Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Aspek Legal Etik Pemberian Terapi Electroconvulsive

dalam Keperawatan Jiwa

Dosen pembimbing : RIZKA YUNITA, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun

OlehKelompok 12

1. Ike Fitriah ( 14201.09.17013 )


2. Akidah Akhlak ( 14201.09.17008 )
3. Rieke Dyah Ayu ( 14201.09.17047 )

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PAJARAKAN PROBOLINGGO

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpahan rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
di STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul”Aspek Legal
Etik Pemberian Terapi Electroconvulsive dalam Keperawatan Jiwa”dan dengan
selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong
2. Dr. H. Nur Hamim S.Kep.Ns.,M.Kes sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong
3. Ns.ShintaWahyusari S.Kep.M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi sarjana
Keperawatan
4. Nafolion Nur Rahmat S.Kep.Ns.,M.Kep sebagai sekretaris prodi sarjana keperawatan
5. Riska Yunita S.Kep.Ns.,M.Kep sebagai wali kelas prodi sarjana keperawatan
6. Riska Yunita S.Kep.Ns.,M.Kep sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, 14 Maret 2020


DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB 1 PEMBUKAAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................


2.1 Rumusan Masalah.................................................................................
3.1 Tujuan...................................................................................................
4.1 Manfaat.................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Legal Etis Keperawatan Jiwa Terapi ECT................................


2.2 Proses keperawatan jiwa......................................................................
2.3 Issu dan leggal etik dalam keperawatan jiwa.......................................
2.4 Prinsip etik dalam keperawatan jiwa....................................................
2.5 Dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam................
2.6 Hak-hak Pasien Jiwa............................................................................
2.7 Peram legal perawat dalam keperawatan jiwa.....................................
2.8 Konteks Sosiokultural Asuhan Keperawatan Jiwa..............................

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan..........................................................................................
2.1 Saran ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada praktik keperawatan jiwa, stigma saat ini masih menjadi issu dalam
psikiatri modern, salah satunya tindakan ECT. Stigma tersebut berkaitan dengan
risiko dan efek terapi. masalah pengobatan pasien dengan ECT sangat kompleks.
ECT menimbulkan serangkaian masalah yang bersifat etis moral jika di lakukan
tanpa prosedur yang sesuai dengan standar. Oleh karna itu pemahaman yang
mendalam tentang etik serta penerapannya menjai bagian yang sangat penting dan
mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan (Abdullah, 2011).
Penerapan aspek etik dalam keperawatan jiwa sangat terkait dengan pemberian
doagnosis, perlakuan atau cara merawat, hak pasien, stigma masyarakat, serta
peraturan atau hukum yang berlaku.
Electroconvulsive theraphy adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan
gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan depresi. .
Pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) pada pasien dengan gangguan jiwa
menjadi dilema etik dalam penerapannya karena dilihat dari efek samping yang
dapat terjadi seperti gangguan pada memori. Kode etik keperawatan membantu
perawat dalam pertimbangan moral, dimana prinsip moral dalam praktek
keperawatan tersebut yaitu autonomi, beneficience, Nonmaleficience, justice,
kejujuran dan kesetian menerima pasien tanpa membeda-bedakan pasien. Peran
perawat jiwa dalam menjalankan peran fungsinya yaitu perawat jiwa harus mampu
mengidentifikasi, menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan
pada pasien, keluarga dan komunitas. Oleh karna itu pemahaman yang mendalam
tentang etik serta penerapannya menjai bagian yang sangat penting dan mendasar
dalam memberikan asuhan keperawatan (Abdullah, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek legal etis Keperawatan Jiwa ?
2. Bagaimana Proses keperawatan jiwa pada ECT ?
3. Bagaimana issu dan legal etik keperawatan jiwa pada ECT ?
4. Bagaimana prinsip etik ECT dalam keperawatan jiwa ?
5. Bagaimana dilema etk dan pengambilan keputusan dalam keperawatan jiwa?
6. Apa saja hak-hak pasien jiwa ?
7. peran perawat jiwa dalam pemberian terapi ECT ?
8. Bagaimana Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa ?

1.3 Manfaat
1. Mengetahui aspek legal etis keperawatan iiwa.
2. Mengetahui bagaimana proses keperawat jiwa pada terapi ECT.
3. Mengetahui bagaimana issu dan legal etik kepeawatan jiwa pada ECT.
4. Mengetahui bagaimana prinsip etik ECT dalam keperawatan jiwa.
5. Mengetahui bagaimana dilema etik dan pengambilan keputusan.
6. Mengetahui apa saja hak-hak pasien jiwa.
7. Mengetahui peran perawat jiwa dalam pemberian terapi ECT.
8. Mengetahui bagaimana konteks Sosiokultural dalam Asuhan Keperawatan
Jiwa.

1.4 Tujuan
1. Bagi institusi pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
bacaan di bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi tentang
Aspek Legal Etik Keperawatan jiwa dalam pemberian Terapi
Electoconvulsive
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Legal Dan Etis Pemberian Electroconvulsive Therapy


Pada praktik keperawatan jiwa, stigma saat ini masih menjadi issu dalam
psikiatri modern, salah satunya tindakan ECT. Stigma tersebut berkaitan dengan
risiko dan efek terapi. Beberapa stigma yang muncul mengkritik ECT sebagai
sebuah alat atau terapi yang kejam dan bersifat pemaksaan dalam terapi gangguan
jiwa, masalah pengobatan pasien dengan ECT sangat kompleks. ECT
menimbulkan serangkaian masalah yang bersifat etis moral jika di lakukan tanpa
prosedur yang sesuai dengan standar. Oleh karna itu pemahaman yang mendalam
tentang etik serta penerapannya menjai bagian yang sangat penting dan mendasar
dalam memberikan asuhan keperawatan (Abdullah, 2011).
Etika berasal dari Bahasa Yunani ethos yang berarti karakter, watak
kesuslaan atau adat kebiasaan, yang etika tersebut berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap
sesuatu yang telah di lakukan. Perawat memperhatikan nilai dan moral dalam
bertindak dan memperlakukan orng lain dengan cara tertentu yang konsisten
dengan norma keperawatan. Kode etik keperawatan dapat membantu dalam
memprtimbangkan masalah dengan menggunakan prinsip-prinsip etik keperawatan
Electroconvulsive theraphy adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan
gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan depresi.
ECT merupakan pengpbatan somatik untuk menginduksi kejang grand mal secara
buatan dengan mengalirkan arus listrik ke dalam otak melalui elektroda yang di
pasang pada satu atau dua kedua pelipis (Anonim.2010). pada prosedur tradisional,
aliran lstrik di berikan pada otak melalui dua elektroda dam di tempatkan pada
bagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran terapeutik
untuk menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik
tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya ysng memegang peran penting bukannlah
kejang yang di tampilkan secara motorik, melainkan respon bangkitan listriknya di
otak yang menyebabkan terjadinya perubahan faali dan biokimia otak.
ECT di lakukan dengan mengirimkan sinyal listrik ke otak yang menyebabkan
kejang sementara mesti terlihat menakutkan, tak perlu khawatir karna sebelum
menjalaninya pasien terlebih dahulu di berikan anastesi umum untuk menghilangan
rasa sakit pada tubuh. Rangkaian terapi ECT biasanya di lakukan 6-12 kali selama
beberapa minggu.

Indikasi pemberian terapi ini adalah sebagai berikut :

1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah,


tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingya, ada ide untuk bunuh
diri yang menetap, serta kehilangan berat badan berlebihan).
2. Skizofrenia terutama yang akut, katonik, atau mempunyai gejala afektif
yang menonjol.
3. Mania

Kontraindikasi pemberian terapi ini antara lain :


1. tumor intrakranial, hematoma intrakranial
2. infark miokardiak akut
3. hipertensi berat

Efek samping pemberian terapi ini :


1. atirmia jantung
2. apnea berkepanjangan
3. reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang di gunakan untuk ECT

2.2 Proses Keperawatan Dalam Keperawatan Jiwa

Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan


pada pasien, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang logis, sitematis,
dinamis, dan teratur(Depkes). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah pasien sehingga mutu
pelayanan keperawatan optimal. Kebutuhan dan masalah pasien dapat
diidentifikasikan dan di prioritaskan untuk di penuhi dan di selesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, tidak unik bagi individu klien.

Proses keperawatan merupakan saran atau wahana kerjasama perawat dan klien,
yang umumnya pada awal tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien,
namun pada proses sampai akhir diharapkan peran klien lebih besar dari peran
perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat
diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi atau masalah
teratasi. Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu
perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah
keperawatan klien atau memenuhi kebeuthan klien secara ilmiah, logis, dan
terorganisasai. Pada dasarnya proses keperawatan merupakan salah satu teknik
penyelesaian masalah.

Pelaksanaan proses keperawatan jiwa bersifat unik, karna sering kali pasien
memperlihatkan gejala yang berbeda untuk kejadian yang sama, masalah pasien
tidak dapat dilihat secara langsung, dan penyebabnya bervariasi. Pasien banyak
yang mengalami kesulitan menceritakan permasalahan yang di hadapi, sehingga
tidak jarang pasien menceritakan hal yang sama sekali berbeda dengan yang di
alaminya . perawat jiwa di tuntut memiliki kejelian yang dalam saat melakukan
asuhan keperawatan . proses keperawatan jiwa di mulai dari pengkajian (termasuk
analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis, pembuatan
kriteria hasil, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Manfaat proses keperawatan dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. Manfaat bagi perawat


a. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Tersedia pola pikir atau kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan
terorganisasi
c. Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan perawat
bertanggung jawab dan bertanggung gugst.
d. Peningkatan kepuasan kerja
e. Sarana atau wahana desiminasi IPTEK keperawatan
f. Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.
2. Manfaan bagi klien
a. Asuhan yang diterima bermutu dan di pertanggungjawabkan secara ilmiah
b. Partisipasi meningkatkan dalam menuju perawatan mandiri (indentpendent
care)
c. Terhindar dari malpraktik

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan


tantangan yang unik karna masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat di lihat
langsung seperti pada maslah kesehatan fisik, memperlihatkan gejala yang berbeda,
dan muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian
saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda. Banyak klien dengan maslah
kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan
hal yang berbeda dan kontraindikasi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam
menyelesaikan maslah juga bervariasi. Hubungan saling percaya antara perawat dan
klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan
jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
kemampuan yang di miliki. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta
dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya pada klien yang
menimbulkan keributan dan yang tidak membahayakan, hal ini harus di hindari
karena :

1. Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut berperan
serta
2. Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam
mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai.
3. Dengan berperan serts maka klien belajar bertanggung jawab terhadap
perilakunya.
PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang di kumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping
dan kemampuan koping yang di miliki klien (Stuart dan Sundeen, 1995). Cara
pengajian berfokus pada 5 (lima) dimesni yaitu fisik, emosional, intelektual, soaial
dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :

1. Identitas klien
2. Keluhan utama atau alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik atau biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping

Data yang di dapat dapat di kelompokkan menjadi dua macam yaitu :

1. Data objektif yang di temukan secara nyata. Data inidi dapatkan melalui
observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
2. Data subjektif adalah data yang di sampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarga.

Data yang langsung di dapat oleh perawat di sebut sebagai data primer, dan
data yang di ambil dari hasir pengkajian atau catatan tim kesehatan lain di sebut
sebagai data sekunder.

DIAGNOSA

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau


potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu permasalahan (P) berhubungsn dengan
etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan
diagnosa keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah di buat.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan


umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan dan rasional. Rencana tindakan
keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat di laksanakan untuk
mencapai setiap tujuan khusus. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah.
Tujuan ini dapat di capai jika tujuan khusus yng di tetapkan telah tercapai. Tujuan
khusus berfokus pada penyelesaian etiologi. Tujuan ini merupakan rumusan
kemampuan pasien yang harus di capai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas
tiga aspek yaitu sebagai berikut

a. Kemampuan kognitif di perlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis


keperawatan.
b. Kemampuan psikomotor di perlukan agar etiologo dapat selesai
c. Kemampuan afektif perlu di miliki agar pasien percaya akan kemampuan
menyelesaikan masalah.

IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN

Sebelum tindakan keperawatan di implementasikan perawat perlu


memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi
pasien saat ini(here and nov). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah
mempunyai kemampuan interpersonal,intelektual,dan teknikal sesuai dengan
tindakan yang akan dilaksanakan. Setalah tidak ada hambatan lagi,maka tindakan
keperawatan bisa di implementasikan.

EVALUASI

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan


keperawatan pada pasien. Evaluasi ada 2 macam yaitu: 1. Evaluasi proses atau
evaluasi formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan 2.
Evaluasi hasil sumatif,yang dilakukan dengan membandingkan respons pada pasien
tujuan khusus dan umum yang telah di tetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut :
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan
O : responns objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada,muncul masalah baru,atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

Rencana tidak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.


1. Rencana di lanjutkan (jika masalah tidak berubah)
2. Rencana modifikasi (jika masalah tetap,sudah dilaksanakan semua tindakan
tetapi hasil belum memuaskan)
3. Rencana di batalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada) Rencana selesai jika tujuan sudah mencapai dan
perlu di pertahankan keadaan baru.

2.3 Issu dan Legal Etik Terapi Electrokonvulsif (ECT) dalam keperawatan jiwa

Pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) pada pasien dengan gangguan


jiwa menjadi dilema etik dalam penerapannya karena dilihat dari efek samping
yang dapat terjadi seperti gangguan pada memori ( retrograde dan anterograde
amnesia ) menjadi pertimbangan dalam pelaksanaannya. Studi etik dalam
perawatan kesehatan menekan pada pemecahan dilema etik yang sering terjadi
karena telah begitu banyak situasi yang membingungkan secara moral muncul
dalam perawatan kesehatan, namun etik tidak boleh berkurang menjadi hanya
suatu pertimbangan terhadap masalah sulit. Etik keperawatan dihubungkan
dengan hubungan antar masyarakat dan dengan karakter serta sikap perawat
terhadap orang lain. Pengetahuan perawat diperoleh melalui keterlibatan pribadi
dan emosional dengan orang lain dengan ikut terlibat dalam masalah moral
mereka, (Bowrn 2014). Etik keperawatan merupakan sudut pandang pada apa
yang baik dan benar untuk kesehatan dan kehidupan manusia. Mengarahkan
bagaimana seorang perawat harus bertindak dan berinteraksi dengan orang lain.
Perawat etis bertindak dan memperlakukan orang lain dengan cara tertentu yang
konsisten dengan norma keperawatan.

2.4 Prinsip etik dalam keperawatan jiwa

Kode etik keperawatan membantu perawat dalam pertimbangan moral, dimana


prinsip moral dalam praktek keperawatan tersebut yaitu :

a. Autonomi

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih rencana kehidupan dan


cara mengatur dirinya. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai
individu yang dapat memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Setiap tindakan
keperawatan harus melibatkan pasien dan berpartisipasi dalam membuat
keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan. Dalam pemberian
terapi pasien memiliki kebebasan menerima semua prosedur terapi yang akan
diberikan.

b. Beneficience

Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang
lain. Perawat secara moral berkewajiban membantu orang lain melakukan
sesuatu yang menguntungkan dan mencegah timbulnya bahaya. Dilihat dari
tujuan pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) baik untuk kesembuhan
pasien jiwa dan sesuai dengan prinsip tersebut.

c. Nonmaleficience

Merupakan penghindaran dari bahaya, dapat dilihat kontinum rentang dari


bahaya yang tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan
melakukan yang baik. Menuntut perawat menghindari yang membahayakan
pasien selama pemberian asuhan keperawatan. Dari prinsip ini pemberian
electroconvulsive therapy ( ECT ) tidak sesuai karena dapat menimbulkan
bahaya, namun jika dilihat dari tujuan pemberian pelaksanaan terapi ini sesuai
dengan prinsip beneficience yang semata-mata untuk kesembuhan pasien jiwa.
d.  Justice

Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil terhadap semua pasien
sesuai dengan kebutuhan. Setiap individu mendapat tindakan yang sama
berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan
seseorang. Prosedur terapi ini pada setiap orang yang menerimanya akan sama
dalam setiap pelaksanaannya.

.     e. Kejujuran, Kesetiaan dan Kerahasiaan

Kejujuran adalah kewajiban untuk mengungkapkan yang sebenarnya atau


tidak membohongi pasien didasarkan pada hubungan saling percaya.
Kerahasiaan adalah kewajiban untuk  melindungi informasi rahasia. Kesetiaan
adalah kewajiban untuk menepati janji. Dalam pelaksanaan terapi ini perawat
harus secara jujur memberi informasi mengenai segala tindakan yang akan
dilakukan baik itu tujuan, efek samping maupun biaya dari tindakan yang akan
dilakukan.

2.5 Dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam Keperawatan JIwa

Dalam perawatan kesehatan, pasien jiwa dan keluarga seringkali memiliki


persepsi yang berbeda yang sebabkan oleh penyakit pasien, kurang informasi teknis,
regresi yang disebabkan oleh rasa sakit dan penderitaan, serta lingkungan yang tidak
dikenal. Peran perawat sebagai pelindung sangat penting dalam etik keperawatan.
Dari semua prinsip tersebut pasien jiwa atau keluarga berhak menerima informed
consent sebelum terapi dilaksanakan. Dalam hal ini pasien berhak mengetahui segala
informasi mengenai prosedur pelaksanaan electroconvulsive therapy ( ECT ), indikasi
dan kontraindikasi pemberian, mekanisme kerja, hasil yang akan didapat dan efek
sampingnya. Menurut perundangan WHO tentang kesehatan jiwa menyatakan ECT
harus diberikan hanya setelah memperoleh informed consent. Sesuai dengan UU
No.29/2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 52 : Pasien, dalam menerima
pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis; dan Mendapatkan isi rekam medis.

2.6 Hak-hak Pasien Jiwa

Beberapa aturan di indonesia sering mendiskreditkan pasien gangguan


jiwa,yaitu seseorang yang mengalami gangguan jiwa tanda tangannya tidak sah.
Dengan demikian,semua dokumen(KTP,SIM,Paspor,surat nikah,surat wasiat atau
dokumen apapun) tidak sah jika tanda tangani pasien gangguan jiwa. Haruskah
demikian? Bagaimana dengan hak pasien sebagai warga negara umumnya?
Proses rawat inap dapat menimbulkan trauma atau dukungan,yang bergantung
pada institusi,sikap keluarga dan teman,respon staf,serta jenis penerimaaan atau
cara masuk rumah sakit. Ada 3 jenis proses penerimaan pasien yang masuk
kerumah sakit jiwa,yaitu masuk secara informal,sukarelaatau masuk dengan
paksaan. Beberapa ketentuan di atas mungkin tidak berlaku di indonesia,tetapi
perlu diperhatikan hak pasien sebagai warga negara setelah pasien menjalani
perawatan di rumah sakit jiwa. Hak pasien sangat bergantung pada peraturan
perundangan. Menurut undang-undang kesehatan pasal 144 mengatakan
“menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiawaan yang sehat,bebas
dari ketakutan ,tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan
jiwa”. Beberapa hak pasien telah diadopsi oleh banyak negara bagian diamerika
antara lain sebagai berikut.

1. Hak untuk berkomunikasi dengan orang luar rumah sakit.


Pasien bebas untuk mengunjungi dan berbicara melalui telepon secara
leluasa dan mengirim surat tertutup kepada siapapun yang dipilihnya.
2. Hak terhadap barang pribadi.
Pasien berhak untuk membawa sejumlah terbatas barang pribadinya
bersamanya. Namun,bukan menjadi tanggung jawab rumah sakit untuk
keamanan dan tidak membebaskan staf rumh sakit tentang jaminan
keamanan pasien.
3. Hak menjalankan keinginan.
Kemanapun seseorang untuk menyatakan keinginan yang dikenaal sebagai
“surat pasien”. Pasien dapat membuat wasiat yang apsah jika ia (1)
mengetahui bahwa ia membuat suart wasiat, (2) mengetahui sifat besar dan
miliknya, dan (3) mengetahui siapa teman dan keluarganya serta
hubungannya dengan mereka. Tiap kriteria ini harus di penuhi dan
didokumendasikan agar surat wasiat tersebut dapat dianggap apsah.
4. Hak terhadap “habeas corpus”
Semua pasien mempunyai hak,yang memperkenankan pengadilan
hukum,untuk mensyaratkan pelepasan secepatnya baik tiap individu yang
dapat menunjukakan bahwa ia sedang kehilangan kebebasan dan ditahan
secara tidak legal.
5. Hak terhadap pemeriksaan psikiatrik yang mandiri.
Pasien boleh menuntuk pemeriksaan psikiatri oleh dokter yang dipilihnya
sendiri. Jika dokter tersebut menentukan bahwa pasien tidak menderita
gangguan jiwa,maka pasien harus di lepaskan.
6. Hak terhadap keleluasaan pribadi.
Individu boleh merahasiakan beberapa informasi tentang dirinya dari
orang lain. “kerahasiaan” membolehkan pemberian informasi tertentu
kepada orang lain,tetapi snagat terbatas pada orang yang di beri
kewenangan saja. “komunikasi dengan hak istimewa” merupakan suatu
pernyataan legal yang hanya dapat digunakan dalam proses yang berkaitan
dengan pengadilan. Ini berati bahwa pendengar tidak dapat memberikan
informasi yang di peroleh oleh seseorang kecuali pembicara memberikan
izin. Komunikasi dengan hak istimewa tidak termasuk menggunakan
catatan rumah sakit, serta sebagian besar negara tidak memberikan hak
istimewa komunikasi antara perawat dan pasien. Selain itu,terapis
bertanggung jawab terhadap pelanggaran kerahasiaan hubungan untuk
memperingatkan individu yang potensial menjadi korban tindak kekerasan
yang di sebabkan pasien.
7. Hak persetujuan tindakan (informed consent)
Dokter harus menjelaskan tentang pengobatan kepada pasien,termasuk
potensial komplikasi,efek samping dan resiko. Dokter harus mendapatkan
persetujuan pasien,yang harus kompeten,dipahami dan tanpa paksaan.
8. Hak pengobatan.
Kriteria pengobatan yang adekuat didefinisikan dalam 3 area, yaitu:
lingkungan fisik dan psikologis manusia, Staf yang berkualitas dan jumlah
anggota yang mencukupi untuk memberikan pengobatan,serta rencana
pengobatan yang bersifat individual
9. Hak untuk menolak pengobatan.
Pasien dapat menolak pengobatan kecuali jika ia secara legal telah di
tetapkan sebagai tidak berkemampuan. “ketidakmampuan” menunjukan
bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa dapat menyebabkan ketidak
mampuan nya untuk memutuskan dan gangguan ini membuat ia tidak
mampu untuk mengatasi sendiri masalahnya. Ketidak mampuan hanya
dapat dipulihkan melalui sidang pengadilan lain.
Beberapa teori ilmiah dan aturan perundangan ini perlu diperhatikan untuk
menyelesaian masalah jika ada pelanggaran etik. Meskipun demikian,
aturan perundangan hanya berlaku bagi negara yang bersangkutan.

2.7 Peran Legal perawat dalam Keperawatan Jiwa

Pokok pembahasan aspek legal dan etis dalam keperawatan jiwa di awali
dengan pembahasan pera dan fungsi perawat jiwa, domain aktivitas keperawatan
jiwa standart prktik keperawatan jiwa dan penerapan konsep etika dalam
keperawtan jiwa.peran dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang secara
kompeks dsri elemen historis aslinya (stuart, 2002). Peran perawat jiwa sekarang
menckup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien, tanggung jawab fiskal
(keuangan), kolaborasi profesional. Akuntabilitas ( tanggung gugat) sosial, serta
kewajiban etik dan legal. Dengan demikian, dalam memberikan asuhan
keperawatan jiwa perawat di tuntut melakukan aktivitas pada tiga area utama
yaitu :
1. Aktivitas asuhan langsung
2. Aktivitas komunikasi
3. Aktivitas pengolahan/penatalaksanaan manajemen keperawatan.

DOMAIN AKTIVITAS KEPERAWATAN JIWA

Aktivitas Asuhan Langsung Aktivitas Komunikasi Aktivitas


Penatalaksanaan
 Triase pasien  Mengembangkan  Kolaborasi
rencana
penanggulangan
 Pengkajian fisik  Konferensi kasus  Hubungan
klinik konsultasi
 Penatalaksanaan  Dokumentasi asuhan  Penatalaksanaan
pengobatan hasil
 Penyuluhan  Jaringan kerja  Evaluasi knerja
kesehatan perawat profesional
 Informed cnsent  Laporan verbal  Prosedur
tentang asuhan profesional
 Penatalaksanaan  Umpan balik sejawat  Aktivitas
stres peningkatan
kualitas
 Penanganan somatik  Pertemuan tim  Perencanaan
program
 Pengkajian  Manyiapkan laporan  Koordinasi
psikososial pelayanan
 Psikoterapi
 Penanganan
psikologis
Meskipun tidak semua perawat berperan serta dalam semua aktivitas ,
mereka tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang komlen
dari perawat jiwa. Selain itu, perawat jiwa harus mampu melakukan hal-hal
sebagai berikut :

1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.


2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan
keluarga dengan masalah kesehatan yang kompleks dan kondisi yang
menimbulkan sakit
3. Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus, seperti mengorganisasi,
mengkaji, negoisasi, koordinasi dan mengintegrasikan pelayanan serta
perbaikan bagi individu dan keluarga
4. Memberikan pedoman layanan kesehatan kepada individu, keluarga dan
kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di omunitas
kesehatan mental termasuk pemberi pelayanan terkait, dan sistem sosial
yang paling tepat.
5. Meningkatkan, memelihara kesehatan mental serta mengatasi pengaruh
penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling
6. Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit jiwa dengan
masalah fisik.

Dalam menjalankan peran fungsinya, perawat jiwa harus mampu


mengidentifikasi, menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan
pada pasien, keluarga dan komunitas . hasil adalah semua hal yang terjadi pada
pasien dan keluarga ketika mereka berada dalam sistem pelayanan kesehatan,
dapat meliputi status kesehatan.
2.8 Konteks Sosikultural Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa

Dalam setiap interaksi dengan pasien , perawat psikiatri harus menyadarri


luasnya dunia kehidupan pasien dan menyadari bahwa persepsimnya tentang
sehat dan sakit, perilaku mencari bantuan, dan kepatuhan pada pengobatan
tergantung pada keyakinan, norma sosial, dan nilai kultural individu yang unik.
Perawat yang peka secara kultural memahami pentingnya kekuatan sosial dan
kultural bagi individu mengenal keunikan dari asuhan keperawatan ini.
Menghargai perbedaan perawat, pasien dan menggabungkan informasi
sosiokultural ke dalam asuhan keperawatan psikiatri. Beberapa faktor risiko
sosiokultural yaitu Usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, ekonomi, dan
sitem keyakinan.

Faktor predisposisi ini dapat secara bermakna meningkatkan potensi


berkembangnya ganguan jiwa, mengurangi potensi penyembuhan atau keduanya.
Satu atau dua faktor ini sendiri tiak dapat menggmbarkan secara adekuat, konteks
sosiokultural asuhan keperawatan jiwa. Walaupun demikian secara bersamaan
faktor tersebut memberikan gambara sosiokultural pasien yang penting untuk
praktik keperawtan jiwa yang bermutu. Kurangnya kesadaran tentang faktor
resiko dan pengaruhnya terhadap individu, sejalan dengan kurangnya
penghargaan terhadap perbedaan sosiokultural, dapat mengakibatkan asuhan
keperawatan yang tidak memadai.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Electroconvulsive theraphy adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan


gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan depresi
(Anonim.2010). Pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) pada pasien
dengan gangguan jiwa menjadi dilema etik dalam penerapannya karena dilihat
dari efek samping yang dapat terjadi seperti gangguan pada memori. Hak pasien
sangat bergantung pada peraturan perundangan. Menurut undang-undang
kesehatan pasal 144 mengatakan “menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiawaan yang sehat,bebas dari ketakutan ,tekanan dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa”.

3.2 Saran

Setiap pembaca dapat mengerti makalah ini dan memahami tentang Aspek
Legal Pemberian Electroconvulsive theraphy. Dan dapat mengaplikasikannya
dalam praktek keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Keerawatan Kesehatan Jiwa/Ah. Yusuf, Rizky Fitriyasari PK, Hanik Endang
Nihayati. Jakarta, Salemba Medika, 2015

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa / Budi Anna. Jakarta : EGC, 1998

Brown, A.M., Kazer,M.W.(2014) Eletroconvulsive Theraphy : Thoughts for Nursing.

Abdullah, T., Brown,(2011). Mental illeness Stigma and Ethnoucultural

Anda mungkin juga menyukai