Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TERAPI KEJANG LISTRIK


Tugas Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu : Petrus Nugroho DS, S. Kp. MMR

KELOMPOK 2

Disusun Oleh:

1. Latifah Nur Azalia P1337420217049


2. Ni’mah Rahmawati P1337420217053
3. Aniqotun Najah P1337420217055
4. Riskiana Bela Puspa P1337420217060
5. Amalina Nur Fadhilah
P1337420217061
6. Tania Nurjannah P1337420217064
7. Qisti Mahmudatus Salsabila P1337420217069
8. Triadi Singgih Pamungkas P1337420217074
9. Rian Nur Arifah P1337420217076

2B

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2019

1
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb
Dengan segala kerendahan hati dan teriring rasa syukur atas kehadirat Tuhan
Yang Maha ESA yang senantiasa memberi petunjuk dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan dan menyusun laporan ini. Dengan tersusunnya makalah ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Bapak Petrus Nugroho DS, S. Kp. MMR, selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Jiwa yang telah memberikan tugas mata kuliah.
3. Kedua orang tua, penulis, teman kelompok, dan orang lain yang
bersangkutan, sehingga penulis mendapat semangat, dorongan, dan doa untuk
menyelesaikan tugas ini.
Dalam laporan ini, penulis mengangkat judul “Terapi Kejang Listrik”. Di mana
dalam hal ini akan disajikan tentang berbagai informasi tentang Terapi Kejang Listrik itu
sendiri apa, mulai dari sejarah,definisi,indikasi,kontraindikasi dll. Penulis berharap dengan
adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang apa itu Terapi Kejang Listrik,
bagi penulis dan bagi para pembacanya. Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini,
belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun
bagi kemajuan bersama.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa
keperawatan. Kami juga meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan tugas
ini. Kami menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas
ini.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Purwokerto,10 April 2019

PENULIS

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................1

A.......................................................................................................Latar Belakang
..........................................................................................................1
B.......................................................................................................Rumusan
Masalah............................................................................................3
C.......................................................................................................Tujuan
Penulisan .........................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................5

A.......................................................................................................Pengertian
Terapi Kejang Listrik.......................................................................5
B.......................................................................................................Sejarah Terapi
Kejang Listrik...................................................................................5
C.......................................................................................................Indikasi Dan
Kontraindikasi Peemberian ECT......................................................6
D.......................................................................................................Persipan untuk
TEK..................................................................................................7
E.......................................................................................................Tindakan TEK
..........................................................................................................9
F........................................................................................................Mengetahui
Resiko Efek Samping TEK..............................................................9
G.......................................................................................................Metode
Pemberian TEK................................................................................10
BAB III : KESIMPULAN.....................................................................................12

A.......................................................................................................KESIMPULA
N.......................................................................................................12
B.......................................................................................................SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan

angka kejadian 7 per 1000 penduduk (pada wanita dan pria sama ). Diperkirakan

terdapat 4

– 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan

penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri. Studi yang

dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus

skizofrenia disebabkan karena bunuh diri. Faktor resiko bunuh diri pada pasien

skizofrenia terdapat gejala gejala positif terdapat ko – morbilitas depresi,

kurangnya terapi, penurunan tingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan

tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase

awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat , 2009).

Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebesar

2- 3% jiwa setiap tahun. Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah

dengan dipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan

jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan

berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat.

Terapi dalam gangguan jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan

farmakologi tetapi juga dengan psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai

dengan gejala atau penyakit pasien yang akan mendukung penyembuhan

pasien jiwa. Pada terapi

1
modalitas tersebut perlu adanya dukungan keluarga dan dukungan sosial

yang akan memberikan peningkatan penyembuhan karena pasien akan merasa

berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang

dialaminya (Kusumawati, 2010).

Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi

total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi

dan cara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk

menimbulkan kejang grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik

melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua ‘’temples’’(Stuard,2007).

Pada pelaksanaan pengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak

diketahui, tapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan

biokimia dalam otak. Suatu peningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip

efek obat antidepresan. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara

merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang

penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi

ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori (Erlinafsiah, 2010).

Di Sumatera Utara dari data yang diambil dari Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara sebanyak 3097 kali dalam tahun 2010, Electro

Convulsif Terapy diberikan kepada pasien- pasien depresi, halusinasi, waham,

pasien dengan perilaku kekerasan, dan yang mencakup skizofrenia. Peran perawat

dalam pelaksanaan ECT ini sangat penting karena adanya efek samping yang harus
2
segera ditindak lanjuti.

3
Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947) yang dikutip Stuart

Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995) dalam

(Kusumawati, 2010) bahwa peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yaitu

mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien,

mendemonstrasikan penerimaan, respek, memahami klien dan mempromosikan

ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi. Sedangkan menurut Clinton dan

Nelson perawat jiwa harus berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar

klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan

mencintai dan disayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Klien

gangguan jiwa umumnya mengalami gangguan selain fisiologis sebagai keluhan

utama, tetapi selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi terganggu sebagai dampak

terganggunya kebutuhan psikologis. Oleh karena itu, perawat harus berupaya

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan menjalin rasa percaya dan berusaha

memahami apa yang dirasakan oleh klien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari terapi kejang listrik?
2. Bagaimana sejarah terapi kejang listrik?
3. Bagiamana indikasi dan kontraindikasi peemberian ECT?
4. Bagaimana persiapan untuk TEK?
5. Bagaimana tindakan TEK?
6. Bagaimana resiko efek samping TEK?
7. Bagaimana metode pemberian TEK?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kejang listrik.
2. Untuk mengetahui sejarah terapi kejang listrik.
3. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi peemberian ECT
4
4. Untuk mengetahui persiapan untuk TEK.
5. Untuk mengetahui tindakan TEK.
6. Untuk mengetahui resiko efek samping TEK.
7. Untuk mengetahui metode pemberian TEK.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

TEK Terapi elektro konvulsi (TEK) didefinisikan sebagai suatu tindakan terapi
untuk episode depresi berat, mania dan beberapa jenis skizofrenia yang parah dengan
menggunakan aliran listrik singkat dalam jumlah terkendali untuk menghasilkan kejang.
Aktivitas kejang ini diyakini membawa perubahan biokimia tertentu yang dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala (Mankad, 2010).

B. Sejarah

Perkembangan TEK Pada TEK dimana kejang yang terjadi disebabkan oleh
listrik, adalah versi yang dikembangkan dari metode Meduna yang juga dikenal sebagai

5
terapi kimia kejang. (Baran, 2008). Pada tahun 1938, Lucio Cerletti dan Ugo Bini
melakukan induksi listrik pertama dari serangkaian serangan pada pasien katatonik dan
menghasilkan respon pengobatan yang berhasil (Saddock, 2007). Sejak keberhasilan
Lucio Cerletti dan Ugo Bini, terapi kejut listrik yang saat ini disebut sebagai TEK
kemudian menjadi salah satu pengobatan yang paling banyak digunakan sebagai
pengobatan untuk skizofrenia sampai tahun 1970-an, ketika obat antipsikotik menjadi
cara yang lebih efektif mengendalikan gejala psikotik (Noll, 2007). Di Amerika,
American Psychiatric Association pada tahun 1990 merilis dokumen mengenai rincian
khusus, pengiriman, pendidikan, dan pelatihan TEK. Dan pada tahun 2001 American
Psychiatric Association merilis laporan terbaru yang menekankan pentingnya informed
consent, dan memperluas peran TEK dalam kedokteran modern. (Electroconvulsive
therapy history, 2012).

C. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian ECT


1. Indikasi Pemberian ECT

Berdasarkan pedoman American Psychiatric Association (APA) 2001 dan


kumpulan data serta konsensus, sebelum dipertimbangkan untuk TEK pasien harus
memenuhi tiga kriteria berikut ini yaitu:

Diagnosis: Gangguan bipolar, depresi mayor atau mania persisten dengan atau
tanpa gejala psikotik, gangguan skizoafektif,skizofrenia. iv

Keparahan gejala dan derajat gangguan fungsional yang dialami pasien: Berat
atau ada agitasi ekstrim dan berkelanjutan, sedang dengan gejala telah ada bertahun –
tahun, pasien berada pada situasi yang mengancam kehidupan berupa kelemahan
akibat kurang makanan, resiko bunuh diri atau membunuh.

6
Kurangnya respon pengobatan : Kegagalan untuk merespon pada setidaknya
dua uji coba psikofarmakologi yang adekuat. TEK dapat dipertimbangkan segera bila
pasien tidak mampu mentolerir pengobatan psikofarmaka atau tidak dapat menunggu
respon pengobatan psikofarmaka karena mengancam kehidupan. TEK dapat
diindikasikan kembali jika ada riwayat respon positif terhadap TEK (Ghaziudin, 2004;
Sackeim,2005; ECTGuide, 2006; McGorry, 2009; Mankad, 2010)

2. Konraindikasi Pemberian ECT

Pasien dengan gangguan mental disertai adanya gangguan system


kardiovaskuler dan adanya tumor pada otak.

a. Resiko sangat tinggi


 Pasien dengan masalah pernapasan berat yang tidak mampu mentolerir
efek anestesi umum.
 Peningkatan tekanan intracranial (karena tumor otak, hematoma, stroke
yang berkembang, aneurisma yang besar, infeksi SSP), ECT dengan cepat
meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi tentorium. Selalu periksa
adanya papiledema sebelum melakukan ECT.
 Infark Miokard baru atau penyakit miokard berat : ECT sering
menyebabkan aritmia (aritmia menimbulkan CVP pasca kejang atau kapan
saja saat melakukan prosedur ECT) berakibat fatal jika terdapat kerusakan
otot jantung. Tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
b. Resiko sedang
 Osteoartritis berat, osteoporosis atau fraktur yang baru : siapkan selama
terapi (pelemas otot)
 Penyakit kardiovaskuler (misal hipertensi, angina aneurisma/ Angina tidak
terkontrol, aritmia, Gagal jantung kongestif), berikan premedikasi dengan
hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya berada di sana. ECT untuk
sementara meningkatkan tekanan darah, sehingga hipertensi primer berat
harus terkontrol, paling tidak sebelum setiap pengobatan.
 Infeksi berat, cedera serebrovaskular (Cerebrovascular accident/ CVA)
baru, kesulitan bernafas yang kronis, ulkus peptic yang akut,Osteoporosis
berat, fraktur tulang besar, glaukoma, retinal detachment.

D. Persiapan TEK

7
1. Persiapan Pasien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan
yang akan di lakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi
adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
c. Siapkan surat persetujuan.
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT.
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang
mungkin dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum
ECT.
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnoyik,
dan antikonvulsan harus di hentikan beberapa hari sebelumnya karena beresiko
organic.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (Sulfat Atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam
sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan
menurunkan sekresi gastrointestinal.
2. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai
berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah di bungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan NaCl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
3. Persiapan Pra ECT
a. Lengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada
peme¬riksaan jantung dan status neurologic, pemeriksaan darah perifer lengkap,
EKG, EEG atau CT Scan jika terdapat gambaran Neurologis tidak abnormal. Hal
ini penting mengingat terdapat kontraindikasi pada gangguan jantung,
pernafasan dan persarafan.
b. Siapkan pasien dengan, informasi, dan. dukungan, psikologis.
c. Puasa setelah tengah malam.
d. Kosongkan kandung kemih dan lakukan defekasi
8
e. Pada keadaan ansietas berikan 5 mg diazepam 1-2 jam sebelumnya
f. Antidepresan, antipsikotik, diberikan sehari sebelumnya
g. Sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan (dan sejenisnya) harus dihentikan
-sehari sebelumnya.

E. Tindakan TEK
a. TEK dengan prosedur anestesi, Selama tahun-tahun awal TEK diterapkan pada
pasien tanpa anestesi atau relaksasi otot. Sejak tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa
jenis obat diperkenalkan untuk meningkatkan keselamatan dan akseptabilitas TEK.
(Mankad,2010)
b. Teknik TEK, untuk memberikan TEK yang tepat maka ambang kejang pasien
harus terlampaui namun nilai sebenarnya dari jumlah listrik yang diperlukan untuk
melakukan ini tergantung pada parameter stimulus yang dibangkitkan. Setiap mesin
TEK mempunyai ukuran unit yang berbeda-beda untuk membangkitkan stimulus.
Ukuran unit selalu disertakan pada petunjuk manual setiap mesin TEK
(Robertson,1996).
c. Kekerapan tindakan TEK, di United States TEK diberikan 3 kali dalam seminggu,
biasanya untuk 6 - 12 kali pengobatan. Di United Kingdom dan negara lainnya, TEK
diberikan 2 kali dalam seminggu (Mankad, 2010; Dawkins, 2012). TEK diberikan
hingga didapat respon terapi maksimal. Respon maksimal dianggap telah terjadi bila
pasien tidak menunjukan perbaikan gejala lagi (plateau) setelah 2 kali pelaksanaan
TEK mendapat respon klinis yang tidak berbeda (Saddock, 2007).

F. Resiko Efek Samping TEK


Efek samping ECT secara fisik hampir mirip dengan efek samping dari anesthesia
umum. Secara psikis efek samping yang paling sering muncul adalah kebingungan dan
memory loss (75% kasus) setelah beberapa jam kemudian (biasanya hilang satu minggu
sampai beberapa bulan setelah perawatan). Biasanya ECT akan menimbulkan amnesia
retrograde terhadap peristiwa tepat sebelum masing-masing pengobatan dan anterograde,
gangguan kemampuan untuk mempertahankan informasi baru. Beberapa ahli juga
menyebutkan bahwa ECT dapat merusak struktur otak. Namun hal ini masih
diperdebatkan karena masih belum terbukti secara pasti.
Efek samping khusus yang perlu diperhatikan :
a. Efek Cardiovaskuler
 Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
9
 Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardia, hipertensi, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, dysrhythmia)
 ECT dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau kematian (kasus
yang sangat jarang). Orang dengan masalah jantung tertentu biasanya tidak
diindikasikan untuk ECT.
b. Efek Cerebral
 Peningkatan konsumsi oksigen.
 Peningkatan cerebral blood flow
 Peningkatan tekanan intra cranial
 Amnesia (retrograde dan anterograde) – bervariasi, dimulai setelah 3-4
terapi, berakhir 2-3 bulan atau lebih. Lebih berat pada terapi dengan metode
bilateral, jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan
adanya organisitas sebelumnya.
c. Efek lain
 Peningkatan tekanan intra okuler
 Peningkatan tekanan intragastric
 Kebingungan (biasanya hanya berlangsung selama jangka waktu yang
singkat), pusing.
 Mual, Headache/ sakit kepala, nyeri otot.
 Fraktur vertebral dan ekstremitas dan Rahang sakit. Efek ini dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jarang terjadi bila relaksasi
otot baik.
 Resiko anestesi pada ECT
 Kematian dengan angka mortalitas 0,002%

G. Metode Pemberian ECT

Biasanya di berikan 3 x 1 minggu, depresi berat 6-12 x per minggu. Pasien


skizofrenia 10-20 x per minggu.

1. Setelah alat disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata dan
cukup keras. Posisikan hiperekstensi punggung tanpa bantal. Pakaian di kendorkan,
seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
2. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Analsetik barbiturate ini di
pakai untuk menghasilkan koma ringan.
3. Berikan pelumas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
4. Kepala bagian temporal (pelipis) di bersihkan dengan alcohol untuk
tempat electrode menempel.
10
5. Kedua pelipis tempay elektroda menempel dilapisi dengan kassa yang di
basahi cairan NaCl.
6. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang di
bungkus kain di masukkan dank lien di minta menggigit.
7. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan di lapisi kain.
8. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang.
9. Pasang elektroda di pelipis kain kassa basah kemudian tekan tombol
sampai timer berhenti dan di lepas.
10. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat)
11. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
difragma.
12. Bila banyak lendir, di bersihkan dengan slim siger.
13. Kepala dimiringkan.
14. Observasi sampai klien sadar.
15. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan meggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk
terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang di tempelkan
pada pelipis pasien untuk membangkitkan kejang grand mall. Terapi ECT merupakan
perubahan untuk penderita psikiatrik berat, dimana pemberian arus listrik singkat di
kepala di gunakan untuk menghasilkan kejang tonik klonik umum. Pada terapi ECT ini,
ada efek samping yang di hasilkan. Oleh karena itu perawat harus memperhatikan efek
samping yang akan terjadi. Dan peran perawat dalam terapi ECT yaitu sebelum

11
melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan mengantisipasi kecemasan klien
dengan menjelaskan tindakan yang akan di lakukan.

B. Saran

Perlu diperiksa lebih teliti, apabila didapatkan pasien dengan Percobaan Bunuh
Diri (PBD) dan menganggap tidak serius orang yang melakukan PBD, dengan berbagai
cara PBD yang dilakukan menunjukkan keseriusanya orang tersebut. Tindakan PBD yang
menyakitkan misalnya akan terjun dari tempat ketinggian.

Apabila pasien melakukan PBD, tidak terdapat luka atau intoksikasi maka
sebaiknya dilakukan TKL untuk meghilangkan ide-ide bunuh diri sesegera
mungkin,tetapi apabila ada luka atau intoksikasi maka prioritas pertama adalah
penaggulangan luka dan intoksikasinya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Chanpattana, Worrawat, 2007, ‘Electroconvulsive Therapy for Schizophrenia’, Current


Psychiatry Reviews, vol. 3, no. 1. pp.: 15-24, journal article.

Dawkins, Karon, 2012, ‘Refinements in ECT Techniques’, Psychiatric Times, februari


2012, pp: 42-44, peer reviewed.

Ghaziuddin, N, 2004, ‘Practice Parameter for Use of Electroconvulsive Therapy With


Adolescents’, Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Vol. 43,
Issue 12, pp: 1521-1539, journal article.

Grover, S & Kumar, S, 2005, ‘Theories on Mechanism of Action of Electroconvulsive


Therapy’, German Journal of Psychiatry, vol. 8, pp : 70-84. journal article.

Scott, Allan, 2005, The ECT Handbook. 2nd edn, Royal College Psychiatrist. Great
Britain. Bell & Bain Limited, Glasgow, pp:9 – 47, 124 – 170, book.

Saddock, BJ & Saddock VA, 2007. Kaplan & Saddock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th edn, pp: 467, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia USA, textbook.

Electroconvulsive Therapy (ECT), Pridmore S. Download of Psychiatry, Chapter 28. Last


modified: April, 2013. Diakses melalui: http://eprints.utas.edu.au/287/

Anda mungkin juga menyukai