Anda di halaman 1dari 3

TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

3. Walimah.
Walimatul ‘urus (pesta pernikahan) hukumnya wajib [1] dan diusahakan sesederhana mungkin.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

.
‫أَ ْولِ ْم َولَ ْو ِب َشا ٍة‬

”Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing” [2]


• Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan orang-orang yang mengadakan walimah agar
tidak hanya mengundang orang-orang kaya saja, tetapi hendaknya diundang pula orang-orang miskin.
Karena makanan yang dihidangkan untuk orang-orang kaya saja adalah sejelek-jelek hidangan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja
untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri
undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” [3]

• Sebagai catatan penting, hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin,
sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Janganlah engkau bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu
melainkan orang-orang yang bertaqwa” [4]

• Orang yang diundang menghadiri walimah, maka dia wajib untuk memenuhi undangan tersebut.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫إِ َذا ُدعِ يَ أَحَ ُد ُك ْم إِلَى ْال َولِ ْي َم ِة َف ْليَأْ ِتهَا‬

“Jika salah seorang dari kamu diundang menghadiri acara walimah, maka datangilah!” [5]

• Memenuhi undangan walimah hukumnya wajib, meskipun orang yang diundang sedang berpuasa.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

Apabila seseorang dari kalian diundang makan, maka penuhilah undangan itu. Apabila ia tidak berpuasa,
maka makanlah (hidangannya), tetapi jika ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mendo’akan (orang
yang mengundangnya)” [6]

• Dan apabila yang diundang memiliki alasan yang kuat atau karena perjalanan jauh sehingga
menyulitkan atau sibuk, maka boleh baginya untuk tidak menghadiri undangan tersebut.[7]

Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Atha’ bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu pernah diundang acara
walimah, sementara dia sendiri sibuk membereskan urusan pengairan. Dia berkata kepada orang-orang,
“Datangilah undangan saudara kalian, sampaikanlah salamku kepadanya dan kabarkanlah bahwa aku
sedang sibuk” [8]

• Disunnahkan bagi yang diundang menghadiri walimah untuk melakukan hal-hal berikut:

Pertama: Jika seseorang diundang walimah atau jamuan makan, maka dia tidak boleh mengajak orang
lain yang tidak diundang oleh tuan rumah.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Mas’ud al-Anshari, ia berkata, “Ada seorang pria yang baru saja
menetap di Madinah bernama Syu’aib, ia punya seorang anak penjual daging. Ia berkata kepada
anaknya, ‘Buatlah makanan karena aku akan mengundang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.’
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang bersama empat orang disertai seseorang yang tidak
diundang. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Engkau mengundang aku bersama empat orang
lainnya. Dan orang ini ikut bersama kami. Jika engkau izinkan biarlah ia ikut makan, jika tidak maka aku
suruh pulang.’ Syu’aib menjawab, ‘Tentu, saya mengizinkannya’” [9]

Kedua: Mendo’akan bagi shahibul hajat (tuan rumah) setelah makan.

Do’a yang disunnahkan untuk diucapkan adalah:

ْ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ َو َبا ِِركْ لَ ُه ْم فِ ْيمَا رَ َز ْق َت ُه ْم‬،‫ َوارْ حَ مْ ُه ْم‬،‫اغفِرْ لَ ُه ْم‬

“Ya Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah apa-apa yang Engkau karuniakan
kepada mereka” [10]

Dalam riwayat Muslim dengan lafazh:

ِ ‫اَللَّ ُه َّم ب‬
ْ ‫ َو‬،‫َاركْ لَ ُه ْم فِ ْيمَا رَ َز ْق َت ُه ْم‬
‫ْ َوارْ حَ مْ ُه ْم‬،‫اغفِرْ لَهُم‬

“Ya Allah, berkahilah apa-apa yang Engkau karuniakan kepada mereka, ampunilah mereka dan
sayangilah mereka.” [11]

Atau dengan lafazh:

‫ َواسْ ِق َمنْ سَ َقانِي‬i،‫اَللَّ ُه َّم أَ ْط ِع ْم َمنْ أَ ْطعَ َمنِي‬

“Ya Allah, berikanlah makan kepada orang yang memberi makan kepadaku, dan berikanlah minum
kepada orang yang memberi minum kepadaku” [12]

Atau dengan lafazh:

‫ت عَ لَ ْي ُك ُم ْال َمالَ ِئ َك ُة‬ َ ‫ َو‬،ُ‫ َوأَ َك َل َطعَ ا َم ُك ُم ْاألَ ْبرَ ار‬، َ‫أَ ْف َطرَ عِ ْندَ ُك ُم الصَّا ِئم ُْون‬
ْ َّ‫صل‬

“Telah berbuka di sisi kalian orang-orang yang berpuasa, dan telah menyantap makanan kalian orang-
orang yang baik, dan para Malaikat telah mendo’akan kalian.” [13]

Ketiga: Mendo’akan kedua mempelai.

Do’a yang disunnahkan untuk diucapkan adalah:

‫ فِي َخي ٍْر‬i‫بَارَ كَ هللاُ لَكَ َوبَارَ كَ عَ لَ ْيكَ َوجَ مَعَ َب ْي َن ُك َما‬

“Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi pernikahanmu, serta semoga Allah mempersatukan
kalian berdua dalam kebaikan” [14]

• Disunnahkan menabuh rebana pada hari dilaksanakannya pernikahan.


Ada dua faedah yang terkandung di dalamnya:
1. Publikasi (mengumumkan) pernikahan.
2. Menghibur kedua mempelai.

Hal ini berdasarkan hadits dari Muhammad bin Hathib, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ُ ‫َفصْ ُل مَا َب ْينَ ْالحَ الَ ِل َو ْالحَ رَ ِام الدُّفُّ َوالص َّْو‬
ِ ‫ت فِي ال ِّن َك‬
‫اح‬
“Pembeda antara perkara halal dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah rebana dan nyanyian
(yang dimainkan oleh anak-anak kecil)” [15]

Juga berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia pernah mengantar mempelai wanita ke
tempat mempelai pria dari kalangan Anshar.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,

ُ‫ مَا َكانَ مَعَ ُك ْم لَهْوٌ ؟ َفإِنَّ ْاألَ ْنصَ ارَ يُعْ ِج ُب ُه ُم اللَّهْو‬،‫يَا عَ ا ِئ َش ُة‬

“Wahai ‘Aisyah, apakah ada hiburan yang menyertai kalian? Sebab, orang-orang Anshar suka kepada
hiburan.” [16]

Dalam riwayat yang lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mengirimkan
bersamanya seorang gadis (yang masih kecil -pen) untuk memukul rebana dan menyanyi?” ‘Aisyah
bertanya, “Apa yang dia nyanyikan?” Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dia mengucapkan:

‫أَ َت ْي َنا ُكـ ْم أَ َتـ ْي َنا ُكـ ْم َفحَ ـي ُّْو َنا ُنحَ ِّي ْي ُكـ ْم‬
‫ت ِب َوا ِد ْي ُكـ ْم‬ ْ َّ‫الذهَبُ ْاألَحْ ـ َم ُر مَا حَ ل‬ َّ َ‫لَ ْو ال‬
‫ار ْي ُك ْم‬ َ ‫ت‬
ِ ‫عَذ‬ ْ ‫َل ْو الَ ْال ِح ْن َط ُة السَّمْ ـرَ ا ُء مَا سَ ِم َن‬
Kami datang kepada kalian, kami datang kepada kalian
Hormatilah kami, maka kami hormati kalian
Seandainya bukan karena emas merah
Niscaya kampung kalian tidaklah mempesona
Seandainya bukan gandum berwarna coklat
Niscaya gadis kalian tidaklah menjadi gemuk.[17]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫أَعْ لِ ُنوا ال ِّن َكاح‬

“Umumkanlah (meriahkanlah) pernikahan.” [18]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]

Anda mungkin juga menyukai