1. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
menghitung eritrosit (red cell account) yang akan berakibatkan pada penurunan
kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. (Sudoyo aru, dalam Nurarif & Kusuma,
2015).
Menurut Ayah bunda, (2013) anemia pada post partum merupakan komplikasi
yang sering dijumpai dan paling sering dialami dimasa masa persalinan, dimana salah
satu penyebab utamanya adalah infeksi. Terutama bagi ibu bersalin yang mengalami
perdarahan saat persalinan. Proses persalinan berlangsung lama dan ibu biasanya
menderita anemia sejak masa kehamilan.
Klasifikasi Anemia
Berdasarkan penyebab nya menurut Tarwoto & Wartonah, (2008) klasifikasi
anemia dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Anemia karena hilangnya sel darah merah dimana biasanya terjadi pada
perdarahan aibat perlukaan, perdarahan gastrointestinal, perdarahan uterus,
perdarahan hidung dan perdarahan akibat luka operasi.
b. Anemia karena menurunya produksi sel darah merah dapat disebabkan karena
kekurangan unsur penyusun sel darah merah (asam folat, vitamin B12, dan zat
besi).
c. Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan sel darah merah yang
dapat terjadi karena overaktifnya Reticulo Endothelial System (RES).
Berdasarkan patofisiology :
Tipe Anemia Hasil Laboratorium
1. Hipoprofelirasi (akibat kurangnya Menurunya retikolosit, besi,feritin,
produksi sel darah merah ) saturasi besi, MCV (mean cell volume)
Defisiensi zat besi Menurunya kadar vitamin B12,
Defisiensi vitamin B12 meningkatnya MCV
(megaloblastik) Defisiensi asam Menurunya kadar asam folat,
folat meningkatnya MCV
Menurnya produksi eritropolitin Menurunya entropoitin
Kanker /inflamasi Normal MCV, MCH normal atau
2. Hilangnya sel darah merah (akibat menurunya entiropoitin
perdarahan) Awal perdarahan : retikulosit
3. Hemolitik (akibat meningkatanya meningkat, normal Hb dan Ht
destruksi) normal. Kemudian menurnya Hb,
MCV , feritin dan besi
Menurunya MCV, Fragmentasi sel
darah, meningkatnya retikulosit
2. Etiologi
Berdasarkan Nanda Nicnoc, (2015) Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit
tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar
(underlyng disease), pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh (Perdarahan) yang bisa terjadi pada postpartum
c. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Menurut (Tarwoto & Wartonah, 2008 )
a. Genetik
1) Hemoglobinopati
2) Thalasemia
3) Abnormal enzim glikolitik
4) Fanconi anemia
b. Nutrisi
1) Defisiensi besi, defisiensi asam folat
2) Defisiensi cobal, vitamin B12
3) Alkoholis, kekurangan nutrisi / malnurisi
c. Perdarahan
d. Imunologi
e. Infeksi
1) Hepatitis
2) Cytomegalovirus
3) Parvovirus
4) Clostridia
5) Sepsis gram negative
6) Malaria
7) Toksoplasmosis
f. Obat obatan atau zat kimia
1) Agen kemotherapi
2) Anticonvulsant
3) Antimetabolis
4) Kontrasepsi
5) Zat kimia toksis
3. Patofisiologi
Kadar hemoglobin untuk wanita tidak hamil biasanya adalah 13,5 g/dL.
Namun kadar hemoglobin selama trimester kedua dan ketiga kehamilan berkisar 11,6
g/dL sebagai akibat pengenceran darah ibu karena peningkatan volume plasma. Ini
disebut sebagai anemia fisiologis dan merupakan keadaan yang normal selama
kehamilan.
Selama kehamilan, zat besi tidak dapat dipenuhi secara adekuat dalam
makanan sehari- hari. Zat dalam makanan seperti susu, teh dan kopi menurunkan
absorbs besi. Selama kehamilan, tambahan zat besi diperlukan untuk meningkatkan
sel- sel darah ibu dan transfer ke janin untuk penyimpanan dan produksi sel- sel darah
merah. Janin harus menyimpan cukup zat besi pada 4 sampai 6 bulan terkhir setelah
kelahiran.
Selama trimester ketiga, jika asupan zat besi wanita tersebut tidak memadai,
hemoglobin tidak akan meningkat sampai nilai 12,5 g/dL dan dapat terjadi anemia
karena nutrisi. Ini akan mengakibatkan penurunan transfer zat besi ke janin.
Hemoglobinopati, seperti thalasemia, penyakit sel sabit, dan G-6-PD
mengakibatkan anemia melalui hemolisis atau peningkatan penghancuran sel- sel
darah merah.
Secara umum dengan kehilangan zat besi hal ini akan menyebabkan cadangan
besi menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted
state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi
anemia secara klinik belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis.
Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron
deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epiter serta
beberapa enzim yang dapat menimbulkan manifestasi anemia.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Menurut Nanda Nicnoc (2015) :
a. Manifestasi klinis yang sering muncul:
1) Pusing
2) Mudah berkunang kunang
3) Lesu
4) Aktivitas berkurang
5) Rasa mengantuk
6) Susah berkonsentrasi
7) Cepat lelah
8) Prestasi kerja fisik / pikiran menurun
b. Gejala khas masing masing anemia:
1) Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi
besi.
2) Ikterus, urin berwarna kuning tua/ coklat, perut mrongkol/ makin buncit pada
anemia hemolitik.
3) Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.
4) Tanda umum anemia ialah, pucat, takikardi, pulse celer, suara pembuluh darah
spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, pembesaran jantung.
c. Manifestasi khusus pada anemia :
1) Defisiensi besi spoon nail, glositis
2) Defisiensi B12: Paresisi, ulkus di tungkai
3) Hemolitik : ikterus, splenomegali
4) Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen
berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV, dan MCHC), asupan
darah tepi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED)
dan hitung retikulosit. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematology analizer yang dapat memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 37)
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif
pada beberapa jenis anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak
diperlukan diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hemotologik yang dapat mensupresi sistem eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
37)
7. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Terapi oral
a) Pemberian tablet zat besi mengandung ferosulat, besi glukonat.
b) Asam folik 15- 30 mg perhari
c) Vitamin B12 3x1 tablet perhari
d) Sulfas ferosus 3x1 tablet perhari
2) Terapi parenteral
Secara intramuscular di injeksikandextran besi(imferon) atau sorbitol
besi(jectofer)
b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan klien dan keluarga mengenai supplement besi dan
peningkatan sumber- sumber besi dalam makanan sesuai indikasi.
2) Pada klien yang menderita thalasemia atau pembawa sifat tersebut, beri
dukungan khususnya jika wanita tersebut telah mengetahui bahwa ia pembawa.
Juka kaji apakah ada tanda- tanda infeksi selama kehamilan.
3) Pada klien yang menderita sel sabit, kaji simpanan besi dan folat, dan hitung
retikulosit; skrining lengkap untuk hemolisis; berikan konseling diet dan
supplement asam folat; dan observasi apakah ada tanda- tanda infeksi.
4) Pada klien yang menderita G-6-PD, berikan supplement besi dan asam folat
dan konseling nutrisi, dan jelaskan kebutuhan menghindari obat- obatan
oksidasi.
8. Pengkajian
a. Aktifitas
1) Keletihan, kelemahan, malaise umum
2) Kehilangan produktivitas, kehilangan semangat untuk bekerja.
b. Sirkulasi
1) Riwayat kehilangan darah kronis
2) Palpitasi
3) CRT lebih dari 2 detik
c. Eliminasi
1) Konstipasi
2) Sering kencing
d. Makanan/ cairan: nafsu makan menurun, mual/ muntah
e. Nyeri/ kenyamanan: di daerah abdomen dan kepala
f. Pernapasan: napas pendek pada saat istirahat maupun aktivitas
g. Seksual
1) Dapat terjadi perdarahan pervagina
2) Perdarahan akut sebelumnya
3) Tinggi fundus tidak sesuai dengan umurnya
9. Diagnosa
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat
(mis: penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan respon inflamasi).
3. Evaluasi
a. Terjadi penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis, nadi, p
b. ernapasan, dan TD masih dalam rentang normal pasien.Tidak ada tanda terjadinya
malnutrisi.
c. Klien menunjukan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
d. Perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi dapat diidentifikasi.