(SPESIFIKASI TEKNIS)
B. SPESIFIKASI UMUM
I. LINGKUP PEKERJAAN
C. PERSIAPAN PENDAHULUAN
1. Pelaksana dan Konsultan Pengawas harus menelilti rencana gambar bestek dan
rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), termasuk penambahan / pengurangan
atau perubahan yang tercantum dalam berita acara Aanwijzing.
2. Bila terdapat perbedaan-perbedaan antara gambar, RAB dan syarat spesifikasi
yang menimbulkan keragu-raguan, sehingga dapat menyebabkan kesalahan-
kesalahan dalam pekerjaan, maka Pelaksana tidak diperkenankan memutuskan
sendiri yang mana yang harus dilaksanakan, sebelum dikonsultasikan kepada
Konsultan Pengawas, Konsultan Perencana dan Pemberi Tugas (Direksi) Dinas
Pendidikan kab. banggai dan keputusan-keputusannya harus dilaksanakan.
3. Shop Drawing merupakan gambar detail pelaksanaan di lapangan yang harus
dibuat olehPelaksana berdasarkan Gambar Dokumen Kontrak yang telah
disesuaikan dengan keadaan lapangan. Pelaksana wajib membuat Shop Drawing
pada setiap akan melaksanakan suatu
pekerjaan dan untuk detail khusus yang belum tercakup lengkap dalam Gambar
Kerja / Dokumen kontrak maupun yang diminta oleh Konsultan Pengawas.
Dalam Shop Drawing ini harus jelas dicantumkan dan digambarkan semua data
yang diperlukan termasuk pengajuan contoh dari semua bahan, keterangan
produk, cara pemasangan, dan atau
spesifikasi / persyaratan khusus sesuai dengan spesifikasi pabrik yang belum
tercakup secara lengkap di dalam Gambar Kerja / Dokumen Kontrak maupun
dalam buku ini. Pelaksana wajib mengajukan Shop Drawing tersebut kepada
Konsultan Pengawas untuk mendapat persetujuan tertulis dari Konsultan
Pengawas.
1. Pelaksana harus membuat kantor di lokasi proyek untuk tempat bagi wakil
Pelaksana bekerja dilengkapi dengan peralatan kantor yang dibutuhkan
2. Pelaksana juga harus menyediakan gudang dengan luas yang cukup
untuk menyimpan bahan-bahan bangunan dan peralatan -peralatan agar
terhindar dari gangguan cuaca dan pencurian
D. URAIAN PEKERJAAN
I. PEKERJAAN PERSIAPAN
1. Pembersihan Lokasi
a. Untuk pembersihan lokasi harus sesuai dengan petunjuk dari gambar
pelaksanaan yang telah ada, jika ada beberapa hal yang dirasa perlu dapat
berkoordinasi dengan pihak pengawas lapangan dan Pemberi tugas.
b. Pembersihan lokasi dinyatakan selesai, bila telah mendapat persetujuan
dari Pengawas lapangan.
2. Pengukuran/Pasang Bouwplank :
a. Pengukuran dilaksanakan harus mendapat pengawasan dari Konsultan
Pengawas.
b. Papan bouwplank digunakan sebagai kontrol dan tanda-tanda as
bangunan.
c. Semua pekerjaan pengukuran harus disesuaikan dengan rencana gambar
dan bestek, apabila ada hal-hal yang sifatnya diluar kemampuan pelaksana
segera dilaporkan dan dikonsultasikan kembali kepada pihak-pihak yang
terkait.
d. Semua papan dasar bangunan ( bouwplank ) menggunakan kayu klas III
berukuran 2/20 cm, permukaan atas harus diketam / diserut rata dan
dipasang waterpas pada peil ± 0,00, setiap jarak maksimum 2 m’ papan
dasar diperkuat dengan balok-balok kayu ukuran 5/ 7cm, papan dasar
tersebut dipasang sekurang-kurangnya berjarak 2 m’ dari garis terluar
bangunan.
II. PENENTUAN PEIL
1. Pekerjaan Galian tanah meliputi pekerjaan galian tanah untuk pondasi dan
pekerjaan rollag bata untuk saluran air pembuangan (got), atau semua galian
yang terdapat pada gambar bestek.
2. Pekerjaan urugan tanah bekas galian dilaksanakan disekitar pondasi, sampai
ketinggian yang ditentukan pada rencana gambar.
3. Urugan dibawah lantai dan pondasi menggunakan urugan pasir dengan
ketinggian menyesuaikan gambar.
4. Urugan pasir harus dilaksanakan selapis demi selapis dan dipadatkan dengan
alat hanpres atau stamper juga dengan penyiraman air secukupnya agar betul-
betul padat, dan pasir yang digunakan adalah pasir urug yang bersih
bebas/bebas dari segala kotoran serta mempunyai gradasi yang baik.
5. Pekerjaan mengurug kembali adalah pekerjaan mengurug bekas galian/sisa
galian pondasi atau saluran-saluran, semua dilaksanakan sesudah mendapat
persetujuan dari Konsultan Pengawas.
6. Urugan tanah dilaksanakan sebelum urugan pasir urug dibawah lantai
bangunan menggunakan tanah merah dengan ketebalan padat (sesuai gambar)
yang dipadatkan dengan alat pemadat lapis demi lapis sehingga urugan tanah
tersebut betul-betul padat.
V. PEKERJAAN PONDASI
1. Lingkup pekerjaan :
Bagian pekerjaan ini meliputi pengadaan dan pemasangan dari semua macam
beton biasa, beton bertulang dengan penulangannya termasuk bekisting,
finishing dan pekerjaan-pekerjaannya lain yang nyata-nyata termasuk dalam
pekerjaan ini. Pekerjaan beton bertulang dengan mutu Beton (K-150)
dilaksanakan untuk :
1.1 sloof, Kolom dan ringbalk sesuai mutu beton yang terdapat dalam gambar
rencana.
1.2 lain-lain seperti ditentukan dalam gambar.
2. Referensi :
Kecuali ditentukan lain, maka semua pekerjaan beton harus mengikuti ketentuan-
ketentuan seperti tertera dalam :
2.1 SKBI-Pedoman Perencanaan untuk Rumah dan Gedung 2002
2.2 Pedoman Beton
2.3 Spesifikasi Bahan bangunan
3. Material :
Bahan-bahan/material yang dipergunakan untuk pekerjaan ini harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
3.1 Agregrat :
Agregrat harus terdiri dari gradasi-gradasi yang halus sampai kasar, dan
harus sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan-ketentuan beton.
Penyimpanan harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga bebas dari
kontaminasi dengan bahan-bahan yang dapat merusak.
3.2 Semen :
3.2.1 Semen yang dipakai harus bermutu baik, tidak berbatu, seperti
disyaratkan dalam NI-8 Bab 3-2;
3.2.2 Semen ini harus dibawa ketempat pekerjaan dalam kemasan
standart dari pabrik dan terlindungi
3.2.3 Untuk pelaksanaan pekerjaan beton ini kontraktor harus
mengusahakan hanya menggunakan satu merk semen saja
3.3 Besi Tulangan :
3.3.1 Semua dimensi/ukuran besi tulangan yang akan digunakan
merupakan dimensi sebenarnya sesuai keterangan dalam gambar.
3.3.2 Besi untuk tulangan penyimpanannya harus bebas dari kontaminasi
langsung dengan udara, tanah lembab, aspal, olie (minyak) dan
gemuk.
3.3.3 Pengikat tulangan beton harus menggunakan kawat beton yang
berukuran garis tengah minimal 1 mm
3.4 Air :
Air yang dipakai untuk pengecoran harus bersih, dalam arti tidak
mengandung lumpur dan bahan-bahan kimia yang dapat mempengaruhi
kekuatan beton
3.5 Bekisting :
Bahan cetakan beton (bekisting) menggunakan Kayu Kls III, Kucuali
Direksi / Pengawas teknik menegaskan lain.
4. Pelaksanaan
4.1 Proporsi :
4.1.1. Pelaksanaan pengecoran menggunakan alat Concrete Mixer agar
campuran beton yang terdiri dari pasir kerikil dan semen dapat
menyatu dengan baik sehingga dapat terpenuhi mutu beton yang
diinginkan.
4.1.2. Sebelum pelaksanaan pekerjaan beton dimulai, pihak Kontraktor
harus mengadakan Mix Design untuk menjadi acuan dalam
komposisi campuran, terutama pada gedung bertingkat.
4.1.3. Untuk mengontrol kekuatan/mutu yang dicapai pada pelaksanaan,
Kontraktor harus mengambil contoh kubus atau silinder beton untuk
diadakan test laboratorium menurut syarat-syarat SNI.
4.2 Pengecoran beton :
4.2.1 Sebelum pengecoran dilaksanakan, bekisting harus bersih dari
kotoran-kotoran dan bahan-bahan lain. Alat-alat pengaduk beton
(beton molen) dan alat pembawa juga harus bersih. Penulangan
harus dimatikan pada posisinya, serta harus diperiksa terlebih
dahulu. Dimensi semua bagian beton tertera pada gambar bestek
dan detail. Jika terdapat ketidak cocokan pada ukuran Kontraktor
diwajibkan untuk minta pertimbangan terlebih dahulu dari
Direksi/Pengawas Teknik.
4.2.2 Jika suatu diameter tidak terdapat dipasaran, Kontraktor diwajibkan
membicarakan terlebih dahulu dengan Direksi/Pengawas Teknik.
4.2.3 Adukan beton tidak boleh dijatuhkan dari ketinggian lebih dari 1,50
meter dan segera sesudah pengecoran dimulai, lapisan-lapisan beton
dipadatkan dengan penggetar (internal concrete vibrator).
Kecepatan vibrator dalam adukan harus tetap dan konstan serta
penggunaannya tidak boleh mengenai besi tulangan.
4.2.4 Peraturan-peraturan mengenai pelaksanaan pekerjaan beton yang
tidak tercantum dalam RKS ini, dipakai peraturan yang termuat
dalam PBI 1991 sebagai syarat.
4.2.5 Agar pemeriksaan dan persetujuan dari Direksi/Pengawas Teknik
atas pelaksanaan pengecoran beton dapat diberikan pada waktunya,
Kontraktor diwajibkan menyampaikan pemberitahuan tentang
rencana pengecoran 2 x 24 jam sebelumnya.
4.2.6 Bekisting baru boleh dibongkar setelah beton tersebut mengalami
periode pengerasan sebagaimana diatur pada PBI 1991.
4.3 Slump :
4.3.1 Slump yang diijinkan untuk beton dalam keadaan mix normal
adalah sesuai dengan PBI 1991
4.3.2 Pemakaian nilai slump harus teratur dan disesuaikan dengan
kebutuhannya, misalnya daerah-daerah yang pembesiannya rapat
dipergunakan slump yang tinggi.
4.4 Pemeliharaan Beton :
4.4.1 Beton yang sudah dicor pada tempatnya harus dijaga agar selalu
lembab dengan jalan menutup beton dengan karung basah atau
menyiraminya dengan air secara rutin, sampai beton berumur satu
minggu.
4.4.2 Pada umur sampai dengan 24 jam, beton harus dijaga dari air hujan
deras, air mengalir, getaran-getaran dan sinar matahari.
5. Bahan Additive :
Pemakainan bahan additive harus disertai percobaan laboratorium guna
mendapatkan hasil yang baik dan disetujui Direksi/Pengawas Teknik. Bahan
additive ini harus memenuhi persyaratan ASTM atau JIS.
6. Bekisting :
6.1 Seluruh bahan pekerjaan bekisting menggunakan papan terentang (kayu
klas III) dan balok 5/7 cm, kecuali Direksi/Pengawas Teknik menegaskan
lain, dan untuk mendapatkan hasil cetakan yang menenuhi syarat
pekerjaan bekisting harus dikerjakan oleh tukang yang ahli.
6.2 Celah-celah antara papan bekisting harus cukup rapat, agar waktu
mengecor tidak ada air adukan yang lolos, sebelum mulai mengecor bagian
dari dalam bekisting harus disiram air dan dibersihkan dari kotoran. Jika
dikehendaki lain dapat juga digunakan plastik cor untuk mencegah
resapan air semen tersebut.
6.3 Bekesting harus direncanakan, dilaksanakan dan diusahakan sedemikian
rupa agar waktu pengecoran dan pembongkaran tidak mengakibatkan
cacat-cacat, gelombang-gelombang maupun perubahan-perubahan
bentuk, ukuran-ukuran, ketinggian-ketinggian serta posisi dari pada beton
yang dicor.
6.4 Pemasangan konstruksi penyangga (tiang perancah) harus dirancang
sedemikian rupa dan diberi jarak antara yang cukup optimal, untuk
mencegah adanya lenturan bekesting. Bekesting serta sambungan-
sambungan harus rapat, sehingga mencegah kebocoran-kebocoran adukan
selama pengecoran. Lubang - lubang permukaan sementara harus
disediakan di dalam bekesting untuk memudahkan pembersihan.
6.5 Pembongkaran Bekesting :
6.5.1 Bagian struktur beton vertikal boleh dibongkar bekesting setelah 7
(tujuh) hari atau mencapai kekuatan tekan 254 kg/cm2, dengan
syarat bahwa betonnnya cukup keras dan tidak cacat karena
pembongkaran tersebut.
6.5.2 Bagian struktur beton yang disangga dengan penumpu tidak boleh
dibongkar sebelum betonnya mencapai kekuatan tekan
(compressive strenght) yang cukup untuk menyangga beratnya
sendiri dan beban- beban pelaksanaan atau beban-beban lain yang
akan menimpa bagian struktur beton tersebut, atau boleh dibongkar
pada saat umur 28 hari yang mempunyai kekuatan tekan 340
kg/cm2.
6.5.3 Dalam hal apapun bekesting pada jenis struktur ini tidak boleh
dibongkar sebelum berumur 28 (dua puluh delapan) hari, demikian
pula bekestingbekesting yang dipakai untuk mematangkan beton
(concrete curing) tidak boleh dibongkar sebelum beton ditentukan
matang.
7. Contoh – contoh :
Sebelum pelaksanaan pemasangan, terlebih dahulu Kontraktor harus
memberikan contohcontoh material yang akan dipakai guna mendapatkan
persetujuan dari Direksi/Pengawas Lapangan.
1. Batu bata yang digunakan harus baru, keras dan tidak patah-patah. Ukuran yang
dianjurkan adalah 5 cm x 11 cm x 22 cm dengan toleransi 0,5 cm.
2. Sebelum pelaksanaan pasangan batu bata dikerjakan, maka harus diperhatikan
sudut-sudut yang dibatasi oleh dua bidang dinding vertikal maupun dengan
bidang lantai (harus dijaga kesikuannya).
3. Pasangan dinding menggunakan batubata pasangan ½ bata dengan campuran 1
: 5 sesuai dengan ketinggian yang tercantum dalam gambar rencana.
4. Batu bata yang dipergunakan harus berkwalitas baik, masak pembakarannya,
sama ukurannya, tebal, lebar dan panjangnya.
5. Batu bata sebelum dipasang harus disiram dengan air terlebih dahulu.
6. Pemasangan batu bata harus dikerjakan dengan rapi, teguh dan pola ikatan
pemasangan harus terjalin baik diseluruh pekerjaan, sehingga terdapat siar-siar
/ voeg yang dikeruk untuk kemudian diplester.
7. Semua bagian atas dinding batu bata harus diakhiri dengan ring balk dengan
dimensi dan pembesian sesuai gambar kerja.
8. ukuran dan dimensi pemasangan batu bata disesuaikan dengan ukuran pada
gambar kerja dan kontrak. Jika ada perbahan pada lapangan maka harus
dikonsultasikan pada Pengawas dan pemberi tugas.
1. Lingkup Pekerjaan ;
Pekerjaan ini meliputi penyediaan bahan/material, tenaga kerja dan pengecatan
kayu, tembok, dan plafond.
2. Material :
2.1 Jenis Cat tembok yang digunakan adalah setara PARAGON.
3. Pelaksanaan :
3.1 Pekerjaan Cat Tembok/Plafond :
3.1.1 Permukaan dinding dan plafond sebelum dicat harus diplamur
kemudian diamplas dengan kertas pasir sampai rata dan halus.
3.1.2 Semua bidang tembok dan plafond dicat tembok minimal 2 (dua)
kali sampai kelihatan rata dan cukup tebal.
3.1.3 Pelaksanaan pengecatan harus disesuaikan dengan peraturan
pabrik cat.
3.1.4 Ketentuan mengenai warna pada pekerjaan ini akan ditentukan
oleh Pemberi tugas.
X. PEKERJAAN HOLLOW
1. Lingkup Pekerjaan :
Pekerjaan ini meliputi penyediaan bahan/material, tenaga kerja pemotongan
dan pemasangan Pagar dan Pintu Hollow seperti yang ditunjukan dalam
gambar.
2. Material :
2.1 Besi Hollow yang digunakan pada pekerjaan ini adalah Besi hollow 40 x 40
x 1,7 mm x 6 M, seperti yang ditunjukan dalam gambar
2.2 Besi Hollow yang digunakan pada pekerjaan ini adalah Besi hollow 20 x 40
x 1,7 mm x 6 M, seperti yang ditunjukan dalam gambar
3. Pelaksanaan ;
3.1 Ukuran dan ketebalan Plat serta hollow yang akan dipasang dilaksanakan
mengikuti petunjukpetunjuk yang ditentukan dalam gambar.
Pada saat pekerjaan diserahkan, Pagar hollow yang terpasang dalam keadaan
utuh dan sudah terpasang. Apabila berdasarkan pemeriksaan terdapat
hollow yang karat, Kontraktor harus segera mengganti.
2. DASAR PEMBENTUKAN
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6018);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
243);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 100);
d. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33);
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 330);
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
20/PRT/M/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan
Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 817) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 05/PRT/M/2019 tentang perubahan atas Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
20/PRT/M/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan
Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 107);
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
03/PRT/M/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017Nomor 466);
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi melalui Penyedia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 319);
i. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor KEP.174/MEN/1986 dan Nomor 104/KPTS/1986 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi;
4. RUANG LINGKUP
Lingkup surat edaran menteri ini meliputi :
a. Definisi;
5. DEFINISI
a. Keselamatan Konstruksi adalah segala hal yang meliputi kegiatan
keteknikan dalam mewujudkan Pekerjaan Konstruksi yang aman dan
andal serta menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja serta lingkungan.
b. Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disebut
SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi dalam rangka penerapan keamanan, keselamatan, kesehatan,
dan keberlanjutan pada setiap Pekerjaan Konstruksi.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang selanjutnya disebut K3
Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
d. Petugas K3 Konstruksi adalah petugas di dalam organisasi Pengguna Jasa
dan/atau organisasi Penyedia Jasa yang telah mengikuti bimbingan teknis
SMKK Bidang PUPR, dibuktikan dengan surat keterangan mengikuti
pelatihan/bimbingan teknis yang diterbitkan oleh unit Eselon II yang
menangani Keselamatan Konstruksi di Kementerian PUPR dan/atau
sertifikat pelatihan dan kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga atau
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. Biaya SMKK adalah biaya keamanan dan kesehatan kerja serta
Keselamatan Konstruksi yang harus diperhitungkan dan dialokasikan oleh
penyedia jasa dan pengguna jasa.
6. PERINCIAN KEGIATAN PENYELENGGARAAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN KONSTRUKSI
a. Kegiatan penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi,
mencakup:
1) Penyiapan Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK);
2) Sosialisasi, promosi dan pelatihan;
3) Alat pelindung kerja (APK) dan Alat Pelindung Diri (APD);
4) Asuransi dan perizinan;
5) Personel K3 Konstruksi;
6) Fasilitas, sarana, prasarana, dan alat kesehatan;
7) Rambu- rambu yang diperlukan;
8) Konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi; dan
9) Lain-lain terkait pengendalian risiko Keselamatan Konstruksi.
b. Perincian kegiatan penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Surat
Edaran ini.
Keterangan :
a. Alat Pelindung Kerja (APK) sesuai pada huruf c angka 1 huruf a dan nomor b
harus dalam kondisi baru dan mengikuti standar yang berlaku.
b. Alat Pelindung Diri (APD) sesuai pada huruf c angka 2 harus dalam kondisi baru
dan mengikuti standar yang berlaku.
c. Standar warna helm yang dipergunakan, sebagai berikut:
a. Tamu proyek – warna putih polos;
b. Tim proyek:
i. Pelaksana – warna putih polos dilengkapi dengan 1 strip (8 mm);
ii. Kepala pelaksana – warna putih polos dilengkapi dengan 2 strip (2
x 8 mm);
iii. Kepala proyek – warna putih polos dilengkapi dengan 3
strip berukuran @ 8mm, dan 1 strip 15 mm di bagian paling
atas.
c. Pekerja pada Unit K3 – warna merah;
d. Pekerja pada Unit kerja Sipil – warna kuning;
e. Pekerja pada Unit kerja Mekanikal Elektrikal (ME) – warna biru;
f. Pekerja pada Unit kerja Lingkungan – warna hijau; dan
g. Jika ada logo perusahaan, ditempatkan di bagian tengah dan depan
pelindung kepala.
XII. DOKUMENTASI
RUDI BUDAYA, M.Pd MUH. IKHSAN BUDIONO, SE, M.Si ANDI M. ADNAN ALIUDDIN
NIP. 19701127 199702 1 004 NIP. 19800114 200501 1 005 A.A. MATTAHIAT, ST
Direktur