Anda di halaman 1dari 7

Tugas Resume: Buku Stress at Work: Management and Prevention

yang Ditulis oleh Jeremy Stranks


(Afni Fadhila, 1906294905)

Stres di tempat kerja dan potensi kesehatan yang buruk akibat stres telah menjadi topik
utama bagi banyak orang. Selain itu, kebanyakan orang dapat menggambarkan peristiwa dan
keadaan stres di tempat kerja. Manajemen yang tidak efisien, kurangnya pengambilan
keputusan oleh manajemen, jam kerja yang berlebihan, ketidakpastian prospek kerja di masa
depan, serta tekanan pekerjaan adalah beberapa penyebab stres yang dijelaskan oleh pekerja.

A. Stres
Stres merupakan kata yang kurang dapat dipahami dengan jelas dan tidak ada definisi
tunggal untuk istilah tersebut. Artinya berbeda bagi orang yang berbeda. Menurut CBI,
stres muncul ketika tekanan yang diberikan pada seseorang melebihi kapasitas yang
dirasakan individu tersebut untuk mengatasinya. Sedangkan menurut TUC, stres terjadi
ketika tuntutan yang dibuat pada individu tidak sesuai dengan sumber daya yang tersedia
atau memenuhi kebutuhan dan motivasi individu. Stres akan muncul jika beban kerja
terlalu besar untuk jumlah pekerja dan waktu yang tersedia. The Health and Safety
Executive (HSE) (1995) mendefinisikan stres kerja sebagai tekanan dan tuntutan ekstrim
yang ditempatkan pada seseorang di luar kemampuannya untuk mengatasi situasi dan
kondisi tersebut. Pada tahun 1999, Health and Safety Commission (HSC) menyatakan
bahwa stres adalah reaksi orang terhadap tekanan yang berlebihan atau jenis permintaan
lain yang diberikan kepada mereka.
Adapun menurut Cox (1993), stres sekarang dipahami sebagai keadaan psikologis
yang dihasilkan dari persepsi orang tentang ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan
dan kemampuan mereka untuk mengatasi tuntutan tersebut. Definisi lebih lanjut
mengenai stress kerja yaitu keadaan psikologis yang dapat menyebabkan seseorang
berperilaku disfungsional di tempat kerja dan hasil dari tanggapan orang-orang terhadap
ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan mereka untuk
mengatasinya. Pada dasarnya, stres di tempat kerja muncul ketika orang mencoba untuk
mengatasi tugas, tanggung jawab, atau bentuk tekanan lain yang terkait dengan pekerjaan
mereka, tetapi menghadapi kesulitan, ketegangan, kecemasan, dan kekhawatiran dalam
upaya untuk mengatasinya. Stres seringkali dianggap sebagai hal yang negatif bagi
sebagian orang, padahal tidak semua stres buruk bagi manusia. Sebagian orang
membutuhkan sejumlah stres positif atau 'tekanan' untuk melakukan tugas yang diberikan
dengan baik kepada mereka.
Stres memiliki hubungan yang berkaitan langsung dengan sistem otonom yang
mengontrol respons fisiologis dan psikologis seseorang terhadap peristiwa - the ‘flight or
fight’ syndrome. Beberapa kelompok pekerjaan tertentu, seperti guru dan perawat, lebih
rentan untuk mengalami stres dibandingkan dengan kelompok lain. Selain itu, stres sangat
berkaitan dengan bagaimana orang beradaptasi dengan perubahan dalam hidup mereka,
seperti pekerjaan baru, promosi kerja untuk naik jabatan, menikah, pindah rumah, dan
sebagainya.
B. Penyebab Stres
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa stres dapat terjadi karena tuntutan
pekerjaan yang melebihi kapasitas seseorang, terlalu banyak bekerja, hubungan yang
tidak baik dengan orang lain, dan sebagainya. Hal-hal tersebut disebut dengan stresor.
Stresor merupakan segala sesuatu yang dapat menyebabkan stres. Pada umumnya, stres
dikaitkan dengan seberapa baik atau buruk orang mengatasi perubahan dalam hidup
mereka, baik di rumah, di dalam keluarga, di tempat kerja, maupun dalam situasi sosial.
Sebenarnya, stres dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi meliputi:
1. Stresor lingkungan, seperti yang muncul dari suhu dan kelembapan yang ekstrem,
pencahayaan dan ventilasi yang tidak memadai, kebisingan dan getaran, serta adanya
kontaminan di udara, seperti debu, asap, dan gas.
2. Stresor pekerjaan, terkait dengan pekerjaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit,
promosi yang berlebihan atau kurang promosi, tuntutan pekerjaan yang bertentangan,
atasan yang tidak kompeten, jam kerja yang berlebihan, dan interaksi antara
pekerjaan dan komitmen keluarga.
3. Stresor sosial, yaitu pemicu stres yang terkait dengan kehidupan keluarga, hubungan
perkawinan, berkabung, serta masalah sehari-hari yang ada kaitannya dalam
menghadapi kehidupan.
C. Respon terhadap Stres
Stres dapat memiliki respons jangka pendek dan jangka panjang. Individu dan
tentunya pemilik perusahaan, mereka harus menanggapi gejala jangka pendek dengan
serius, dengan mengingat implikasi jangka panjang, tidak hanya untuk individu tetapi
untuk organisasi secara keseluruhan. Seperti halnya bentuk stresor apa pun, tidak hanya
sifat stresor harus dipertimbangkan, tetapi juga durasi paparan stresor tersebut. Respons
fisik terhadap stres yang berkepanjangan dapat mencakup sejumlah gangguan kecil yang
menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi dapat menyebabkan kesehatan yang buruk
termasuk sakit kepala, migrain, alergi, gangguan kulit, dan artritis. Adapun penyakit
berikut telah dikaitkan dengan stres, tetapi tidak ada bukti medis yang jelas untuk efek ini
yaitu jantung koroner, kanker, gangguan pencernaan, dan diabetes.
Indikator stres adalah sinyal bahaya yang mengingatkan orang akan fakta bahwa
mereka mengalami stres dan tekanan. Indikator ini dapat berupa fisik, emosional atau
mental dan ditandai dengan reaksi berlebihan atau abnormal terhadap situasi
dibandingkan dengan reaksi normalnya. Contoh fisik meliputi sesak di dada, otot
kencang, sakit kepala, gangguan kulit, peningkatan iritasi fisik, seperti asma, gelisah,
peningkatan asupan alkohol, kehilangan atau bertambahnya nafsu makan, dan pola tidur
yang terganggu. Penting untuk diketahui bahwa tidak ada dua orang yang menunjukkan
indikator stres yang sama. Contoh emosional termasuk peningkatan sifat mudah marah,
marah, cemas, frustrasi, tersentuh dan bersalah. Contoh mental termasuk kelupaan,
kesulitan berpikir jernih, kesulitan membentuk kalimat secara lisan dan tertulis, obsesif
dengan detail kecil dan otak yang terlalu aktif. Indikator stres juga dapat dikenali dalam
suatu organisasi. Misalnya, dalam beberapa kasus, manajemen senior biasanya gagal
mengenali masalah stres di antara manajer dan karyawan. Dalam kasus lain, mereka
mungkin berpandangan bahwa stres adalah manifestasi dari kelemahan di pihak manajer
individu. Adapun beberapa efek atau pengaruh dari stres terhadap kinerja pekerjaan yaitu
ketidakhadiran, terjadi kecelakaan, hilangnya konsentrasi dan ingatan jangka pendek,
hubungan staf yang buruk, dan sebagainya. Oleh karena itu, stres dalam organisasi tidak
boleh diabaikan dan perlu penanganan yang serius.
Selain itu, respon stres yang paling sering ditemui pada kebanyakan orang yaitu
kecemasan dan depresi. Kedua hal tersebut kemudian menyebabkan orang memiliki
tatapan yang kosong, kesulitan dalam berbicara ataupun mengungkapkan pendapat,
kesulitan dalam menangkap suatu informasi, ketakutan yang berlebihan, gugup, dan
sebagainya. Depresi yang tinggi dapat membuat seseorang melakukan hal-hal yang salah,
misalnya minum alkohol, memakai ganja, menyalahgunakan obat-obatan, hingga
mengambil jalan pintas untuk mengatasi stres yaitu dengan cara bunuh diri.
D. Mengatasi Stres
Berikut ini adalah serangkaian ide untuk menanggapi atau mengatasi stress yang
dapat dilakukan oleh seseorang di suatu tempat.
1. Mengenali lebih jauh tentang stres
2. Mengambil pendekatan sistematis untuk pemecahan masalah
3. Menyadari perasaan diri sendiri (bedakan antara pikiran dan perasaan)
4. Mengembangkan keterampilan perilaku yang efektif (seperti menggunakan waktu
luang secara produktif, bersikap tegas, belajar untuk mengatakan “Tidak”, belajar
untuk melepaskan situasi yang menekan kita dan beristirahat, dan sebagainya)
5. Membangun dan memelihara relasi dukungan yang kuat
6. Mengembangkan gaya hidup yang sehat dan dapat melawan efek stres (seperti
menghindari kafein, makanan tinggi gula, garam, tepung putih, lemak jenuh dan
bahan kimia, tidak merokok, menjaga pola makan, dan sebagainya)
7. Berkonsentrasi pada perkembangan spiritual yang positif
8. Merencanakan dan melaksanakan perubahan gaya hidup yang sukses (misalnya
optimis untuk berhasil; dekati proyek selangkah demi selangkah, mempertahankan
proyek perubahan kecil dan terkelola, merayakan kesuksesan kita, memberi
penghargaan atas pencapaian yang telah kita raih, dan sebagainya)

Selain beberapa poin di atas, terdapat juga beberapa strategi coping stress pribadi
yaitu sebagai berikut.

1. Latihan relaksasi
Termasuk melatih orang dalam teknik relaksasi yang mendalam, relaksasi selama
aktivitas sehari-hari, dan pengendalian kecemasan darurat. Teknik tersebut
menggabungkan aspek-aspek seperti kontrol pernapasan, kontrol ketegangan fisik
(otot) dan menenangkan pikiran, termasuk meditasi.
2. Latihan fisik
Kombinasi latihan fisik, seperti jalan kaki, bersepeda, berenang, menari, dan
aerobik, bersama dengan latihan yang meningkatkan denyut nadi dan pernapasan
secara signifikan, seperti squash, lari, dan bulu tangkis, memberikan program yang
sangat baik untuk pengendalian stres.
3. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan biasanya tidak direkomendasikan sebagai bagian dari
program manajemen stres pribadi kecuali ditentukan oleh praktisi medis terdaftar.
Ada risiko ketergantungan dan perhatian individu mungkin teralihkan untuk
mengatasi masalah melalui perasaan sejahtera yang salah. Selain itu, kemampuan
individu untuk mengatasinya dapat terganggu melalui penggunaan obat.
4. Manajemen waktu yang lebih baik
E. Mengelola Stres di Tempat Kerja
Terdapat beberapa kebutuhan di sini untuk mempertimbangkan strategi organisasi dan
individu untuk mengelola stres di tempat kerja.
1. Strategi organisasi
a. Kesehatan dan kesejahteraan karyawan
Berbagai strategi tersedia untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan
karyawan yang sehat. Ini meliputi berbagai bentuk pengawasan kesehatan,
kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan tentang masalah kesehatan dan
penyediaan fasilitas kesejahteraan yang berkualitas baik, seperti sanitasi, mencuci,
fasilitas mandi, fasilitas makan, dll.
b. Gaya manajemen
Gaya manajemen sering dianggap tidak peduli, bermusuhan, tidak
komunikatif, dan tertutup. Filosofi kepedulian sangat penting, bersama dengan
sistem komunikasi yang baik dan keterbukaan pada semua masalah yang
mempengaruhi staf.
c. Manajemen perubahan
Sebagian besar organisasi mengalami periode perubahan dari waktu ke waktu.
Manajemen harus menyadari bahwa perubahan yang akan datang, dalam bentuk
apa pun, adalah salah satu penyebab stres yang paling signifikan di tempat kerja.
Hal ini umumnya terkait dengan ketidakpastian pekerjaan, ketidakamanan,
ancaman pemutusan hubungan kerja, kebutuhan untuk memperoleh keterampilan
dan teknik baru, mungkin pada tahap akhir dalam hidup, relokasi dan hilangnya
prospek promosi. Untuk menghilangkan efek perubahan yang berpotensi
menimbulkan stres, komunikasi tingkat tinggi dalam kaitannya dengan apa yang
terjadi harus dipertahankan dan setiap perubahan semacam itu harus dikelola
dengan baik pada tahap demi tahap.
d. Aktivitas spesialis
Aktivitas spesialis, seperti yang melibatkan pemilihan dan pelatihan staf, harus
memperhitungkan potensi stres dalam aktivitas kerja tertentu. Orang harus dilatih
untuk mengenali elemen stres dalam pekerjaan mereka dan strategi yang tersedia
untuk mengatasi penyebab stres ini. Selain itu, desain pekerjaan dan organisasi
kerja harus didasarkan pada prinsip-prinsip ergonomis.
2. Strategi individu
Terdapat beberapa kemungkinan kebutuhan bagi individu untuk:
a. Mengembangkan keterampilan baru untuk mengatasi stres dalam hidup mereka
b. Menerima dukungan melalui konseling dan tindakan lainnya
c. Menerima dukungan sosial
d. Mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat
e. Jika sesuai, gunakan dukungan dari obat yang diresepkan untuk jangka waktu
terbatas
Selain beberapa poin di atas, banyak organisasi menjalankan program manajemen
stres untuk karyawan. Program-program tersebut memiliki berbagai tujuan, termasuk:
1. Mendefinisikan “stress”, untuk mengklasifikasikan penyebab stres di tempat kerja dan
untuk mempromosikan pemahaman yang lebih besar tentang penyebab stress
2. Melatih delegasi mengenali penyebab dan efek stres dan respons stres individu
mereka
3. Menyediakan sarana bagi delegasi untuk mengukur dan mengevaluasi stress
4. Mempertimbangkan strategi pengurangan stres di tingkat individu dan di tempat kerja
5. Mempertimbangkan strategi untuk mengatasi stres dalam hidup kita
Harus diakui bahwa program manajemen stres adalah proses yang berkelanjutan. Ini
harus dijalankan oleh praktisi kesehatan kerja terlatih yang tidak hanya memberikan
panduan kepada karyawan tentang subjek tetapi juga menyediakan berbagai layanan,
seperti konseling, hipnoterapi, dan teknik pengurangan stres lainnya.
Dalam mengelola stres, perusahaan juga membuat action plans di tingkat organisasi
maupun individu.
1. Tingkat organisasi
Setiap rencana tindakan untuk mengatasi stres di tingkat organisasi harus
mengikuti sejumlah tahapan yang ditentukan dengan jelas, sebagai berikut.
a. Kenali penyebab dan gejala stres
b. Memutuskan organisasi perlu melakukan sesuatu tentangnya
c. Tentukan kelompok atau kelompok orang mana yang paling tidak membuat kita
stres, misalnya operator kunci dan supervisor.
d. Periksa dan evaluasi dengan wawancara dan / atau kuesioner tentang penyebab
spesifik stres
e. Menganalisis area masalah
f. Tentukan strategi yang sesuai, misalnya konseling, dukungan sosial, pelatihan,
seperti manajemen waktu, perbaikan dan pengendalian lingkungan, desain ulang
pekerjaan, studi ergonomis
2. Tingkat individu
Di tingkat individu, orang harus mengambil tindakan berikut.
a. Identifikasi pekerjaan dan tujuan hidup. Evaluasi ulang secara teratur atau sesuai
kebutuhan dan meletakkannya di tempat yang dapat terlihat
b. Pastikan keseimbangan waktu yang benar
c. Identifikasi indikator stres. Rencanakan bagaimana cara untuk menghilangkan
sumber stres ini dan melihat hal tersebut sebagai lampu merah (STOP)
d. Biarkan 30 menit setiap hari untuk menyegarkan dan mengisi ulang energi
e. Identifikasi area krisis dan rencanakan kontinjensinya
f. Identifikasi tugas dan prioritas utama (hal-hal penting dan mendesak)
g. Perhatikan tujuan hidup serta jangan lupa untuk beristirahat dan bersenang-senang

Referensi

Stranks, J., 2005. Stress at Work: Management and Prevention. Oxford:


Elsevier/Butterworth-Heinemann.

Anda mungkin juga menyukai