Anda di halaman 1dari 46

Christ &

Corruption
Pdt. Gabriel Goh

Kejadian 3: 7–8

Maka terbukalah mata mereka berdua dan


mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu
mereka menyemat daun pohon ara dan
membuat cawat.
Ketika mereka mendengar bunyi langkah
TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam
taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan isterinya itu
terhadap TUHAN Allah di antara pohon-
pohonan dalam taman.
Pendahuluan
Menurut survei yang diadakan
oleh Christianity Today, di tahun 2020 ini
pemakaian aplikasi Alkitab mengalami
lonjakan yang sangat tinggi (delapan puluh
persen lebih banyak daripada sebelumnya).
Frasa yang paling banyak dicari adalah
“do not fear”, hampir 600 juta search di
seluruh dunia mencari kalimat ini melalui
penelusuran YouVersion.
Ternyata pada saat-saat yang sulit di
tahun yang sulit ini, orang mencari jawaban
melalui Alkitab. Sebanyak 43,6 miliar
pasal dibaca, dan sebanyak 500 juta ayat
dibagikan melalui media sosial. Dan ayat yg
paling banyak dibagikan adalah Yesaya 41:
10, “Janganlah takut, sebab Aku menyertai
engkau, janganlah bimbang, sebab Aku
ini Allahmu; Aku akan meneguhkan,
bahkan akan menolong engkau; Aku akan
memegang engkau dengan tangan kanan-
Ku yang membawa kemenangan.”
Ketakutan pertama yang dialami
manusia sejak kejatuhannya ke dalam dosa
tercatat dalam Kejadian 3.
Rasa takut sebelumnya tidak pernah
dialami oleh Adam dan Hawa, namun
karena kejatuhan manusia ke dalam dosa,
ketakutan mulai masuk dan merasuki
manusia sampai pada hari ini.
Kejadian 3: 8,”Ketika mereka mendengar
bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-
jalan dalam taman itu pada waktu hari
sejuk, bersembunyilah manusia dan
isterinya itu terhadap TUHAN Allah di
antara pohon-pohonan dalam taman.”

1. Dosa menyebabkan rasa takut—


akibatnya manusia bersembunyi,
menghindar dari persekutuan yang intim
dengan Tuhan (hid themselves from the
presence of the LORD). Akar dari rasa takut
berasal dari dosa kita, dosa orang lain,
atau alam semesta yang telah rusak ini.
Jangan sampai dosa membuat kita lari
dan menghindar dari Tuhan.

2. Tuhan mencari manusia yang berdosa.


Kita patut bersyukur bahwa kisah
ini tidak berhenti sampai di sini. Tuhan
begitu mencintai manusia, Tuhan
mencari manusia, “Di manakah engkau?”
Allah dalam anugerah-Nya yang
sangat besar mencari orang berdosa.

Ilustrasi:
YiYi adalah seorang bayi China yang
dibuang di semak. Dia ditemukan dan
dibawa ke panti asuhan di Jining, China.
Orang-orang di panti berpikir tidak akan
ada yang mau mengadopsi dia karena
YiYi selain buta juga mengalami cacat
tubuh yang kompleks. Mereka berpikir
bahwa YiYi akan tetap di sana sampai
mati.
Ketika kisah YiYi diangkat dan
dituliskan oleh seorang perawat, ada
suami istri berkebangsaan Amerika yang
tergerak hatinya untuk terbang jauh
lintas benua, khusus untuk menemui
YiYi dan mengajukan permohonan
untuk mengadopsi anak ini. Pertama
kali menggendong YiYi, sang ayah
mengatakan sambil meneteskan air
mata haru, “Anak ini luar biasa karena
aku adalah papanya.” Mereka mengganti
nama YiYi yang berarti menyesal telah
hidup, menjadi Isabelle.
Kisah adopsi ini telah menyentuh
jutaan orang di berbagai dunia.
Apakah kita menyadari bahwa kita
pun sama seperti YiYi di hadapan Tuhan?
Sejak kejatuhan manusia dalam dosa,
gambar dan rupa Allah sudah rusak
dalam diri manusia. Tuhan berhak
menimpakan murka dan penghakiman-
Nya atas kita. Tetapi Tuhan justru datang
untuk mencari dan menyelamatkan kita.
Allah Bapa mengatakan bahwa kita yang
telah rusak oleh karena dosa ini sungguh
berharga, karena Tuhan adalah Bapa
kita.

3. Karya keselamatan dinubuatkan


dan diperagakan.
Kejadian 3: 15, “Aku akan mengadakan
permusuhan antara engkau dan
perempuan ini, antara keturunanmu
dan keturunannya; keturunannya akan
meremukkan kepalamu, dan engkau
akan meremukkan tumitnya.”
Sebuah nubuatan sejak kejatuhan
manusia, bahwa kelak Yesus akan mati di
kayu salib untuk menghancurkan kuasa
dosa.
Karya keselamatan itu bukan hanya
dinubuatkan, tetapi juga diperagakan.
Kejadian 3: 21, “Dan TUHAN Allah
membuat pakaian dari kulit binatang
untuk manusia dan untuk isterinya itu,
lalu mengenakannya kepada mereka.”

Ayat ini mencatat peristiwa


penumpahan darah yang pertama kali
terjadi karena Tuhan membuatkan
pakaian dari kulit binatang untuk
menutupi ketelanjangan manusia.
Tuhan mengetahui bahwa daun pohon
ara tidaklah cukup untuk melindungi
manusia, betapa luar biasa cinta kasih-
Nya kepada manusia yang telah jatuh ke
dalam dosa.
Penumpahan darah binatang yang
dikorbankan ini adalah sebuah simbol
bahwa Yesus, Anak domba Allah, akan
datang sebagai korban untuk penebusan
manusia dari dosa.
1 Petrus 1: 18–20, “Sebab kamu
tahu, bahwa kamu telah ditebus dari
cara hidupmu yang sia-sia yang kamu
warisi dari nenek moyangmu itu bukan
dengan barang yang fana, bukan pula
dengan perak atau emas, melainkan
dengan darah yang mahal, yaitu darah
Kristus yang sama seperti darah aak
domba yang tak bernoda dan tak
bercacat. Ia telah dipilih sebelum dunia
dijadikan, tetapi— karena kamu—Ia baru
menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.”
Allah mengenakan pakaian dari kulit
binatang itu kepada mereka (God clothed
them).
Allah bukan memberikan baju karya
desainer, tetapi Allah ingin mengatakan
bahwa ketika engkau merasa takut dan
malu karena dosa-dosamu, Allah tetap
memberikan anugerah dan belas kasihan
berlimpah, walaupun sebenarnya engkau
tidak layak.
Pakaian yang diberikan Tuhan itu
melambangkan:
• Anugerah dan belas kasihan
yang berlimpah,
• Perlindungan yang berkualitas,
• Untuk menutupi semua rasa malu
dan kehinaan manusia.

Dalam perjalanan hidup kita, sekalipun


kita sudah ditebus namun ada banyak
luka masa lalu yang masih kita bawa dan
tersimpan jauh di dalam alam bawah sadar
kita, yang menyebabkan kita merasa malu
atau tidak layak. Datanglah pada Tuhan,
izinkan DIA membungkus kita dengan
darah-Nya dan menghilangkan segala luka
kita.
Penutup
Di Natal 2020 yang sangat unik ini,
mungkin kita hanya bisa menikmati
Natal dengan keluarga kita dan dengan
Tuhan, tidak ada hingga bingar perayaan.
Natal bukanlah celebration. Marilah kita
tetap berfokus pada Kristus yang begitu
mencintai kita dan telah datang untuk
menebus dan menyelamatkan kita.

Doa
Terima kasih Bapa, karena Engkau
telah mengutus Putra-Mu Yesus datang ke
dunia untuk mencari kami. Dalam segala
ketidaklayakan dan dosa kami yang begitu
hina dan memalukan, Engkau melihat kami
berharga dan Engkau memberikan kepada
kami pakaian kebenaran. Kami berharga
karena Engkau adalah Bapa kami.
Biarlah kami tidak lagi bersembunyi
dari ketakutan, melainkan bisa menikmati
persekutuan yang indah dengan-Mu ya
Bapa.
Biarlah Natal ini menjadi indah dan
berharga bagi setiap anak-anakMu, Amin •
/ Disarikan oleh Elizabeth Wahyuni
Humprey
LIPUTAN KHUSUS

Pelayanan
dari Balik Kaca

Tanpa terasa sudah


hampir satu tahun kita
menjalani ibadah online.
Ibadah yang kita lakukan
dari kediaman masing-
masing menggunakan
handphone atau laptop/
komputer, berbekalkan
paket internet untuk
membuka channel
Youtube, baik untuk
dewasa, youth maupun
anak-anak sekolah
minggu.
Setiap minggu pula kita menyaksikan
pelayan Tuhan membuka pintu kaca,
memencet tombol lift, menyapa,
menyampaikan khotbah, puji-pujian dan
warta dari balik “layar kaca” (dulu istilah
ini hanya sebatas layar kaca televisi,
sekarang mungkin layar laptop dan HP
ya hehe …). Nah sekarang, pertanyaannya,
ada apa di balik “layar kaca” tersebut?
GI Feri Irawan, selaku Koordinator
Utama untuk pelayanan digital/
Digital Ministry menyampaikan bahwa
pelayanan live streaming ini muncul
karena kebutuhan mendesak terkait
pandemi yang terjadi sejak awal tahun
2020.
Gereja bahkan tak pernah
memikirkan sebelumnya akan
membuat tayangan ibadah yang di-
upload di Youtube seperti ini.
Semula pelayanan Kebaktian
Umum di hari Minggu dan
Kebaktian Doa Rabu dilakukan
secara live streaming. Namun,
karena ada kendala jaringan
internet ketika live streaming dalam
salah satu Kebaktian Doa Rabu,
hal ini membuat gereja sempat
mengubahnya menjadi recorded
streaming (kebaktian direkam
terlebih dahulu, lalu ditayangkan
pada jam ibadah berlangsung).
Setelah beberapa bulan, dengan
pengalaman yang semakin banyak,
akhirnya tim pelayanan Digital
Ministry mulai memberanikan diri
untuk live streaming di Kebaktian
Minggu dan Kebaktian Rabu.
GI Feri menekankan bahwa visi
dan misi pelayanan ini adalah “agar
jemaat dalam masa pandemi dapat
tetap beribadah menyembah Tuhan
dalam segala keterbatasan yang ada
dan dengan cara berbeda dengan
apa yang selama ini biasa dilakukan.”
Melalui ibadah-ibadah streaming
ini diharapkan jemaat tetap dapat
bertumbuh dalam situasi yang
tidak menentu dan tidak terprediksi
seperti saat ini.
“Tuhan mengijinkan segala
sesuatu terjadi untuk mengingatkan
orang percaya agar kita harus siap
memberitakan Kabar Baik dalam kondisi
apapun,” katanya. “Pelayanan dalam
dunia daring ternyata bisa berdampak
cukup powerful pada masa kini,
menjangkau, membuka pintu-pintu yang
baru dengan “kacamata” yang baru.” GI
Nicander saat ini juga banyak terlibat
dalam pelayanan digital, terutama yang
bersifat recorded, fokus pada pelayanan
digital untuk shooting kebaktian Sekolah
Minggu,
membuat music video puji-pujian
Kristen, video dan audio devosi
harian, mendesain poster serta
membuat acara Praise and Worship
Night “Immanuel” bersama dengan
sub-bidang Liturgi dan Musik.
Ia bersyukur bahwa ketika tim
pelayanan digital hendak memulai
pelayanan ini, Tuhan mengirimkan
beberapa anak Tuhan yang setia
dan juga ahli dalam bidang ini.
Mereka membantu memikirkan,
baik dari daftar alat-alat yang harus
disediakan, memberikan pelatihan
skill terkait live streaming lewat
kanal Youtube, setting cahaya,
sampai kepada pengecekan
kualitas streaming. “Kehadiran
mereka sungguh sangat membantu
pelayanan ini dari awal bahkan
sampai saat ini,” kata GI Nicander,
”sehingga beberapa kesulitan yang
kami hadapi pun dapat dengan
cepat didiskusikan dan diatasi.”
Ia juga bersyukur punya teman-
teman tim pelayanan yang sangat
suportif, saling membantu, punya
hati melayani yang besar dan selalu
bersemangat untuk memberikan
yang terbaik. Seringkali pekerjaan
teknis ini harus dilembur,
bahkan sampai subuh untuk
menyelesaikan beberapa hal
(terutama editing video), namun
pelayanan ini tetap dikerjakan
dengan kekuatan dan sukacita dari
Tuhan.
Robert Gunadi, yang sebelumnya
adalah sutradara film, produser
teater, dan berpengalaman sebagai
Multimedia Director di sebuah
gereja, adalah salah satu motor
utama dari tim pelaksana yang
menangani tayangan ibadah online
ini. Dia tidak asing lagi dengan
pelayanan digital semacam ini.
Menurut Robert tantangan yang
ada sebagian besar terletak pada
peralatan, yaitu kamera yang dipakai
berbeda tipe sehingga kualitas dan
warna berbeda-beda, dan ada delay
pada gambar (tidak sinkron dengan
suara sekitar satu detik), angle
lighting sangat “menukik” sehingga
menciptakan kontras yang tinggi
dan bayangan yang mengganggu
secara visual. Selebihnya adalah
tantangan yang tak terduga, seperti
masalah internet (internet di negara
kita memang belum sebaik di
negara maju),
human error yang memang sangat
manusiawi, dan sebagainya. Namun,
selama ini tim pelayanan digital
berusaha mengantisipasi bila ada
kesalahan yang terjadi.
“Beribadah secara online juga lebih
banyak godaan dan gangguannya,”
katanya. Karena ibadah dilakukan di
rumah/ di luar gedung gereja, semuanya
kembali pada para jemaat bagaimana
mereka tetap melakukannya secara
sungguh-sungguh (seperti ketika
beribadah di gereja) walaupun tidak ada
orang lain yang melihat.
Tunggul Nahampun, merupakan staf
multimedia yang bertugas menangani
sound system gereja. Dia menyadari
saat pertama kali terjun dalam
pelayanan digital masa pandemi ini, dia
belum berpengalaman di bidang live
streaming. Jika ada kekurangan yang
terjadi, dia kadang menerima keluhan
dan masukan dari beberapa jemaat.
Semua ini ditanggapi Tunggul secara
positif untuk terus memperbaiki kualitas
pelayanan yang dia lakukan. “Saya
semakin semangat belajar bagaimana
me-mixing/balancing audio saat
rekaman (musik dan vokal),” ujarnya.
Pengalaman menarik lainnya,
dia mendapat kesempatan untuk
rekaman dengan artis Kristen yang
sudah banyak pengalaman, seperti
Herlin Pirena yang cukup sering
mengisi lagu pengantar ibadah. Ini
menambah pengalaman Tunggul
di bidang recording dan shooting
video clip.
Demikian juga, katanya sambil
berkelakar, “Sebenarnya Ibadah live
streaming atau recording hampir
tidak terlihat jelas perbedaannya
bagi yang mengikutinya di rumah.
“Pernah terjadi, ibadah dilakukan
secara live streaming, namun
kotbah sudah direkam lebih dulu.
Akibatnya bunga mimbar yang
tayang saat khotbah beda dengan
saat live, karena sehari sebelum live
streaming bunga mimbar sudah
diubah/diganti oleh tim dekor
dengan rangkaian bunga yang baru.”
Hanny Setiawan bercerita, tentu
saja kerjasama dengan seluruh
tim pelayanan digital ini banyak
cerita lucu dan seru, terutama saat
menentukan alat-alat dan software.
“Satu yang paling menarik buat saya
adalah momen setelah saya satu-
dua bulan tidak ke gereja sama
sekali karena pandemi.
Pertama kali menginjak gedung
gereja lagi, rasanya terharu sekali,”
ujar Hanny, sambil berharap
pandemi ini cepat berlalu sehingga
bisa melihat tawa, cerita, serta
hangatnya kebersamaan dengan
jemaat lain dalam gedung gereja.
Dia merasa “aneh” melihat gedung
gereja yang saat ini kosong dan sepi.
Program layanan ibadah online
ini juga diperkuat oleh Luther yang
membantu dalam pengaturan
pencahayaan ruangan ibadah,
Anugrah El-Roi yang berperan di
bagian live streaming, Juliana di
bagian Powerpoint, serta beberapa
rekan lain yang ikut terlibat. Kiranya
kita dapat menghargai pengorbanan
waktu, tenaga, serta semua upaya
yang menuntut kompetensi khusus
dalam pelayanan digital ini.
Walaupun dikerjakan dari “balik
layar kaca” sehingga nama-nama
dan wajah-wajah tim pelaksananya
nyaris tidak pernah muncul ke
permukaan, kita semua patut
bersyukur untuk pelayanan
mereka yang sangat luar biasa
pada masa yang sulit ini. Kiranya
semua perjuangan mereka dapat
senantiasa menjadi berkat bagi kita
semua. Tuhan memberkati •
K
ANA

B
G

WA
BIN

JA
M
BI

G
EM

UN
M

GG

n a
t
AN

i a
Pr
t e
o t
r l
RT

h a
C
BE

Kata tanggung jawab


(responsibility) berasal
dari dua kata bahasa Latin:
responsum dan spondere,
yaitu memberikan jawab
atau tanggapan atas apa
yang telah dijanjikan.
Melatih anak menepati janji sangat
penting, oleh karena itu sebagai orang
tua, Anda harus menepati janji. Ketika
Anda berjanji menjadi orang tua bagi
anak Anda, Anda bertanggung jawab.
Tanggung jawab adalah knowing
and doing (tahu dan melakukan) apa
yang seharusnya dilakukan, apa yang
diharapkan dari orang lain dan dari
Tuhan untuk kita lakukan. Tanggung
jawab berkaitan dengan kepercayaan,
oleh karena itu lawan dari tanggung
jawab adalah tidak dapat dipercaya.
Bagaimana supaya kita bisa
dipercaya? Tanggung jawab harus
dilatih mulai dari yang sedikit. Dalam
Injil Lukas 16: 10, “Barang siapa setia
dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga
dalam perkara-perkara besar.” Dalam
perumpamaan tentang talenta, seorang
Tuan memberikan talenta kepada
hamba-hambanya: ada yang satu, dua,
lima; dan pujian dari tuan ini semuanya
sama untuk hamba yang menghasilkan
empat dan sepuluh talenta, “Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia ….”
Jadi apa yang dituntut dari pekerjaan
yang dipercayakan itu? Bukan hasil,
tetapi bagaimana melakukannya
dengan baik dan setia. Jadi pujian ini
diberikan, “Engkau telah setia dalam
perkara kecil, Aku akan memberikan
kepadamu tanggung jawab dalam
perkara yang besar.” (Matius 25: 21,23).

Jadi bagaimana anak diberi


kepercayaan, latihlah mulai dari hal-
hal kecil, setelah itu kita akan terus
menambahkan kepadanya hal-hal
yang makin besar. Seorang anak
bertanggung jawab kepada dirinya:
dia bisa makan sendiri, mandi sendiri,
bangun sendiri, dan belajar sendiri.
Lalu, bagaimana kalau dia gagal?
Tidak apa-apa, namanya juga latihan.
Tentunya ada hal-hal yang harus
menjadi konsekuensi: Misal ketika
anak terlambat bangun, Anda tidak
perlu ngebut sampai ke sekolah, lalu
Anda berkata kepada kepala sekolah
bahwa jalanan macet. Konsekuensi
terlambat harus dipikul anak. Karena
itu adalah latihan.
Jadi kalau sebagai orang tua harus
mengingatkan terus apa yang harus
dia lakukan, seperti, “PR sudah dibuat
belum? Sudah cuci tangan sebelum
makan? Apakah handuk sudah dibawa
ke kamar mandi?” Anda tidak sedang
melatihnya!
Hal praktis yang dapat Anda
lakukan misalnya, dengan menaruh
tulisan di tempat dimana dia duduk,
“Sudahkah saya mencuci tangan
sebelum makan?” atau ketika anak
berkali-kali lupa membawa handuk
ke kamar mandi, sehingga seringkali ia
berteriak untuk mengambilkan handuk,
mintalah anak membuat tulisan besar
dan tempel di depan pintu kamar
mandi “Sudahkah saya membawa
handuk?”
kalau perlu di
balik pintunya
ditempel
lagi tulisan
“Sudahkah saya
dibawa?” dengan
gambar handuk
yang lucu dan
menarik. Anak
akan ingat apa
yang harus dia
lakukan.
Misalkan ketika anak Anda ke
sekolah lupa memakai dasi, topi, Anda
tidak usah berkali-kali mengatakan,
“Topi dan dasi sudah dipakai? Botol
minum sudah dibawa? Agenda sudah
ditandatangani?” Sebaiknya Anda
tempel foto dirinya berpakaian lengkap
dengan seragam dan atributnya di
pintu sebelum keluar rumah, sehingga
sebelum anak pergi ke sekolah,
pertanyaannya hanya seperti ini, “Do
you have
freedom to do
that?” (Apakah
kamu punya
kebebasan
untuk
melakukan
itu?)
Tanggung
jawab
berhubungan
dengan kebebasan. Jadi ketika kita
katakan, “Kamu sudah selesai? Kamu
sudah bebas dari tanggung jawabmu
ketika kamu sudah melakukan tugas-
tugasmu. Jadi sama halnya ketika anak
mau pergi tidur, kita hanya bertanya,
“Sudah beres semuanya?” artinya
adalah anak sudah sikat gigi, cuci kaki,
cuci tangan, berdoa.
Jadi tanggung jawab berhubungan
dengan kepercayaan. Seseorang yang
memiliki tanggung jawab artinya dia
dipercayakan untuk bisa melakukan ,
mampu melakukan sampai tuntas •

/Disarikan oleh Lislianty Lahmudin


dari YouTube Sekolah Athalia
Maya Marpaung

Perjalanan
4 Pemuda GKY BSD
di Tengah Pandemi
Bagi banyak orang tua, melepas anak
menempuh pendidikan di tempat
yang jauh bukanlah hal yang mudah.
Namun, cukup banyak orang tua
yang memutuskan mengirim anak-
anaknya belajar di tempat lain,
bahkan hingga ke negara dan benua
yang lain.
Kemandirian, kualitas pendidikan
yang baik, kesempatan untuk belajar
dan bekerja di dunia internasional
merupakan beberapa alasan umum
yang dikemukakan beberapa jemaat
GKY BSD yang anaknya sedang
belajar di luar negeri.
Ketika pandemi Covid-19 melanda
dunia sejak awal 2020, dapat kita
bayangkan bagaimana galaunya
perasaan para orang tua ini akan
kesehatan dan keselamatan
anak-anaknya.
Kenneth Samuel Chuhairy, Maleakhi
Agung Wijaya, Daniel Citra, dan Jessica
Delphina adalah beberapa di antara
sejumlah pemuda GKY BSD yang sedang
berada di tiga benua yang berbeda.
Kenneth sedang menempuh pendidikannya
di New York, Amerika Serikat; Maleakhi di
Cambridge, Inggris; Daniel di Hannover,
Jerman; dan Jessica di Melbourne, Australia.
Mereka semua mengalami pola hidup
yang sangat berubah akibat pandemi dan
mencoba untuk terus bertahan selama
sepuluh bulan ini, tentu saja dengan cara
mereka yang berbeda-beda.
“Kaget!” Itu persamaan mereka dalam
mendeskripsikan hidup mereka di sekitar
bulan Maret ketika virus Corona mulai
merebak ke negara tempat mereka sedang
menuntut ilmu. Lockdown (kuncitara) total
harus mereka hadapi pada awal pandemi.
Akibatnya, semua kegiatan harus dilakukan
di dalam apartemen, dan mereka hanya
dapat ke luar hanya untuk melakukan hal-
hal yang sangat penting, seperti berbelanja
kebutuhan pokok. Itu pun hanya dapat
dilakukan pada waktu-waktu yang sudah
ditentukan oleh pemerintah kota setempat.
Kenneth dan Jessica
bahkan sangat pusing
karena mereka sempat
harus berpindah
tempat tinggal selama Je ss i c a
kurun waktu sepuluh bulan
ini. Apakah repot? Tentu saja. Jessica dan
adiknya harus menjalani proses pindah
apartemen yang lebih panjang karena
adanya jam malam di Melbourne.
Sama seperti rekan-rekan mereka
di Indonesia, semua kuliah tatap muka
berganti menjadi daring (online). Apakah hal
ini lebih mudah untuk mereka mengingat
sistem teknologi pendidikan daring di
negara maju yang lebih siap dibandingkan
di Indonesia? Ternyata tidak juga. Di
Jerman, misalnya, pergantian sistem karena
pandemi dimulai pada saat akhir semester
perkuliahan. Akibatnya, banyak mata kuliah
dan ujian-ujian akhir yang dibatalkan.
Bahkan hasil semester pun tidak dihitung
oleh pihak universitas sehingga waktu
menjadi terbuang sia-
sia.
“Saya cukup stres dan
kepala menjadi pusing,”
itu yang dikemukakan
Daniel tentang
pengalaman merugikan
D an iel yang dia harus jalani.
Sementara, ketiga pemuda
lainnya menjalani perkuliahan yang tidak
terlalu dirugikan dengan adanya pandemi.
“Beberapa kelas tatap muka masih bisa
berjalan, tapi aku harus
dites (positif atau negatif
Covid-19) tiap minggu,
dan peserta didik juga
terbatas,” kata Kenneth
sambil tertawa kecil.
Ke n ne t h
Yah ... keempat pemuda ini menuturkan
pengalaman mereka kepada Nafiri dengan
santai dan penuh tawa, walaupun sering
diselingi dengan desahan napas panjang.
Terlihat bahwa mereka berusaha keras
untuk dapat mengatasi pergumulan
masing-masing secara dewasa walaupun
kadang tidak mudah.
Di tengah pergumulan ini, mereka juga
masih taat beribadah, bahkan sesekali
juga tetap mengikuti streaming online
ibadah GKY-BSD, tempat dimana mereka
dibina pertumbuhan imannya kala remaja–
pemuda.
Bagaimana dengan masyarakat sekitar?
Apakah mereka disiplin dalam menaati
protokol kesehatan dari pemerintah?
Mereka berempat mengamati bahwa
pada awal pandemi, masyarakat setempat
cukup disiplin dalam menjalani dan
menaati total lockdown. Namun Daniel dan
Maleakhi mengatakan bahwa akhir-akhir
ini pusat kota kembali
ramai. Akibatnya,
di Jerman jumlah
kasus baru kembali
meroket sehingga
akhirnya pemerintah
pusat membatalkan
perayaan Natal dan Ma l e a k hi
Tahun Baru.
Jessica merasa lebih ‘beruntung’ karena
sudah beberapa bulan tidak ada lagi kasus
baru di Melbourne sehingga kegiatan
masyarakat sudah mulai kembali normal.
Yang mengesankan dari penuturan
keempat pemuda ini adalah rasa khawatir
mereka terhadap orang tua mereka
di Indonesia. Ada keseragaman ketika
menjawab pertanyaan, “Mama-papa lebih
khawatir gak sama kalian dengan adanya
pandemi?” Mereka semua menjawab,
“Tidak ada pandemi juga Mama dan Papa
khawatir, tapi tidak berlebihan kok.”
Dan yang mengesankan adalah
kekhawatiran mereka pada orang tuanya.
“Kami yang justru lebih khawatir dengan
keadaan mereka di sana,” ujar mereka
serempak.
Kenneth dan Maleakhi merasa yakin
bahwa orang tua mereka cukup disiplin
dalam menjalankan protokol kesehatan,
namun mereka tetap waswas melihat tetap
tingginya tingkat penularan di Tanah Air.
Daniel berharap agar masyarakat Indonesia
menjalankan protokol kesehatan dengan
lebih ketat agar penularan tidak makin
melonjak.
Sementara Jessica berkali-kali
mengatakan, “Saya takut Mama dan Papa
kesepian.” Papa dan mamanya memang
harus tinggal berdua saja karena Jessica
dan adiknya sedang belajar di Australia.
Ah, betapa baiknya pemuda-pemudi GKY
BSD ini. Sebagai penulis yang melakukan
wawancara jarak jauh dengan mereka, saya
sungguh terharu melihat kebaikan Tuhan
terhadap hidup mereka dan bagaimana
mereka juga terus setia bersandar pada
kasih dan perlindungan Tuhan •
Bambang Sugiarto

Penghiburan
dari Tuhan
di Tengah
Pandemi
Dunia terkejut ketika pandemi Covid-19
merebak pada awal tahun 2020. Virus Corona,
penyebab penyakit ini, menginfeksi saluran
pernapasan sehingga penularan mudah terjadi.
Pada sebagian pasien, reaksi sistem imun bisa
berlebihan (over-inflammation) dan merusak
organ tubuh lain dengan akibat fatal. Karena
sifatnya yang baru, pada awalnya dunia medis
belum mengetahui strategi penanganan yang
tepat. Vaksin, obat antiviral yang cocok, dan
metode terapi lain seperti convalescent plasma
jelas belum tersedia. Tidak mengherankan jika
terjadi kepanikan.
Melihat fenomena pandemi tersebut, reaksi
kebanyakan pemerintah adalah lockdown
(kuncitara) dengan tujuan menghambat
penyebaran Covid-19 di masyarakat dan
menghindari situasi kewalahan dari pihak
pelayanan kesehatan dan rumah sakit.
Saya tinggal di Amerika. Kebijakan penanganan
pandemi berada di tangan pemerintah negara
bagian masing-masing. South Dakota tidak
pernah memberlakukan lockdown penuh. Florida
melakukan lockdown di awal, membuka kembali
kegiatan bisnis saat angka kasus membaik, dan
tak pernah melakukan lockdown kembali meski
terjadi peningkatan. California memberlakukan
‘buka-tutup’ berkali-kali tergantung naik-turunnya
angka Covid-19.
Namun, manusia dan masyarakat tidak pernah
didesain untuk lockdown dan pembatasan-
pembatasan lain, apalagi yang berkepanjangan.
Saat lockdown, kegiatan bisnis terganggu bahkan
tutup total terutama bisnis menengah ke bawah.
Kegiatan belajar-mengajar di sekolah terhenti
dan beralih ke rumah. Mental health juga menjadi
masalah besar terutama bagi warga negara
Barat.
Bagaimana orang Kristen menghadapi krisis
pandemi dan efek-efek negatifnya tersebut?
Dalam tulisan ini, saya ingin membagikan
pergumulan dan pengalaman seorang teman
gereja saya dalam perjalanan imannya bersama
dengan Tuhan dalam kurun sembilan bulan masa
pandemi. Beliau bernama Kathy, seorang ibu
yang berusia tujuh puluhan tahun.
Sebagai orang yang hidup di Amerika,
Kathy merasa bahwa selama ini ia menikmati
kelimpahan. Makanan dan kebutuhan hidup lain
berlimpah. Perekonomian kuat. Ia dan mungkin
kebanyakan warga lain merasa bahwa mereka
dapat mengontrol hidup mereka dengan baik.
Everything is under control. Kemudian pandemi
datang menghantam. Ternyata tidak semua
bisa dikontrol. Mulailah muncul perasaan
marah, depresi, dan ketakutan. Pernahkah kita
merasakan hal yang sama? Kehilangan kendali
dan merasa tidak berdaya?
Di tengah ketakutan dan depresinya, Kathy
memutuskan untuk lebih intensif membaca dan
menginternalisasi firman Tuhan. Ia membaca
Alkitab secara rutin dan memakai Our Daily
Bread sebagai bahan renungan harian. Ia
mendengarkan khotbah-khotbah pendeta kami
secara online.
Salah satu bagian Alkitab yang menyentuh
Kathy adalah Lukas 22: 39–47 tentang Tuhan
Yesus Berdoa di Taman Getsemani. Doa yang
tercantum di ayat 42 menyentuh hatinya,

“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan


ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku,
melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”

Kathy diingatkan bahwa bukan ia yang berdaulat


atas hidup dan situasi hidupnya, melainkan
Tuhan. Tuhanlah yang memegang kendali. Ia
teringat dengan serenity prayer yang diucapkan
oleh seorang teolog Amerika, Reinhold Niebuhr,

“Ya Tuhan, anugerahkanlah kepadaku kedamaian


untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku
ubah; keberanian untuk mengubah hal-hal
yang dapat kuubah; dan kebijaksanaan untuk
mengetahui perbedaannya.”

Lukas 22: 42 menunjukkan bahwa hal yang


paling utama adalah kehendak Tuhan. Kita
perlu menyelaraskan kehendak kita dengan
kehendak-Nya sembari menyadari bahwa Ia
memegang kendali. Bersama dengan serenity
prayer, ayat tersebut mengingatkan Kathy bahwa
ada hal-hal di luar kendalinya seperti pandemi
Covid-19. Dalam situasi seperti itu, ia hanya perlu
memercayakan hidupnya kepada Tuhan dan
kehendak-Nya.
Pemahaman seperti ini yang akhirnya membawa
kedamaian di hatinya.
Saya telah menyebutkan di atas bahwa salah
satu masalah akibat lockdown adalah masalah
mental health. Orang-orang Amerika secara
umum, termasuk mereka yang memasuki
usia senja, lebih individualistis dan mandiri.
Saya terkagum-kagum dengan orang berusia
di atas tujuh puluh tahun yang hidup sendiri
dan melakukan banyak hal sendiri termasuk
mengemudi mobil. Dengan gaya hidup seperti itu
ditambah dengan lockdown, mereka bisa merasa
kesepian dan terisolasi karena tidak bisa bertemu
keluarga dan teman.
Kathy juga merasakan kesepian dan terisolasi.
Ia mempunyai lima orang cucu. Dua di antaranya
tinggal di kota di mana ia tinggal. Tiga yang lain
tinggal di kota dua jam perjalanan dari kotanya.
Dalam keadaan normal, ia bisa menemui cucu-
cucunya minimal dua kali sebulan. Dalam
sembilan bulan pandemi sejak Maret 2020, ia
hanya dapat menemui mereka empat kali. Dalam
pertemuan tersebut, mereka melakukan social
distancing. Ia tidak bisa memeluk mereka dan
menikmati interaksi normal. Sebagian orang
Amerika mengikuti aturan social distancing
secara ketat, termasuk Kathy yang berada dalam
kelompok rentan berkaitan dengan Covid-19.

Bagaimana Kathy mengatasi masalah kesepian?


Ia mengalihkan perhatian terhadap dirinya
sendiri ke orang lain. Ia rajin mengirim kartu
pos yang berisi teka-teki dan stiker ke cucu-
cucunya. Ia menelepon keluarga dan teman di
negara bagian lain sambil menunjukkan bahwa
ia mengasihi mereka. Ia juga mempunyai daftar
teman Gereja yang ia telepon untuk menanyakan
kabar dan mendoakan mereka. Ia selalu hadir
dalam pertemuan rutin online dengan anggota
gereja lanjut usia, dimana mereka berbagi firman
Tuhan, mengobrol, dan saling mendoakan.
Perasaan kesepian dan terisolasi bukan
masalah seberapa banyak orang di sekitar kita.
Kita bisa merasa kesepian di tengah keramaian.
Menurut saya; masalah tersebut berpusat pada
apakah ada relasi, connection, atau hubungan
batin antar individu. Meski terjadi penurunan
kualitas dan kuantitas di tengah pandemi, Kathy
berinisiatif mempertahankan relasinya dengan
keluarga dan teman. Ia memikirkan apa yang
bisa ia lakukan untuk orang lain seperti yang
dianjurkan dalam Filipi 2: 3–4,

“Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang


seorang menganggap yang lain lebih utama dari
pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap
orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”

Saat menulis kesaksian Kathy ini, saya


melihat bagaimana perintah Tuhan yang utama
dipraktikkan. Kathy belajar mencintai Tuhan
dengan segenap kekuatannya dan mencintai
sesama seperti dirinya sendiri (Matius 22: 37–
40). Ia menjaga relasinya dengan Tuhan dan
mengimani Tuhan yang berdaulat. Pada saat
yang sama, dia juga melihat keluar dan mencari
apa yang bisa ia lakukan untuk orang lain.
Dengan cara ini, Tuhan menghadirkan diri-Nya
untuk memimpin dan menghibur anak-anakNya
di tengah pandemi.
Teman akrab saya yang juga seorang konselor
Kristen, Sindunata Kurniawan, menasihati
para pendengar ceramahnya tentang “Emosi
Tangguh Menyambut New Normal” supaya
mempertahankan hal-hal batiniah berupa cinta
dan kegembiraan. Kita membangun hal-hal
tersebut dengan membangun dan memelihara
keintiman dengan Tuhan dan orang lain:
terutama keluarga dan sahabat rohani.
Yah, Tuhan bekerja dan memberi penghiburan
di tengah pandemi •

Penulis adalah seorang Analytical Chemist di sebuah Drug


Testing and Screening Laboratory, tinggal di Woodland, CA,
Amerika Serikat.
TO BE CONTINUED...
Nafiri Desember 2020
Part 3

Anda mungkin juga menyukai