Anda di halaman 1dari 2

Makna Kematian dalam Makam

Keberadaan makam adalah sebuah penghormatan bagi orang yang sudah meninggal. Dalam kamus
Webster disebutkan bahwa Kematian "the act or fact of dying the total and permanent cessation of all
the vital function of animal or plant. The state of being dead: los or absent of spiritual life, lost or
deprivation of civil life" (New Webster's Dictionary, 1977). keberadaan kehidupan dapat diidentifikasikan
dari tanda-tanda nyata, anatara lain adanya nafas, kesadaran, fungsi, akal, dan pergeseran fisik. Untuk
itu, orang mati butuh hidup yang layak dan bentuk perlakuan khusus kepada kematian sebenamya
berhubungan dengan penghargaan manusia terhadap orang yang meninggal mempersembahkan atau
memberikan sesuatu kepada orang yang sudah meninggal baik doa maupun persembahan fisik. Salah
satu bentuk apresiasi dituangkan melalui bentuk spatial yakni grave (kuburan) dengan berbagai bentuk
dekorasi "Grave à a vault, chamber of grave for the dead, a burial monument of cenotaph the tomb, a
hole in the ground in which to bury dead body and any place of burial, final of death, extinction to shape
by carving sculpture". Pada awalnya bentuk kuburan adalah simbolis dari "kechadiran' yang mati
sekaligus analogi peralihan 2 (dua) dunia sehingga merupakan pintu gerbang dunia menuju kesucian.
Menurut Hegel : tidak ada bentuk arsitektur yang fungsional tetapi lebih ke simbolis. Contoh Makam
piramid sebagai simbolis kehadiran Pharao, Sehingga kuburan diberi tanda teritori (guardian of the
threshold) dan manifestasi dari kekuasaan yang hidup. (Levina, 2000). Hal ini dikarenankan makam
adalah bentuk perlakuan khusus terhadap kematian berkaitan dengan salah satu unsur universal
kebudayaan yakni sistem religi yang berkembang di masyarakat. Dengan unsur ini masyarakat akan
membayangkan wujud dunia gaib, dewa, dan makhluk halus, yang mendiaminya, sifat Tuhan serta
hakikat hidup dan mati dan mengalami ketakutan terhadapnya sehingga mendorong manusia untuk
selalu menyertakan perlakuan khusus dalam menjalankan setiap tahap kehidupannya. Perlakuan khusus
ini penting karena adanya gagasan bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam hidup manusia
melibatkan aksi dan reaksi antara sesuatu Bahwa yakni dengan berusaha manusia terhadap kematian
yang suci dan duniawi. (Koentjaraningrat, 1987).

Makam Raja Sumenep di Asta Tinggi

Secara geografis letak makam Asta Tinggi berada di perbukitan bernama Gunung Batoan desa Kebon
Agung, Kabupaten Sumenep. Dengan ketinggian sekitar 40 meter dari permukaan laut, makam ini di
kelilingi kampung Kebun Agung (Kebun Raja, besar), Larangan (daerah terlarang). Karangan (daerah
berkarang), Matanaung (mata terlindung), Kasengan (kesiangan/sayu), Madjarata, Djundanegara,
Pandean (dacrah pengrajin besi), dan Angkakdroma. Pada sisi lereng makam dialiri oleh Kali Andjok
(yang berarti tanah turun) yang mengalir dari utara ke selatan. (Diambil dari kondisi peta tahun 1942,
dokumentasi Direktorat Geografi Bandung). Kompleks makam ini bertingkat-tingkat dari bawah hingga
atas, dimana makam di bawah adalah makam keluarga atau pejabat keraton dan paling atas adalah
makam Raja Sumenep serta keluarganya. Makam ini terletak sekitar 2 Km dari Keraton Sumenep arah
Barat Laut. Berada di atas ketinggian, Makam ini menghadap ke Utara dengan pintu masuk dari arah
Selatan, menghadap ke arah kota atau Keraton Sumenep. Berdasar makalah Goenadi Nitihaminoto
(1981), Asta Tinggi dapat diamati sebagai makam kuno yang ada jauh dari sebelum adanya Makam Raja
tersebut. Peninggalan seperti Kubur Peti Batu, Gunungan, Bejana Batu, Jirat Gada, menunjukkan bahwa
megalitik masih berlangsung di Asta Tinggi. Pembangunan Makam Asta Tinggi berdasar Babad
Soenggenep berlangsung pada tahun 1678-1709 oleh Pangeran Rama (Werdisastro, 1914). Makam
tertua adalah makam Pangeran Anggadipa berangka 1624- 1644, meskipun ada satu makam yang lebih
tua tetapi identitasnya tidak dikenali. Raja Sumenep yang dimakamkan di sini adalah Raja yang
memerintah sesudah Pangeran Anggadipa yakni Pangeran Wirasari (Pangeran Sepoh), Pangeran Pulang
Jiwa, dan Pangeran Rama. Ketiganya adalah menantu P. Yudanegera. Makam Asta Tinggi berada di atas
bukit batu yang jika dilihat dari posisinya makam ini adalah makam tertinggi dari kompleks makam
secara keseluruhan. Kompleks makam ini berbentuk segi empat yang terbagi menjadi empat bagian
pada bagian utamanya. Satu sisi lain terdapat ruang tambahan yang terdiri dari makam prajurit panah
berjumlah 80 orang yang semuanya wanita, makam patih dan guru raja, hingga selir raja. Dikelilingi
tembok berketinggian 7 meter yang dibangun tanpa perekat atau spesi dengan ketebalan 60
centimeter.Posisi makam menghadap Utara-Selatan sesuai dengan arah penjuru mata anging. Pintu
gerbang masuk makam berada di sisi selatan dengan pintu masuk makam tertua ke arah barat. Pintu
gerbang utama menuju arah utara yang terletak makam termuda yakni makam Sultan Abdurrahman
serta keluarganya.

Jadi, makna makam disini adalah sebuah wujud penghormatan kepada Raja sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi (bahkan diyakini sebagai wakil Tuhan di dunia) sekaligus wujud sosok artefak atas
kekuasaan Raja itu sendiri. Hal ini seperti yang dipaparkan Renville Siagian bahwa makam Raja adalah
wujud simbolik sebagai tempat bersmayamnya roh dewa seperti halnya pada Candi. (Renville Siagian,
2001).

Anda mungkin juga menyukai