Anda di halaman 1dari 34

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan
yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor
pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada
padat penebaran ikan yang tinggi jika faktor lingkungan kurang menguntungkan
misalnya kandungan zat asam dalam air rendah, pakan yang diberikan kurang
tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka
ikan akan menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah
terserang oleh penyakit (Snieszko, 1973 ; Sarig, 1971).
Pada perairan alami, penyakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomis.
Karena penyakit dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemiliharaan lebih lama,
tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang rendah dan Sehingga dapat
mengakibatkan menurunnya atau hilang produksi.
Timbulnya serangan penyakit adalah hasil interaksi yang tidak sesuai
antara hospek, kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi
yang tidak serasi tersebut dapat menimbulkan stress pada ikan, nafsu makan
menurun, yang selanjutnya menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak
bekerja secara optimal, akhirnya infeksi dan infestasi penyakit mudah masuk
(Afrianto dan Liviawati, 1992).
Kerugian akibat infestasi ektoparasit memang tidak sebesar kerugian
akibat infeksi organisme patogen lain seperti virus dan bakteri, namun infestasi
ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi organisme
patogen yang lebih berbahaya. Kerugian non lethal lain dapat berupa kerusakan
organ luar yaitu kulit dan insang, pertumbuhan lambat dan penurunan nilai jual
(Bhakti, 2011).
Untuk mencapai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan,
berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara
lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat
patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus.
Widyastuti et al (2002), menyebutkan penyakit pada ikan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Keduanya bersifat merugikan bagi
2

pertumbuhan/perkembangan ikan. Serangan penyakit dapat dideteksi dari suatu


jenis parasit yang menyerang ikan, maka perlu adanya identifikasi parasitenis
parasit tersebut. Sehingga dapat diketahui cara penanggulangan yang tepat
terhadap serangan spesies dari suatu jenis parasit tersebut. Secara fisik, efek
negatif yang ditimbulkan dari serangan parasit lebih jelas terlihat pada serangan
ektoparasit, sehingga penanganannya relatif lebih mudah.
Berdasarkan hal yang diatas, peneliti ingin mengetahui tentang organisme
parasit yang ada Krueng Inoeng, seperti jenis parasit, sebagai informasi mengenai
ekologi parasit dan inangnya diperairan sungai tersebut. Selanjut berguna bagi
kepentingan budidaya sebagai upaya untuk pencegahan dan penanggulangan
terhadap serangan parasit agar produksi ikan dapat terjaga dan terus meningkat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Parasit yang termasuk golongan ektoparasit maupun endoparasit mampu
hidup pada berbagai kondisi ikan dan perairan yang tingkat infeksinya
bervariasi.
2. Selama ini belum tersajinya data tentang jenis parasit ektoparasit maupun
endoparasit yang ada pada ikan-ikan lokal yang terdapat di Nagan Raya.
3. Karena itu penelitian ini perlu dilaksanakan untuk melihat adanya jenis-jenis
ektoparasit dan endoparasit yang terdapat pada ikan.

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mendapatkan data dasar mengenai jenis-jenis ektoparasit dan
endoparasit yang terdapat pada spesies ikan uji.
2. Untuk melihat nilai Intensitas (I) dan Prevalensi (P).

1.4. Manfaat Penelitian


1. Mengetahui jenis ektoparasit dan endoparasit yang terdapat pada ikan liar air
tawar di Daerah Aliran Krueng Inoeng.
2. Mengetahui tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit dan endoparasit.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan
tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan tiga faktor, yaitu
kondisi lingkungan (kondisi dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad
patogen (jasad penyakit). Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres pada ikan,
sehingga mekanisme pertahanan diri yang memilikinya menjadi lemah dan
akhirnya mudah diserang penyakit. (Ghufran M.H., et al 2004)
Penyakit adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada
ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan maupun kondisilinkungan yang kurang
menunjang kehidupan lain. Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit ikan
di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi
lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah
menyebabkan stres pada ikan sehingga mekanisme pertahanan diri dari yang
dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang penyakit (Lukistyowati
dan Morina, 2005).
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang
dalam tubuh ikan, sehingga organ tubuh ikan terganggu, akan terganggu pula
seluruh jaringan tubuh ikan (Gusrina, 2008).
Hal yang sering menyebabkan terjadinya penyakit yang disebabkan oleh
organisme parasit adalah terjadinya infeksi sekunder. Tubuh ikan dapat terluka
karena gesekan dengan benda keras, jika terlambat mengobatinya maka tubuh
ikan dapat mengalami infeksi skunder karena serangan organisme parasit. Infeksi
sekunder yang disebabkan oleh organisme parasit terbukti telah menimbulkan
banyak kematian pada ikan (Dailami, 2001).
4

2.2. Penyebab Penyakit


Manusia memegang peran penting dalam upaya mencegah terjadinya
serangan penyakit pada ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak, maupun
dalam wabah budidaya lainnya, dan pada ikan liar di daerah aliran sungai, yaitu :
dengan cara memelihara kelestarian interaksi anatara tiga komponem diatas ini
berarti, kerugian yang diderita karena serangan penyakit sebenarnya dapat
dihindari karena serangan penyakit sebenarnya dapat dihindari apabila
mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai cara menjaga keserasian antara
ketiga komponem penyebab penyakit ikan. Di samping itu, ketelitian dan
kecermatan juga sangat menentukan keberhasilan dalam pencegahan serangan
penyakit ikan tersebut (Ghufran M.H., et al 2004).
Salah satu kelompok penyebab penyakit pada ikan yang juga harus
diwaspadai oleh petani ikan dan hobiis (kolektor) ikan adalah kelompok non-
infeksi. Kelompok ini adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan
jasad hidup, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan
ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan (oksigen, suhu, ph, salinitas, dsb),
biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb), pollutan, rendahnya mutu pakan
dan lain-lain (Hofman, 1967).
Ciri masing-masing penyebab penyakit merupakan proses menuju
morbiditas dan mortalitas. Dan di antara bebagai penyebab penyakit tersebut,
proses menuju mortalitas sangat tergantung pada jenis penyebabnya. Kebanyakan
keracunan dan infeksi virus terjadi secara mendadak dan meningkatkan kematian
dengan tajam (Ghufran M.H., et al 2004).

2.3. Sumber dan Jenis Penyakit


Pengetahuan mengenai sumber penyakit yang sering dapat menyebabkan
ikan terserang penyakit, selain sangat membantu dalam upaya pengobatan, juga
bermanfaat dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan petani ikan untuk
mencegah serangan suatu penyakit yang mungkin akan dialami oleh ikan
budidaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyakit yang
menyerang ikan budidaya tidak datang begitu saja, melainkan akibat dari interaksi
yang tidak serasi antara tiga komponem utama, yaitu lingkungan, ikan, dan
organisme penyebab penyakit (Ghufran M.H., et al 2004).
5

Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi yang


tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan yaitu inang (ikan)
yang lemah, patogen serta kualitas lingkungan yang memburuk. Penyakit ikan
dapat disebabkan oleh mikrob penyebab penyakit (Patogen) yang dapat berupa
parasit, bakteri, virus maupun jamur (Kordi, 2004).
Jasad patogen merupakan sumber penyakit, walaupun pada saat tertentu
penyebab karena ada faktor lain menjadi sumber. Jasad patogen termasuk
organisme yang telah hidup diperairan tersebut, bahkan pada tubuh ikan, misalnya
Vibrio sp. Sering ditemukan dibagian usus (intenstine) pada ikan-ikan sehat. Jasad
patogen ini tidak dapat menyerang ikan dalam kondisi sehat dan lingkungan
dalam keadaan optimum (Ghufran M.H., et al 2004).
Penyakit yang disebabkan oleh parasit secara umum jarang mengakibatkan
dampak yang akan berakibat buruk dengan cepat. Akan tetapi, pada intesitas
penyerangan yang sangat tinggi dan areal yang terbatas dapat berakibat buruk
pada ikan yang dibudidayakan. Akibat dari penyakit yang disebabkan oleh
parasit secara ekonomis cukup merugikan yaitu dapat menyebabkan kematian,
menurunkan berat tubuh, bentuk dan ketahanan tubuh ikan sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai jalan masuk bagi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti
jamur, bakteri dan virus (Huda, 2008).
Sumber penyakit adalah hama. yang masuk keperairan umum alami dapat
membuat ikan memar atau terluka atau sebagian pembawa (carrier) jasad
patogen,- sehingga bila kondisi memungkinkan ikan akan terserang penyakit yang
dibawa oleh hama.

2.4. Bagian Tubuh Ikan Yang Di Serang Penyakit


Berdasarkan daerah penyerangan penyakit pada tubuh ikan terutama
penyakit infeksi, dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1. Kulit
Ikan yang terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat
(tampak jelas pada ikan yang berwarna gelap) dan berlendir. Ikan tersebut
biasanya akan mengosok-gosokkan tubuhnya pada benda-benda yang ada
disekitarnya.
2. Insang
6

Serangan penyakit pada insang menyebabkan ikan sulit bernapas, tutup


insang mengembang, dan warna insang menjadi pucat. Pada lembaran insang
sering terlihat bintik-bintik merah karena pendarahan kecil (peradangan).
3. Organ Dalam
Penyakit yang menyerang organ dalam sering mengakibatkan perut ikan
membengkak dengan sisik yang berdiri (penyakit eropsi). sering pula dijumpai
perut ikan menjadi kurus. Jika menyerang usus, biasanya akan mengakibatkan
peradangan dan jika menyerang gelembung renang, ikan akan kehilangan
keseimbangan pada saat berenang.
Organisme patogen yang sering menimbulkan penyakit di bagian luar
tubuh ikan disebut ektopatogen, dan bila ditimbulkan oleh parasit desebut
ektoparasit. Sedangkan yang menyerang di bagian tubuh ikan desebut
endopatogen, dan bila disebabkan oleh parasit disebut endoparasit. Serangan
endopatogen atau endoparasit dianggap lebih berbahaya dibandingkan serangan
ektopatogen atau ektoparasit, karena efek serangannya sulit dideteksi secara dini,
sehingga petani ikan sering terlambat mencegahnya.
Serangan endopatogen atau endoparasit baru dapat dipastikan bila
dilakukan pemeriksa organ dalam ikan. Sedangkan untuk bisa memeriksa organ
dalam, ikan harus dibedah dibunuh, (Ghufran M.H., et al 2004).

2.5. Identifikasi Penyakit Secara Umum


Dalam identifikasi atau dianogsa penyakit ikan, nama penyakit cukup
penting. Nama penyakit ikan sering dihubungkan dengan gejala-gejala klinis,
seperti penyakit bercak-bercak putih, penyakit bintik putih, penyakit becak-becak
hitam, dan sebagainya. Tetapi, gejala-gejala tersebut tidak selalu merupakan
tanda-tanda khusus penyakit ikan tertentu (Ghufran M.H., et al 2004).
Identifikasi terhadap parasit ikan yang dijumpai dapat dilakukan
berdasarkan adanya ciri-ciri khusus yang dijumpai dan morfologi dari tiap-tiap
jenis parasit dan habitatnya. Identifikasi ini dilakukan dengan petunjuk Kabata
(1985), Hoffman (1967), Waren (1984) dan Bykhovskaya-Pavlovskaya (1964)
Ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama seperti
eksoftalmia, hemoragik, dan perut kembung, sehingga untuk mendapatkan
dianogsa yang benar, perlu dilakukan pengujian lebih luas terhadap ikan-ikan
7

yang sakit. Cara lain untuk memberi nama penyakit adalah menurut agen
penyebab infeksi, misalnya vibriosis sp, atau menurut jenis penyakit patologis,
misalnya penyakit ginjal benjol-benjol karena penambahan jumlah sel. Apabila
nama-nama penyakit diberi menurut satu prinsip maka akan lebih mudah
(Ghufran M.H., et al 2004).
Metode pemeriksaan ektoparasit pada permukaan tubuh dilakukan dengan
cara scraping (Noga, 2010). Pengerokan dilakukan dari ujung anterior kepala
hingga posterior sirip ekor, pengerokan dilakukan pada kedua sisi tubuh ikan dan
juga semua bagian sirip kemudian dilakukan pengamatan di bawah mikroskop
dengan perbesaran 100x. Pemeriksaan insang ikan bandeng dilakukan secara
natif, yaitu dengan memeriksa secara langsung lamela insang dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 40x dan 100x.
Dalam identifikasi atau dianogsa suatu penyakit, satu-satunya hal yang
perlu dilakukan adalah mengenal adanya suatu penyakit khusus atau lebih yang
berhubungan dengan ketida normalan dan mengidentifikasi penyebab-
penyebabnya. Bila penyebab penyakit pada ikan sudah teridentifikasi, langkah
selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan jenis dan cara pengobatan
yang paling tepat (Ghufran M.H., et al 2004).
Dalam identifikasi penyakit ikan, akan lebih mudah seseorang mempunyai
kemampuan yang cukup. Seseorang yang hendak melakukan identifikasi, selain
harus mengetahui tanda-tanda ikan yang terserang penyakit, nama-nama penyakit
ikan dan teknik mendianogsa, juga harus mengetahui cara berjangkit dan
penularan suatu penyakit.

2.6. Parasit dan Parasitologi


Parasit adalah suatu organisme lebih kecil ruang hidup dan menempel
pada tubuh organisme yang lebih besar yang disebut host. Keberadaan parasit
dalam tubuh host dapat bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya
sebagai parasit. Hal tersebut tergantung dari jumlah, jenis, tingkat kesakitan yang
ditimbulkan oleh parasit serta ketahanan tubuh dan nutrisi dalam tubuh host.
Hubungan host dan parasit dapat bersifat simbiosis, mutualisme, parasitis, dan
parasitosis (Bowmans, 1999).
8

Parasit-parasit yang dapat mendatangkan kerugian kepada induk


semangnya biasanya dengan beberapa cara antara lain menghisap darah, cairan
limfe, memakan jaringan padat secara langsung, menyebabkan penyumbatan
secara mekanis pada usus, saluran empedu, pembulu darah, menghancurkan sel-
sel tubuh dengan berlangsungnya pertumbuhan didalamnya, memproduksi
subtansi bearcun seperti hemolisin, merangsang pertumbuhan kanker dan juga
menurunkan induk semangnya terhadap penyakit lain dan parasit (Levine, 1990).
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang biologi yang mempelajari tentang
semua organisme parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini
terbatas mempelajari organisme parasit yang tergolong hewan parasit, meliputi:
protozoa, helminthes,arthropoda dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun
anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup
masing-masing parasit, serta patologi dan epidemeologi penyakit yang
ditimbulkannya (Bowman, 1999).
Identifikasi adalah pemberian tanda-tanda pada suatu golongan benda atau
komponen tertentu. Identifikasi memiliki tugas untuk membedakan komponen-
komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan
kebingungan. Dengan identifikasi dapatlah suatu komponen itu dikenal dan
diketahui masuk dalam golongan mana (Nawawi, 1996).
Infeksi yang terjadi pada ikan karena serangan parasit merupakan masalah
yang cukup serius dibanding dengan gangguan yang disebabkan oleh faktor lain.
Sebab parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh infeksi sekunder. Kolam yang
tidak terawat merupakan tempat yang baik bagi organisme penyebab infeksi
penyakit yang mungkin telah ada pada kolam atau juga berasal dari luar. Selama
kolam terjaga dengan baik serta lingkungan yang selalu mendapat perhatian,
parasit dalam kolam maupun yang diluar tidak akan mampu menimbulkan infeksi
(Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Kematian karena parasit biasanya berjalan lambat dan bertahap. Gejala
biasanya dapat dilihat dengan mata, oleh karena itu infeksi yang disebabkan oleh
parasit dapat langsung diketahui di lapangan. Parasit-parasit yang hidup dapat
menyebabkan efek yang berbeda terhadap inang yang berbeda. Parasit dapat
dijumpai pada tempat atau bagian tubuh tertentu dari inang. Parasit yang hidup
9

pada bagian permukaan tubuh ikan (kulit, sirip, insang) disebut ektoparsit dan
sedangkan parasit yang hidup pada tubuh internal ikan dan otot daging disebut
endoparasit (Lukistyowati, 2005)
Menurut Widyastuti et al (2002), pada umunya tiap jenis parasit
mempunyai inang tertentu (inang spesifik). Spesifik ini sangat jelas pada jumlah
besar parasit ikan. Parasit yang menyerang ikan dapat dibedakan dalam dua
kelompok yaitu :
1. Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya ditubuh ikan bagian luar seperti
pada kulit, sirip, sisik, anus, mata, operculum dan insang. Ektoparasit khususnya
merupakan kelompok besar organisme patogen didaerah iklim sedang dan daerah
tropis. Ektoparasit yang sering menyerang atau menyebabkan kematian pada ikan
budidaya maupun ikan aqurium antara lain : ichthyophthirius multifilis,
Trichodina sp, Oodum sp, Gyrodactilus sp, Dactilogyrus sp dan Lerneae.
a. Gyrodactyliasis
Penyakit ini disebabkan oleh parasit helmin yang termasuk kedalam kelas
monogenia, Sub klas Polyonchoinea, ordo Gyrocylidea, dan famili
Gyrodactylidae. Parasit ini ditemukan pada kulit dan sirip ikan. Bentuk tubuhnya
kecil dan memanjang (oval), bagian posterior terdapat ophisthaptor dengan 16 kait
tepi dan sepasang kait tengah (anchor), serta tidak mempunyai bintik mata, pada
ujung anterior terdapat dua tonjolan/cuping.
b. Dactylogyriasis
Penyebab penyakit ini adalah cacing golongan Monogenia, genus
Dactylogyrus. Biasanya parasit ini bersama-sama dengan Gyrodactylus
menyerang benih ikan mas terutama yang berukuran 3 – 10 cm. Infeksi parasit ini
biasanya tidak fatal, kecuali bila intensitas penyerangan sangat tinggi.
Parasit ini memiliki ciri khas yaitu; bentuk tubuh pipih dorsoventral dan
bilateral simetris, mempunyai ophistaptor yang dilengkapi dengan 14 kait tepi dan
sepasang kait pusat (anchor), warna transparan, mempunyai bintik mata 2 pasang,
panjang tubuh 1 – 2 mm, pada bagian anterior mempunyai empat lekukan.
2. Endoparasit
10

Endoparasit adalah parasit yang hidupnya di organ dalam tubuh ikan


seperti: saluran pencernaan, hati, otot dan darah. Endoparasit yang sering
menyerang ikan adalah : parasit dari phylum tremotoda (Sanguinicola Sp), dan
phylum Plathihelminthes (Lytocestus sp).
a. Sanguinicolosis
Penyebabnya adalah parasit trematoda yang ditemukan didarah ikan.
Cacing dewasa hidup didarah ikan tanpa memiliki succer, bahkan berenang aktif
dengan cara gerak bergelombang didalam tubuh. Banyak ditemukan di jantung,
dan pembulu darah di insang. Ikan yang terenfeksi akan terlihat inang berwarna
pucat atau lembaran insang tembus cahaya. Selanjutnya penggerakan menjadi
lambat.
b. Lytocestusiasis
Penyebabnya adalah parasit Plathyhelmintes, kelas Cestoidea, genus
Lytocestus, spesies Lytocestus parvulus. Biasanya menyerang usus ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus). Ciri-ciri dari parasit ini adalah; tubuh pipih
memanjang dorsoventral dan berbentuk seperti pita.

2.7. Jenis-jenis Parasit


Menurut Yuasa et al (2003), terdapat beberapa jenis parasit ikan air tawar
di Indonesia. Jenis-jenis parasit tersebut ada yang dapat diamati dengan mata
telanjang maupun dengan menggunakan mikroskop.

Tabel 1. Jenis parasit pada ikan air tawar di Indonesia yang dapat dideteksi
dengan mata telanjang pada pada ikan air tawar.
No Jenis Parasit Pengamatan Reaksi dengan Inang Gambar
Parasitologi
1 Ichthyopthirius Banyak bintik putih Produksi lendir yang
multifilis pada permukaan tubuh berlebihan pada
(Protozoa bersiliata) permukaan tubuh.
2 Argulus japonicus Parasit berbentuk Menyebabkan erosi
(Kopepoda) bundar,panjang 5 lendir (kasat) dan
mm,bergerak pada pendarahan pada
permukaan tubuh. permukaan tubuh,ikan
kurus.
11

3 Lernaea cypriniacea Parasit berbentuk Pendarahan di


(Kopepoda) silinder, berwarna agak sekitarnya berada dan
putih, panjang 12 mm, diikuti dengan infeksi
masuk (penetrasi) jamur.
menembus permukaan
tubuh atau rongga
mulut.
4 Bothriocephalus spp Parasit mmembentuk Pembengkakan pada
(Cestoda) memanjang, berwarna bagian ventral tubuh.
putih, panjang kira-kira
beberapa cm terdapat di
rongga perut.
5 Glochidium Bintik putih, diameter 5 Produksi lendir yang
(larva kerang air mm, terdapat di mulut berlebihan pada
tawar) daan sirip. bagiannyang terinfeksi.

(Yuasa et al, 2003)

Tabel 2. Parasit yang diamati secara Mikroskopis pada ikan air tawar.
No Spesies Morfologi Inang Tempat Gambar
1. Inchthyophthirius Bentuk bundar sampai Botia, Dalam kulit dan
Multifilis oval, berselia patin insang
(protozoa bersiliata)
2 Trichodina spp. Bentuk seperti piring/ Patin, Pada kulit dan
(Prptozoa bersiliata)cawan, diameter ± 50 Nila, insang
µm, memiliki silia Mas,
disekelilingnya dan
Botia
3 Oodinium sp. Berbentuk bundar Patin, Pada Kulit dan
(Protozoa sampai oval, diameter Botia insang
Dinoflagellata) ± 20-80 µm, memiliki
fillamen seperti akar
4 Chilodonella cyprini Berbentuk seperti Mas Pada insang
(Protozoa bersiliata) serpihan daun,
berukuran 30-70 x 20-
40 µm.
5 Epistylis sp. Berbentuk seperti Nila, Pada kulit
(Protozoa bersiliata silinder tipis atau Mas,
berkoloni) lonceng dengan Botia
tangakai yang panjang
dan nonkontraktil,
panjang kira-kira 0,4-
0,5 µm.
12

6 Myxobolus spp. Siste = diameter 0,1-7 Mas Dalam insang


mm, spora =
berbentuk seperti buah
pear, berukuran ± 14-
15 x 7-8 µm
7 Bothriocepalus sp. Berbentuk Mas Rongga perut
(Cestoda) memanjang, berwarna
putih, berukuran kira-
kira beberapa cm

8 Dactylogirus spp. Berbentuk Mas, Pada insang


(Trematoda memanjang, panjang ± Nila,
monogentik) 0,3-1,0 mm, memiliki Patin
jangkaar pada ujung
posterior dan 2 pasang
bintik mata ujung
anterior
9 Gyrodactilus sp. Berbentuk Nila, Pada kulit
(Trematoda memanjang, panjang ± Patin
monogenetik) 0,3-1,0 mm, memiliki
jangkar pada ujung
posterior tapi tidak
terdapat bintik mata
dan mempunyai anak
dalam tubuh
10 Centrocestus sp. Berbentuk ovaal, Mas Dalam insang
(Trematoda berukuran 130-160 x
digenetik) 110- 130 µm, usus
berbentuk huruf X
11 Argulus japonicus Berbentuk bundar, Mas, Pada kulit
(Kopepoda) panjang ± 0,5 mm, 5 Sepat
pasang kaki siam

12 Lernaea cyprineacea Berbentu silinder Betutu, Kulit, sirip,


(Kopepoda) dengan 2 pasang Mas rongga perut
jangkar pada ujung
posterior
12 Glochidium Berbentuk bundar, Mas Pada kulit dan
(Larva kerang air diameter 140-150 µm. insang
tawar)
(Yuasa et al, 2003)

Berikut ini ada beberapa jenis parasit yang sering ditemukan dan yang
menyerang ikan air tawar, antara lain:
1. Argulus sp
13

Penyakit kutu ikan atau yang sering disebut dengan “Argulosis” sering
dijumpai pada ikan-ikan budidaya dan disebabkan oleh Argulus sp. Parasit ini
termasuk kelas Crustacea, sub kelas Branchiura dan famili Argulidae. Adapun
spesies Argulus yang dikenal antara lain seperti Argulus indicus, A.siamensisi dan
A.foliaceus.
Ciri-ciri ikan yang terserang Argulus sp ini adalah : tubuhnya menjadi
kurus dan sangat lemah karena kekurangan darah sehingga dapat menyebabkan
kematian pada ikan-ikan yang berukuran kecil. Bekas serangan parasit terlihat
kemerah-merahan karena terjadi pendarahan. Adanya luka pada tubuh ikan
tersebut akan mempertinggi kemungkinan ikan untuk terserang infeksi sekunder
yang kadang-kadang juga menyebabkan kematian.
2. Lernea cyprinaceae
Parasit Lernea cyrinaceae merupakan sejenis udang renik yang berbentuk
bulat panjang seperti cacing. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : tidak memiliki
karapas, antenula uniramus, mandibula memiliki pulpus; disamping itu ciri
khasnya memiliki 9 somit tubuh dan 6 pasang anggota tubuh, sejumlah
anggotanya yang parasitik tidak menunjukkan ciri tersebut.
3. Ergasilus sp
Parasit ini dapat menyebabkan penyakit pada insang dimana jumlah
populasinya dapat mencapai ribuan. Selain di insang parasit ini juga dijumpai di
kulit dan disirip ikan. Ergasilus yang biasa menyerang insang ikan adalah
Ergasilus sieboldii, Ergasilus briani, Ergasilus boettgeri, Ergasilus minor dan
Ergasilus ikan yang terserang parasit ini menunjukkan pendarahan di insang dan
ikan ikan sulit bernafas. (M.Ghufran H. Kordi K, 2004).
14

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014, bertempat di
Daerah Aliran Krueng Inoeng Kecamatan Senangan Timur Kabupaten Nagan
Raya.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3 : Alat yang digunakan dalam Identifikasi Ektoparasit dan Endoparasit
No Nama Alat Kegunaan
1 Dissecting set Alat untuk membedah sampel dan menggerus
organ target
2 Nampan Tempat membedah sampel
3 Microskop binokuler Untuk mengamati parasit
4 Objek glass (slide) Untuk meletakkan preparat
5 Cover glass Menutup preparat
6 Pretridish Untuk meletakkan organ target
7 Camera Untuk dokumentasi
8 Rol Untuk mengukur tubuh ikan
9 Timbangan Untuk menimbang berat ikan

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 4 : Bahan yang digunakan dalam Identifikasi Ektoparasit dan Endoparasit
No Nama Bahan Kegunaan
1 Ikan Air Tawar Sebagai sampel
2 Tissue Untuk pembersih
3 Sarung tangan Untuk pelindung tangan
4 Masker Melindungi dari kontaminasi
5 Larutan fisiologis Untuk fiksasi
6 Alkohol 70% Clearing (untuk mensterilkan alat)
15

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dekriptif yaitu
metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai system, kejadian dan studi
kasus (Case studi) (Nazir, 2005).
Menurut Nazir (2005) adapun tujuan studi kasus adalah untuk memberikan
secara detail tentang latar belakang sifat-sifat secara kerangka yang langsung dari
kasus.
Ikan sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah ikan hasil
tangkapan warga sekitar Krueng Inoeng, dan ikan-ikan yang diambil itu adalah
ikan yang mana yang lebih banyak ditemukan jenis/spesies ikan. Dari hasil survei
awal di dapatkan tiga spesies ikan yang dominan tertangkap adalah : 1. Ikan
Kereling (Tor tambroides), 2. Ikan Naleh (Poropuntius sp), 3. Ikan Serukan
(Osteochilus sp).

3.4. Prosedur Penelitian


 Pengambilan Ikan Sampel
Pengambilan ikan sampel adalah ikan diambil dari hasil tangkapan
nelayan lokal dalam kondisi masih hidup, masing-masing ikan diambil 3 ekor
setiap satu jenis ikan.

3. Tahap pemeriksaan Ektoparasit sebagai berikut :


1. Menyediakan wadah/nampan bedah dengan alat bedah (dissecting set)
2. Pemeriksaan ektoparasit pada permukaan dapat dilakukan dengan cara
mengorek lendir (mucus) kemudian diletakkan diatas objek glass, ditetesi 1-2
tetes aquades, ditutup dengan cover glass, dan diamati dengan mikroskop
pada pembesaran 40 – 100x.
3. Pemeriksaan dibagian sirip dilakukan dengan memotong sirip ikan yang
masih basah, kemudian diletakkan pada cawan petri yang berisi air atau pada
objek glass selanjutnya diamati.
4. Pada bagian insang diamati dengan cara memotong operculum dan tapis
insang, diletakkan dalam cawan petri yang berisi air atau pada objek glass
yang ditetesi air aquades selanjutnya diamati dibawah mikroskop.
16

5. Dibawah ini adalah rumus yang digunakan pada saat menghitung intensitas
dan prevalensi :
a. Hitung intensitas (I) (tingkat keganasan suatu parasit) dengan
menggunakan rumus ;

I=

(Yuasa K. et al, 2003)


b. Tentukan tingkat Prevelensi (p) (tingkat penyerangan suatu parasit)
dengan menggunakan rumus ;

P= 100 %

(Yuasa K. et al, 2003)


6. Dicatat nilai intensitas dan prevalensi dari tiap parasit yang ditemukan.

4. Tahap pemeriksaan Endoparasit sebagai berikut :


1. Menyediakan wadah/nampan bedah dengan alat bedah (dissecting set)
2. Membedah ikan hingga organ dalam terlihat jelas. Amati perubahan bentuk,
warna dan gejala klinis lainnya.
3. Masukkan organ tersebut dalam petridish yang telah berisi larutan fisiologis.
4. Untuk saluran pencernaan (usus) dibuka memanjang lalu diamati dengan
mikroskop. Untuk mengambil parasit didalam usus yaitu dengan mengorek
subtrat dengan pinset.
5. Identifikasi dilakukan dengan cara mencocokkan endoparasit yang ditemukan
dengan gambar dan data yang ada di literatur.
a. Hitung intensitas (I) (tingkat keganasan suatu parasit) dengan
menggunakan rumus ;

I=

(Yuasa K. et al, 2003)


b. Tentukan tingkat Prevelensi (p) (tingkat penyerangan suatu parasit)
dengan menggunakan rumus ;

P= 100 %

(Yuasa K. et al, 2003)


6. Dicatat nilai intensitas dan prevalensi dari tiap parasit yang ditemukan.
17

3.5. Analisa Data


Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif
jenis ektoparasit dan endoparasit dalam bentuk identifikasi dilakukan dengan cara
mencocokan hasil yang diperoleh dengan gambar data yang ada pada
Literatur/Buku Panduan Identifikasi Parasit diantaranya :
1. Parasit Dan Penyakit Ikan karangan Aryani, N. Henny, S. Lesje L. Morina, R.
2. Teknik Pemeriksaan PenyakitIkan karangan lesje Lukistyowati, 2005.
3. Penanggulangan hama dan penyakit ikan karangan Ghuffran H. Dan Kordi K,
2004.
4. Cara menghitung Intensitas dan Prevalensi Yuasa K. et al, 2003.
18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian mengenai identifikasi
parasit pada ikan lokal air tawar di Krueng Inoeng Kecamatan Senagan Timur
Kabupaten Nagan Raya ditemukan satu jenis parasit. Jenis-jenis parasit yang
ditemukan pada penelitian adalah Trematoda. Data selengkapnya disajikan pada
Tabel 5.

Table 5. hasil identifikasi parasit pada ikan lokal air tawar.

Jenis Ikan Panjang dan Organ Jenis Prevalensi Itensitas Gambar


Berat Ikan Target Parasit (%) (ind/ekor)
Kereling Lendir –
(Tor tambroides) Sirip –
Insang –
Hati –
Usus –
Ginjal –
Naleh Panjang : Lendir Trematode 0,11 0,11
( Poropuntius sp) 9,5 cm Sirip –
Insang –
Berat : Hati –
1,5 gram Usus –
Ginjal –
Serukan Lendir –
(Osteochilus sp) Sirip –
Insang –
Hati –
Usus –
Ginjal –

Keterangan gambar :

1 2 3
.. .. ..

Gambar 1. Parasit Trematoda NNnGambar 2. Metasekarea NNnNGambar 3.metasekarea


19

Gambar 2. Tanda panah pada gambar adalah


Lendir Ikan yang Terserang Penyakit

4.2.Pembahasan

Hasil pemeriksaan terhadap ikan sampel pada (Tabel 5.), teridentifikasi


parasit pada ikan Naleh (Poropuntius sp) yang berasal dari Krueng Inoeng
Seputaran Kecamatan Senagan Timur Kabupaten Nagan Raya. Hasil pengamatan
memperlihatkan ikan sampel terinfeksi ektoparasit Trematode, yang didapatkan
pada bagian lendir. Jika dilihat dibawah mikroskop terlihat bintik hitam
melingkar, dan ini merupakan Trematode yang belum matang (metasekarea).
Diduga jenis ektoparasit ini berasal dari kotoran (manusia dan hewan)
yang masuk kedalam sungai (tempat pengambilan sampel), Parasit Trematode
suka pada host (ikan, siput, kerang-kerangan dan lain-lain). Menurut
(Levine,1990),. Sebagian besar siput dan ikan berperan sebagai hospes perantara
cacing Trematoda, stadium perkembangannya (sporokista, redia, serkaria) yang
ada dalam hati organ siput dan ikan. Oleh karena itu, Cacing Trematoda
menempel pada bagian lendir ikan. Batil isap ada dua yaitu pada bagian kepala
(oral sucker) letaknya mengelilingi mulut dan berhubungan langsung dengan
saluran pencernaan, sedangkan batil isap lainnya terdapat pada bagian perut
(ventral sucker), yang ukurannya lebih besar dari pada oral sucker.
Trematoda adalah cacing pipih unsegmented dari Filum Platyhelminthes,
Kelas Digenea, Keluarga Heterophyidae. Ada banyak spesies trematoda, dan
mereka dapat dilihat umum di luar ikan sebagai "titik hitam", mereka dapat
muncul juga bintik-bintik putih, kuning atau hitam kecil di kedua kulit, sirip dan
daging ikan. Bintik-bintik adalah tahap belum matang (metaserkaria) dari parasit,
yang harus dimakan oleh burung sebelum mereka berkembang menjadi dewasa
trematoda. Pada burung, trematoda dewasa menghasilkan telur yang ditumpahkan
20

ke lingkungan. (Dharsana, R. 1987), Telur menetas untuk membentuk tahap


renang miricidium yang menginfeksi host ketiga, siput. Dalam host siput,
trematoda berkembangbiak dan berubah menjadi cercaria yang berenang dari siput
untuk menemukan host ikan. Tergantung pada spesies trematoda, yang cercaria
menginfeksi ikan dan baik matang untuk menjadi cacing dewasa atau menjadi
encysted sebagai metaserkaria,
Ikan biasanya tidak terpengaruh oleh belatung kecuali mereka menjadi
sangat terinfeksi. Cacing dewasa jarang menyebabkan kerusakan pada host dan
dapat ditemukan dalam usus, lambung, darah, kandung empedu, dan kandung
kemih. Metaserkaria merupakan sumber utama penyakit dan dapat ditemukan di
kulit, insang, sirip, otot dan organ internal. Spesies sering ditemui antara lain:.
Neascus sp, Apophallus brevis, lingua Cryptocotyle, (Daelami D. 2001).
Dalimunthe, 2006, Parasit Trematoda pada umumnya kebanyakan bentuk
tubuhnya pipih (dorsoventrally flanned), biasanya oval sampai lanset. Biasanya
Trematoda dilengkapi dengan dua alat untuk menempelkan diri pada tubuh
inangnya, yaitu pengait atau hook pada bagian mulut dan alat pengait pada bagian
ventral.
Trematoda adalah cacing yang sering dijumpai sebagai parasit manusia
yang bermukim dikawasan Asia. Larva cacing ini dinamakan dan berkembang
biak menghasilkan cercaria yang selanjutnya menginfeksi ikan. metasekaria
tersebut menempel pada lendir atau kulit ikan. kemudian menerobos masuk
kedalam daging ikan menjadi cercaria. metacecaria inilah yang menyebabkan
penyakit pada manusia. (Dalimunthe, 2006).
Manusia terinfeksi dengan cara metaserkaria termakan bersama tumbuhan
air pada Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni, bersama ikan
pada Clonorchis sinensis, Heteropyes heterophyes, Metagonimus yokogawai atau
bersama udang pada Paragonimus westermani sedangkan pada Schistosoma,
manusia terinfeksi melalui serkaria menembus kulit. Epidemiologi, umumnya
terdapat di daerah tropik dan oriental kecuali untuk genus Opisthorchis ditemukan
antara lain di Jerman, daerah Rusia semenanjung Balkan, (Rukyani, dkk. 1996).
Menurut (Isobe et al 1994, dalam Coulibaly et al 1995.). Habitatnya
Trematoda dibagi kedalam empat kelompok yaitu:
21

a) Trematoda darah yang terdiri atas: Schistosoma japonicum, Schistosoma


mansoni, Schistosoma haematobium, Schistosoma mekongii
b) Trematoda usus terdiri atas Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni,
Metagonimus yokogawai, Echinostoma ilocanum, Heteropyes heterophyes,
Gastrodiscoides hominis.
c) Trematoda hati terdiri atas: Fasciola hepatica, Clonorchis sinensis,
Opisthorchis felineus, Dicrocoelium dendriticum, Opisthorchis viverini.
d) Trematoda paru-paru, yaitu Paragonimus westermani
Trematoda yang penting yang menginfeksi manusia dan hewan adalah:
 Trematoda darahgenus Schistosoma : S. mansoni, S. haematobium,
S.japonicum
 Trematoda pada saluran pencernaan: Fasciolopsis buski
 Trematoda hati : Fasciola hepatica dan Clonorchis sinensis
 Trematoda paru-paru: Paragonimus westermani

4.2.1. Prevalensi Parasit


Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa prevalensi parasit pada
organ ektoparasit (Lendir) pada ikan Naleh (Poropuntius sp) yang tertangkap di
Krueng Inoeng Kecamatan Senagan Timur adalah 11%. Ini merupakan serangan
yang rendah. Rendahnya tingkat serangan parasit di Krueng Inoeng Kecamatan
Senagan Timur disebabkan karena tidak adanya suatu kegiatan yang
menyebabkan pencemaran sungai sehingga kualitas air di Krueng Inoeng
Kecamatan Senagan Timur tersebut tidak banyak terdapat jenis parasit pada
penelitian ini.
Kemudian Noble dan Noble (1989) menyatakan bahwa pada beberapa
spesies ikan, semakin besar ukuran/berat inang, semakin tinggi infeksi oleh parasit
tertentu. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar,
meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi maka inang menjadi toleran
terhadap parasitnya.
Diamati bahwa prevalensi penyakit ini lebih banyak di musim dingin
(Ahmad et al., 1991) dan itu lagi terjadi pada musim yang sama setiap tahun.
Penelitian ini dirancang untuk menyelidiki prevalensi, spesifisitas inang, infestasi
ektoparasit pada benih ikan mas kabupaten Bogra, Bangladesh.
22

4.2.2. Intensitas Parasit


Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui pada organ target ektoparasit
(Lendir) pada ikan Naleh (Poropuntius sp) yang tertangkap di Krueng Inoeng
Kecamatan Senagan Timur Kabupaten Nagan Raya adalah 1 ind/ekor.
Rendahnya tingkat intensitas serangan parasit di Krueng Inoeng
Kecamatan Senagan Timur disebabkan kualitas air yang baik, serta nutrisi yang
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Talunga (2007), bahwa penyakit akibat
infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan ikan dalam jumlah yang
banyak pada area yang terbatas, menyebabkan lingkungan tersebut sangat
mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi.
Menurut Munajat dan Budiana (2003), tingkat serangan penyakit
tergantung pada jenis dan jumlah mikroorganisme yang menyerang ikan, kondisi
lingkungan dan daya tahan tubuh ikan juga turut memicu cepat atau tidaknya
penyakit itu menyerang ikan. Parasit dapat menyerang ikan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Secara langsung dapat terjadi antara ikan yang
sehat dengan ikan yang terinfeksi penyakit, sedangkan secara tidak langsung itu
dapat terjadi apabila kekebalan tubuh ikan sudah mulai menurun biasa
menyebabkan stress sehingga parasit dengan mudah dapat menyerang ikan
tersebut.
Menurut pendapat Noble (1989) dalam Aria (2008), yang menyatakan
bahwa prevalensi dan intensitas tiap jenis parasit itu selalu sama dikerenakan
banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya faktor yang
mempengaruhinya adalah ukuran inang. Pada beberapa spesies ikan. Semakin
besar ukuran atau beratnya inang, maka semakin tinggi infeksi parasit tertentu.
Inang yang lebih tua biasanya dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar,
meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi maka inang menjadi toleran
terhadap parasit.
Khan et al. (2003) menyimpulkan dari penelitian mereka bahwa terdapat
hubungan langsung antara temperatur dan infestasi parasit. Suhu adalah salah satu
faktor yang paling penting menentukan ada Argulids parasit. Suhu yang cocok
untuk pengembangan siklus hidup dan reproduksi ektoparasit disebut suhu
optimum yang di temukan temuan ini. Dalam penelitian ini, ektoparasitit relatif
23

lebih tinggi di bulan April dan Mei. Hal ini menunjukkan bahwa suhu memainkan
peran penting dalam serangan dan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk
reproduksi ektoparasit.
Tidak banyak jumlah ektoparasit dan endoparasit yang menginfeksi ikan
di Krueng Inoeng diduga terkait dengan kondisi habitat yang masih baik. Karena
parasit biasanya hanya mampu hidup pada kondisi suhu yang tidak baik.
24

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1. Jenis ektoparasit yang menginfeksi ikan Naleh (Poropuntius sp) ialah jenis
parasit Trematoda dalam bentuk (Metasekaria).
2. Prevalensi yang terdapat pada penelitian ini adalah 11%, yang tingkat
serangannya adalah rendah.
3. Intesitas yang terdapat pada ikan Naleh (Poropuntius sp) ini adalah hanya
satu ekor/individu.

5.2. Saran
Perlu penilitian lanjutan untuk mengetahui jenis parasit spesies apa saja
yang terdapat di Daerah Aliran Krueng Inoeng, dengan waktu yang lebih lama.
25

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed A, Ali, S M K dan Samad A. 1991. Probable cause of fish ulcer in


Bangladesh. Nutrition news. 14(1): 3p.

Aryani, N. Henny, S. Iesje l. Morina, R. 2005 Parasit dan Penyakit Ikan


Universitas Riau Press. Riau.

Aria, P.2008. http:// Kesehatan Ikan_Parasit_Penularan. Html. Prevalensi dan


Intensitas Parasit (Tingkat Penularan).

Afrianto E. dan Evi L. 1992.Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.


Yogyakarta. 89 hal.

Bowman DD. 1999. Parasitology for veterinarians seventh edition.


Philadelphia.Wb Saunders Company. 24 p.

Bhakti, S. 2011. Prevalensi dan Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Koi (Cyprinus
carpio) di Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias di Jawa Timur. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Callinan, R.B., dan Rowland, S.J. (1995). Penyakit bertengger perak. In: S.J.
Rowland dan C. Bryant (Eds), Silver Perch Budaya. Prosiding Perak Perch
Lokakarya, Grafton dan Narrandera, April 1994 Austasia Budidaya, Sandy
Bay, Tasmania. Pp 67-75.

Dharsana, R. 1987 . Infeksi cacing hati (fasciola gigantica) pada ternak di


indonesia.

Daelami D. 2001.Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta 30 hal.

Dalimunthe SY,. ( Januari 2006)., Manajemen Penyakit Ikan (Diktat Kuliah)


Universitas Brawijaya,. Malang.

Ghuffran H. dan Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Pnyakit Ikan. Pt.
Asdi Mahasatya. Jakarta.

Gusrina. 2008. budidaya Ikan Jilid 3.Departemen pendidikan Nasional. Cianjur.


Jakarta.

Hoffman. 1967. http://zipcodezoo.com/key/animalia/eukaryota_domain.asp.


Ichthyophthirius multifilis. (Online) 31 Desember 2010.

Huda, S. 2008. Penyakit Pada Budidaya Ikan Air Tawar.


http://www.google.com/dkp.banten.go.id/new s. 28/12/2008.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fhis Cultured in The Tropics. London
and Philadelphia.
26

Khan, N. M., Aziz, F., Afzal, M., Rab, A., Sahar, L., Ali, R. and Naqvi, S. M. H.
(2003). Parasitic infestation in different fresh water fish of mini dams of
Potohar Region,

Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka cipta


dan Bina Adiaksara. Jakarta.

Lukistyowaty, I. morina R. 2005. Analisa Penyakit Ikan. Universitas Riau Press.


Riau.

Lukistyowati, I. 2005. Teknik Pemeriksaan PenyakitIkan Universitas Riau Press.


Riau.

Nawawi R. 1996. Identifikasi, Klasifikasi Ikan. di Surabaya.16 hal.

Noga, E. J. 2010. Fish Disease Diagnosis and Treatment. 2 nd Edition. Wiley-


Balckwell. USA. 538 hal.

Noblee.r .&NobleG .A .(1989) .-Parasitology thebiolog yofanima lparasites .Lea


& Febiger, Philadelphia, 617 pp .

Levine N. D. 1990. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.


Yokyakarta. 30 hal.

Sarig, S. (1971). Penyakit Ikan. Buku 3: Pencegahan dan Pengobatan Penyakit


warmwater Ikan di bawah ketentuan Subtropical, dengan Penekanan
khusus pada Pertanian Ikan Intensif.

Sukadi, F., 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam
mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya. Disampaikan
pada SeminarNasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal
Soedirman,Purwokerto, 18 – 19 Mei 2004.

Talunga, J. 2007. Tingkat Infeksidan Patologi Parasit Manogenea


(Cleidodistussp) padaInsang Ikanpatin (Pangasiussp). Skripsi .Program
Studi Budidaya perairan J urusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

Tasawar, Z., Arshad, M. and Hayat, C.S. (2001) Copepod Ectoparasites of Labeo
rohita. Pakistan Journal of Biological Sciences 1: 676-677.

Tasawar, Z. and Khurshid, S. (1999) Seasonal variation in the Lernaeid parasites


of Cirrhinus mrigala, Acta Science 9: 19-24.

Rukyani, A., E. Silvia, A. Sunarto, dan Taukhid. 1996. Tingkat Infeksi


Metasekaria pada tubuh manusia. (Jurnal Penelitian Perikanan Indone-sia
III(1): (Abstrak).
27

Widyastuti, R,. E. Srimurni, S. Subadrah, Mardiyah. 2002. Parasitologi. Pusat


Penerbitan Universitas Terbuka (Tidak dipublikasikan).

Yuasa K. Novita P. Meliya B. danEdy B. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan:


iagnosa Penyakit Ikan Budidaya Air Tawar Indonesia. Balai Budidaya Air
Tawar Jambi dan Japan Internasional Cooperation Angenci (JICA).Jambi.
28

Lampiran : 1. Ikan Sampel (Kereling, Naleh, Serukan)

Gambar 1. Ikan Serukan Gambar 2. Ikan Kerling, Naleh dan


Serukan

Lampiran 2. Nekropsi Sampel

Gambar 3. Penyuntikan larutan fisiologis Gambar 4. Pengerikan Lendir Pada Ikan


Naleh

Gambar 5. Pengerukan Insang Gambar 6. Pembedahan Ikan Sampel


29

Lampiran : 3. Pengamatan Mikroskop

Gambar 7. Mikroskop dan Bahan dan Alat-alat Penelitian

Gambar 8. Melihat Sampel Dibawah Mikroskop Gambar 8. Mengidentifikasi Parasit


30

Lampiran : 4. Menghitung Prevalensi dan Intensitas

1. Prevalensi Parasit Trematoda yang belum matang (Metasekaria) pada ikan


Naleh (Poropuntius sp)
Diketahui : jumlah ikan yang terserang parasit Trematoda yang belum
matang (Metasekaria) 1 ekor .

NNNJumlah Parasit Tertentu


Prevalensi = ------------------------------------------- X 100%
NNJumlah Ikan Yang Di Periksa

Prevalensi = 1/9 X 100% = 11%

2. Intensitas Parasit Trematoda yang belum matang (Metasekaria) pada ikan


Naleh (Poropuntius sp)
Diketahui : jumlah ikan yang terserang parasit Trematoda yang belum matang
(Metasekaria) 1 ekor .

NNNJumlah Ikan Yang Terserang oleh Parasit Tertentu


Intensitas = ----------------------------------------------------------------X 100%
Jumlah Ikan Yang Di Periksa

Intensitas = 1/9 X 100% = 11%


31

Bhuiyan, A. S. and Musa, A. S. M. (2008) Seasonal prevalence and intensity of


infestation by the ectoparasites in carps relating to physico-chemical
parameters in some ponds of Mymensingh and Bogra districts of
Bangladesh. Bangladesh Journal of Scientific and Industrialresearch 43
(3): 411-418.

Bednarska, M., Bednarski, M., Soltysiak, Z. and Polechonski, R. (2009) Invasion


of Lernaea cyprinacea in Rainbow Trout (Oncorynchus mykiss). ACTA
Scientiarum Polonorum Medicina Veterinaria 8 (4): 27-32.

Bichi, A. H. and Bawaki, S. S. (2010) A survey of ectoparasites on the gill, skin,


and fins of Oreochromis niloticus at Bagauda Fish Farm, Kano, Nigeria.
Bayero Journal of Pure and Applied Science 3 (1): 83-86.

Fryer, 1961; Paperna, 1968., Afrika tropis air (Danau Volta dan Afrika Timur
Danau sistem

Hadiroseyani, Y. 1998. Metoda Dianogsa Parasit Ikan. Fakultas Perikanan, IPB.


Bogor.

Jalali, B. and Barzegar, M. (2006) Fish parasites in Zarivar Lake. Journal of


Agricultural Science Technology 8: 47-58.

Kayis, S. Ozceplep, T., Capkin, E. and Altinok, I. (2009) Protozoan and metazoan
parasites of cultured fish in Turkey and their applied treatments. The Israel
Journal of Aquaculture–Bamidgeh 61: 93-102..

Pakistan. Pakistan Journal of Biological Sciences 6 (13): 1092-1095.

Munajat A. dan Budiman, N. S.2003.pestisida Nabati untuk Penyakit Ikan.


Penebar Swadaya. Jakarta. 87 hal.

Moller,H. Andres, K. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes.Verlang


Moller. Germany.

Piasecki et al., 2004, dan Bednarska et al., 2009. Jurnal Ectoparasites dan Eksotis
Air Tawar Ikan Gurami (Cypriniformes: Cyprinidae).

Perveen, F. (2010) Effects of sublethal doses of chlorfluazuron on embryogenesis


in Spodoptera litura. Journal of Agricultural Science and Technology
USA5(2:33): 127-138; Online:
http://www.ourglocal.com/journal/?issn=19391250.

Ravichandram, S., Rameshkumar, G. and Kumaravel, K. (2009) Variation in the


morphological feature of isopod fish parasites. World Journal of fish and
Marine Sciences 1 (2): 137-140.
Susanti. I. 2004. EfektifitasPenggunaan Formalin Terhadap Dinoflagellata ikan
Baronang (Siganussp). Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan
32

Dan perikanan Universitas Hasanuddin Makasar.

Sneiszko, S.F. and Axelrod, H.R. 1971, Diseases of Fisheries T.F.H.


Publications Hongkong.

Tasawar, Z., Umer, K. and Hayat, C. S. (2007b) Observations on Lernaeid


parasites of Catla catla from a fish hatchery, Muzaffargarh, Pakistan.
Pakistan Veterinary Journal 27: 17-19..

Zonneveld, N., E.A. Huisman dan J. H. Boon, 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya


Ikan., Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1. Natadisastra Djaenudin, Ridad Agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari


Organ Tubuh yang Diserang, Cetakan 1, EGC, 2009
2. Winn Washington, Stephen Allen, Willian Janda, Elmer Koneman, Gary Procop,
Paul Schreckenberger, Gall Woods, Color Atlas and Textbook of Diagnostic
Microbiology, Sixth edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2006
3. Schistosoma, tersedia dari http://www.altered-states.net/.../schistosoma.jpg,
diunduh 8 mei 2010
4. Siklus hidup Schistosoma spp, tersedia dari
http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/schistosom. Diunduh 8 mei 2010
5. Telur Schistosoma spp, tersedia dari http://www.medchem.com/Para/
b%2003.htm. Diunduh 8 mei 2010
6. Trematoda hati dan paru-paru, tersedia dari http://
www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture5%2. Diunduh 8 mei 2010
7. Miracidium dan serkaria , tersedia dari
http://www.biology.ualberta.ca/courses.hp/zool250/Labs/Lab04/Lab04.htm.
Diunduh 8 mei 2010
Gandahusada, srisasi Prof.dr. dkk (ed). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga, 2002. balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Trematoda atau disebut juga Cacing Isap adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Platyhelminthes. [1] Jenis cacing
Trematoda hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Tubuhnya dilapisi
dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya dan
mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya.
Contoh anggota Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing ini
hidup di hati ternak kambing, biri-biri, sapi, dan kerbau. [2]

Db'nges, J. 1969. Entwicklungs-und Lebensdauer von Metacercarien. Z.


Parasitenkd. 31:340-366.
1. Natadisastra Djaenudin, Ridad Agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang, Cetakan 1, EGC, 2009
2. Winn Washington, Stephen Allen, Willian Janda, Elmer Koneman, Gary Procop,
Paul Schreckenberger, Gall Woods, Color Atlas and Textbook of Diagnostic
Microbiology, Sixth edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2006
33

3. Schistosoma, tersedia dari http://www.altered-states.net/.../schistosoma.jpg,


diunduh 8 mei 2010
4. Siklus hidup Schistosoma spp, tersedia dari
http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/schistosom. Diunduh 8 mei 2010
5. Telur Schistosoma spp, tersedia dari http://www.medchem.com/Para/
b%2003.htm. Diunduh 8 mei 2010
6. Trematoda hati dan paru-paru, tersedia dari http://
www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture5%2. Diunduh 8 mei 2010
7. Miracidium dan serkaria , tersedia dari
http://www.biology.ualberta.ca/courses.hp/zool250/Labs/Lab04/Lab04.htm.
Diunduh 8 mei 2010

Amri, K.. 2006. Budidaya Udang Windu Secara Intesif. Penerbit Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Anonymous, 2004. Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan.
Jakarta.

Ghufran M. Kordi H. Panggulangan K,. 2004, .Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Bina
Adiaksara. Jakarta.

Haliman, R. W., Adijaya, D. S., 2006. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta

Hanggono, B., 2006. Peranan Biosekuriti Dalam Budidaya Udang Vaname. Makalah
Pelatihan Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 – 11
Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau Situbondo

Lestari, Y. N, Subyakto, S., Triastutik, G., Hanggono, B., Nursanto, D.B., 2006. Waspadai
IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Balai Budidaya Air Payau Situbondo.

Santoso, D. 2006. Penerapan GAP (Good Aquaculture Practices) Pada Budidaya Udang di
Tambak. Makalah Pelatihan Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang
Vaname 6 – 11 Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau Situbondo

Suyanto, S.R., Mujiman. A., 2005. Budidaya Udang Windu. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.

Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991 Intensif Shrimp Production Technology. Honolulu,


Hawaii, USA 96825.

Rukyani, A. 2000. Masalah Penyakit Udang dan Harapan Solusinya. Makalah


Disampaikan pada Sarasehan Akuakultur Nasional, 5-6 Oktober FPIK-Institut
Pertanian Bogor, Bogor, 15 hal.
34

Anshary, H. 2008. Tingkat Infeksi Parasit Pada Ikan Mas koi (Cyprinus carpio)
Pada Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias Di Makassar dan Gowa. Jurnal Sains
dan Teknologi. Makassar

Rukyani, A., E. Silvia, A. Sunarto, dan Taukhid.


1987. Peningkatan respons kebal non-spesifik pada ikan lele dumbo (Clarias spp.)
dengan pemberian imunostimulan (beta-glucan). Jurnal Penelitian Perikanan
Indone-sia III(1): (Abstrak).

DHARSANA, R. 1987 . Infeksi Cacing Hati (Fasciola gigantica) pada Temak di


Indonesia . Paper Seminar .

Anda mungkin juga menyukai