Disusun oleh:
Kelompok 6
JUNI 2020
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
2.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 4
BAB II ISI ........................................................................................................................... 5
2.1 Manajerial di Instalasi Farmasi ................................................................................. 5
2.3 Perencanaan Obat.................................................................................................... 10
2.4 Pendistribusian Obat ............................................................................................... 13
2.5 Penyimpanan Obat .................................................................................................. 20
2.6 Pemusnakan Obat Kadaluarsa ................................................................................. 22
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Tujuan
1. Mengetahui manajerial di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2. Mengetahui pengelolaan, perencanaan, pendistribusian, penyimpanan dan
pemusnahan obat di Rumah Sakit
4
BAB II
ISI
5
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, administrasi dan
pelaporan serta evauasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan
dan rawat inap yang masing-masing tahap merupakan suatu rangkaian yang
terkait.
6
pemusnahan dan penarikan, serta administrasi yang berisi pencatatan dan
pelaporan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014). IFRS bertugas
dalam pengelolaan obat yaitu tahap seleksi, perencanaan dan pengadaan,
distribusi dan penggunaan. Pada pengendalian pengelolaan sediaan farmasi,
penggunaan obat sesuai FORNAS, penggunaan obat sesuai pedoman
diagnosis serta terapi dan pengendalian persediaan secara efisien, aman dan
bermutu.
7
instalasi farmasi sistem satu pintu. Definisi dari sistem satu pintu mengenai
kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan
pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui instalasi
farmasi.
8
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9% dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.
Pemilihan
9
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi.
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat komite atau tim farmasi dan
terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan komite atau tim farmasi dan
terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik.
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit.
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
10
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilaksanakan setiap periode tertentu dengan tujuan untuk mendekatkan
perhitungan perencanaan dengan kebutuhan nyata, sehingga dapat
menghindari kekosongan dan menjamin ketersediaan obat. Perencanaan
dilakukan dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia (Kemenkes, 2016).
11
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
a. Persiapan
1. Pastikan kembali program dan komoditas apa yang akan
disusun perencanaannya
2. Tetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan,
diantaranya adalah pemegang kebijakan dan partner pelaksana
3. Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional dan
Formularium Rumah Sakit. Daftar obat dalam formularium
yang telah diperbarui secara teratur harus menjadi dasar untuk
perencanaan, karena daftar tersebut mencerminkan obat-obatan
yang diperlukan untuk pola morbiditas terkini
12
4. Perencanaan perlu memperhatikan lama waktu yang
dibutuhkan, estimasi periode pengadaan, estimasi safety stock
dan memperhitungkan leadtime
5. Perhatikan ketersediaan anggaran dan rencana pengembangan
jika ada
b. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat pasien
periode sebelumnya (data konsumsi), sisa stok, data morbiditas,
dan usulan kebutuhan obat dari unit pelayanan
c. Analisa terhadap usulan kebutuhan meliputi:
1. Spesifikasi item obat
Jika spesifikasi item obat yang diusulkan berbeda dengan data
penggunaan sebelumnya, dilakukan konfirmasi ke pengusul
2. Kuantitas kebutuhan
Jika kuantitas obat yang diusulkan jauh berbeda dengan
penggunaan periode sebelumnya maka harus dilakukan
konfirmasi ke pengusul
d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode
yang sesuai
e. Melakukan evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai
f. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan)
g. IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen rumah
sakit untuk mendapatkan persetujuan.
13
CDOB diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.34.11.12.7542
tahun 2012.Di Indonesia, kegiatan penyaluran obat dilakukan oleh PBF
(Pedagang Besar Farmasi). PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (BPOM, 2012).
Distribusi merupakan kegiatan penting yang teritegrasi dengan manajemen
rantai pasok sediaan farmasi. Dalam prakteknya perlu dilakukan penjaminan
mutu pada semua aspek di setiap proses distribusi, mulai dari pengadaan,
penyimpanan, peraturan dan registrasi distribusi hingga diberikan kepada
pasien. Sediaan farmasi sampai di tangan pasien harus dalam keadaan aman,
berkhasiat, bermutu, dan terjangkau. Pengawasan obat secara komprehensif
perlu dilakukan pada jaringan distribusi obat demi terjaminnya mutu, khasiat,
keamanan, dan keabsahan obat. Penjaminan mutu dipantau seiring integritas
rantai distribusi, mulai dari kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran
hingga jika terjadi pengembalian. Pemantauan mutu mulai dari pembangunan
system mutu (Quality Management) hingga terjadi Recall dalam proses
distribusi diatur dalam Good Distribution Practice, sebagai berikut:
a. Quality Management
Kegiatan managemen mutu meliputi kesesuaian infrastruktur
seperti organisasi, SOP, proses serta sumber daya yang digunakan dan
tindakan sistematis yang diperlukan guna menjamin proses distribusi
berjalan sesuai GDP (Good Distribution Practice) sehingga memenuhi
persyaratan kualitas.
Setiap aspek dalam proses distribusi sediaan farmasi harus dapat
bertanggung jawab terhadap kualitas dan keamanan dari produk.
Dalam pelaksanaannya, sistem yang memadai harus tersedia untuk
memastikan produk dapat ditelusuri. Prosedur pengadaan dan perilisan
harus dikeluarkan secara resmi, guna memastikan bahwa produk
farmasi yang akan didistribusikan bersumber dari pemasok yang legal.
Semua entitas dalam proses rantai pasok harus dapat terlacak
berdasarkan jenis produk farmasi tersebut dan harus dilengkapi
14
prosedur dan catatan tertulis yang dapat menjamin ketelusuran produk.
Kegiatan penjaminan mutu dalam proses distribusi meliputi
managemen mutu, manajemen resiko mutu, kajian dan pemantauan
manajemen serta pengelolaan kegiatan distribusi berdasarkan kontrak.
Sertifikat kesesuaian sistem mutu yang berlaku baik nasional
maupun internasional (seperti International Standardization
Organization (ISO)) sangat direkomendasikan untuk suatu PBF. Jika
tidak memiliki sertifikat tersebut, dapat digantikan dengan
guidelines
pelaksanaan prinsip GMP terkait produk farmasi. SOP
resmi untuk setiap kegiatan operasional harus tersedia.
b. Self Inspection
Inspeksi diri adalah tindakan pencegahan terjadinya kesalahan
dalam kegiatan penjaminan mutu. Inspeksi diri dilakukan sebagai
tindakan korektif terhadap pelaksanaan distribusi obat berdasarkan
prinsip GDP. Inspeksi diri dilakukan oleh pihak yang independen dan
kompeten. Kegiatan inspeksi diri harus selalu terdokumentasi. Laporan
inspeksi diri harus berisi semua hasil observasi yang dilakukan selama
kegiatan yang kemudian akan dievaluasi dan diputuskan tindakan
korektif yang dapat dilakukan.
15
penyimpanan yang baik. Area penyimpanan harus bersih
dan kering dan dipelihara dalam batas suhu yang dapat
diterima. Dalam kondisi penyimpanan khusus diperlukan
pada label suhu dan kelembaban relatif, yang harus terus
dipantau.
Produk farmasi harus disimpan di area yang mudah
dibersihkan dan dilakukan pemeriksaan. Palet harus
disimpan dalam kondisi yang baik dan bersih. Area
penyimpanan harus bersih, dan bebas dari akumulasi
limbah dan hama. Prosedur tertulis mengenai sanitasi dan
pengendalian hama harus tersedia untuk menunjukkan
frekuensi pelaksanaan dan metode yang digunakan. Agen
pengendalian hama yang digunakan harus aman, dan tidak
boleh ada risiko kontaminasi terhadap produk farmasi.
Harus ada prosedur yang tepat untuk membersihkan
tumpahan dan memastikan tidak adanya risiko kontaminasi.
Untuk produk dalam status karantina dipastikan
disimpan di area terpisah, ditandai dengan jelas dan
aksesnya dibatasi untuk personel yang berwenang. Setiap
sistem yang menggantikan pengecekan produk karantina
secara manual harus dapat menjamin keamanan. Contohnya
sistem komputerisasi dapat digunakan, asalkan tervalidasi
dalam keamanan akses. Jika pengambilan sampel dilakukan
di area penyimpanan, harus dilakukan sedemikian rupa
untuk mencegah kontaminasi. Prosedur pembersihan yang
memadai harus dilakukan untuk area sampling.
Selain itu, area penyimpanan untuk produk yang
ditolak, kadaluarsa, ditarik kembali atau dikembalikan
harus tersedia. Produk, dan area terkait harus diidentifikasi
secara tepat.
Bahan radioaktif, narkotika dan produk farmasi
berbahaya lainnya, sensitif dan / atau berbahaya, serta
16
produk yang dapat menyebabkan kebakaran, atau ledakan,
harus disimpan di area khusus yang dilengkapi dengan
protokol keselamatan dan keamanan tambahan yang sesuai.
2. Kondisi Penyimpanan
Kondisi penyimpanan untuk produk farmasi harus
sesuai dengan hasil pengujian stabilitas.
3. Monitoring Kondisi Penyimpanan
Data pemantauan suhu yang direkap untuk ditinjau.
Peralatan yang digunakan untuk pemantauan harus
diperiksa pada interval yang telah ditentukan sebelumnya
dan hasil dari pemeriksaan tersebut harus dicatat dan
disimpan. Semua catatan pemantauan harus disimpan
setidaknya selama masa simpan dari bahan yang disimpan
atau produk ditambah satu tahun. Pemetaan suhu harus
menunjukkan keseragaman suhu di area penyimpanan.
Monittoring suhu ditempatkan di area yang paling mungkin
menunjukkan fluktuasi.Peralatan yang digunakan untuk
pemantauan harus dikalibrasi pada interval yang
ditentukan.
Dokumentasi, meliputi instruksi tertulis dan rekap
data Informasi tertulis maupun elektronik harus ada untuk
setiap produk disertai dengan kondisi penyimpanannya.
Prosedur harus pemetaan suhu, keamanan gudang,
penghancuran stok yang tidak dapat dijual dan
penyimpanan catatan juga harus tersedia.
4. Peputaran dan Pengendalian stock
Rekonsiliasi stok secara periodic dilakukan untuk
membandingkan stok secara actual dan stok yang terekap
sebelumnya. Perbedaan yang signifikan harus diinvestigasi
sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya mix up dan/ pendataan yang salah.
17
d. Transportation and Products in Transit
Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk produk farmasi
harus selalu dijaga bahkan saat proses pengiriman. Kondisi
penyimpanan yang spesifik untuk produk tertentu sebaiknya tidak
memakan waktu yang terlampau lama. Semua penyimpangan terkait
kondisi penyimpanan harus dikonsultasikan dengan pihak
manufacturer.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengiriman:
1. Kondisi khusus yang diperlukan produk selama proses
pengiriman harus dipantau dan dicatat.
2. Proses pengiriman tidak boleh memberikan efek negative
terhadap integritas dan kualitas dari sediaan farmasi
3. Prosedur tertulis harus disertai selama proses untuk
dilakukan investigasi terhadap segala penyimpangan terkait
kondisi penyimpanan, contohnya jika suhu tempat
penyimpanan produk saat proses pengiriman tidak sesuai.
4. Produk yang dikirim harus dapat dilacak selama proses
distribusi
5. Semua produk farmasi harus disimpan dan didistribusikan
dalam wadah yang tidak memberikan efek buruk terhadap
kualitas produk, dan memberikan perlindungan memadai
dari pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi mikroba.
Label yang ditempelkan di wadah harus jelas, tidak
ambigu, secara permanen tertuju pada wadah dan tidak
mudah terhapuskan. Informasi tentang label harus sesuai
dengan produk. Produk yang mengandung dari bahan aktif
dan radioaktif obat dan bahan berbahaya lainnya yang
memberikan risiko penyalahgunaan, kebakaran, atau
ledakan (misalnya, cairan yang mudah terbakar, padatan
dan gas bertekanan) harus disimpan dan diangkut di dalam
wadah yang aman.
e. Dispatch
18
Produk farmasi hanya boleh dijual dan didistribusikan kepada
pihak yang berhak. Bukti otoritas tertulis harus diperoleh sebelum
dilakukan pengiriman ke pihak tersebut. Pemasok produk farmasi
harus dipastikan sebelum dilakukan pengiriman, dipastikan personil
yang menyetujui kontrak terkait pengiriman dan penyimpanan produk.
Pengiriman dan pengantaran produk farmasi dilakukan setelah
diterimanya permintaan pengiriman material, jika ada rencana
penambahan harus terdokumentasi.
Rekap data pengiriman produk farmasi harus memuat informasi
sebagai berikut:
1. Waktu pengiriman
2. Nama dan alamat yang bertanggung jawab untuk pengiriman
3. Nama, alamat, status instansi seperti retail farmasi, rumah sakit
dan komunitas klinik
4. Deskripsi produk meliputi nama, bentuk dan kekuatan sediaan
5. Jumlah produk, seperti jumlah container dan jumlah produk per
container
6. No batch dan tanggal kadaluarsa
7. Kondisi transportasi dan penyimpanan
8. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pesanan
pengiriman.
f. Recall
Sistem dan prosedur tertulis diperlukan untuk mendeteksi secara
cepat dan efektif produk farmasi yang diketahui atau diduga cacat,
dengan personil yang bertanggung jawab untuk melakukan recall.
Pihak manufaktur juga harus diberi tahu jika dilakukan recall. Jika
penarikan kembali dilakukan oleh entitas selain produsen asli dan /
atau pemegang otorisasi pemasaran, konsultasi dengan produsen asli
dan / atau pemegang otorisasi pemasaran harus dilakukan, jika
memungkinkan, dilakukan sebelum dilaksanakan recall. Semua
pelanggan dan otoritas terkait harus segera diberitahu jika dilakukan
recall mengingat mutu dari produk tersebut.
19
Semua produk farmasi yang ditarik harus disimpan di area terpisah
yang aman untuk menunggu tindakan yang tepat. Kondisi
penyimpanan yang sesuai untuk produk farmasi yang ditarik kembali
harus dipertahankan selama penyimpanan sampai saat keputusan telah
dibuat terkait produk tersebut.
Dokumentasi harus tersedia untuk personil yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penarikan kembali. Dokumen harus memuat
informasi yang cukup tentang produk farmasi yang diberikan kepada
pelanggan (termasuk jika produk diekspor). Proses recall harus dicatat
dan laporan akhir dikeluarkan, mencakup rekonsiliasi antara jumlah
produk yang dikirim dan yang diperoleh kembali.
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
20
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
21
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
23
DAFTAR PUSTAKA
Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58: Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kementrian Republik Indonesia
Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72:
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kementrian
Republik Indonesia
24
Permenkes. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 34/
Menkes / Permenkes /2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Direktoral Jendral Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
25