Anda di halaman 1dari 14

Referat

ECT MECTA dan Prosedur

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Jiwa Aceh
Banda Aceh

Oleh:
Ega Gusmela
1607101010080

Pembimbing:
dr. Fazil Amris, Sp. KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ECT MECTA
& Prosedur”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang
telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Aceh.
Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Fazil
Amris, Sp. KJ yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan
ilmu kedokteran jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk referat ini.

Banda Aceh, 01 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................2
1. Defenisi ECT MECTA.............................................................................................2
2. Sejarah ECT MECTA.............................................................................................2
3. Indikasi Penggunaan ECT MECTA......................................................................6
4. Prosedur Penggunaan ECT MECTA.....................................................................6
5. Manfaat ECT MECTA............................................................................................8
6. Dampak ECT MECTA............................................................................................8
BAB III................................................................................................................................9
KESIMPULAN..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

ECT ( Electro-Convulsive Therapy ) merupakan sebuah terapi induksi arus listrik dengan
tujuan untuk meginisiasi kejang melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis pasien.(1)
MECTA ( Monitored Electro-Convulsive Therapy Apparratus ) adalah sebuah produk perangkat
ECT yang memiliki fungsi optimal dalam melakukan pemantauan sistem ECT yang mulai
dipasarkan dan dikenal seluruh dunia sejak tahun 1973.(2)
Awal mula penggunaan ECT MECTA ini muncul adalah ketika ditemukannya pengetahuan
baru bahwa terapi dengan menghasilkan kejang pada pasien dapat bermanfaat pada pasien
skizofrenia. Diawali dengan inisiasi kejang secara farmakologis, ternyata banyak efek samping
yang kurang baik, sehingga para peniliti dan ilmuwan banyak melakukan penelitian. Pada tahun
1937, dua orang dokter asal Italia berhasil melakukan terapi pada pasien gangguan psikiatri berat
melalui pemberian stimulus arus listrik pada pasien. Keberhasilan ini menjadi awal mula para
ilmuwan melakukan penelitian yang dalam sehingga pada akhirnya sebuah perang ECT yang
optimal tercipta, perangkat tersebut diberi nama MECTA ( Monitored Electro-Convulsive Therapy
Apparratus ) (2)
ECT MECTA menjadi pilihan terapi yang baik untuk pasien yang mengalami gangguan
psikiatri berat seperti depresi berat, skizofrenia, gangguan bipolar, dan lainnya. Pertimbangan
penggunaan terapi ECT didasarkan pada kegawatdaruratan dan juga kegagalan terapi farmakologis
yang telah diberikan sebelumnya. (1) Salah satu bentuk kegawatdaruratan untuk dilakukannya
tindakan ECT adalah kecenderungan pasien untuk melakukan tindakan bunuhn diri.(5)
Tindakan terapi ECT memiliki prosedur yang sesuai dengan protokol perawatan klinis
rumah sakit. Sebelum tindakan pemberian stimulus pada pasien, dilakukan tindakan anastesi
terlebih dahulu. Setelah diberikan anestesi sesuai dengan protokol pasien tidak akan merasa
kesakitan selama tindakan berlangsung. Kemudian proses titrasi ndilakukan untuk memastikan
bahwa arus listrik yang distimuluskan dalam keadaan yang seefisien mungkin.(6)
Selain berbagai manfaat terapi yang dirasakan pasien, dampak dari terapi ECT ini tentu
juga ada. Kebanyakan dampak ini akan dialami oleh pasien dewasa. Efek samping yang dialami
pada umumnya adalah berupa gangguan kognitif namun jarang berdampak parah. (2)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi ECT MECTA

ECT ( Electro-Convulsive Therapy ) merupakan sebuah terapi induksi arus listrik dengan

tujuan untuk meginisiasi kejang pada pasien dengan gangguan kejiwaan seperti depresi,

skizofrenia, dan gangguan bipolar . Terapi ini dilakukan pada otak melalui elektroda yang

ditempatkan pada pelipis pasien.(3) MECTA ( Monitored Electro-Convulsive Therapy Apparratus

) adalah sebuah perangkat ECT yang mampu menghasilkan stimulus gelombang nadi dan optimal

dalam memantau EEG serta ECG. Perangkat ini juga mampu untuk menguji keamanan dari sirkuit

listrik sebelum memberikan stimulus, dan memiliki kemampuan untuk membuat titrasi yang hati-

hati pada ambang kejang pasien.(4)

2. Sejarah ECT MECTA

Pada tahun 1934, seorang neuropsikiater bernama Von Meduna menemukan bahwa

orang-orang yang mengalami skizofrenia dapat diterapi melalui “Terapi Kejang”. Pada saat itu,

terapi kejang dilakukan secara farmakologis, yaitu melalui obat-obatan yang dapat menginduksi

terjadinya kejang. Kemudian metode ini terhalang oleh munculnya berbagai efek samping yang

tidak dapat diperkirakan dan dinilai cukup buruk. Kemudian pada tahun 1937, terdapat dua orang

dokter asal Italia yang mencoba melakukan terapi kejang dengan menggunakan stimulasi arus

listrik. Kedua dokter tersebut bernama Cerletti dan Binni. Metode stimulasi arus listrik ini ternyata

berhasil dan menjadi tersebar luas ke seluruh dunia. Pemanfaat stimulasi arus listrik untuk

menginduksi kejang sebagai bentuk terapi ini pada akhirnya dikenal sebagai ECT (Electro-

Convulsive Therapy ). (4)


Pada tahun 1940 – 1950-an, ECT telah secara masif digunakan sebagai terapi berbagai

gangguan jiwa seperti skizofrenia. Pada pertengahan tahun 1950-an, dunia farmakologis pun telah

berkembang, dimana pada masa tersebut ditemukan beberapa alternatif farmakologis yang dapat

digunakan sebagai terapi kejang sehingga membuat angka penggunaan ECT menurun. Namun

tetap saja, alternatif farmakologis yang ada pada saat itu masih sangat terbatas sehingga banyak

psikiater yang mempertimbangkan untuk melanjutkan terapi kejang menggunakan ECT kembali.

(4)

Efek samping adalah hal yang dapat muncul dari sebuah terapi. Begitulah yang terjadi

ECT. Pada masa itu terdapat dugaan bahwa terapi kejang yang diciptakan melalui induksi listrik ini

berkaitan dengan munculnya kebingungan dan amnesia pada pasien. Keadaan tersebut membuat

banyak ilmuwan yang melakukan uji coba terhadap berbagai sinyal stimulus dengan harapan untuk

mengurangi atau bahkan menghilangkan efek samping tersebut. Penelitian tersebut akhirnya

mengarah kepada suatu alat atau perangkat ECT yang mampu menghasilkan stimulus gelombang

denyut nadi. Seorang peniliti ECT yang sudah terkemuka, Paul Blachley, menyatakan bahwa

sebuah perangkat ECT yang baik harus mampu memonitor ECG dan EEG, mampu untuk menguji

keamanan dari sirkuit listrik sebelum memberikan stimulus, dan mampu untuk membuat titrasi

yang hati-hati pada ambang kejang pasien. Setelah melakukan perancangan dan pengujian,

perangkat yang sebelumnya dideskripsikan oleh Blachley tersebut tercipta dan diberi nama

MECTA ( Monitored Electro-Convulsive Therapy Apparratus ). Perangkat ini diperjual belikan

pada tahun 1973 dan menjadi semakin dikenal pada tahun-tahun berikutnya. Seiring berjalannya

waktu, MECTA mengalami peningkatan baik dari sisi spesifikasi maupun kualitas, seperti

peningkatan keamanan dan kemampuan pemantauan signal selama terapi.(4)

Sistem ECT pada umumnya menggunakan sinyal arus bolak-balik (AC) yang ketika

digunakan untuk menimbulkan kejang, elektroda-elektroda yang simetris ditempatkan pada


pasien.Dalam mengelola ECT, penting untuk melakukan kalibrasi pada sistem ECT pada batas

ambang kejang pasien. Proses ini disebut titrasi, sebuah prosedur yang penting untuk memastikan

bahwa kejang yang dihasilkan berada dalam kondisi yang seefisien mungkin sehingga pengobatan

akan lebih maksimal dan efek samping akan menjadi lebih kecil.(4)

Sistem ECT memiliki berbagai koneksi yang disambungkan dengan pasien. Koneksi

pertama adalah elektroda stimulus ECT yang mana melaui elektroda ini sinyal pengobatan kepada

pasien dikirimkan. Sistem ECT jusinyal EEG,ECGga memiliki beberapa input yang digunakan
untuk memantau pasien. Melalui input-input tersebut, sinyal EEG, ECG dan atau OMS (Optical

Motion Sensor) bisa didapatkan. Sistem ECT juga mempunyai layar dimana biasanya para

psikiater melakukan pemantauan pada sistem ECT. Pada sekitar layar antarmuka pengguna

tersebut juga terdapat banyak tombol untuk mengatur parameter yang menggambarkan sinyal ECT.

Pada parameter ini, terdapat frekuensi sinyal, lebar denyut nadi, tingkat arus, dan durasi dari sinyal

ECT. Melalui tombol-tombol tertentu, sinyal dapat diatur secara bebas dari voltase. Arus listrik

yang akan digunakan juga dapat diatur melalui layar sentuh perangkat ECT melalui layar

antarmuka pengguna. Melalui sistem layar sentuh, pengguna dapat dengan cepat berpindah dari

satu perintah menuju perintah lainnya. Terdapat sebuah layar yang digunakan untuk menampilkan

berbagai informasi penting baik sebelum maupun selama proses terapi berlangsung. Sebuah

perekam grafik digunakan untuk menghasilkan salinan dalam bentuk cetak dari sinyal pasien.

Terdapat pula sebuah speaker yang berfungsi sebagai alarm manakala dalam prosesnya terjadi

kesalahan atau eror. Sebuah bagian kontrol stimulus digunakan untuk menginisiasi terapi. Sebuah

remot kontrol juga dapat digunakan untuk memulai stimulus ketika pengguna tidak dapat

menjangkau bagian kontrol stimulus secara langsung, namun ketika menggunakan remot kontrol

yang sistemnya terhubung dengan pedal, secara otomatis bagian kontrol stimulus akan nonaktif

secara otomatis, sehingga pemberian stimulasi melalui remot kontrol tidak akan terganggu.Pusat

dari sistem ECT adalah komputer, yang memiliki empat prosesor, yaitu prosesor sistem, prosesor

keamanan, prosesor sinyal digital, dan prosesor panel depan. Prosesor sistem digabungkan dengan

tombol, layar informasi, layar antarmuka, layar sentuh serta perekam grafik. Prosesor sistem juga

digabungkan dengan bagian bagian pemonitor pasien melalui sebuah blok kontrol sensor. Sistem

komputer juga mempunyai prosesor keamanan yang menciptakan dan menjaga penyampaian

gelombang arus stimulus dan mengkoordinasiberbagai tes keamanan pada sistem ECT.(4)
3. Indikasi Penggunaan ECT MECTA

Terdapat berbagai alasan dipertimbangkannya penggunaan ECT, namun secara garis

besar, umumnya terapi ECT diperuntukkan kepada pasien dengan depresi berat, skizofenia, manik,

dan katatonia. Pada keadaan yang lebih jarang, penggunaan ECT juga direkomendasikan untuk

diberikan kepada pasien dengan Parkinson’s Disease, Neuroleptic Malignant Syndrome, status

epileptikus, perilaku melukai diri pada autisme, OCD ( Obsessive Compulsive Disorder ),

Delirium, kehamilan dan pasca melahirkan.(1)

Berdasarkan literatur lainnya yang juga menyatakan hal serupa, terdapat pula indikasi lain

dilakukannya tindakan ECT terhadap pasien, yaitu persetujuan dari pasien itu sendiri. Mayoritas

dari tindakan ECT dilakukan atas dasar persetujuan langsung dari pasien atas dasar rujukan dari

psikiater yang sebelumnya telah membuat diagnosis terhadap pasien sesuai dengan kriteria. Selain

itu, alasan lain dilakukannya rujukan untuk melakukan tindakan terapi ECT adalah respon yang

buruk terhadap terapi farmakologis yang sebelumnya telah diberikan sebaik mungkin sesuai

dengan aturan.(5)

Pada beberapa kasus, beberapa pasien gangguan jiwa memiliki kecenderungan untuk

melakukan tindakan bunuh diri. Kecenderungan ini juga merupakan indikasi penting untuk

melakukan tindakan ECT. ECT disebut memiliki efektifitas yang tinggi dan cepat dalam

menurunkan kecenderungan melakukan bunuh diri pada pasien dengan depresi berat dan

skizofrenia yang telah resisten terhadap pengobatan.(6)

4. Prosedur Penggunaan ECT MECTA

Tindakan ECT pada pasien diberikan melalui melalui tahap dan protokol perawatan klinis

rumah sakit. ECT dilakukan 2-3 hari dalam seminggu menggunakan sebuah perangkat MECTA

( Mecta Spectrum 5000Q, Max. Output 1152 mC ). Pasien diberikan anestesi menggunakan

thiopentone dan succinylcholine sebagai pelemas otot. Dosis tiopenton diberikan kepada pasien
selama 4 sampai 6 detik. Segera setelah pasien menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran,

biasanya sepuluh sampai lima belas detik setelah dimulainya pemberian tiopenton, suksinilkolin

diberikan selama dua detik. Interval waktu anestesi-ECT (dalam menit dan detik) diukur sejak

dimulainya injeksi bolus thiopentone ke awal pengiriman stimulus ECT, menggunakan prosedur

standar. Interval waktu anastesi-ECT dicatat pada setiap sesi pengobatan ECT dengan

menggunakan bantuan stopwatch. Tindakan anestesi dilakukan melalui tahapan berikut : (6)

1. Pra-oksigenasi awal menggunakan 5-10 l oksigen yang dikirim melalui dua liter self-

inflating resuscitator bag

2. Pemberian anestesi tiopenton (2 - 4 mg/KgBB) melalui intravena, dilanjutkan dengan

pemberian succinylcholine (0,5 – 1 mg/KgBB) sebagai perelaksasi otot.

3. Melakukan hiperventilasi menggunakan udara yang diperkaya dengan oksigen melalui

resusitator sebelum melakukan pemberian stimulus ECT.

Setelah memberikan anastesi, langkah selanjutnya adalah melakukan penentuan besaran

ambang kejang pasien. Ambang batas kejang ditetapkan dengan metode titrasi pada sesi ECT

pertama dan pada ECT berikutnya (7) Berikut adalah diagram prosedur titrasi ECT : (2)
5. Manfaat ECT MECTA

Penggunaan terapi ECT telah menunjukkan hasil yang ampuh dengan efek samping yang

paling ringan. Penelitian dan pengembangan mengenai teknik modifikasi ECT telah menunjukkan

hasil yang baik, dimana didapatkan pada terapi ECT yang ke 2, rasio remisi pasien adalah tinggi.

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan mengenai modifikasi ECT, manfaat yang didapatkan

tidak hanya dari sisi perkembangan pasien, namun juga dari sisi biaya.(8)

ECT telah digunakan diseluruh dunia sebagai terapi untuk pasien dewasa tua yang

mengalami gangguan psikiatri yang berat dan resisten terhadap terapi farmakologis. Pada keadaan

tersebut, terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa ECT merupakan terapi yang paling

efektif dan tersedia dengan cepat untuk pasien dewasa tua dengan depresi, gangguan bipolar, dan

psikosis. ECT juga aman digunakan pada pasien dewasa tua walaupun pasien dewasa tua tersebut

lebih rentan mengalami efek samping. (9)

6. Dampak ECT MECTA

Berbagai terapi yang diberikan kepada pasien pastinya memiliki manfaat, namun

disamping itu kebanyakan tetap memiliki efek samping. Diketahui bahwa penggunaan terapi ECT

dapat menyebabkan gangguan kognitif seperti contohnya defisit memori autobiografikal. (10)

Pada literatur lainnya dikatan bahwa efek samping penggunaan ECT cenderung lebih

besar pada pasien dengan usia dewasa tua. Pada literatur tersebut dijelaskan, 72 jam setelah

pengobatan ECT terakhir kali dilakukan, masih tampak efek gangguan neurokognitif akut pada

pasien. Efek samping ini umumnya berupa gangguan memori jangka pendek.(2)

Terlepas dari keunggulan klinisnya, masih ada kekhawatiran tentang efek samping

kognitif ECT. Efek samping tersebut dapat mencakup disorientasi, amnesia anterograde, dan

amnesia retrograde. Efek samping lain yang telah dilaporkan adalah gangguan perhatian dan

fungsi eksekutif.(11)
BAB III
KESIMPULAN

ECT MECTA merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk melakukan terapi pada
pasien gangguan psikiatri berat seperti depresi berat, skizofenia, gangguan bipolar, keinginan
melakukan bunuh diri yang umumnya sudah mengalami resisten terhadap terapi farmakologis.
Perangkat ini bekerja dengan cara mengalirkan arus listrik dengan tegangan rendah melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis pasien untuk menginisiasi terjadinya kejang sebagai
bentuk terapi terhadap gangguan psikiatri berat yang diderita. ECT terbukti sebagai terapi yang
efektif dalam mengatasi gangguan psikiatri berat. Dampak atau efek samping dari terapi ini ada
namun secara keseluruhan bukan merupakan dampak yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kellner CH, Obbels J, Sienaert P. When to consider electroconvulsive therapy (ECT). Acta
Psychiatr Scand. 2020;141(4):304–15.
2. Porter RJ, Eggleston K. Neurocognitive Effects of Electroconvulsive Therapy—What Do
Patients and Clinicians Need to Know? Am J Geriatr Psychiatry [Internet]. 2020;28(3):317–
9. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jagp.2019.10.017
3. Agustina M. Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Pemberian Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Klien Gangguan Jiwa. J Ilm Ilmu Keperawatan
Indones. 2018;8(03):443–9.
4. Graydon I, Beatty E, Paul S, Us MN, Hauck JA. Therapy Device With Current Adjustment.
2020;1(12).
5. Tor PC, Tan FJS, Martin D, Loo C. Outcomes in patients with and without capacity in
electroconvulsive therapy. J Affect Disord [Internet]. 2020;266(January):151–7. Available
from: https://doi.org/10.1016/j.jad.2020.01.150
6. Tor PC, Bin Abdin E, Hadzi-Pavlovic D, Loo C. Relief of expressed suicidality in
schizophrenia after electroconvulsive therapy: A naturalistic cohort study. Psychiatry Res
[Internet]. 2020;284(January):112759. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.psychres.2020.112759
7. Taylor R, Hadzi-Pavlovic D, Nikolin S, Bull M, Wark H, Leyden J, et al. The anaesthetic-
ECT time interval with thiopentone—Impact on seizure quality. J Affect Disord [Internet].
2019;252(March):135–40. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jad.2019.04.027
8. Sackeim HA, Prudic J, Devanand DP, Nobler MS, Haskett RF, Mulsant BH, et al. The
benefits and costs of changing treatment technique in electroconvulsive therapy due to
insufficient improvement of a major depressive episode. Brain Stimul [Internet].
2020;13(5):1284–95. Available from: https://doi.org/10.1016/j.brs.2020.06.016
9. Hermida AP, Tang Y lang, Glass O, Janjua AU, McDonald WM. Efficacy and Safety of
ECT for Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD): A Retrospective
Chart Review. Am J Geriatr Psychiatry. 2020;28(2):157–63.
10. Porter RJ, Baune BT, Morris G, Hamilton A, Bassett D, Boyce P, et al. Cognitive side-
effects of electroconvulsive therapy : what are they , how to monitor them and what to tell
patients. 2020;1–7.
11. van Kessel MA, van der Vlugt JJB, Spaans HP, Murre JMJ, Verwijk E. Psychotic depressive
subtype and white mater hyperintensities do not predict cognitive side effects in ECT: A
systematic review of pretreatment predictors. J Affect Disord [Internet]. 2020;272(August
2019):340–7. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jad.2020.03.181

Anda mungkin juga menyukai