Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL ANALISIS ERGONOMI

PEMAIN BOLA BASKET UKM BOLA BASKET


UNIVERSITAS HASANUDDIN

OLEH:

FAHRUL RINJA, S.FT. R024172010

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dua kata yaitu “ergon”

berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah

suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Ergonomi merupakan ilmu terkait manusia

dengan lingkungannya yang ditinjau dari anatomi, fisiologi, psikologi, manajemen, hingga

perencanaan. Ergonomi memfokuskan pada penilaian untuk mengoptimalkan performa

dan mencegah terjadinya cedera (Medeleine P et al, 2014).

Pekerja dan atlet sama-sama bekerja pada lingkungan yang mengharuskan mereka

mengeluarkan performa yang tinggi. Pada pekerja dan atlet seperti pemain bola basket ang

beraktivitas dengan gerakan yang berulang akan rentan mengalami cedera muskuloskeletal.

Cedera muskuloskeletal tidak hanya berdampak pada individu, namun juga dapat

berdampak negatif terhadap sosial ekonomi pekerja dan atlet (Medeleine P et al, 2014).

Ergonomi dalam Olahraga dan Aktivitas Fisik yaitu Meningkatkan Kinerja dan

Meningkatkan Keselamatan adalah menganalisa tentang bagaimana prinsip ergonomi dapat

diterapkan dalam konteks olahraga dan kegiatan fisik lainnya untuk mengurangi cedera

dan meningkatkan kinerja. Tidak ada seorang atlet yang bisa berkelas dunia jika berada

pada lingkungan yang tidak ergonomis. Desain ergonomi dapat diterapkan pada desain

peralatan hingga training latihan. Desain tersebut tidak hanya akan menambah performa

atlet, namun juga mencegah cedera (Medeleine P et al, 2014).

Tujuan spesifik dari ergonomi bagi seseorang yang terlibat dalam dunia olahraga

adalah bagaimana menilai kapabilitas dan karakteristik individu tersebut terhadap posisi

atau tugasnya, mencapai efisiensi optimal dan meningkatkan level performa, menurunkan

tingkat ketidaknyamanan dan memastikan individu aman. Salah satu metode penilaian

yang dapat dilakukan adalah dengan menilai kinetik dan kinematik dari individu

1
(Medeleine P, et al, 2014). Analisa tersebut menyatukan dari konsep-konsep biomekanika,

fisiologi, dan psikologi karena menunjukkan bagaimana ergonomi diterapkan pada

aktivitas fisik. Ergonomi pada olahraga untuk menilai risiko dan prosedur untuk

menangani stres, menghilangkan bahaya, dan mengevaluasi tantangan yang diajukan

dalam lingkungan kerja atau olahraga tertentu. Ini membahas masalah-masalah seperti

desain peralatan yang efektif, pakaian, dan permukaan bermain; metode menilai risiko

dalam situasi; dan tetap dalam tingkat pelatihan yang sesuai untuk mengurangi kelelahan

dan menghindari berlatih berlebihan. Ergonomi dalam Olahraga dan Aktivitas Fisik

menjelaskan Faktor risiko cedera dalam kaitannya dengan mekanika tubuh dalam berbagai

aktivitas fisik Pencegahan cedera dan perlindungan individu dalam peninjauan peralatan

olahraga dan lingkungan olahraga adalah sebuah kenyamanan, efisiensi, keamanan, dan

detail kriteria sistem dalam desain peralatan. (Thomas Reilly, 2010)

2
BAB II

HASIL ANALISIS GERAKAN

A. Data Pemain

1. Profil Pemain

Nama : Tn. A

Usia : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Fakultas : Sastra Inggris

Riwayat Cedera : Sprain Ankle Dextra

Nordic Body Map Physiotherapy :

Hasil : nyeri pegal dengan nilai VAS 6-7 pada leher bawah,

punggung & pinggang

IP : ada masalah muskuloskeletal pada leher bawah, punggung

& pinggang

REBA (Rapid Entire Body Assesment) :


Hasil :7
IP : pemeriksaan lanjut dan perubahan diperlukan secepatnya

2. Pengukuran Vital Sign


TD (sebelum latihan) : 120/80 mmHg
DN (sebelum latihan) : 84x/menit
TD (saat istirahat) : 140/90 mmHg
DN (saat istirahat) : 88x/menit
Zona Latihan :
DN = 84 + 30% (220-19-84) DN = 84 + 40% (220-19-84)
= 84 + 35,1 = 84 + 46,8
= 119,1 (Batas Bawah) = 130,8 (Batas Atas)

3
3. Pengukuran Antropometri
Berat Badan : 63 kg
Tinggi Badan : 173 cm
Indeks Massa Tubuh :
Pengukuran Dextra Sinistra
Panjang Lengan 55 cm 55 cm
Lingkar lengan atas 26 cm 25,5 cm
Lingkar lengan bawah 25,5 cm 24 cm
Panjang lengan atas 33 cm 33 cm
Panjang lengan bawah 26 cm 26 cm
Panjang tungkai 87 cm 88 cm
Lingkar tungkai atas 49,5 cm 51 cm
Lingkar tungkai bawah 35,5 cm 35 cm
Panjang tungkai atas 36,5 cm 36,5 cm
Panjang tungkai bawah 37,5 cm 37 cm
Tabel 2.1 ADAS (Antropometric Data Analysis Set Tn. A)

B. Hasil Analisis
Berikut ini adalah hasil dari motion capture untuk pemain basket pada gerakan lay
up shoot:

a. Initial movement b. End movement

Assesment Hasil Interpretasi

4
Kondisi tersebut rentan mengalami cedera

REBA 6 muskuloskeletal dan membutuhkan

perubahan segera
Tabel 2.2 Hasil Analisis REBA (Rapid Entire Body Assesment Tn. A)

Teknik menembak dibagi dua yaitu tembakan dengan dua tangan dan

tembakan dengan satu tangan. Sedangkan menurut gerak kakinya dibagi tiga yaitu :

menembak ditempat, meloncat dan melayang (lay up shoot). Banyak para pemain

basket yang menggunakan teknik menembak dengan satu tangan karena tingkat

keberhasilan untuk masuk sangat tinggi dan mudah dipelajari. Menembak dengan

satu tangan harus diutamakan, sebab kecepatan menembak lebih terjamin dan

koordinasi mudah dikuasai, bila dibandingkan dengan tembakan dengan dua tangan.

Jenis tembakan yang dapat menggunakan satu tangan adalah tembakan bebas (free

throw), tembakan dengan melompat (jump shoot), tembakan tiga angka (three point

shoot), tembakan kaitan (hook shoot), lay up (Hafizon, 2012).

Kekuatan otot lengan dan tungkai sangatlah berpengaruh terhadap

keberhasilan tembakan bebas. Kekuatan merupakan gaya yang ditimbulkan oleh

kontraksi otot, yang dapat menimbulkan gerak mekanis. Kontraksi otot dapat juga

diterjemahkan dengan tegangan atau pengerahan kekuatan yang dihasilkan oleh

serabut-serabut otot. Sebenarnya, kontraksi otot itu tidak lain adalah suatu proses

pengubahan dari energi kimia menjadi mekanis dan panas. Proses ini disebut proses

vegetative dan merupakan proses yang sangat penting dalam kerja otot (Hafizon,

2012).

Pada lengan dan tungkai, memiliki struktur otot yang panjang sehingga

sangat berguna bagi otot (ventor) untuk meneruskan gaya konstruksinya ke jari-jari

tangan dan kaki. Kontraksi otot ini merupakan kontraksi isotonis. Tembakan bebas

5
dalam basket merupakan suatu kegiatan untuk memasukkan bola dalam keranjang

dengan kecepatan yang arahnya membuat sudut elevasi terhadap garis horizontal,

lintasannya akan membentuk parabola dan gerakannya disebut gerak proyektil

(Hafizon, 2012).

Gerak lanjutan dalam melakukan tembakan bebas sangatlah penting. Gerak

lanjutan ini diakibatkan karena adanya momentum. Gerak lanjutan sangatlah penting

untuk melanjutkan momentum gerak. Pada saat melakukan tembakan bebas bola

basket, akurasi/ketepatan, akan lebih terkontrol bila dilakukan dengan

memanfaatkan gerak lanjutan tersebut (Hafizon, 2012).

Analisis gerakan dalam menembak dimulai dari saat memegang bola.

Memegang bola dengan jari-jari tangan terbuka yang dipusatkan pada salah satu

tangan. Kemudian tangan yang lainnya menopang ke bola dengan tujuan untuk

menyeimbangkan bola. Keadaan ini menuntut pergelangan bergerak pada posisi

ekstensi yang merupakan konsekupensi dari gerakan otot-otot lengan. Bola berada

pada posisi di atas depan kepala atau pada depan kening (Hafizon, 2012).

Selanjutnya fleksi elbow yang diikuti bengkoknnya lutut juga. Seterusnya

dilanjutkan dengan lemparan yang dilakukan dengan melompat pada posisi lengan

persis menghadap ke bola yang lurus ke ring basket. Tolakan ke depan atas

merupakan hasil gerakan fleksi yang terjadi pada sendi kompleksitas bahu secara

keseluruhan. Gerakan ini merupakan kerja dari toto-otot deltoid secara utuh

khususnya bagian anterior sedikit didukung oleh otot travezeus (Hafizon, 2012).

Kemudian akan terjadi juga gerakan fleksi dengan sudut maksimal pada

sendi elbow yang merupakan konsekuensi dari kontarksi otot biceps brachii.

Ektensi pergelangan tangan ini membantu memutar bola ke udara

berlawanan dengan putaran jarum jam yang dilakukan luncuran dari lelapak tangan

6
hingga lepas dari jari-jari tangan yang digerakkan oleh otot-otot brachiioradialis dan

fleksor carpiradialis. Pada saat melakukan lemparan posisi kedua kaki sama-sama

naik lurus ke atas dan turun secara bersamaan ditempat yang sama, akan tetapi di

dalam satu pertandingan ada juga yang melakukan tembakan dengan jatuhnya kedua

kaki maju kedepan yang bertujuan untuk menambah tenaga atau jauh jangkauan

shooting tersebut. Pada saat yang bersamaan, tolakan dibantu dengan fleksinya sendi

lutut dan bersamaan dengan menolak, maka dengan sendirinya akan memaksa sendi

lutut untuk lurus kembali. Jadi, jump shoot dalam bola basket merupakan paduan

dari tolakan engkel/ pergelangan kaki, lutut, lengan pada bahu, pada siku dan

pergelangan tangan, sehingga kondisi ini merupakan satu kesatuan yang utuh

(Hafizon, 2012).

Sedangkan fleksinya knee merupakan kosekuensi gerakan dari persendian

pinggul, lutut dan pergelangan kaki. Sedangkan otot-otot yang bekerja adalah

seluruh kompenen otot-otot tungkai seperti pembengkokan ke bawah gerakan fleksi

dilakukan oleh kelompok hamstrings, dan gastronocnumeus kemudian saat

melompat atau meluruskan kaki (ekstensi) didukung oleh otot-otot gluteus maximus

dan minimus, kelompok quadriceps ekstensor, tibia anterior dan otot-otot pada

metatarsal (Hafizon, 2012).

Setelah selesai melakukan lemparan, gerakan berikutnya adalah tindak lanjut

dari pergelangan dengan posisi fleksi atau menutup. Ini merupakan konsekuensi dari

pelepasan bola ditangan (Hafizon, 2012).

Aktivitas pemain basket dalam melakukan lay up shoot membutuhkan kerja

dari lower extremity dalam melompat dan mendarat, selain itu kerja dari otot-otot

lengan, tangan dan jari-jari yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan menembak

(shooting). Massa tubuh pemain adalah 63 kg dengan segmen tubuh yang bekerja

7
saat mendarat adalah tungkai bawah dan kaki sebelah kanan. Jika kita ingin

menghitung besarnya momen gaya (torsi) yang terjadi pada knee joint dextra, maka

kita menggunakan rumus MG = W x r x sin teta (W = force/berat, r = moment arm

tegak lurus terhadap axis). Berdasarkan perhitungan besarnya nilai W (berat) adalah

63 kg x 9,8 m/s2 = 617,4 N. Sedangkan besarnya nilai d (moment arm) adalah

setengah dari panjang tungkai atas yaitu 36,5 cm/2 = 18,25 cm, maka dapat

diperoleh nilai momen gaya (torsi) yang bekerja pada knee joint saat fase pendaratan

lay up shoot adalah 617,4 N x 18,25 cm x sin 100 0 = 5.556,5 N. Mechanical

advantage pada m. Gastrocnemius dalam gerakan mendarat adalah lever 3. Panjang

lengan usaha adalah 6 cm dan panjang lengan beban adalah 18,25 cm, sehingga

didapatkan besar MA adalah 0.33. Nilai MA < 1 menginterpretasikan bahwa kerja

otot kurang/tidak efisien. Oleh karena itu potensi cedera yang mungkin terjadi

berhubungan dengan komponen intraartricular.

Posisi selanjutnya yang terjadi pada saat mendarat adalah beban yang

bekerja dari m. Gastrocnemius dextra. Berdasarkan perhitungan massa persegmen

tubuh, besar berat tungkai bawah dan kaki masing-masing adalah 4,75% dan 1,43%

sehingga total massa segmen tubuh tersebut (tungkai bawah dan kaki) adalah 6,18%.

Berdasarkan nilai tersebut, maka besar massa tungkai bawah dan kaki adalah 6,18%

x 63 kg = 3,89 kg. Maka besar momen gaya yang bekerja pada m. Gastrocnemius

dextra adalah 3,89 kg x 37 cm x sin 900 = 143,93 N. Mechanical advantage pada m.

Gastrocnemius dalam gerakan mendarat adalah lever 3. Panjang lengan usaha adalah

25 cm dan panjang lengan beban adalah 12,5 cm, sehingga didapatkan besar MA

adalah 2. Nilai MA > 1 menginterpretasikan bahwa kerja otot efisien dan memiliki

nilai MA positif.

8
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, menunjukkan bahwa fase

mendarat yang kurang tepat setelah melakukan gerakan lay up shoot dapat

menyebabkan potensi cedera pada intraartrikular maupun extraartrikular.

Intraartrikular berhubungan dengan cedera pada permukaan sendi (artricular

surface) pada knee joint, sedangkan untuk cedera pada komponen extraartricular

berhubungan dengan cedera otot m. Gastrocnemius yang menahan dan menopang

beban tubuh saat mendarat.

9
BAB III

TARGET LATIHAN

Depdiknas, (2000:103) Latihan yang baik dan berhasil adalah yang dilakukan secara

teratur, seksama, sistematis, serta berkesinambungan/kontinyu dengan latihan pembebanan

(training load) yang selalu meningkat.

Depdiknas, (2000:103) Latihan adalah proses yang sistematis yang harus menganut

prinsip-prinsip latihan tertentu, sehingga organisasi dan mekanisme neuro physiological

atlet akan bertambah baik. Seperti telah disebutkan bahwa latihan adalah proses yang

sistematis dari berlatih secara berulang-ulang dengan menambah jumlah beban atau

pekerjaannya.

Dengan berlatih secara sistematis, maka mekanisme neuro physiologis akan bertambah

baik. Gerakan yang mula-mula sukar dilakukan, lambat laun akan bertambah baik.

Gerakan otomatis dan refleksi yang semakin kurang membutuhkan konstrasi pusat-pusat

saraf dari pada sebelum latihan-latihan tersebut, program latihan yang baik harus dapat

memberikan teknik-teknik latihan tersebut, program latihan yang baik harus dapat

memberikan teknik-teknik latihan yang secara fisiologi dapat meningkatkan kualitas fisik

orang melakukan latihan (Hafizon, 2012).

Program latihan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yaitu:

1. Overload

Prinsip ini mengatakan bahwa beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah

secara periodic dan progresif ditingkatkan. Jika beban latihan tidak pernah ditambah,

maka berapa lama pun dan berapa sering pun atlet berlatih, prestasi tidak akan

meningkat. Namun demikian, jika beban latihan terus menerus bertambah tanpa ada

peluang-peluang untuk istirahat, performanya pun kemungkinan tidak akan meningkat

secara progresif. Karena itu, metodologi pelatihannya haruslah dengan menganut “

10
sistem tangga” (step type-approach), atau sering pula disebut sistem ombak (wave-like

system), artinya hari-hari latihan berat harus senantiasa diselingi dengan hari-hari

latihan ringan guna memungkinkan terjadinya regenerasi metabolisme tubuh (Hafizon,

2012).

2. Konsistensi

Konsistensi adalah konsisten untuk melakukan latihan dalam dalam waktu yang

cukup lama. Untuk mencapai kondisi fisik yang baik diperlukan latihan setidaknya 3

kali per minggu. Latihan 1 kali per-minggu tidak akan meningkatkan kualitas fisik,

sedangkan latihan 2 kali per-minggu hanya menghasilkan peningkatan kecil.

Sebaliknya latihan 5-6 kali per-minggu tidak disarankan, karena dapat mengakibatkan

kerusakan fungsi (Hafizon, 2012).

3. Spesifikasi

Prinsip specificity of training ini mengatakan bahwa manfaat maksimal yang bisa

diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi jika rangsangan tersebut mirip

atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga

tersebut. Termasuk dalam hal ini metode dan bentuk latihan kondisi fisiknya, pemain

anggar yang ingin melatih power otot tungkai (otot paha depan) harus melakukannya

dengan bentuk latihan “ lunge” bukan dengan squat jump, meskipun squat jump adalah

latihan untuk power otot paha depan. Jadi untuk melatih kelompok pun berlaku prinsip

spesifik ini. Pedayung yang berlatih dengan alat rowing ergometer, kontraksi kecepatan

mengayuhnya pun harus menyerupai (duplicate) kecepatan mendayung yang

sebenarnya. Jadi jangan terlalu cepat atau terlalu lambat (Hafizon, 2012).

4. Prinsip meningkatkan tuntunan

Dalam latihan pembebanan, tuntutan adalah beban latihan yang harus berkelanjutan

jika kebugaran umum dan khusus atlet terus ditingkatkan, beban latihan harus

11
ditingkatkan secara regular (progressive overload). Rasio latihan adalah kritis. Seorang

pelatih harus menentukan berapa lama pemulihan dibutuhkan dalam suatu sesi dan

antar sesi (Hafizon, 2012).

5. Individualisme

Tidak ada dua orang atlet yang memiliki bentuk serta karaktristik fisiologis dan

psikologisnya persis sama. Menurut Harsono, menyatakan bahwa selalu akan ada

perbedaan dalam kemampuan, adaptasi, dan karaktristik belajarnya. Karena itu agar

latihan bisa menghasilkan hasil yang terbaik bagi setiap individu, prinsip

individualisme harus senantiasa diterapkan dalam latihan. Artinya, beban latihan harus

senantiasa disesuaikan dengan adaptasi,potensi, serta karaktristik spesifik dari atlet

(Hafizon, 2012).

6. Istirahat

Menurut Harsono menyatakan bahwa Perkembangan atlet bergantung pada

pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dapat maksimal

dan dampak latihan (training effect) bisa segera pulih. Lamanya masa pemulihan

tergantung dari tingkat kelelahan yang dirasakan atlet akibat stimulus/latihan

sebelumnya (Hafizon, 2012).

Menurut Lim dan Kong (2013) adapun jenis latihan yang kami rekomendasikan untuk

atlet bola basket adalah sebagai berikut:

12
1. Forward/backward arm swing
Pemberian latihan forward/bcakward arms swings berguna untuk meningkatkan
kekuatan otot lengan. Kekuatan ayunan lengan yaitu pengaruh kekuatan otot tangan
juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam melakukan teknik shooting.

2. Side-to-side leg swing


Latihan ini dapat meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas otot panggul, tungkai dan
pelvic.

3. Walking lunges
Latihan ini berguna untuk meningkatkan kekuatan otot m. Quadriceps, m.
Hamstring, m. Gluteus, dan m. Gastrocnemius, sehingga dapat meningkatkan
kecepatan lari pada atlet. Selain itu latihan ini juga berguna untuk
menyeimbangkan tubuh, meningkatkan fleksibilitas pinggul dan menguatkan sendi.

13
4. Hopping in place with locked knees
Latihan ini berfungsi untuk membangu meningkatkan power dan kekuatan pada
tungkai saat berlari dan melompat.

5. Jogging in place with


high knees
Latihan ini dapat membantu meningkatkan kekuatan otot kaki terutama saat posisi
start awal dan fase awal berlari.

6. Forward/backward leg swings


Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai seperti m. Quadriceps dan
m. Hamstring. Selain itu latihan ini juga berperan meningkatkan kekuatan otot m.
Gluteus, dimana otot-otot tersebut digunakan saat berlari.

14
7. Jogging in place with butt kicks
Latihan ini bertujuan untuk melatih otot hamstring dan grup otot gluteus, serta dapat
meningkatkan langkah (panjang dan frekuensi langkah).

8. Walking forward
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas cardiopulmonal, meningkatkan
kekuatan otot tungkai bawah, mencegah cedera saat latihan berlangsung.

Protokol
postactivation potentiation tersebut terdiri dari pemanasan berupa:

1. Bersepeda 5 menit bertujuan untuk meningkatkan intensitas latihan tanpa memberikan


tekanan yang berlebih pada otot atlet, meningkatkan kerja proses anaerobic serta
meningkatkan daya ledak otot pada atlet sprint.

15
2. Dynamic stretches, bertujuan untuk meningkatkan lairan darah, meningkatkan kemampuan
tubuh untuk bergerak, membantu meningkatkan kemampuan otot dan meningkatkan
jangkauan gerak sendi.

3. Isometric knee extension bertujuan untuk   meningkatkan kekuatan (strength) dan


ketahanan statik (static endurance)  otot quadriceps. Latihan ini juga berguna untuk
mempersiapkan sendi untuk gerakan yang lebih dinamik dan merupakan titik awal untuk
kebanyakan program latihan penguatan otot.

4. Isometric squat (squat jump) bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah,
melatih pada saat fase akselerasi awal, dan dapat meningkatkan kecepatan pada saat
berlari.

16
5. Dynamic squat, bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot ekstensor tungkai bawah, meningkatkan stabilisasi sendi lutut
dan ankle, menambah tinggi lompatan yang selanjutnya akan mempengaruhi teknik berlari
(panjang langkah bertambah), dan
meningkatkan fungsi
neuromuscular.

6. Recovery selama 4 menit, bertujuan untuk memberikan tubuh untuk beradaptasi terhadap
tekanan latihan dan efek latihan serta membantu tubuh untuk mengisi kembali
penyimpanan energy dan memperbaiki jaringan yang rusak.
7. Latihan sprint sejauh 30 m bertujuan untuk meningkatkan performa pada saat fase
akselerasi awal kemudian fase akselerasi dan fase kecepatan maksimal.

17
DAFTAR PUSTAKA
Baechle TR, Earle RW. 2008. Essentials of Strength Training and Conditioning. Human Kinetics:
Hongkong
Depdiknas, 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi Pelatih olahragawan
Pelajar. Jakarta
Hafizon, Sona. 2012. Perbandingan Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Lengan Dan Latihan Daya
Tahan Otot Lengan Terhadap Keterampilan Shooting Pada Siswa Ekstrakurikuler Bola Basket
Di Sma Muhammadiyah Gisting. Lampung: Universitas Lampung
Ilham Danil, Yusril Yusuf. 2012. Analisa Gaya Dalam Keadaan Statis Pada Sistem
Muskuloskeletal Tangan-Lengan Manusia. Yogyakarta: UGM.
Knudson D. 2007. Fundamental of Biomechanics Second Edition. Springer: New York
Lim, J. J.H., & Kong, P. W. (2013). Effects of isometric and dynamic postactivation potentiation
protocols on maximal performance. Journal of strength and conditioning research, 27(10),
2730-273.
Lees A, Vanrenterghem J, Clercq DD. Understanding How an Arm Swing Enhances Performance
in Vertical Jump. Journal of Biomechanic. 2004: 37: 1929-1940
Medeleine P, Vangsgaard S, Zee MD, Kristiansen M, Verma R, Kresting U et al. 2014. Ergonomic
in Sports and at Work. Nordic Ergonomic Society Annual Conference 46. p 57-62.
Neuman DA. 2010. Kinesiology of Musculoskeletal Second Edition. Mosby Elseiver: Missouri.
Reilly, Thomas. 2010. Ergonomics In Sport And Physical Activity Enhancing Performance And
Improving Safety. Human Kinetics.
Ronald, Hamidie. 2003. Biomekanika Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Siswoyo, joan. 2010. Pengaruh Latihan Beban Otot Lengan Terhadap Keterampilan Shooting
Bola Basket pada Siswa SMK Arjuna Bandar Lampung Tahun Ajaran 2009/2010. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

18

Anda mungkin juga menyukai