Anda di halaman 1dari 4

Tugas Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Nama : Sabarudin

NIM : 016.01.0090

1. Penyebab kegagalan pekerjaan konstruksi :


a. Pada saat persiapan :
- Tidak mengikuti TOR
- Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
- Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik,
- Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan
dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi,
- Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan
akurat,
- Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban
rencana) dalam perencanaan,
- Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik,
- Kesalahan gambar rencana
- Pemilihan lokasi yang beresiko
- Ketentuan proyek yang tidak jelas
b. Pada Pelaksanaan
- Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,
- Tidak mengikuti TOR,
- Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
- Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar,
- Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung perhitungan teknis.
- Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
- Salah mengartikan spesifikasi,
- Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
- Tidak menggunakan material yang benar,
- Salah membuat metode kerja,
- Salah membuat gambar kerja,
- Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
c. Pada saat pengakhiran :
- Tidak melakukan pengujian atau commissioning test dengan benar
- Melakukan perubahan fungsi bangunan tanpa melakukan kajian kemampuan dan
batasan layanan bangunan.

2. Peran dari ketentuan penyelenggaraan konstruksi


a. Keteknikan, diharapkan dengan mengoptimalkan pengetahuan tentang ilmu keteknikan,
diharapkan semua tujuan serta pelaksanaan dari penyelenggaraan konstruksi sesuai dengan
standart atau aturan yang sudah disepakati atau tercantum dalam peraturan baku dalam
Standar Nasional Indonesia serta peraturan lain tentang konstruksi.
b. Keamanan, keselamatan dan Kesehatan, dimaksudkan supaya pekerja maupun pengguna
bangunan nantinya merasa aman karena penyelenggaraan konstruksi sudah dilakukan
menurut kaidah – kaidah yang sesuai dengan peraturan tentang konstruksi.
c. Perlindungan social tenaga kerja dimaksudkan supaya pekerja maupun keluarga pekerja
serta semua stake holder dalam suatu penyelenggaraan konstruksi merasa aman karena
dijamin oleh system perlindungan social sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja
dilapangan yang pada umumnya penuh dengan resiko.
d. Tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup, dimaksudkan supaya dalam
pelaksanaan penyelenggaraan konstruksi tidak mengalami kesulitan dengan tata lingkungan
kerja yang baik serta menimbulkan dampak negatif dari pelaksanaan konstruksi tersebut.

3. Kasus proyek pekerjaan konstruksi di Indonesia timur tiga tahun terakhir : Salah satunya adalah :
Proyek Pembangunan Jembatan dan Sarana Kolam Renang Destinasi Pariwisata Awololong
Tahun Anggaran 2018 di Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan nilai proyek Rp 6.891.900.000,00. Proyek tersebut dikerjakan PT Bahana
Krida Nusantara. Sampai PT Bahana Krida Nusantara di-PHK pada tanggal 15 November 2019,
realisasi fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0%.
Sesuai kontrak yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Silvester Samun, SH
dan Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara Abraham Yehezkibel Tsazaro, Proyek
Pembangunan Jembatan dan Sarana Kolam Renang Destinasi Pariwisata Awololong Tahun
Anggaran 2018 mulai dikerjakan tanggal 12 Oktober 2018 dan berakhir tanggal 31 Desember
2018. Sampai batas waktu 31 Desember 2018, realisasi keuangan sebesar 80% atau senilai
Rp5.513.520.000,00 tetapi realisasi fisik masih 0%. Dengan kata lain, realisasi keuangan lebih
besar dari pada realisasi fisik.

Oleh karena itu, dilakukan addendum kontrak I. Kontraktor diberi perpanjangan waktu sampai


tanggal 31 Maret 2019. Akan tetapi, sampai dengan batas waktu addendum kontrak I, realisasi
fisik pekerjaan masih 0%.

Lalu, dilakukan addendum kontrak II sampai tanggal 15 November 2019. Akan tetapi, sampai


batas waktu addendum kontrak II, realisasi fisik pekerjaan masih 0%. Pada Tahun Anggaran 2019
di masa addendum kontrak II ini, keuangan proyek Awololong cair lagi sebesar 5% atau senilai
Rp344.595.000,00. Jadi, total nilai proyek mencapai Rp5.858.115.000,00 (Rp5.513.520.000,00 +
Rp344.595.000,00) atau sekitar 85%.

Pada saat berakhirnya addendum kontrak II tanggal 15 November 2019, Kontraktor Pelaksana PT


Bahana Krida Nusantara di-PHK oleh Pejabat Pembuat Komitmen.

Jika dilakukan PHK, maka pembayaran mestinya dilakukan sesuai progress atau kemajuan


pekerjaan berupa persentase realisasi fisik pekerjaan dikurangi uang muka 30% yang sudah
diterima PT Bahana Krida Nusantara. Akan tetapi, dalam proyek ini, kontraktor telah menerima
pembayaran sebesar 85% sekalipun tidak didukung dengan progress fisik. Seharusnya, realisasi
keuangan 85% sama dengan realisasi kemajuan fisik sebesar 85%.

Pencairan uang sebesar 85% dilakukan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan
sebesar 85%, laporan kemajuan pekerjaan 85%, dan lain-lain. Namun, jika keuangan sudah cair
85%, tetapi realisasi fisik pekerjaan 0%, berarti Berita Acara Pemeriksaan itu diduga fiktif atau
bohong.

Sumber : https://ekorantt.com/2020/01/08/proyek-mangkrak-jembatan-awalolong/

Anda mungkin juga menyukai