Anda di halaman 1dari 16

Media Relations Profesi Kehumasan Dalam Perspektif Islam

Khusnul Khotimah

Abstract

The writing and research aims to analyze the public relations profession media
relations activities in an Islamic perspective. The public relations process at
this time is so dynamic, besides carrying out the task of delivering messages
to the public. Public Relations or Public Relations also has an important role
as strategic management. Media relations is one part of the activities carried
out by other parties. The purpose of the activity involves other parties or the
media, which is to facilitate the sharing of information. However, often the
media are considered as an effective place in public relations. Because of the
effectiveness of the media used by the media to collect information that is not
true only for the benefit of one party. For example to create a positive image,
some companies, governments, and organizations use the media but in an
inappropriate manner. While in the profession, a special code of ethics so that
systematics can be conditioned. Therefore the researcher wants to analyze
about the culture in an Islamic perspective.

Keyword: Media Relations, Public Relations, Islam.

Abstrak

Penulisan dan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang kegiatan


media relations profesi kehumasan dalam perspektif Islam. Proesi kehumasan
saat ini begitu dinamis, selain mengemban tugas sebagai penyampai pesan
kepada publiknya. Humas atau Public Relations juga memilki peran penting
sebagai strategic management. Media relations merupakan salah satu bagian
dari kegiatan kehumasan tetapi melalui pihak lain. Tujuan kegiatan
kehumasan dengan melibatkan pihak lain atu media, yaitu untuk
mempermudah membagikan informasi. Namun, seringnya media dianggap
sebagai tempat efektif dalam kehumasan. Karena kefektiitasannya sering
media massa dijadikan media untuk membagikan informasi yang tidak benar
hanya untuk kepentingan salah satu pihak. Contohnya untuk membuat citra
positif, beberapa perusahaan, pemerintahan, dan organisasi menggunakan
media tapi dengan cara yang tidak semestinya. Padahal dalam profesi
kehumasan memiliki kode etik tersendiri agar sistematika kerjanya dapat
terkondisikan. Maka dari itu peneliti ingin menganalisis tentang budaya
tersebut dalam perspektif Islam.

Kata Kunci: Media Relations, Humas, Islam.

A. Pendahuluan
Pada zaman millenial seperti saat ini, informasi mengharuskan setiap
badan publik memberikan informasi seluas-luasnya secara transparan kepada
masyarakat. Salah satu di antara badan publik tersebut adalah institusi
perusahaan, pemerintahan atau bahkan organisasi. Adanya transparansi
terhadap setiap informasi publik dapat mendorong partisipasi masyarakat
dalam mengawal dan mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui lembaga pemerintahannya. Melalui UU No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Badan Publik mempunyai
kewajiban menyediakan informasi menurut kategori yang diatur dalam UU
No. 14 Tahun 2008. Kesenjangan tidak menyediakan informasi dapat
dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak
Rp 5 juta. Dari ketentuan-ketentuan tersebut kerja pers seharusnya dapat
terbantu dan akan semakin banyak informasi berkualitas yang bisa
disampaikan pers ke publik (Nurjanah et al., 2015, p. 42).
Keberhasilan manajemen organisasi dalam mencapai tujuannya sangat
bergantung pada praktik publik relations (PR). Karena PR merupakan unsur
yang esensial (the essential element) bagi setiap organisasi dengan sistem
terbuka, dimana praktik berorganisasi tidak bisa dipisahkan dari pengaruh
lingkungan atau para stakeholder (pihak-pihak yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kebijakan organisasi). Hal ini dikarenakan PR tidak hanya
dapat dianalogikan sebagai penghubung atau mediator, tetapi juga panca
indra. Sebagai mediator, praktik public relations dipahami sebagai pihak yang
menghubungkan antara organisasi dengan publiknya. PR dipahami sebagai
pihak yang tidak sekedar mempersuasi pbliknya untuk memahami
kepentingan atau kebijakan organisasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
mendengarkan, merasakan, dan melihat apa yang diinginkan oleh publiknya
(Hartini, 2019, p. 34).
Dalam setiap hal yang berhubungan tentang humas, selau dikaitkan
dengan berbagai hal mengenai profesi kehumasan. Profesi kehumasan sendiri
memiliki arti, makna yang positif, netral, bahkan bisa negatif. Jika ditelusuri,
mungkin definisi profesi kehumasan di Indonesia dapat diartikan seperti
akumulasi dari pesan-pesan yang dilakukan oleh para praktisi kehumasan
yang secara tidak sengaja maupun sengaja menyampaikan fungsi dan peran
humas yang dangkal, dan hal yang tersebut sering dikomunikasikan secara
terus menerus kepada khalayak.
Public Relation atau sering disebut PR atau Hubungan masyarakat
(Humas), merupakan profesi dimana harus diposisikan secara ideal dalam
fungsi maupun struktur. Posisi ideal yang dalam konteks ini yaitu, berada
dalam jajaran top management atau koalisi dominan dari suatu organisasi
yang memiliki fungsi sebagai penentu dalam pengambilan keputusan dan
mengendalikan organisasi dalam hal informasi. Selanjtnya, dalam kehumasan
yang berada di posisi strategs, seorang humas diwajibkan memiliki atau ambil
bagian dalam proses perencanaan strategis lembaga. Karena sebagai
representasi keberadaan humas dapat memberikan masukan dari publik yang
telah diperoleh untuk disampaikan kepada pimpinan (Komariah, Nugraha, &
Perbawasari, 2016, p. 34).
Di Indonesia, berdasarkan data Perhumasan, jumlah perusahaan yang
menyediakan layanan prakisi komunikasi di Indonesia mencapai 3000
perusahaan dan tersebar di 29 provinsi di berbagai daerah di Nusantara. Hal
ini menunjukkan PR merupakan profesi yang memiliki peluang besar dan
memiliki posisi penting dalam keberhasilan dan keberlangsungan sebuah
perusahaan, pemerintahan, dan organisasi.
Sejatinya sebuah profesi dapat berkembang melalui asosiasi atau
organisasi profesi. Karena melalui asosiasi, banyak manfaat yang diperoleh,
diantaranya: organisasi profesi dapat merumuskan kode etik profesi (code of
profesional ethics), merumuskan kompetensi profesi serta memperjuangkan
tegaknya kebebasan profesi bagi para anggota. Terkait dengan glbalisasi,
interaksi antar praktisi dari berbagai belahan dunia dimungkinkan dan dapat
terealisasi melalui asosiasi. Sejatinya, organisasi profesi memiliki peran yang
sangat besar dalam upaya peningkatan profesionalisme humas di Indonesia
(Hartini, 2019, pp. 35–36).
Peranan pers sangat penting dalam menyampaikan informasi aktual
kepada masyarakat. Keberadaan pers juga dianggap sebagai watch dog (anjing
penjaga) bagi pemerintah. Melalui pers, segala bentuk kritik dapat
disampaikan oleh masyarakat. Sehingga kinerja pemerintah dapat diawasi dan
dievaluasi. Namun pada era Orde Baru, pers dikekang oleh kebijakan
pemerintah yang melarang adanya pemberitaan yang merugikan pemerintah
dan keluarga serta kerabatnya. Hal tersebut terbkti dengan dibredelnya
beberapa media yang cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah, seperti
TEMPO dan GATRA.
Pada era reformasi, pers seakan mendapat angin segar seiring dengan
kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada era tersebut pers tidak lahi
dikekang kebebasannya. Sebaliknya, pers diberikan kebebasan untuk
berekspresi dan menyampaikan kritikannya kepada pemerintah dan kebijakan
publik lainnya. Hal tersebut seiring dengan pemberlakukan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjadi dasar kebangkitan pers di
era reformasi (Primasari, 2014, p. 141).
B. Pembahasan
1. Public Relations
Public Relations atau yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
hubungan masyarakat (humas) merupakan upaya yang sungguh-sungguh
terencanakan dan berkesinambungan untuk menciptakan dan membina
saling pengertian antara organisasi atau perusahaan dengan msayarakat.
Humas adalah sesuatu yang menerangan keseluruhan komunikasi yang
terencana, baik itu yang keluar maupun yang kedalam antara suatu
organisasi dengn semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-
tujuan yang berdasarkan pada saling pengertian. Selain itu profesi
kehumasan berfungsi sebagai informan dan menciptakan citra positif suatu
perusahaan atau organisasi di depan publik (Alma, 2018, p. 3).
Public relations sering diartikan sebagai hubungan masyarakat
(humas), yang mana mempunyai posisi yang sangat urgen dalam suatu
organisasi. Dan merupakan bagian dari organisasi. Dalam hal ini, tugas
public relations sebagai alat dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Sedangkan masyarakat merupakan suatu yang didasarkan kepada ikatan
yang telah benar dan dapat dikatakan stabil.
Public relations sangat penting dalam fungsi manajemen, yaitu untuk
membangun, mempertahankan dan membuat hubungan yang semakin
meningkat, dan juga keharmonisan yang bermanfaat antara organisasi
dengan publik. Public relations merupakan suatu seni untuk menciptakan
pengertian publik agar lebih baik, sehingga dapat memperdalam
kepercayaan publik terhadap suatu organisasi. Public relations merupakan
keseluruhan bentuk komunikasi yang terencana, baik itu keluar maupun
kedalam, yakni antara suatu organisasi dengan publik yang mana dalam
rangka mencapai tujuan yang spesifik atas dasar adanya saling pengertian
(Hakiki, 2018, p. 896)
Public relations berarti suatu bentuk komunikasi yang berlaku
terhadap semua jenis organisai, baik yang bersiat komersial maupun yang
bersifat non-komersial, di sektor publik maupun privat. Hal ini merupakan
keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik
dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya
(Hasan, 2017, p. 30)
Fungsi humas sendiri tidak dapat terlepas dari opini publik, karena
salah satu fungsi humas adalah menciptakan opini publik yang memiliki
kemauan baik (good will) dan partisipasi. Kinerja humas dalam suatu
lembaga biasanya membantu dalam menjalankan suatu program lembaga
untuk mencapai tujuan tertentu yang ditargetkan oleh pengelola lembaga.
Selain itu, humas juga berperan penting dalam membangun dan
memberikan informasi baik secara internal maupun eksternal. Jika dilihat
secara eksternal, biasanya humas berperan memberikan informasi
mengenai kebijakan pengelola lembaga, memberikan sanggahan mengenai
suatu pemberitaan yang dapat merugikan lembaga, dan menginformasikan
berbagai kebijakan kepada masyarakat (Abrori, 2018, p. 161).
Strategi public relations hanya dengan menanamkan kepercayaan
kepada publik saja tidak cukup untuk memperoleh citra positif. Citra
positif yang sudah dibangun perlu dipertahankan dan dimaintain, karena
erat kaitannya dengan reputasi perusahaan. Begitu kepercayaan publik
luntur karena reputasi yang negatif, maka akan sulit untuk memulihkan
kepercayaan tersebut (Khadijah, 2015, p. 2).
2. Media Relations
a. Media Massa
Media massa adalah produk dari komunikasi massa yang
merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan media massa
baik cetak, elektronik, maupun menggunakan internet. Posisi media
massa saat ini terus bertaha dengan semakin berkembang jumlahnya
hanya saja dalam menggunakan media massa dikembalikan kepada
kebutuhan masyarakat sendiri, yakni media massa mana yang menjadi
pilihan mereka untuk ditonton, didengar atau dibaca. Singkat kata,
adanya perkembangan media massa harusnya banyak disyukuri
kehadirannya karena nilai-nilai Islam justru semakin berkembang dan
semakin memliki posisi di hati masyarakat untuk membantu
masyarakat sendiri dalam kehidupannya.
Sasaran pesan komunikasi massa adalah untuk umm. Pesan
yang disampaikan adalah seragam dan tidak bersifat pribadi. Dengan
penyebaran pesan secara serempak pula. Harapannya, dapat
mempengaruhi perilaku audiensi secara utuh keseluruhan. Keterlibatan
manusia dalam menikmati program acara yang disajikan lembaga
penyiaran menggambarkan adanya aktivitas interaksi sosial yang
dibangn antara kelompok masyarakat dengan kelompok pengelola
media massa. Manusia belajar dari manusia dengan manusia lainnya
karena ada interaksi sosial di dalamnya, dimana syarat terjadinya
interaksi sosial adalah adanya kontak dan komunikasi (Sari, 2017, p.
142).
Media relations atau yang awalnya lebih populer dengan istilah
press relations merujuk pada relasi suatu organisai dengan media cetak
sehingga cenderung memiliki cakupan arti yang lebih terbatas. Dari
limitasi ini kemudian berkembang menjadi media relations yang
mencakup berbagai jenis dan karakteristik media. Dari yang bersifat
cetak, elektronik, bahkan interaktif maya (cyber) dengan kehadiran PR
online via internet.
Menurut Jefkins bahwa fungsi media relations atau press
relations adalah menyiarkan atau mempublikasikan seluas-luasnya
informasi PR guna menciptakan pengetahuan dan memberi
penegertian bagi publiknya. Pentingnya media relations bagi sebuah
organisasi tidak terlepas dari kekuatan media massa yang tidak hanya
mampu menyampaikan pesan kepada banyak khalayak. Namun lebih
dari itu, media sebagaimana konsep dasar yang diusungnya memiliki
fungsi memiliki fungsi mendidik, mempengaruhi, mengawasi,
menginformasikan, menghibur, memobilisasi, dan sebagainya. Dai
sinilah media memiliki potensi strategis untuk memberi pengertian,
membangkitkan kesadaran, mengubah sikap, pendapat, dan perilaku
sebagaimana tujuan yang hendak disasar (Isni, 2015, p. 92).
Dalam salah satu kinerja humas, strategi yang perlu dilakukan
adalah melakukan hubungan yang intensif kepada kelompok wartawan
yang melakukan peliputan di lingkungan pemerintahan. Hubungan
yang baik dengan wartawan atau pers yang dapat dilakukan oleh
humas adalah media relations. Media relations pada dasarnya
berkenaan dengan pemberian informasi atau memberi tanggapan pada
media pemberitaan atas nama organisasi atau klien. Pemberitaan
informasi dan tanggapan kepada media tersebut bukan menjadi tujuan
utama dari aktivitas media relations (Primasari, 2014, p. 141).
Dalam melakukan kegiatan kegiatan media relations, seorang
humas dalam melakukan kegiatan media relations sacra seimbang
antara cara-cara media relations dengan membuat tulisan media
relations. Media relations atau sering disebut juga dengan hubungan
pers adalah usaha untuk mencari publikasi atau penyiaran yang
maksimum, atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka
menciptakan pengetahuan dan pemahaman, bagi khalayak dari
organisasi perusahaan yang bersangkutan.
Acara-acara media relations tidak akan ada artinya jika tidak
disertai dengan tulisan media relations. Bahkan tidak jarang kegiatan
media relations akan dipresepsi denga persepsi yang berbeda, bahkan
menimbulkan miss-communications, apabila acara-acara media
relations itu tidak disertai dengan tulisan-tulisan media relations
(Sabreyna, 2015, p. 65).

3. Dalam Perspektif Islam


Profesi kehumasan berperan sentral sebagai agen perubahan, bukan
hanya disebabkan faktor kebijakan perusahaan yang menempatkan
posisinya yang kurang strategis dalam manajemen, namun juga
disebabkan beberapa faktor yang dala dalam diri/personal public relations
tersebut. Antara lain personal di bidang profesi kehumasan harus memiliki
wawasab yang luas di bidang manajemen, pertimbangan yang matang
untuk dapat mengambil keputusan secara matang, memahami dunia bisnis
secara utuh menguasai lingkungan sosial politik dan memahami para
stakeholder. Hal ini disebabkan beberapa masalah manajemen tidak hanya
membutuhkan strategi komunikasi, melainkan membutuhkan perubahan
manajemen yang lebih komprehensif (Wahyudi, 2018, pp. 69–72).

Public Relation pada hakekatnya adalah penyampaian berbagai


pesan yang berupa komunikasi. Al-Qur‟an adalah kitab suci yang berisi
petunjuk dari Allah bagi umat manusia, karena itu subjek utamanya adalah
pengkajian terhadap manusia dan segala bentuk-bentuk kehidupan
sosialnya.

Dalam berbagai literatur tentang kaidah-kaidah Humas dalam al-


Qur‟an dapat ditemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau
pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip
hubungan masyarakat (public relations) dalam Al-Qur‟an. Public
relations yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
a. Qaulan Ma‟rufa, (Selalu berkata dan berbuat baik). Allah swt,
berfirman dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 36:
Yaitu: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa: 36)

Ayat di atas menunjukkan bahwa hubungan antara manusia


yang satu dengan yang lainnya merupakan sunnatullah. Manusia
berhak bekerjasama dengan yang lain dalam rangka mencapi tujuan
hidup yang dicita-citakan dengan selalu berharap Ridha Allah swt.

b. Qaulan Sadida, (Perkataan yang benar, jujur). Allah Azza Wajalla


berfirman dalam al-Qur‟an surat An-Nisa, ayat 9:
Yaitu: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)

Kata Qaulan Sadidan (perkataan yang benar), menurut Syaikh


Al-Alusi adalah perkataan yang benar yang disertai dengan lemah
lembut dan adab yang baik. Maka hendaknya Humas dalam
mengkomunikasikan sesuatu kepada public hendaknya dilakukan
dengan benar dan tidak kasar juga, dengan tatakrama yang sopan dan
yang paling penting informasi yang disampaikan itu akurat.

c. Qaulan Baligha, (tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti)


Firman Allah QS. an-Nisa, ayat 63:
Yaitu: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa
yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari
mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada
mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisa:
63)
Kata baliighan (membekas pada jiwa), hal ini dapat kita
pahami bahwa seseorang humas atau pimpinan lembaga pendidikan
hendaknya dalam berkomunikasi mempunyai rasa atau membekas
pada lawan bicara atau pada publik.
d. Qaulan Ma‟rufa, (Perkataan yang baik). Firman Allah QS. al-Ahzab,
ayat 32:
Yaitu: “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita
yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. al-Ahzab: 32)
e. Qaulan Karima, (Perkataan yang mulia) firman Allah QS. al-Isra‟,
ayat 23:
Yaitu: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.” (QS.
Al-Isra‟: 23)
Dari ayat tersebut jelas bahwa Manusia diperintahkan untuk
mengucapkan perkataan yang baik atau mulia karena perkataan yang
baik dan benar adalah suatu komunikasi yang menyeru kepada
kebaikan dan merupakan bentuk komunikasi yang menyenangkan.
f. Qaulan Layyinan, (perkataan yang lembut) firman Allah QS. Thaha,
ayat 43-44:
Yaitu: “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia
telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau
takut.” (QS. Thaha: 43-44)
Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara
yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh
hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak,
meninggikan suara. Siapapun tidak suka apabila berbicara dengan
orang lain tapi kasar. Rasullulah selalu bertutur kata dengan lemah
lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati
siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan,
yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata
terus terang atau lugas, apalagi kasar.
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan
Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir‟aun.
Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak
berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk
menerima pesan komunikasi dengan baik dan benar.
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal
mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada
keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam
berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan
berhasil justeru ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Allah
memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut,
sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,”
(QS. Al-A‟raaf, ayat 55)
g. Qaulan Maysura, (Perkataan yang ringan) Firman Allah QS. al-Isra‟,
ayat 28:
Yaitu: “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada
mereka Ucapan yang pantas.” (QS. Al-Isra‟: 28)
Itulah beberapa ayat-ayat al-Qur‟an yang menjelaskan secara
umum mengenai hubungan masyarakat (public relation) yang harus
dijalankan oleh manusia dengan baik pada khususnya humas (Murni,
2003, pp. 29–32)

Ajaran Islam telah mempengaruhi cara pandang mereka tentang


pekerjaan. Mereka pahami dengan baik bahwa apa ang dikerjakan oleh
seornag humas sering sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam
sebagaimana tertuang dalam ayat-ayat-Nya maupun dalam hadits. Dimana
Islam sangat menjunjung tinggi silaturrahmi dan menjaga hubungan baik,
maka esensi dan humas adalah menjalin relasi dua arah yang timbal balik
untuk memperoleh saling pengertian dan mendapatkan good will (Wulandarai,
2015, p. 4).

C. Kesimpulan
Public relations berarti suatu bentuk komunikasi yang berlaku
terhadap semua jenis organisai, baik yang bersiat komersial maupun yang
bersifat non-komersial, di sektor publik maupun privat. Hal ini merupakan
keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan
saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.
Dalam salah satu kinerja humas, strategi yang perlu dilakukan adalah
melakukan hubungan yang intensif kepada kelompok wartawan yang
melakukan peliputan di lingkungan pemerintahan. Hubungan yang baik
dengan wartawan atau pers yang dapat dilakukan oleh humas adalah media
relations. Media relations pada dasarnya berkenaan dengan pemberian
informasi atau memberi tanggapan pada media pemberitaan atas nama
organisasi atau klien. Pemberitaan informasi dan tanggapan kepada media
tersebut bukan menjadi tujuan utama dari aktivitas media relations.
Ajaran Islam telah mempengaruhi cara pandang mereka tentang
pekerjaan. Mereka pahami dengan baik bahwa apa ang dikerjakan oleh
seornag humas sering sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam
sebagaimana tertuang dalam ayat-ayat-Nya maupun dalam hadits. Dimana
Islam sangat menjunjung tinggi silaturrahmi dan menjaga hubungan baik,
maka esensi dan humas adalah menjalin relasi dua arah yang timbal balik
untuk memperoleh saling pengertian dan mendapatkan good will.

Daftar Pustaka

Abrori, H. (2018). Humas Sebagai Method Of Communication Dalam. Jurnal


Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 160–166.

Alma, C. (2018). Peranan Humas Dalam Membangun Citra Positif PT. Tempo
Medan. Jurnal Network Media, 1(1), 1–6.

Hakiki, S. N. (2018). Kepemimpinan Kiai Sebagai Personal Branding Pesantren


Dalam Perspektif Publc Relations (Humas). Jurnal Pendidikan Dan Manajemen
Islam, 8(2), 891–903.

Hartini, T. (2019). UPAYA PERHUMAS DALAM MENINGKATKAN


KOMPETENSI PUBLIC RELATIONS. Jurnal Makna, 4(1), 1–6.

Hasan, M. (2017). Manajemen Public Relations Dalam Membangun Citra Dan


Kontestasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta. Jurnal Nuansa, 14(1),
1–36.

Isni, L. I. (2015). Media Relations dan Kepuasan Wartawan Atas Layanan


Kehumasan di Kabupaten Brebes. Jurnal Interaksi, 4(2), 87–97.

Khadijah, S. (2015). Strategi Publik Relations Dalam Membangun Citra Perusahaan.


Jurnal Komunikasi, 4(1), 1–9.

Komariah, K., Nugraha, A. R., & Perbawasari, S. (2016). Persepsi Aparatur


Pemerintah Tentang Kualifikasi Profesi Humas. Jurnal Avant Garde, 4(2), 33–
49.

Murni. (2003). Konsep Mamajemen Humas Pada Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan, 4(2), 26–45.

Nurjanah, A., Relations, M., Nurjanah, A., Studi, P., Komunikasi, I., &
Muhammadiyah, U. (2015). Public Relations & Media Relations ( Kritik Budaya
Amplop Pada Media Relations Institusi Pendidikan Di Yogyakarta ). Jurnal
Komunikasi, 7(1), 41–56.

Primasari, T. Y. & W. (2014). Strategi Media Relations Humas Pemerintah


KotaBekasi Dalam Upaya Penanganan Wartawan Tidak Resmi. Jurnal
Communication Spectrum, 3(2), 140–157.

Sabreyna, A. (2015). Strategi Media Relations Humas PT Pelabuhan Indonesia III


Dalam Handling Crisis Pemberitaan Media. Jurnal Komunikasi, 9(1), 57–72.

Sari, K. (2017). Peran Public Relations dalam Mempertahankan Reputasi Lembaga


Penyiaran Sebagai Media Dakwah. Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial
Kemanusiaan, 8(1), 140–159.

Wahyudi, R. (2018). Kualifikasi Public Relations Frank Jefkins Perspektif Islam.


Jurnal At-Tanzir, 10(1), 69–77.

Wulandarai, T. & D. (2015). Persepsi Anggota Perhumas Jateng tentang Prinsip


Kinerja PR dalam Islam. Jurnal Komunikasi, 4(2), 1–12.

Anda mungkin juga menyukai