Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR SECUM

A. Pengertian Karsinoma Sekum

Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang
tidak terkendali.

B. Etiologi

Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang sekum
terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita.
Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:

a). Kebiasaan diet rendah serat.

b). Polyposis familial

c). Ulcerasi colitis

d). Deversi colitis


C. Manifestasi klinis

Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya
berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan
jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak
sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.

Tanda dan gejala dari karsinoma sekum ini tergantung pada besarnya tumor pada kolon
klien. biasanya penderita sering merasakan nyeri yang berlebih pada bagian kolonnya.

D. Klasifikasi
Menurut selnya, klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
- Adenokarsinoma
Kanker yang dimulai di sel yang melapisi organ-organ internal tertentu dan yang
memiliki properti mirip kelenjar.
- Adenokarsinoma mucinous
Sejenis kanker yang menghasilkan apa yang disebut “mucin”, yang merupakan
komponen utama lendir.
- Adenokarsinoma signet ring
Meterai karsinoma sel cincin adalah bentuk yang jarang dari yang sangat ganas
adenokarsinoma yang menghasilkan mucin ini adalah keganasan epitel yang ditandai
dengan tampilan histologis sel cincin sinyal.
- Neuroendokrin

E. Patofisiologi

Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip
dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai
penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin
berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak
yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.

Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya
berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan
jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak
sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.

Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase


pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai
puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan
keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga
dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut
berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan
menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium
lanjut.

F. Pemeriksaan Penunjang

a). Pemeriksaan

Laboratorium b).

Pemeriksaan Radiologis c).

Endoskopi dan Biopsi

d). Ultrasonografi

G. Penatalaksanaan

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.

a). Pilihan utama adalah pembedahan

b). Radiasi pasca bedah diberikan jika:

· sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria

· ada metastasis ke kelenjar limfe regional

· masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
c). Obat sitostatika diberikan bila:

· inoperabel

operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.

Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:

a. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian


berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.

b. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan

c. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU).

Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya
lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus
diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika
tidak meberikan hasil yang memuaskan.
KONSEP ASKEP

A. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian Fisik

a. Identitas

Identitas Pasien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Alamat :

Dx :

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

Hub.Klien :

c. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe

- Anamnesa :

Klien mengatakan dia sering mengkonsumsi fast food dan jarang memakan sayur dan buah.
Klien mengatakan mual jika makan hanya 2 sendok. Klien mengatakan jika BAB selalu berdarah
disertai nyeri abdomen.

a. Kepala

I: rambut merah menandakan intrepesi kurang caian

P: dari depan ke belakang

Rambut rontok: nutrisi terganggu kurang dari kebutuhan

b. Mata

• mata pucat : mengalami anemia menandakan asupan zat besi kurang

• sclera kuning: adanya gangguan hepar (jaundice)

• Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)

• Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta,
adrenalin, dan kokain.

• Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik dan
heroin

c. Mulut

• Giginya: lengkap atau tidak, kebersihan dari gigi, ada karies atau tidak

• Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukan adanya dehidarsi.

d. Lidah

• kotor atau tidak, ada stomatisnya atau tidak


e. Leher

• ada masa atau tidak/ pembengkakan pada leher, penurunan kemampuan menelan

f. Dada

• Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya COPD

• Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.Ketidaksimetrisan


mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemotoraks, tube trakeostomi yang kurang tepat.

• Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot interkostal,
substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi)

g. Perut

• Distens abdomen Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen

• Nyeri Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal

h. Kulit

• Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.

• Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).

• Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi
akibat adanya hipoksemia.

• Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat
penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.

Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,.
• Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang
menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan
suktion yang tidak steril

• Integritas kulit

Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

- Inspeksi :

Bibir kering dan pecah-pecah, tidak ada stomatitis, lidah agak kotor, tidak ada gingivitis, gusi
tidak berdarah, tonsil T1, tidak ada caries, tidak ada gigi yang tanggal, bentuk abdomen datar,
tidak ada gambaran bendungan pembuluh darah vena, tidak ada spider nevi, ada distensi
abdomen, tidak ada hemoroid, tidak ada fisurra dan fistula,.

- Auskultasi :

Bising usus 2 x/mnt, bunyi peristaltik usus lemah.

- Palpasi :

Ada nyeri tekan di daerah perut.

- Perkusi :

abdomen terdengar bunyi tympani.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa pre operatif :


1. Nyeri akut b.d penekanan pada organ sekitar.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI IMPLEMENTASI


1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan - Kaji riwayat - Mengkaji riwayat
penekanan asuhan keperawatan nyeri, mis : lokasi nyeri pasien,
pada organ 15 menit nyeri nyeri, frekuensi, lokasi nyeri dan
sekitar berkurang durasi dan skala nyeri.
KH : intensitas (skala 0- - Mengobservasi
- Klien 10) dan tindakan tanda-tanda vital
menyatakan pengurangan yang pasien.
nyeri dilakukan. - Mengajarkan
berkurang R/ : dapat memudahkan pasien teknik
(skala 3-5) perawat mengetahui skala relaksasi pada
- Klien nyeri pasien pasien.
tampak - Observasi tanda- - Kolaborasi untuk
tenang, tanda vital pemberian
ekspresi R/: agar dapat analgetik sesuai
wajah rileks. mengetahui tekanan darah indikasi.
- Tanda vital dan nadi normal atau
dalam batas tidak.
normal
- Ajarkan pasien
penggunaan
keterampilan
manajemen nyeri
mis : dengan
teknik relaksasi,
tertawa,
mendengarkan
musik dan
sentuhan
terapeutik.
R/: dapat mengurangi
rasa nyeri
- Kolaborasi untuk
pemberian
analgetik sesuai
indikasi.
R/: obat analgesic dapat
merangsang syaraf
dengan menekan rasa
nyeri sehingga
mengurangi rasa nyeri.

2. Anxietas b.d. Setelah dilakukan - Berikan informasi - Memberikan


prosedur tindakan tentang penyakit informasi tentang
tindakan keperawatan 15 tumor secum, dan penyakit tumor
operatif menit cemas pengobatan serta secum dan
berkurang. prosedur secara prosedur tindakan
KH : jelas dan akurat. operatif
- Klien R/: untuk menumbuhkan - Memonitor tanda-
mengatakan mekanisme koping yang tanda vital.
rasa cemas positif - Memberikan
berkurang - Monitor tanda- kesempatan klien
- Klien tanda vital. untuk bertanya.
kooperatif R/: kecemasan - Melibatkan orang
terhadap menimbulkan terdekat sesuai
prosedur/ pengeluaran adrenalin indikasi operatif.
berpartisipas yang berlebihan sehingga
i. berpengaruh pada
- Klien kenaikan frekuensi
mengerti denyut nadi dan tekanan
tentang darah
penyakitnya. - Berikan
- Klien kesempatan klien
tampak untuk bertanya
rileks. tentang hal-hal
yang belum jelas.
- Minta pasien
untuk umpan balik
tentang apa yang
telah dijelaskan.
- Libatkan orang
terdekat sesuai
indikasi bila
memungkinkan.

Diagnosa intra operatif :


1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipoksia
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pasien mengalami hipoksia akibat
gangguan proses difusi pada alveoli.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI IMPLEMENTASI


KH
1. Ketidak efektifan Setelah dilakukan - Pantau frekuensi - Memantau
bersihan jalan nafas tindakan pernafasan, frekuensi
b.d hipoksia keperawatan kedalaman dan kerja pernafasan,
selama 10 menit pernafasan. kedalaman dan
diharapkan Rasional : kerja pernafasan.
bersihan jalan Pernafasan secara - mengauskultasi
nafas pasien efektif normal kadang- suara nafas, catat
dengan kriteria kadang cepat, tetapi adanya suara
hasil: berkembangnya ronchi.
- distres pada - mengkaji adanya
Mempertahankan pernafasan dispnea, stridor,
jalan nafas paten merupakan indikasi dan sianosis.
dengan mencegah kompresi trakea Perhatikan
aspirasi. karena edema atau kualitas suara.
- RR normal (16- perdarahan. - Menyelidiki
24 x/menit) - Auskultasi kesulitan
suara nafas, menelan,
catat adanya penumpukan
suara ronchi. sekresi oral.
Rasional : - membantu
Ronchi merupakan dalam perubahan
indikasi adanya posisi, latihan
obstruksi. Spasme nafas dalam dan
laringeal yang atau batuk
membutuhkan efektif sesuai
evaluasi dan indikasi.
intervensi yang
cepat.
- Kaji adanya
dispnea,
stridor, dan
sianosis.
Perhatikan
kualitas
suara.
Rasional :
Indikator obstruksi
trakea/spasme laring
yang membutuhkan
evaluasi dan
intervensi segera.
- Bantu dalam
perubahan
posisi,
latihan nafas
dalam dan
atau batuk
efektif sesuai .
indikasi.
Rasional :
Mempertahankan
kebersihan jalan
nafas dan evaluasi.
Namun batuk tidak
dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri
yang berat, tetapi hal
itu perlu untuk
membersihkan jalan
nafas.
1. mengkaji
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan - Selidiki frekuensi
gas b.d pasien tindakan kesulitan kedalaman
mengalami hipoksia keperawatan menelan, pernafasan .
akibat gangguan pada selama 10 menit penumpukan 2. meninggikan
proses difusi pada diharapkan tidak sekresi oral. kepala tempat
alveoli terjadi gangguan Rasional : tidur, bantu
pertukaran gas Merupakan indikasi pasien untuk
dengan kriteria edema/perdarahan memilih posisi
hasil : pasien tidak yang membeku pada yang mudah
lagi terlihat pucat jaringan sekitar untuk bernafas.
dan dispneu, daerah operasi. 3. mengawasi
tanda-tanda vital secara rutin kulit
dalam rentang 1. Kaji dan warna
normal. frekuensi membrane
kedalaman mukosa
pernafasan. 4. mengawasi
Catat tanda vital dan
penggunaan irama jantung.
otot 5. Memberikan
aksesoris, oksigen
napas bibir, tambahan bila
ketidak diperlukan
mampuan
berbicara/ber
bincang
R : berguna dalam
evaluasi derajat
distress pernafasan
dan kronisnya proses
penyakit.
2. Tinggikan
kepala
tempat tidur,
bantu pasien
untuk
memilih
posisi yang
mudah untuk
bernafas.
R : pengiriman
oksigen dapat
diperbaiki dengan
posisi duduk tinggi/
semi fowler untuk
menurunkan kolaps
jalan nafas, dispneu.
3. Kaji/awasi
secara rutin
kulit dan
warna
membrane
mukosa
R: sianosis mungkin
perifer (terlihat pada
kuku) atau sentral
(terlihat pada bibir).
Keabu-abuan dan
diagnosis sentral
mengindikasi
hipoksemia berat.
4. Awasi tanda
vital dan
irama
jantung.
R : takikardia,
disritmia, dan
perubahan TD dapat
menunjukkan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Kolaborasi
5. Awasi seri
GDA
R : PCO2 biasanya
meningkat dan PO2
menurun sehingga
hipoksia terjadi
dengan derajat lebih
kecil
6. Berikan
oksigen
tambahan
bila
diperlukan
R: dapat
memperbaiki/mence
gah
memperburuknya
hipoksia.

3. Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Mempertahanka


cairan berhubungan tindakan 1. Pertahankan n catatan intake
dengan perdarahan keperawatan catatan dan output yang
selama 1 jam intake dan akurat.
diharapkan output yang 2. Memonitor
mempertahankan akurat. status hidrasi
urine output sesuai R: diharapkan dapat (kelembaban,
dengan usia dan mengetahui secara membrane
berat badan, ttv dini tanda-tanda mukosa, nadi
dalam batas pasien mengalami adekuat, tekanan
normal, tidak ada kekurangan cairan. darah ortotastik.
tanda-tanda syok 2. Monitor 3. Memonitor vital
hipovolemik, tidak status hidrasi sign
ada tanda-tanda (kelembaban, 4. Kolaborasi
dehidrasi. membrane pemberian
mukosa, nadi cairan IV.
adekuat,
tekanan
darah
ortotastik.
R: diharapkan dapat
mengetahui tanda
obyektif pasien
mengalami
kekurangan volume
cairan.
3. Monitor vital
sign
R: diharapkan dapat
membantu monitor
perubahan tanda-
tanda vital yang
disebabkan karena
kekurangan volume
cairan.
4. Kolaborasi
pemberian
cairan IV.
R: diharapkan dapat
membantu
menggantikan
jumlah cairan yang
hilang akibat
perdarahan.
5. Kolaborasi
kemungkinan
persiapan
untuk
transfuse
R : diharapkan dapat
menggantikan
jumlah darah yang
hilang akibat
perdarahan.

Diagnosa post operatif


1. Hipotermi berhubungan dengan terjadinya proses konveksi akibat terpapar suhu ruang.
2. Resiko jatuh berhubungan dengan efek anastesi.
DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI IMPLEMENTASI
1. Hipotermi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda dan 1. Mengkaji tanda
berhubungan tindakan keperawatan gejala hipotermi. dan gejala
dengan selama 1 jam R: diharapkan dapat hipotermi.
terjadinya diharapkan suhu tubuh mendeteksi secara dini 2. Memantau suhu
proses pada pasien dalam tanda-tanda pasien tubuh
konveksi rentang normal antara hipotermi. menggunakan
akibat 36,5 sampai 37,5°C 2. Pantau suhu thermometer.
terpapar suhu tubuh 3. Memberikan
ruang menggunakan pakaian yang
thermometer. hangat atau
R : diharapkan dapat selimut.
melihat suhu tubuh pada
pasien dengan lebih
akurat.
3. Berikan pakaian
yang hangat atau
selimut.
R: membantu menjaga
dan menghangatkan
suhu pasien agar
kembali normal.

2. Resiko jatuh Setelah dilakukan 1. Berikan posisi 1. Memberikan


berhubungan tindakan keperawatan pasien senyaman posisi nyaman
dengan efek selama 1 jam di mungkin. pada pasien.
anastesi harapkan resiko jatuh R/ : posisi nyaman 2. Mengkaji
tidak terjadi dapat mencegah tingkat energy
terjadinya resiko jatuh. yang dimiliki
2. Kaji tingkat klien.
energy yang 3. Memasang
dimiliki klien. pengaman bed.
R/: mengetahui energy
dapat membantu pasien
mengurangi resiko
jatuh.
3. Pasang
pengaman bed
R/: agar pasien aman
dan tidak jatuh.

Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan
kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan
petugas kesehatan lain.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak
tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa
yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi

Anda mungkin juga menyukai