel pada cornu dorsalis medula spinalis atau nucleus medula
3. Third order neuron
 Interneuron
 Badan sel di thalamus
 Akson memanjang ke korteks somatosensorik

2 jalur yang membawa informasi somatosensorik ke korteks sensorik melalui thalamus:

 Jalur columna dorsalis


 Jalur spinothalamicus

B. JALUR DESENDENS :

 Untuk memblokir jalur ascending untuk menghentikan persepsi nyeri


 Sirkuit desendens Medulla Spinalis -- mengontrol aktivitas penghantar nyeri
secaraselektif dengan cara mengeluarkan “neurotransmiter” penghambat transmisi nyeri (
Med spinalis -- Otak )
 Neurotransmiter:Endorphin, enkephalin
 Jika neurotransmiter ini terikat pada reseptor opioid di saraf medulla spinalis – transmisi
nyeri secara ascenden ke otak akan terhambat.

LO 4. HISTOLOGI NEUROMUSCULAR JUNCTION

Neuromuscular Junction (NMJ) atau endplate adalah sinaps akson dari saraf motorik
bertemu dengan otot dalam upaya transmisi sinyal dari otak yang memerintahkan otot untuk
berkontraksi atau berelaksasi. Saraf motorik tunggal yang bercabang untuk menginervasi serabut
otot rangka. Akson berhenti di permukaan serat otot dan membentuk motor and plate. Pelat
ujung motorik adalah tempat neurotransmitter dilepaskan dari neuron untuk merangsang serat
otot. Di persimpangan neuromuskuler, neuron motorik membentuk pelat percabangan datar yang
disebut pelat ujung motorik .Selubung mielin berhenti di dekat terminal prasinaps yang
bercabang.
Vesikel sinaptik yang mengandung neurotransmitter (asetilkolin) hadir di terminal presinaptik.
Stimulasi saraf, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah sinaptik. Ini berdifusi ke terminal
postsynaptic, di mana akan mengikat reseptor asetilkolin. Hal ini menyebabkan depolarisasi
serat otot, menyebabkannya berkontraksi.

LO 5. FISIOLOGI
NEUROMUSCULAR JUNCTION, PRESINAPS, POST SINAPS, DAN REFLEKS
Neuromusculat junction
Neuromuscular junction adalah daerah pertemuan atau sinaps antara membran sel saraf dan
membran otot. Untuk berkomunikasi dengan otot maka presinaps bergandengan dengan post
sinaps. Untuk menghubungkan impuls, dari saraf 1 dengan yang lain maka diperlukan presinaps
karena ada celah sinaps dan post sinaps(motor end plat)

Presinaps
Presynaptic Neuron adalah neuron (sel saraf) yang menembakkan neurotransmitter (senyawa
organic endogenus membawa sinyal di antara neuron) sebagai hasil dari aksi potensial memasuki
terminal aksonnya. Neuron ini mempunyai fungsi bertanggung jawab untuk meningkatkan
penghantaran impuls saraf melintasi celah sinapsis.

Post sinaps
Postsynaptic Neuron adalah neuron (sel saraf) yang menerima neurotransmitter setelah
melewati sinapsis dan mungkin mengalami potensial aksi jika neurotransmitter cukup kuat. Sel
ini bekerja melalui penjumlahan temporan dan spasial.

Refleks

LO 6. BIOKIMIA: PENGHAMBAT DAN RANGSANG DARI SINAPS, DAN


NEUROMUSCULAR JUNCTION
Neuromuscular junction adalah daerah pertemuan atau sinaps antara membran sel
saraf dan membran otot. Di daerah inilah terjadi stimulasi dari bagian saraf ke bagian otot
melewati proses yang disebut transmisi sinaptik kimiawi dengan pelepasan asetilkolin.
Asetilkolin yang dipeaskan dari bagian saraf selanjutnya akan diterima oleh reseptor yang
berada di bagian otot, sehingga ikatan antara asetilkolin dengan reseptornya memicu
masuknya ion Natrium ke dalam selsel otot sehingga terjadi aksi potensial di otot dan hal
inilah yang menginisiasi kontraksi otot. Bagian otot yang berada di daerah neuromuscular
junction ini biasa disebut motor end plate. Konsentrai neurotransmiter asetilkolin
menentukan kecepatan dan kekuatan kontraksi otot yang terjadi, dan dalam sinaps
tersedia enzim asetilkolinesterase yang akan menginaktivasi asetilkolin agar kontraksi
otot tidak terjadi terus menerus. Juga terdapat beberapa zat yang dapat menghambat
neurotransmitter yang secara normal menginhibisi konduksi sinyal akibat ikatan antara
asetilkolin dengan reseptornya seperti GABA dan glysin, yang jika hal ini terjadi akan
terjadi konduksi terus menerus sehingga terjadi tetani. Sebaliknya jika asetilkolin tidak
cukup banyak atau tidak mencapai reseptornya oleh karena suatu sebab (obat, racun,
toksin bakteri) maka kontraksi tidak akan terjadi pada otot. Jadi hubungan antara
neurotransmitter asetilkolin dengan reseptornya, juga kehadiran asetilkolinesterase dan
rangsangan inhibisi oleh neurotrasmitter lainnya (GABA) sangat penting untuk
membentuk kontraksi otot yang normal.

LO 7 : MIKROBIOLOGI CLOSTRIDIUM TETANI

 Obligat anaerob

 Gram positif

 Bentuk : Batang, seperti drum stik

 Motil

 Ukuran : 0,3 – 0,5 µm

 Pada agar nutrient  : koloni bulat tak teratur, jernih, kuning kelabu dengan permukaan
berbutir dan tepi yang tidak rata

LO 8 : PATOMEKANISME PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION

Contoh penyakit neuromuscular junction :

- Tetanus

Tetanospasmin menimbulkan efek berupa gangguan transmisi pada neuromuscular junction.


Selain menghambat pelepasan asetilkolin dari ujung saraf di otot, tetanospasmin pada sistem
sarkotubuler otot rangka juga dapat mengganggu mekanisme yang terlibat pada relaksasi dan
kontraksi otot rangka. Kegagalan pelepasan neurotransmitter secara dominan mempengaruhi
inhibisi neuron motorik.
- Miastenia Gravis

Transmisi neuromuskular bisa terganggu dalam beberapa cara, yaitu:

* Antibodi yang memblokade reseptor tempat asetilkolin gagal berikatan

* Serum IgG pasien MG menyebabkan peningkatan degradasi AChR yang disebabkan oleh
kapasitas antibodi untuk breaksi silang dengan reseptor

* Antibodi menyebabkan jalur penghancuran melalui aktivasi komplemen pada lipatan


postsinaps.

Transmisi yang terhambat ini kemudian berujung pada penurunan kekuatan kontraksi otot.

- Bell’s Palsy

Bell’s palsy bisa disebabkan oleh infeksi virus yaitu Herpes simplex

Selama proses regenerasi saraf fasialis, terjadi tiga perubahan mayor pada akson, yaitu:

(1) perubahan pada jarak antara nodus renvier

(2) akson- akson yang baru terbentuk dilapisi oleh myelin yang lebih tipis daripada akson normal

(3) terdapat pemecahan dan penyilangan dari akson- akson yang menginervasi kembali
kelompok- kelompok otot yang denervasi tanpa perlu menyesuaikan dengan susunan badan sel-
motor unit yang dijumpai sebelum terjadi degenerasi.

Akibat dari faktor- faktor ini, dapat terjadi suatu tic atau kedutan involunter

Selain itu, terdapat juga gejala gerakan yang tidak wajar, seperti gerakan mulut dengan berkedip,
atau menutup mata dengan tersenyum. Penyebab lain dari gerakan abnormal selama regenerasi
mungkin karena terjadi perubahan pada myoneural junction.

LO 9. KLASIFIKASI LUKA YANG BERPOTENSI TETANUS

1. Tetanus umum
Tetanus umum terjadi kepada 85-90% orang yang mempunyai luka terbuka pada kulit, baik luka
kecil atau pun besar dan berisiko tinggi mengalami kematian.

Dibutuhkan waktu kurang lebih 7-21 hari setelah tubuh terinfeksi bakteri Clostridium Tetanin
yang dapat menimbulkan gejala kekauan pada otot dan ragang (lockjaw).

2. Tetanus lokal

Seperti pada namanya, gejala yang ditimbulkan hanya terjadi pada bagian tubuh yang terluka
saja. Angka kesembuhan dari tetanus lokal masih terbuka lebar jika ditangani dengan cepat dan
tepat.

Keterlambatan pengobatan dapat berakibat fatal hingga mengancam jiwa karena tetanus lokal
dapat berubah menjadi tetanus umum.

3. Cephalic tetanus

Tetanus jenis ini disebabkan oleh adanya cedera pada kepala, mata, muka atau infeksi di bagian
tengah telinga (otitis media), dibutuhkan waktu 1-2 hari bakteri dalam masa inkubasi dan bersifat
lokal.

4. Tetanus neonatal

Penderita tetanus jenis ini kebanyakan terjadi di tempat bersalin yang tidak bersih dan steril dari
bakteri, sangat berbahaya bagi bayi baru lahir.

Tidak hanya faktor risiko tersebut saja tetanus neonatal dapat menginfeksi orang, ibu yang tidak
menerima imunisasi pun berisiko tinggi mengalami tetanus jenis ini.

Masa inkubasi tetanus neonatal memakan waktu kurang lebih 3-10 hari setelah terjadinya
infeksi, prosentasi kematian akibat bakteri ini sekitar 70%.

LO 10. PATOFISIOLOGI DAN PATOMEKANISME TETANUS UMUM


LO 11. KLASIFIKASI-TETANUS UMUM

1. paling sering dijumpai.


2. Bergantung luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam,
furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis.
3. Kekakuan otot rahang menyebabkan mulut sukar dibuka.
4. pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis
kesakitan yang disebut "Rhisus Sardonicus" (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
memberikan gejala kaku kuduk sampai opisthotonus.
5. Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki
dalam posisi ekstensi.
6. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi
yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung

Cole dan youngman (1969) membagi tetanus umum atas:


A. Grade I:ringan
 Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
 Period of onset >6 hari
 Trismus positif tetapi tidak berat
 Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
 Lokalisasi kekakukan dekat dengan luka berupa spasme di sekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
B. Grade ll: sedang
 Masa inkubasi 10-14 hari
 Period of onset 3 hari atau kurang
 Trismus ada dan disfagia ada
 Kekakuan umum ter jadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak
ada.
C. Grade Ill: berat
 Masa inkubasi <10 hari
 Period of onset 3 hari atau kurang
 Trismus berat
 Disfagia berat
 Kekakuan umum dan gangguan pernafasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak
dan takikardia.
D. Grade IV : sangat berat
 Grade III + hipertensi dan bradikardi

Klasifikasi-Tetanus Lokal

- Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuanotot-otot pada bagian proksimal dari tempat

luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1% kadang-kadang bentuk ini
dapat berkembang menjadi tetanus umum.

Klasifikasi-Tetanus Cephalic
 Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai
daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI,
dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa
hari bahkan berbulan-bulan.
 Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa
bentuk tetanus cephalic jelek.

LO 12. DIAGNOSIS BANDING TETANUS

 Tetanus

Toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh c.tetani ditandai dengan
kekakuan otot spasme yang periodik dan berat.

 Miastenia Gravis

Gangguan saraf dan otot ini disebabkan oleh autoimun, yaitu kondisi ketika sistem kekebalan
tubuh (antibodi) malah menyerang tubuh orang itu sendiri.

 Bells palsy

Kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses non-supuratif,non-neoplasmatik,non-degenartif


dan akibat edema dibagian sara fasialis.

DD Organ yang penyebab Gejala Pengobatan


terkena
Tetanus Saraf kranial Bakteri Kejang, Serum anti
trismus tetanus,diazepam
Miasteni Neuromuscula Autoimun Lemah,kelel Piridostigmin
a gravis r junction ahan bromida,kortikosteroid,pla
sma,exchange,timektomi
Bell Saraf non-supuratif, Kelumpuha Non-
palsy kranial(fasialis non- n otot medikamentosa,medikame
) neoplasmatik, ekspesi ntosa,antivirus
non-degenartif wajah
dan akibat
edema

LO 13 : MANAJEMEN , KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS TETANUS

Tata Laksana

Setiap pasien dengan diagnosis tetanus, sebaiknya dinilai dengan skor Phillip untuk menentukan
tata laksana.

Tata laksana non farmakologi

 Pembersihan dan debridement luka yang kotor


 Ruang rawat yang gelap (cahaya cenderung mencetuskan spasme dan kejang)
 Diet diberikan melalui selang nasogastrik bila diperlukan.
 Diberikan diet tinggi kalori
 Pencegahan ulkus dekubitus

Tata laksana farmakologi


1. Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000U secara intramuscular
2. Penicilin prokain 1,2 juta unit setiap hari diberikan selama 10 hari
3. Metronidazole 4 x 500 mg atau tetrasiklin 2 g/hari selama 10 hari
4. Anti kejang untuk mencegah spasme otot, dapat diberikan:
 Diazepam, atau
 Fenobarbital, atau
 MgC12
5. Pemberian vitamin B 12

Setiap pasien yang telah mengalami tetanus sebaiknya mendapatkan vaksinasi tetanus yang
lengkap.

Untuk dewasa, vaksinasi dibagi dalam 3 dosis. Dosis pertama dan kedua diberikan dalam jarak
4-8 minggu.

Dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Diperlukan booster setiap 10 tahun.

Komplikasi

Kematian biasanya diakibatkan asfiksia yang ditimbulkan spasme laring. Komplikasi lain yang
dapat timbul adalah pneumonia.

Prognosis

Prognosis tergantung pada masa inkubasi, waktu dari inokulasi spora sampai gejala pertama, dan
waktu dari gejala pertama sampai kejang tetanik pertama. Pernyataan berikut biasanya benar:

 Secara umum, interval yang lebih pendek menunjukkan tetanus yang lebih parah dan
prognosis yang lebih buruk
 Pasien biasanya bertahan hidup dari tetanus dan kembali ke kondisi kesehatan predisease
mereka
 Pemulihan lambat dan biasanya terjadi selama 2-4 bulan
 Beberapa pasien tetap hipotonik
 Tetanus secara klinis tidak menghasilkan keadaan kekebalan; Oleh karena itu, pasien
yang selamat dari penyakit tersebut memerlukan imunisasi aktif dengan tetanus toksoid
untuk mencegah kekambuhan

LO 14. SIFAT FARMAKOLOGIS YANG BERKAITAN DENGAN PENGOBATAN


TETANUS

 Antitoksin Tetanus (serum anti tetanus)


 Golongan : antisera / antitoksin
 Indikasi : untuk pencegahan dan pengobatan tetanus pada luka yang
terkontaminasi dengan tanah, debu atau bahan lainnya yang dapat menyebabkan
infeksi bakteri Clostradium Tetani.
 Kontra Indikasi : hipersensitivitas terhadap antitoksin tetanus.
 Farmakodinamik : (TIG / Tetanus Antiglobulin)
 Antitoksin Tetanus
TIG mengandung imunoglobulin G (IgG) yang bekerja sebagai antitoksin
tetanus. IgG pada TIG berperan menetralkan toksin yang belum berikatan
dengan sel saraf. Toksin yang beredar di sirkulasi akan berikatan dengan 
imunoglobulin G tersebut. Proses ini akan mengurangi jumlah toksin yang
beredar dan mencegah lebih banyak lagi toksin yang berikatan dengan sel
saraf dan memberikan dampak neurologis untuk menurunkan tingkat
keparahan dan mempercepat penyembuhan tetanus.

 Imunisasi Pasif
Diberikan pada pasien dengan luka yang berisiko tetanus, TIG dapat
memberikan imunisasi pasif untuk waktu sekitar 3-4 minggu. Pemberian
imunisasi pasif hanya bersifat sementara sehingga harus tetap diikuti
dengan pemberian imunisasi aktif (tetanus toxoid) untuk memberikan
imunitas jangka panjang terhadap tetanus.
 Farmakokinetik :
 Absorpsi
Proses absorpsi IgG yang diberikan, diduga melalui sistem limfatik dan
difusi antar pembuluh darah.
 Distribusi
Distribusi antibodi dalam sirkulasi darah dicapai dalam waktu 20 menit
setelah pemberian TIG. Titer antibodi maksimal dicapai dalam waktu
sekitar 48-72 jam. Waktu paruh distribusi TIG manusia adalah sekitar 3-4
minggu. Waktu paruh distribusi TIG lebih pendek yakni sekitar <3
minggu.
 Metabolisme
Metabolisme TIG di dalam tubuh belum diketahui.
 Eliminasi
Eliminasi imunoglobulin G (IgG) dan kompleks IgG dilakukan di dalam
sistem retikuloendotelial.
LO 15. BHP, PHOP, CRP, dan Aspek Medicolegal

BHP

Beneficence : melakukan yang terbaik untuk pasien, dengan memberikan penanganan yang cepat
dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi

Non-Maleficence : tidak memperburuk kondisi pasien, memberikan pengobatan kepada pasien


tanpa memperparah kondisi pasien

Autonomy : menghargai hak pasien dalam mengambil keputusan terhadap tindakan yang akan di
lakukan terhadap pasien (inform consent), tetapi jika dalam keadaan emergency dokter
mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap Tindakan yang akan di lakukan terhadap
pasien.

Justice : penanganan sesuai dengan kondisi pasien dan tidak boleh membeda-bedakan.

PHOP

Health Promotion : Edukasi kepada masyarakat mengenai penyakit tetanus dari definisi,
penyebab, gejala, dan juga komplikasinya

Specific Protection : menjaga kebersihan, memakai pelindung tubuh,


Early Diagnosa & Promt Treatment : segera periksa kedokter atau rumah sakit setelah
terinfeksi (tertusuk) dan dokter memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi pasien

Disability Limitation : perawatan intensif terhadap pasien dengan di rawat di rumah sakikt dan
mengonsumsi obat dengan teratur sesuai dengan anjuran dokter.

Rehabilitation : control secara rutin

CRP

Mendata angka kejadian (insiden dan prevalensi) penyakit tetanus di kalangan masyarakat.

Melakukan penelitian dikalangan masyarakat untuk mendata komplikasi apa saja yang paling
sering terjadi pada penyakit tetanus.

ASPEK MEDICOLEGAL

Duty : dokter wajib melakukan Tindakan saat keadaan emergency tehadap pasien sesuai dengan
prosedur.

Profesionalisme : dokter wajib melakukan Tindakan sesuai dengan standar operasional dan
prosedur dari Tindakan yang akan dilakukan kepada pasien tanpa melanggar kode etik
kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai