Anda di halaman 1dari 13

Tugas Pribadi:

Pengelolaan Humas Pendidikan

MATA KULIAH:

Manajemen PAK

Dosen Pengampu:

Dr. Dra Sri Wening, M.Th

Oleh:

Maria Lena Berlianti Runtukahu

S-2 STIPAK DUTA HARAPAN


Pengelolaan Humas Pendidikan
Pengertian pengelolaan humas pendidikan
a. Latar belakang lahirnya humas dalam lingkungan pendidikan/sekolah

Secara sejarah, permulaan munculnya istilah Manajemen Humas


berhubungan dengan suatu metode Public relation saat menghadapi suatu
puncak krisis pada tahun 1906. Dimana pada saat itu mengalami pemogokan
total buruh industri pertambangan batu bara di amerika serikat yang
mengakibatkan perusahan ini mengalami penurunan pemasokan batu bara,
dimana pada saat itu perusahan di Amerika merupakan perusahan batu bara
terbesar.
Pada titik puncak yang berlangsung tersebut, muncul Ivy Ledbetter Lee
(Cutlip. Et. Al 2000), seorang tokoh Public relation/ Humas Pertama, yang
memiliki latar belakang seorang Jurnalis (Rahmat,2016). Untuk memecahkan
persoalan tersebut, Ivy Lee memberikan beberapa usulan atau persyaratan yang
bersifat revolusioner dan merupakan peranan besar untuk seorang Humas.
Pertama membentuk menajemen humas, kemudian bekerja dengan Pers, dan
bertindak sebagai pengambil keputusan tertinggi dimana Ivy Lee di tunjuk
sebagai Executif Assistant to President Director dalam struktur manajemen
perusaahan. Kedua Memiliki wewenang penuh dalam melaksanakan fungsi dan
peranan sebagai Pejabat Humas untuk mengelola manajemen Humas/PR. Ketiga
Manajemen Humas, yang notabene terkait dengan manajemen perusahaan
industri pertambangan batu bara tersebut harus bersifat informasi terbuka (open
communnication), baik kepada khalayak/public, pekerja, mampu pihak pers.
Dimana mengacu pada Declaration of principles atau prinsip-prinsip dasar. Jadi
Humas pendidikan berdasarkan perkembangannya berawal dari public relation
dan Humas merupakan langkah yang penting untuk menghubungkan antara
individu dengan individu yang lain dalam proses management.

b. Definisi Mangement Humas Pendidikan


Manajemen berasal dari kata manus yang memiliki arti tangan dan agere yang berarti
melakukan. Kemudian kata itu digabungkan menjadi managere yang berarti menangani. Secara
bahasa manajemen berarti memimpin, menangani, mengatur atau membimbing. Sedangkan secara
istilah manajemen merupakan sebuah proses yang khas dan terdiri dari tindakan-tindakan seperti
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya (Morisan,2008). Menurut George R. Terry manajemen adalah "Suatu proses yang
membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan
memanfaatkan baik ilmu maupun seni demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya". Dari
definisi tersebut Terry bisa dilihat fungsi manajemennya sebagai POAC (Planning, Organizing,
Actuating, Controlling). Penempatan manusia (staffing) sangat penting dalam penyelenggaraan
kegiatan manajemen humas. The right man in the right place, penempatan orang yang tepat pada
tempat yang tepat dalam organisasi, membuat kelangsungan aktivitas organisasi tersebut akan
terjamin. Sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara produktif, efektif dan efisien. Adapun
pandangan dari Henry L Sisk mendefinisikan bahwa; “Management is the coordination of all
resources through the processes of planning, organizing, directing, and controlling in order to attain
stated objectives”(Sisk,1969). Artinya manajement adalahlah sebuah kordinasi dari setiap sumber
proses perencanaan, pengorganisasi, penggerakan,dan pengontrolan guna untuk mencapai tujuan
secara objektif. Hal ini pun dilanjutkan oleh Sondang P. Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi
mendefinisikan manajemen merupakan proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka
penerapan tujuan. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Miller, sebagaimana di kutip dalam
tulisan Sufyarma M sebagai berikut; “Management is the prosess of directing and
facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired
goal”
artinya manajemen merupakan proses mengarahkan dan memfasilitasi sebuah
perkerjaan masyarakat secara organisasi grup yang formal guna mencapai goal
yang diinginkan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dirumuskan bahwa manajemen
pendidikan sebagai seluruh proses kegiatanbersama dan dalam bidang pendidikan dengan
memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal, material, maupun spiritual untuk mencapai
tujuan pendidikan (Sufyarma, 2003).
Istilah hubungan masyarakat pertama kali di deklarasikan oleh Presiden
Amerika Serikat, Thomas Jefferson, Pada Tahun 1807(Rahmat, 2016). Humas pada
waktu itu dikaitkan dengan istilah “foreign relations” yang berarti hubungan kerjasama luar negeri
atau antar bangsa. Secara etimologis, “hubungan masyarakat” diterjemahkan dari perkataan bahasa
Inggris public relation, yang berarti hubungan sekolah dengan masyarakat ialah hubungan timbal
balik atara suatu organisasi (sekolah) dan masyarakat. Adapun beberapa teori yang menjelaskan
tentang Humas; The British Insitute of Public Relation mengatakan humas adalah suatu upaya untuk
membangun dan mempertahankan saling pengertian antara organisasi dan masyarakatnya (Morisan,
2008). Dilanjutkan Onong Uchjana Effendy mengatakan bahwa hubungan masyarakat adalah
komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung
fungsi dan tujuan manejemen dengan meningkatkan pembinaan kerja sama dan pemenuhan
kepentingan bersama (Effendy, 2006). Morisa menambahkan bahwa humas merupakan ilmu sosial
yang dapat digunakan untuk menganalisis kecendrungan, memprediksi konsekuensi-konsekuensinya,
menasehati pemimpin organisasi, dan melaksanakan program yang terencana mengenai kegiatan-
kegiatan yang melayani, baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentigan publik. Selanjutnya
Suharsimi Arikunto memberikan definisi bahwa humas merupakan fungsi yang khas antara organisasi
dengan publiknya, atau antara lembaga pendidikan dengan warga di dalam dan masyarakat luar.
Masyarakat adalah orang, lembaga, badan pemerintah dan swasta, pasar, toko dan lain sebagainya
(Arikunto,2003).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas manajemen humas adalah suatu komunikasi dua arah
antara suatu lembaga dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan serta evaluasi dalam usaha pecapaian tujuan organisasi. Manajemen
Humas menurut Mc Elreath dalam bukunya Rosady Ruslan adalah;
“Managing public relations means researching, planing,implementing and
evaluating an array of comunication activities sponsored by the
organization; from small group
meetings to international satellite linked press conference, from simple
brochures to multimedia national campaigns, from open house to
grassroot political campaigns, from public service announcement to crisis
management”(Ruslan,2008).
Manajemen humas berarti penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian suatu kegiatan
komunikasi yang disponsori oleh organisasi; mulai dari pertemuan kelompok kecil
hingga berkaitan dengan konfrensi pers internasional via satelit, dari pembuatan brosur hingga
kampanye nasional melalui multimedia, dari menyelenggarakan acara open hause hingga kampanye
politik, dari pengumuman pelayanan publik hingga menangani kasus manajemen krisis. Pada
dasarnya manajemen hubungan sekolah denganmasyarakat merupakan kegiatan menilai sikap
masyarakat agartercipta keserasian antara masyarakat dan kebijakan organisasi. Karena mulai dari
aktivitas program humas, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi tidak terlepas dari
dukungan,serta kepercayaan citra positif dari masyarakat.
Dalam perkembangan humas, humas menuju ke arah mutual
understanding. Dimana pada era ini humas berupaya menjalin komunikasi dua
arah yang seimbang antara sebuah organisasi dengan publiknya. Sehingga cara-
cara yang digunakan memiliki etika untuk memperoleh dukungan dan
kedudukan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Komunikasi yang dijalan
antara organisasi dan publik pada masa ini adalah two-way assymetrical model
atau hubungan dua arah asimetris. Artinya, hubungan yang ada telah mengenal
feedback dari publik ke organisasi, namun umpan balik tersebut hanya untuk
keuntungan organisasi. Pada akhirnya, humas harus menjadi hubungan dua arah
yang simetris (two-way symtrical model), yaitu hubungan yang terjalin dengan
baik antara kedua belah pihak yang saling mempunyai umpan balik, sebagai
keuntungan bersama-sama, baik organisasi maupun publik.
Teknik komunikasi sekolah
a. Ruang lingkup Humas sekolah
Dalam ruang lingkup humas sekolah, perlu membangun sebuah strategi dimana untuk
membangun sebuah strategi haruslah memahami beberapa hal yang tentu membutuhkan sebuah teknik
di dalamnya. Dalam buku manajemen humas sekolah Rahmat membahas ada dua hal yang perlu di
perhatikan dalam ruang lingkup humas sekolah pertama publik Eksternal (membina hubungan
keluar). Publik Eksternal adalah publik umum (masyarakat). Megusahakan tumbuhnya sikap dan
gambaran publik tarhadap lembaga yang diwakilinya. Adapun yang perlu diperhatikan dalam
mengatur publik Eksternal yaitu; Press relation dimana harus mengatur dan memelihara dengan pers
umum, Government Relation mengatur dan memelihara hubungan dengan pemerintah, Community
Relation mengatur dan memelihara hubugan dengan masyarakat. Customer relation mengatur dan
memelihara hubungan dengan para langganan, sehingga hubungan itu selalu dalam situasi bahwa ada
orang yang membutuhkan pendidikan.
Hal yang kedua, Publik Internal (membina hubungan kedalam) publik
yang menjadi bagian dari unit, badan, perusahan atau organisasi itu
sendiri. Tujuan hubungan masyarakat ke dalam ialah pada hakikatnya
untuk meningkatkan kegairahan bekerja para, guru, tenaga akademik,
karyawan lembaga atau instansi yang bersangkutan. Sebagai garis besar
dapat disimpulkan sebagai berikut, Internal public meliputi;
Employee Relations. Memelihara hubungan khusus antara manajemen
dengan guru dalam kepegawaian secara formal. Misalnya mengenai
penempatan, pemindahan, kenaikan pangkat, pemberhentian, pensiun
dan sebagainya. Human Relations. Memelihara hubungan khusus antara
sesama warga dalam sekolah secara informal, sebagai manusia (secara
manusiawi). Pergaulan antara manusia, bukan sebagai hubungan manusia
secara formal. Labour Relations. Memelihara hubungan antara kepala
sekolah dengan komite serta turut menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul. Mengadakan tindakan-tindakan preventif mencegah kesulitan-
kesulitan yang timbul, karenanya turut melancarkan hubungan yang
harmonis antara kedua belah pihak. Stockholder Relations, Industrial
Relations. Sesuai dengan sifat dan kebutuhan sekolah yaitu mengadakan
hubungan dengan para pemegang saham.

b. Strategi Humas Sekolah


Dalam pendidikan, terdapat beberapa substansi penting
manajemen, yaitu sebagai berikut ; Pertama Manajemen merupakan
suatu proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh sekolah
sebelumnya. Kedua dalam upaya pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan sekolah, manajemen melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
Ketiga Penggunaan istilah “leading” menekankan pada pembimbingan
dan keteladanan, sedangkan “motivating” menekankan pada penyadaran
kepada bawahan agar tergerak untuk melakukan kegiatan yang
diharapkan oleh pimpinan. Sedangkan fungsi “staffing” dapat
ditempatkan sebagai fungsi terpisah dari fungsi-fungsi lain, atau dapat
dirangkum dalam satu istilah organizing. Keempat Manajemen dapat
dirumuskan juga sebagai suatu proses mencapai tujuan organisasi dengan
cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian,
pemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi. Jadi, untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan, perlu menggunakan
seluruh sumber daya yang terdapat dalam organisasi, termasuk pekerjaan
para anggotanya, yang harus direncanakan, diorganisasikan, dipimpin dan
dikendalikan.
Dalam pelaksanaan pekerjaannya, seorang praktisi humas akan
menggunakan konsep konsep manajemen untuk memper-mudah
pelaksanaan tugas tugasnya, seperti membuat rencana, melakukan
persiapan persiapan, melakukan aksi dan komunikasi, dan ditutup dengan
tindakan pengendalian yang disebut evaluasi(Rahmat, 2016).
Strategi management untuk humas pendidikan. Dalam tulisan
Rahmat,ia mengutip langkah-langkah yang diberikan oleh Pearce dan
Robinson sebagai berikut; menentukan misi perusahaan, termasuk di
dalamnya adalah pernyataan yang umum mengenai maksud pendirian,
filosofi, dan sasaran. mengembangkan company profile yang
mencerminkan kondisi internal perusahaan dan kemampuan yang
dimilikinya. Penilaian terhadap lingkungan eksternal perusahaan, baik
dari segi semangat kompetitif maupun secara umum. Analisis terhadap
peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan pilihan-pilihan).
Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk
memenuhi tuntutan misi perusahaan. pemilihan strategi atas tujuan
jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan tersebut. Mengembangkan tujuan tahunan dan rencana jangka
pendek yang selaras dengan tujuan jangka panjang dan garis besar
strategi. Implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber
yang tercantum pada anggaran (budget) dan memadukan rencana
tersebut dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi, dan sistem
balas jasa yang memungkinkan. Review dan evaluasi atas hal-hal yang
telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai suatu proses
untuk melakukan kontrol dan sebagai input bagi pengambilan keputusan
di masa depan.
Selanjutnya sebagai seorang humas, perlu memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut; Pertama Humas perlu mengembangkan tujuan formal
seperti komunikasi, akurasi, pemahaman, persetujuan, dan perilaku
tertentu terhadap program-program kampanye komunikasinya.
Kedua,Humas harus mengembangkan program resmi dan kampanye
komunikasi yang jelas untuk menjangkau tujuan di atas. Ketiga Humas,
khususnya para pelaksana, memahami permasalahan dan dapat
menerapkan kebijakan kampanye komunikasi.
Keempat, Humas harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan
tugasnya untuk memenuhi pencapaian objective dan mengurangi konflik yang
mungkin muncul di kemudian hari.

Pemasaran sekolah
Pemahaman tentang marketing jasa pendidikan sebenarnya tidak lepas dari
konsep bisnis dan konsep perusahaan (corporate). Namun, konsep marketing dalam dunia
pendidikan sudah sejak lama digaungkan di dunia sejak lama, lebih tepatnya pada tahun
1970 di Amerika Serikat (Alma, 2003). Kotler (1999) memberikan definisi yang paling
mendasar tentang marketing:
“What does the term marketing mean? Marketing must be understood not in the old
sense of making a sale - 'selling' - but in the new sense of satisfying customer
needs. Many people think of marketing only as selling and advertising. And no
wonder, for every day we are bombarded with television commercials, newspaper
ads, direct mail and sales calls. Someone is always trying to sell us something. It
seems that we cannot escape death, taxes or selling!”.
Kotler memberikan penekanan pada kata customer needs yang merupakan terminologi paling
benar terhadap makna dari marketing, yaitu kegiatan marketing adalah memuaskan
pelanggan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Pendidikan merupakan produk yang berupa jasa, yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Rahmat, 2016):
1) Lebih bersifat tidak berwujud dari pada berwujud.
2) Produksi dan konsumsi bersamaan waktu.
3) Kurang memiliki standar dan keseragamaan.
Terkait dengan jasa pendidikan, baik Kotler maupun ahli pemasaran lainnya, setuju dan
sepakat bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu termasuk non-profit
organization (Kotler, 1999); yaitu kegiatan melayani konsumen yang berupa murid, siswa,
atau mahasiswa, dan juga masyarakat umum yang dikenal dengan stakeholder (Alma, 2003).
Lembaga pendidikan yang pada hakikatnya bertujuan memberi layanan, akan
memberikan layanan tersebut kepada pihak yang ingin dilayani, pihak yang dilayani
ingin memperoleh kepuasan dari layanan tersebut. Layanan ini dapat dilihat dalam berbagai
bidang, mulai dari layanan yang berbentuk fisik, sampai pada layanan yang berbentuk
fasilitas dan proses yang bermutu. Inilah yang disebut konsep sebenarnya dari marketing.
Pemasaran pendidikan mempunyai 7 elemen pokok, yaitu :
1. Product, merupakan hal yang paling mendasar yang akan menjadi pertimbangan
preferensi pilihan bagi customer, merupakan segala sesuatu yang dapat
ditawarkan kepada customer yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginannya.
2. Price, merupakan elemen yang berjalan sejajar dengan mutu produk, dimana
apabila mutu produk baik, maka calon siswa berani membayar lebih tinggi apabila
dirasa dalam batas kejangkauan pelanggan pendidikan.
3. Place, adalah letak lokasi sekolah mempunyai peran yang sangat penting,
karena lingkungan dimana jasa disampaikan merupakan bagian dari nilai dan
manfaat jasa yang dipersep sikan cukup berperan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan pilihan.
4. Promotion, merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yaitu aktivitas
pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk,
atau mengingaatkan pasar sasaran atas lembaga dan produknya agar bersedia
menerima, membeli dan loyal pada produk yang di tawarkan oleh lembaga tersebut.
5. People, ini menyangkut peran pemimpin dan civitas akademika dalam
meningkatkan citra lembaga, dalam arti semakin berkualitas unsur pemimpin
dan civitas akademika dalam melakukan pelayanan pendidikan maka akan
meningkat jumlah pelanggan.
6. Physical evidence, merupakan sarana dan prasarana yang mendukung proses
penyampaian jasa pendidikan sehingga akan membantu tercapainya janji lembaga
kepada pelanggannya.
7. Process, ini adalah penyampaian jasa pendidikan merupakan inti dari seluruh
pendidikan, kualitas dari seluruh elemen yang menunjang proses pendidikan
menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan proses
pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi terhadap pengelolaan lembaga
pendidikan dan citra yang terbentuk akan membentuk circle dalam merekrut
pelanggan pendidikan.
Konflik dan negosiasi
Dalam sebuah lembaga yang memiliki banyak orang berbeda dengan latar belakang
berbeda pula akan ada banyak peran, pertimbangan, pemikiran, kebutuhan yang muncul. Hal
tersebut membuat lembaga tidak dapat terhindar dari konflik-konflik yang perlu diselesaikan.
Lembaga pendidikan pun tidak terlepas dari hal tersebut dan oleh karenanya lembaga
pendidikan perlu menyadari konflik yang terjadi agar dapat menyelesaikan atau
meminimalisir konflik.
Kata konflik dalam bahasa Yunani disebut dengan configere atau conflictum yang berarti
saling berbenturan. Arti kata ini menunjukkan pada semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi
yang antagonis atau bertentangan. Dapat pula diartikan bahwa konflik merupakan relasi-
relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan,
interes-interes eksklusif yang tidak bisa dipertemukan, sikap emosional yang bermusuhan,
dan struktur-struktur nilai yang berbeda (Hendyat, 2010).
Afzalur Rahim (Efendi, 2015) menyatakan bahwa konflik merupakan keadaan interaktif
antar individu, kelompok dan organisasi yang menghasilkan sebuah situasi tidak cocok,
pertentangan, dan perbedaan. Senada dengan pendapat Afzalur, Ross Stagner yang dikutip
oleh J. Winardi yaitu, konflik merupakan sebuah situasi di mana dua orang (atau lebih)
menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang
di antara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin cicapai oleh kedua belah pihak. Wahjosumidjo
(2002) memberikan definisi yang sederhana dalam mendefinisikan konflik yaitu, "segala
macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan".
Clinton F. Fink (1968) mendefenisikan konflik sebagai berikut:
a. Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan
tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan; interest-interest eksklusif dan tidak
bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan dan struktur-
struktur nilai yang berbeda.
b. Konflik adalah interaksi yang antagonistis, mencakup tingkah laku lahiriah
yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol,
tersembunyi, tidak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka,
kekerasan perjuangan tidak terkontrol, benturan laten, pemogokan, huru-hara,
makar, perang dan lain-lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut konflik merupakan sebuah kondisi baik
secara psikologis maupun lahiriah yang muncul akibat interaksi antar individu, kelompok dan
organisasi yang saling bertentangan, berbeda, tidak sesuai, dan mengandung sifat berlawanan.
Winardi (2004) mengemukakan beberapa hal yang menjadi sumber terjadinya konflik
dalam organisasi yaitu:
1. Interdependensi Arus Kerja (Work-Flow Interdependence)
Suatu organisasi harus dimanage sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian
interdependen, yang masing-masing melaksanakan fungsi-fungsi khusus, tetapi
terkoordinasi dalam wujud pembagian kerja. Andaikata interdependensi arus
kerja adalah demikian rupa hingga seseorang atau kelompok harus
mengandalkan diri pada kontribusi-kontribusi dari pihak lain untuk
melaksanakan tugas mereka, maka kondisi-kondisi yang muncul matang untuk
terjadinya konflik.
2. Asimetri (Asymetry)
Konflik karena asimetri cenderung terjadi, apabila seseorang yang memiliki
kekuasaan rendah memerlukan bantuan, oarng yang memiliki kekuasaan tinggi
yang tidak beraksi terhadap permintaan tersebut dan apabila orang-orang yang
memiliki nilai-nilai yang secara dramatik berbeda sekali dipaksa untuk bekerja
sama melaksakan suatu tugas atau apabila seseoarng yang berstatus tinggi
diharuskan untuk berinteraksi dengan dan mungkin tergantung pada pihak lain
yang berstatus rendah.
3. Ambiguitas Peranan (Role Ambiguity or Domain Ambiguity)
Kurangnya pengarahan yang cukup atau kejelasan tujuan-tujuan serta tugas-
tugas bagi orang-orang dalam peranan kerja mereka dapat menyebabkan
timbulnya situasi penuh stress dan yang cenderung menimbulkan konflik. Pada
tingkat kelompok atau departemen, hal tersebut sering kali muncul sebagai
ambiguitas domain-domain atau juridiksi-juridiksi. Maksudnya, dua kelompok
cenderung berkonflik apabila tidak ada satupun diantara mereka memahami
siapa yang bertanggung jawab terhadap apa.
4. Kelangkaan Sumber Daya (Resource Scarcity)
Kebutuhan-kebutuhan aktual atau yang dipersepsi persaingan mendapatkan
sumber-sumber daya langka, menyebabkan hubungan-hubungan kerja antara
individu-individu atau kelompok-kelompok cenderung mengalami konflik. Hal
tersebut terutama relevan bagi setiap individu-individu atau kelompok-kelompok
yang berada dalam organisasi-organisasi yang sedang mengalami kemunduran,
berbeda dengan organisasi-organisasi yang sedang berkembang. Sumber-sumber
daya biasanya langka dalam masa mundurnya suatu organisasi dengan akibat
bahwa sering kali terjadi pemotongan-pemotongan atau pengurangan-
pengurangan (budget). Mengingat bahwa berbagai orang atau kelompok-
kelompok berupaya untuk memposisikan diri mereka sedemikian rupa, sehingga
mereka dapat meraih bagian maksimum dari perbedaan sumber-sumber daya
yang ada, maka pihak lain akan menentangnya atau melaksanakan tindakan-
tindakan kontra guna mempertahankan kepentingan mereka masing-masing.
Sumber-sumber daya bersifat esensial bagi ketahanan dan kemakmuran individu-
individu atau kelompok-kelompok di dalam organisasi-organisasi. Akibatnya
kelangkaan sumber daya sering kali menyebabkan timbulnya konflik.
Maddux (2001) menyebutkan lima pendekatan dasar untuk menyelesaikan konflik.
Kelima pendekatan tersebut bisa digunakan oleh kepala sekolah sebagai strategi untuk
menyelesaikan konflik di sekolah; yaitu: menghindari, akomodasi, menang/kalah, kompromi,
dan kolaborasi penyelesaian masalah:
1. Menghindari
Merupakan reaksi yang dilakukan oleh satu orang atau kedua belah pihak dalam
upayanya tidak terlibat dengan masalah-masalah yang dapat menimbulkan
perbedaan atau pertentangan. Kecenderungan untuk menghindari konflik dapat
juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa konflik dapat merugikan dan
dianggap tidak sopan, apabila isu konflik tidak penting dan dampak negatif lebih
besar daripada manfaat/keuntungannya.
2. Akomodasi
Pimpinan atau satu orang mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan orang
lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan pihak lain,
atau suatu sikap menyetujui, tidak agresif, kooperatif, bahkan dengan
mengorbankan keinginan pribadi.
3. Menang/kalah
Bersifat konfrontatif, menuntut, dan agresif. Strategi ini juga bisa disebut sebagai
kompetisi atau persaingan, yang merupakan suatu bentuk perjuangan apabila dua
pihak berlomba untuk berebut untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Jika
dalam suatu kompetisi tidak disertai aturan yang jelas, maka kompetisi mudah
berkembang menjadi pertikaian yang tidak dapat dikendalikan dan cenderung
yang kuat menang.
4. Kompromi
Merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah yang dapat
diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Mementingkan pencapaian sasaran
utama semua pihak serta memelihara hubungan baik (agresif namun kooperatif).
Agar dalam suatu kompromi tidak ada pihak yang dirugikan, maka masing-
masing pihak harus saling mengerti dan memahami, sehingga kedua pihak
mendapatkan apa yang diinginkan.
5. Kolaborasi (penyelesaian masalah) atau kerjasama
Merupakan kesediaan untuk menerima kebutuhan pihak lain. Kolaborasi sangat
berguna jika masing-masing pihak yang sedang berkonflik mempunyai tujuan
yang berbeda dan kompromi tidak dapat dilakukan. Kolaborasi bertujuan untuk
mendapatkan keinginan dari masing-masing kelompok, sehingga kedua belah
pihak menang dan tidak ada yang dikalahkan. Hal ini bisa terjadi jika pihak-
pihak yang terlibat konflik mau membicarakan pokok permasalahan secara
terbuka, sehingga solusi saling menguntungkan dapat ditemukan tanpa
merugikan satu pihak pun.
Menurut Robbins (2003) terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Pandangan
tradisional memandang konflik secara negatif dan disamakan dengan istilah kekerasan,
perusakan dan ketidakrasionalan untuk konotasi negatifnya. Konflik dapat memiliki sifat
dasar yang merugikan dan harus dihindari. Dalam pandangan hubungan manusia menyatakan
bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi.
Karena konflik itu tak terelakkan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan
konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan adakalanya konflik membawa manfaat
pada kinerja kelompok atau organisasi. Dalam pandangan interaksionis, konflik justru di
pandang penting keberadaanya menurut pendangan interaksionis. Menurut pandangan ini
konflik harus di tumbuhkan karena jika organisasi selalu terdiri atas anggota-anggota yang
selalu kooperatif, damai, dan tenang hanya akan membawa kearah apatis, anti perubahan,
alias jauh dari inovasi. Tentunya konflik yang ditumbuhkan berada dalam keadaan yang
masih dapat dikontrol atau sekedar cukup untuk membuat kelompok dinamis, kritis, dan
kreatif.

Kesimpulan
Humas atau hubungan masyarakat dalam pendidikan berperan penting bagi keberlangsungan
suatu lembaga pendidikan. Humas pendidikan berhubungan dengan beragam kelompok
seperti pers, pemerintah, masyarakat, konsumen, karyawan, warga sekolah, komite, dan
stockholder. Manajemen humas pendidikan dapat menolong dalam pemasaran pendidikan
sehingga sebuah lembaga pendidikan dapat memberikan suatu jasa yang memenuhi
kebutuhan masyarakat. Serta ketika terjadi konflik dalam lembaga pendidikan humas dapat
berperan dalam menangani konflik bahkan meminimalisir terjadinya konflik.

Anda mungkin juga menyukai