Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENYAKIT DAN PARASIT HEWAN

AKUATIK

OLEH:

DANIEL TRI LAKONA SINAMO

1314521006

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2016

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi.....................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................2
1.3 Manfaat.........................................................................................................2
Bab II Tinjauan Pustaka.............................................................................................3
2.1 Penyakit Ikan.................................................................................................3
2.1.1 Parasit....................................................................................................4
2.1.2 Ektoparasit.............................................................................................5
2.1.3 Jenis Jenis Ektoparasit...........................................................................6
2.2 Klasifikasi Ikan Lele ....................................................................................11
2.2.1 Morfologi Ikan Lele..............................................................................12
2.2.2 Ciri Ciri Ikan Lele Terserang Penyakit………………………………...13
2.3 Klasifikasi Ikan Mas.....................................................................................13
2.3.1 Morfologi Ikan Mas...............................................................................14
2.4 Klasifikasi Udang..........................................................................................15
2.4.1 Morfologi Udang...................................................................................16
Bab III Metodologi Praktikum...................................................................................17
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan...................................................................17
3.2 Alat dan Bahan..............................................................................................17
3.3 Prosedur Praktikum.......................................................................................17
3.3.1 Pengamatan Kondisi Fisik.....................................................................17
3.3.2 Pengamatan Ektoparasit........................................................................18
3.3.3 Pengamatan Endoparasit.......................................................................20
Bab IV Hasil dan Pembahasan...................................................................................28

ii
4.1 Hasil..............................................................................................................22
4.2 Pembahasan...................................................................................................28
Bab V Penutup...........................................................................................................30
5.1 Kesimpulan...................................................................................................30
5.2 Saran..............................................................................................................30
Daftar Pustaka............................................................................................................31

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada ikan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu


proses kehidupan ikan, sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum
penyakit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi.
Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan
virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan,
lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).

Penyakit ikan berdasarkan faktor penyebabnya dibedakan menjadi dua yaitu


penyakit non infeksi dan infeksi. Salah satu penyebab penyakit ikan yang cukup
berbahaya adalah aktivitas organisme parasit. Parasit adalah organisme yang hidup di
luar dan di dalam tubuh ikan yang mendapatkan perlindungan dan memperoleh
makanan dari inangnya untuk keberlangsungan hidupnya (Afrianto dan Liviawaty,
1992). Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan
akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada area
yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung
perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar tinggi
akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah
terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh
terhadap berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah
penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan
ikan yang sehat (Irianto, 2005).

v
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari praktikum Penyakit dan Parasit Hewan Akuatik ini
adalah :

1. Apa saja jenis parasit dan organ ikan yang terserang parasit ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari praktikum Penyakit dan Parasit Hewan Akuatik ini adalah :

1. Mengetahui jenis parasit dan organ ikan yang terserang parasit.

vi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ikan

Dalam usaha budidaya ikan, penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian


ekonomis, karena penyakit dapat menyebabkan kekerdilan, periode pemeliharaan
lebih lama, tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang rendah, dan kematian
(Handajani & Samsundari, 2005).

Penyakit ikan merupakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan


pada ikan baik secara langsung maupun tidak langsung (Kordi,2004). Pada dasarnya
penyakit yang menyerang ikan tidak datang dengan sendirinya melainkan melalui
proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),
kondisi ikan (inang), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit) (Handajani &
Samsundari, 2005). Timbulnya suatu penyakit disebabkan dari hasil interaksi yang
tidak sesuai dengan lingkungan yang menyebabkan stres pada ikan, sehingga
mengakibatkan kondisi tubuhnya melemah dan nantinya terserang oleh penyakit
(Kordi,2004).

Penyakit merupakan suatu gangguan pada organisme yang disebabkan oleh


parasit (Mulia, 2007). Serangan penyakit yang terjadi pada ikan di kolam budidaya
terjadi karena terganggunya keharmonisan interaksi antara tiga komponen utama
yaitu ikan, kondisi lingkungan, dan organisme penyakit (Mukaromah, 2011).

Sumber penyakit yang sering menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi


dua macam yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi (Afrianto & Liviawaty,
1992 dalam Mukaromah, 2011).

vii
1. Penyakit Infeksi

Penyakit yang disebabkan adanya aktivitas organisme parasit. Organisme yang


sering menyerang ikan pemeliharaan, antara lain virus, bakteri, jamur, protozoa,
cacing, dan udang renik.

2. Penyakit Non Infeksi

Penyakit yang disebabkan selain mikroorganisme hidup yang dipengaruhi oleh


beberapa faktor seperti pakan, lingkungan, keturunan, dan penanganan. Interaksi yang
terjadi pada ikan akibat serangan parasit merupakan masalah yang cukup serius
dibandingkan dengan gangguan yang disebabkan oleh faktor lain (Zonneveld et al.,
1991). Organisme parasit bisa menjadi wabah infeksi sekunder, maksudnya infeksi
yang sudah berbahaya dan adanya organisme lain seperti virus, bakteri, jamur,
protozoa, cacing, dan udang renik (Purwoko, 2004).

2.1.1 Parasit
Organisme parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau pada
tubuh organisme lain dan mendapatkan makanan untuk hidupnya tanpa
memberi hubungan timbal balik yang menguntungkan bagi organisme yang
menjadi tempat hidupnya (Brotowidjoyo, 1987). Parasit adalah hewan atau
tumbuhan yang hidup atas pengorbanan inangnya, yaitu dengan suatu cara
parasit itu menyakiti inangnya sendiri (Noble & Noble, 1989).
Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang
mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme
tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian (Kabata, 1985 dalam
Prasetiyawan, 2011). Parasitisme adalah hubungan dari salah satu spesies
parasit dengan inangnya. Inang perperan sebagai tempat untuk memperoleh

viii
makanan dan nutrisi bagi parasit, sehingga tubuh inang merupakan lingkungan
yang paling utama untuk habitat parasit (Adelaide et al., 2011).
Penyakit akibat infeksi parasit menjadi salah satu ancaman keberhasilan
akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada
area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat
mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan
padat tebar tinggi akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan
ikan menjadi mudah terserang penyakit. Selain itu kualitas air, volume air, dan
alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit. Populasi yang
tinggi akan mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan
kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang sehat (Irianto, 2005).
Berdasarkan sifat hidupnya parasit dapat dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu obligat dan fakultatif. Golongan obligat yaitu parasit yang hanya bisa
hidup jika berada pada inang. Golongan fakultatif yaitu parasit yang mampu
hidup di lingkungan air jika tidak ada inang disekitarnya (Adelaide et al.,2011).
Parasit dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit (Syakuri
et al., 2004).

2.1.2 Ektoparasit
Ektoparasit merupakan organisme parasit yang menginfeksi bagian luar
dari inang (ikan) dan dapat menimbulkan kerugian pada budidaya ikan
(Stickney, 1994 dalam Purbomartono, 2005). Pada ikan budidaya, ektoparasit
dapat menimbulkan mortalitas yang tinggi terutama pada fase pembenihan yang
merupakan periode sensitif terhadap serangan ektoparasit (Purbomartono,
2005). Ektoparasit pada ikan air tawar seringkali menjadi wabah penyakit pada
kegiatan usaha budidaya ikan (Mukaromah, 2011).

ix
2.1.3 Jenis Jenis Ektoparasit
Ektoparasit berdasarkan sistematika penyebabnya digolongkan menjadi
tiga, yaitu ektoparasit protozoa, ektoparasit cacing, dan ektoparasit udang renik
(Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

1. Jenis Ektoparasit Protozoa


a. Costiasis
Costiasis merupakan penyakit yang disebabkan adanya parasit Costia.
Penyakit ini menyerang larva ikan/ikan muda. Selain ditemukan pada ikan
air tawar, juga ditemukan menyerang katak dan ikan-ikan hias akuarium.
Parasit ini menyebar melalui air dan adanya kontak langsung pada ikan
dengan ikan lainnya. Costia menghisap nutrisi ikan inang dengan cara
menempel dan menembus sel kulit ikan melalui bagian anterior yang
meruncing membentuk jari. Gejala ikan yang terserang ektoparasit ini
adalah tidak mau makan, berenang tidak normal, berwarna pucat kehitaman,
lemah, dan akhirnya dapat mengalami kematian (Tim Karya Tani Mandiri,
2009).

b. Trichodina sp.

Trichodina sp. merupakan parasit yang menyerang bagian luar ikan yaitu
pada bagian kulit dan bagian insang ikan (Klinger & Floyd, 1998 dalam
Mukaromah, 2011). Sel Trichodina sp. berbentuk bundar seperti cawan,
dengan diameter 50 μm, bulu getar terangkai pada kedua sisi sel, dan
memiliki makro serta mikronukleus (Irianto, 2005). Ikan yang sering
terkena penyakit ini ditandai oleh adanya bintik-bintik putih keabu-abuan
pada bagian tubuh ikan, terutama pada bagian kepala dan sirip, juga dapat
mengakibatka peningkatan produksi lendir (Irawan, 2000).

x
c. Ichthyophthirius multifiliis
Ichthyophthirius multifiliis merupakan salah satu anggota protozoa yang
sering menyerang dan menimbulkan suatu penyakit pada ikan air tawar,
baik ikan konsumsi ataupun ikan hias. Protozoa ini mempunyai ukuran yang
relatif kecil, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang krena hanya
berdiameter 0,5-1 mm (Kordi, 2004).
Ichthyophthirius multifiliis merupakan protozoa berbulu getar, parasit
obligat pada ikan air tawar yang harus menemukan inang baru dalam 48 jam
(pada suhu sekitar 25-27oC) (Irianto, 2005). Ichthyophthirius multifiliis
dikenal sebagai penyakit bintik putih dan sangat umum terjadi pada ikan-
ikan peliharaan dalam akuarium atau tangki pembenihan (Mukaromah,
2011). Organisme ini menyebabkan penyakit yang dikenal dengan white
spot, karena pada infeksi tinggi dapat menyebabkan bintik-bintik putih pada
tubuh. Secara klinis ikan yang terinfeksi menjadi hiperaktif dan berenang
sambil menggesekkan tubuhnya pada bebatuan atau dinding kolam (Irianto,
2005). Bagian tubuh ikan yang sering terinfeksi oleh organisme ini adalah
bagian dari tubuh luar ikan, terutama lapisan lendir kulit, sirip, dan insang
(Afrianto & Liviawaty, 1992 dalam Mukaromah, 2011).

d. Myxobolus sp.
Myxobolus sp. menyebabkan penyakit yang disebut Myxoboliasis pada
ikan (Kabata, 1985). Spesies ini menghasilkan semacam kista yang
kemudian akan pecah. Bentuk membulat dan melebar pada bagian anterior.
Parasit ini tidak hanya tinggal di insang ikan, merupakan parasit obligat
pada jaringan-jaringan ikat, hati, dan ginjal. Siklus hidupnya belum semua
diketahui, tetapi jenis parasit ini membentuk spora pada insang atau di
bawah kulit ikan (Daelami, 2001).

xi
e. Epistylis sp.
Epistylis sp. merupakan parasit yang mempunyai kemampuan untuk
membentuk koloni dan dapat mengakibatkan luka yang dapat dijadikan
suatu pintu masuknya bakteri (Mukaromah, 2011). Epistylis sp. berbentuk
silinder tipis seperti lonceng bertangkai berukuran 0,4-0,5 nm. Hidup
berkoloni dan biasanya ditemukan di kulit dan insang (Kabata, 1985).
Epistylis sp. merupakan protozoa bertangkai dan bercabang, memiki bulu
getar, dan hidup bebas dengan melekat pada tanaman air. Pada kondisi
kualitas air kaya akan bahan organik, maka Epistylis sp. dapat berubah
menjadi organisme penyakit. Secara klinis, ikan yang sakit menunjukkan
adanya borok atau adanya massa seperti kapas yang tumbuh di kulit, sisik,
dan sirip sehingga menimbulkan bercak-bercak merah atau borok yang
memerah (Irianto, 2005).

f. Oodinum sp.
Oodinium sp. berbentuk bundar, berdiameter 20-80 nm dengan filamen
seperti akar, biasanya menyerang jaringan kulit dan sel-sel kulit ikan.
Infeksi terjadi bukan di bagian kulit saja tetapi pada rongga mulut dan pada
bagian insang sehingga insang mengalami pembengkakan. Jenis parasit ini
hidup pada inang, apabila dalam 24 jam tidak menemukan inang maka jenis
parasit ini akan mati (Daelami, 2001). Jenis parasit ini dapat dikenali pada
ikan yang terinfeksi, yaitu gerakan ikan menjadi lemas dan tidak tahan
terhadap permukaan sehingga dapat menyebabkan kematian masal yang
disebabkan karena kerusakan kulit dan insang (Kordi, 2004).

g. Vorticella sp.
Vorticella sp. memiliki bentuk seperti lonceng terbalik dengan tangkai
bersilia yang mengandung fibril (Kabata, 1985). Vorticella sp. dapat hidup
di air tawar dan di air laut serta dapat menempel di tumbuhan atau hewan.

xii
Reproduksi aseksualnya dengan cara pembelahan proses budding
(Mukaromah, 2011).

h. Chillodonella sp.
Chillodonella sp. merupakan parasit yang menyerang bagian luar ikan,
yaitu sirip dan insang. Parasit ini kadang ditemukan dalam jumlah yang
sangat banyak menyerang ikan air tawar. Parasit jenis ini memiliki ciri–ciri
tubuh yang pipih dorsoventral, kaku, oval, dengan bagian permukaan dorsal
yang cekung dan bagian ventralnya berbentuk pipih dan bersilia. Infeksi
Chillodonella sp. baik berada pada permukaan tubuh maupun filamen
insang ikan akan mengakibatkan sekresi mucus berlebihan dan iritasi
(Klinger & Floyd, 1998 dalam Mukaromah, 2011).

2. Jenis Ektoparasit Trematoda


a. Dactylogyrus sp.
Parasit cacing ini hidup pada inang sehingga seluruh hidupnya berfungsi
sebagai parasit dan merupakan ektoparasit yang ditemukan menyerang
insang ikan dan jarang ditemukan pada permukaan tubuh ikan. Ikan yang
diserang parasit ini biasanya akan menjadi kurus dan kulitnya tidak
kelihatan bening lagi. Kulit juga terlihat pucat, bintik-bintik merah di bagian
tertentu, produksi lendir tidak normal, dan pada sebagian atau seluruh tubuh
berwarna gelap, sisik dan kulit terkelupas dan respirasi terganggu (ikan
kelihatan megapmegap seperti kekurangan oksigen), juga ikan sering
terlihat menggosok-gosokkan badannya ke dasar atau pematang kolam serta
benda-benda keras lain di sekitarnya (Kordi, 2004).

b. Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus sp. adalah ektoparasit yang sering menyerang ikan pada
bagian kulit maupun insang (Klinger & Floyd, 1998 dalam Purwoko, 2004).
Organisme jenis ini dapat diisolasi dari permukaan tubuh ikan, insang, dan

xiii
sirip (Anonim, 2009). Ikan yang terserang biasanya banyak mengeluarkan
lendir, warna tubuhnya pucat, ikan lemas tidak suka bergerak dan siripnya
kuncup, insang pucat, pertumbuhan ikan terhambat, nafsu makan ikan
berkurang, maka dapat dipastikan ikan tersebut terserang penyakit ini
(Kordi, 2004).

3. Ektoparasit Jenis Crustacea


a. Learnea sp.
Learnea sp. merupakan parasit berjangkar, pada stadium dewasa
menghujamkan kepalanya ke jaringan badan ikan dengan kuat sekali. Tubuh
Learnea sp. memanjang seperti cacing, pada bagian kepalanya terdapat
empat tonjolan seperti tanduk-tanduk (Daelami, 2001). Parasit menempel
pada tutup insang, sirip atau pada mata, setelah 15 menit kemudian terlihat
luka-luka di tempat penyerangan tersebut. Pada umumnya infeksi Learnea
sp. ditandai oleh kehilangan berat badan akibat turunnya nafsu makan
(Kordi, 2004).

b. Ergasiliosis sp.
Ergasiliosis sp. merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh
ektoparasit genus Ergasilus. Ikan yang terserang organisme ini biasanya
operkulum membuka dan tidak menutup secara sempurna, selain itu
menyerang organ lain seperti sirip dan jaringan dekat mata. Akibatnya,
terjadi kelainan bentuk insang, penyempitan pembuluh darah, kematian
jaringan insang dan jaringan tubuh, produksi lendir yang berlebihan, dan
dapat mengakibatkan tingginya mortalitas pada ikan (Tim Karya Tani
Mandiri, 2009).

c. Caligusias sp.
Ikan yang terserang penyakit parasit ini akan terlihat adanya parasit yang
menempel pada permukaan tubuh ikan, karena permukaan tubuh dan sirip

xiv
merupakan organ target dari parasit ini. Penularannya biasanya melalui ikan
budidaya yang terinfeksi (kontak langsung), air mengandung larva parasit
dan ikan liar sebagai carrier (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

d. Argulus sp.
Argulus sp. merupakan ektoparasit sejenis udang renik yang mempunyai
bentuk tubuh bulat pipih seperti kutu, sehingga sering disebut sebagai kutu
ikan. Tubuhnya dilengkapi dengan pengait untuk mengaitkan tubuhnya pada
inang. Ciri ikan yang terserang penyakit ini adalah tubuhnya kurus, lemah,
dan kurang darah akibat dihisap darahnya. Luka bekas alat hisap inilah yang
merupakan bagian yang mudah diserang bakteri dan jamur, sehingga dapat
terjadi infeksi sekunder yang menyebabkan ikan akan mengalami kematian
masal (Afrianto & Liviawaty, 1992 dalam Rokhmawati, 2006). Argulus sp.
selain menyerang insang juga menyerang pada bagian tubuh (Klinger &
Floyd, 1998 dalam Mukaromah, 2011).

2.2 Klasifikasi Ikan Lele

Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo
Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan dengan
tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang menyembul dari
daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp. yang berasal dari
bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam bahasa Inggris lele disebut
dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan walking catfish. Klasifikasi ikan
lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa (2004)

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

xv
Ordo : Ostarophysi

Subordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

2.2.1 Morfologi Ikan Lele

Dilihat dari ciri morfologinya ikan lele dumbo (C. gariepinus) berbeda
dengan jenis ikan lainnya seperti ikan nila, ikan gurami, maupun ikan mas. Lele
dumbo (C. gariepinus) memiliki bentuk badan yang memanjang tanpa sisik
sama sekali dan licin, dengan bagian kepala gepeng dan panjang hampir
seperempat dari panjang tubuhnya, batok kepala umumnya keras dan meruncing
ke belakang, memiliki mulut yang lebar (sesuai dengan besar tubuhnya)
(Khairuman & Amri, 2008). Lele dumbo juga memiliki ciri yang khas yaitu
memiliki sungut yang berada di sekitar mulut yang berjumlah 8 buah atau 4
pasang sungut yang terdiri dari 2 buah sungut nasal, 2 buah sungut mandibular
luar, 2 buah sungut mandibular dalam, 2 buah sungut maxilar (Khairuman &
Amri, 2008). Selain memiliki 4 pasang sungut, lele dumbo memiliki 5 buah
sirip yang terdiri dari sirip berpasangan yang meliputi sirip dada, sirip perut,
dan sirip dubur sedangkan sirip tunggal meliputi sirip punggung dan sirip ekor
(Saanin, 1986). Ikan lele dumbo (C. garepinus) memiliki alat penapasan
tambahan yang disebut aborescent organ (Pamunjtak, 2010). Alat pernapasan
tersebut merupakan membran yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah.
Aborescent organ terletak di bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh
dua pelat tulang kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk
seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler darah (Najiyati, 2010).

xvi
2.2.2 Ciri Ciri Ikan Lele yang Terserang Penyakit

Lele dumbo (C.gariepinus) yang terserang penyakit dapat diketahui


dengan melihat tanda-tanda yang ditunjukkan oleh aktifitas yang dilakukannya.
Adapun ciri-ciri lele dumbo (C.gariepinus) yang terserang hama dan penyakit
antara lain ikan terlihat pasif, lemah, dan kehilangan keseimbangan tubuhnya
sehingga cenderung mengapung di permukaan air, nafsu makan menurun
bahkan pada ikan sangat lemah tidak ada nafsu makan sama sekali, ikan
mengalami kesulitan untuk bernafas (megap-megap), dan mempunyai reaksi
lambat bahkan sering dijumpai ikan tidak bereaksi sama sekali. Adapun ciri
lain, yaitu tubuh ikan tidak licin lagi karena selaput lendirnya telah berkurang
atau habis sehingga ikan mudah ditangkap. Pada bagian-bagian tertentu dari
tubuh ikan dapat terlihat pendarahan terutama di dada, perut, dan pangkal sirip.
Pendarahan ini menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit sudah tinggi.
Sirip punggung, dada, dan ekor mengalami rusak serta pecah-pecah, sering pula
sirip hanya tinggal tulang yang kerasnya saja. Insang mengalami kerusakan dan
tidak berfungsi lagi, sehingga ikan sering terlihat mengalami kesulitan untuk
bernafas. Warna insang yang semula merah segar berubah menjadi keputih-
putihan atau kebiru-biruan. Jika bagian perutnya dibelah akan terlihat organ hati
menjadi berwarna kekuningkuningan dan ususnya agak rapuh (Afrianto &
Liviawaty, 1992 dalam Purwoko, 2004).

2.3 Klasifikasi Ikan Mas

Menurut Khairuman dan Subenda (2002) sistematika taksonomi ikan mas


adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Subphyllum : Vertebrata

xvii
Superclass : Pisces

Class : Osteichthyes

Subclass : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Subordo : Cyprinoidea

Family : Cypridae

Subfamily : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Species : Cyprinus carpio

2.3.1 Morfologi Ikan Mas

Tubuh ikan mas (Cyprinus carpio) dilengkapi dengan sirip. Sirip


punggung (dorsal) berukuran relatif panjang dengan bagian belakang berjari-jari
keras dan sirip terakhir yaitu sirip ketiga dan keempat, bergerigi. Letak antara
sirip punggung dan perut berseberangan. Sirip pada pectoral terletak dibelakang
tutup insang (overculum). Sisik ikan mas berukuran relatif lebih besar dan
digolongkan kedalam tipe sisik sikloid linea lateralis (gurat sisi), terletak
dipertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai keujung belakang
pangkal ekor. Pharynreal teeth (gigi kerongkongan) terdiri dari tiga baris yang
berbentuk gigi geraham (Suseno, 2003).

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan ikan pemakan segala


(omnivora). Kebiasaan makan ikan mas (Cyprinus carpio) yaitu sering
mangaduk-ngaduk dasar kolam, termasuk dasar pematang untuk mencari jasad-
jasad organik. Karna kebiasaan makannya seperti ini, ikan mas (Cyprinus

xviii
carpio) dijuluki sebagai bottom feeder atau pemakan dasar. Di alam, danau atau
sungai tempat hidupnya, ikan ini hidup menepi sambil mengincar makanan
berupa binatang-binatang kecil yang biasanya hidup dilapisan lumpur tepi
danau atau sungai (Susanto,2004).

Menurut Susanto (2004), ikan mas (Cyprinus carpio) mempunyai telur


yang sifatnya merekat/menempel atau adhesif. Kebiasaan sebelum melakukan
pemijahan di alam adalah mencari tempat yang rimbun dengan tanaman air atau
rumput-rumputan yang menutupi permukaan perairan.

Perkembangan seksual ikan mas (Cyprinus carpio) yaitu ovivar dimana


perkembangbiakan seksual yang ditandai dengan pelepasan sel telur jantan dan
betina, dimana spermatozoa diluar tubuh dan fertilisasi terjadi diluar tubuh.
Ciri-ciri lain adalah sel telur berukuran besar karena banyak mengandung
kuning telur yang dapat menjadi bekal bagi anak-anaknya dalam mengawali
hidupnya diluar tubuh (Susanto,2004).

2.4 Klasifikasi Udang

Menurut Agung (2007), dalam dunia internasional, udang windu (P.monodon)


dikenal dengan nama black tiger, tiger shrimpatau tiger prawn. Adapun udang windu
diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Penaeus

xix
Species : PenaeusmonodonFabricus

2.4.1 Morfologi Udang

Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (P. monodon) terbagi


menjadi dua bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada
(kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat
ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya
terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala sampai dada terdiri dari 13 ruas, yaitu
kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri atas
segmen dan 1 telson.(Suyanto dan Mujiman, 1994).

Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang
terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala yang
ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada
sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini
memudahkan mereka untuk bergerak (Suyanto dan Mujiman, 1994). Udang
betina lebih cepat tumbuh daripada udang jantan, sehingga pada umur yang
sama tubuh udang betina lebih besar daripada udang jantan (Soetomo, 2000).

xx
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Penyakit dan Parasit Hewan Akuatik, dilaksanakan pada hari Selasa
Tanggal 15 Desember 2015 pukul 08.30 WITA bertempat di Laboratorium
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas
Udayana.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum Penyakit dan Parasit Hewan Akuatik
antara lain Mikroskop, Laptop, Objek Glass, Cover Glass, Pipet Tetes, Aquades,
Disecting Set, Sarung tangan (gloves) dan Masker. Sedangkan bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah ikan lele (Clarias gariepinus), ikan mas dan udang
(Panaeus sp).

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pengamatan Kondisi Fisik
Sebelum dilakukan pengamatan parasit, khususuntuk sampel ikan
terlebih dahulu dilakukan pengamatan kondisifisik untuk mengetahui gejala
klinis yang terdapat pada fisik ikan. Pengamatan dilakukan menggunakan indera
mata dan bantuan kaca pembesar (loop). Adapun pengamatan kondisi fisik
ikandapat dilihat pada tabel berikut:

Mata Ikan dibaringkan pada nampan dengan posisi kepala di kiri,


kemudian diperhatikan matanya mengarah ke atas atau
kebawah.
Sirip Diamati keadaan sirip ikan mulai dari sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip ekor, dan sirip anal apakah geripis atau

xxi
mengerucut.
Luka Dilihat permukaan tubuh ikan dengan teliti, apakah terdapat
penyakit makro yang terlihat oleh mata biasa atau dengan
bantuan kaca pembesar.
Benjolan Memperhatikan seluruh bagian tubuh ikan untuk melihat
benjolan yang terdapat pada tubuh ikan.
Warna Memperhatikan warna ikan yang sedang praktikan amati

3.3.2 Pengamatan Ektoparasit


Tujuan pemeriksaan ektoparasit adalah untuk menentukan jenis parasit
yang menyerang bagian luar tubuh organisme sampel. Adapun pengamatan
ektoparasit menggunakan dua sampel organisme berupa ikan dan udang.
1. Pengamatan Ektoparasit Ikan
Organ-organ yang diamati untuk pemeriksaan ektoparasit pada ikan antara
lain: lendir (mucus), sirip (sirip punggung,dada, perut, ekor, dan anal),
operkulum, dan insang. Adapun langkah-langkah pengamatannya adalah
sebagai berikut:

A. Pemeriksaan Ektoparasit Pada Lendir (Mucus)


Pemeriksaan parasit pada lendir ikan dapat dilakukan dengan menggunakan
metodeskin scraping (metode kerokan kulit). Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:

a. Dibunuh ikan nila menggunakan jarum dengan menusuk bagian tengkuk


ikan.
b. Dikerok bagian kulit (dari kepala sampai ekor) sehingga diperoleh cairan
lendir, sel epitel serta parasit pada kulit ikan.
c. Diusapkan hasil kerokan tersebut diatas objek glass
d. Ditutup spesimen menggunakan cover glass
e. Diamati pereparat dibawah mikroskop
f. Diamati dan diidentifikasi jenis parasit yang ditemukan serta dihitung
jumlahnya berdasarkan spesies

xxii
g. Dilakukan kegiatan 1-6 sebanyak 3 ulangan

B. Pemeriksaan Ektoparasit pada Sirip, Operkulum dan Insang


Pemeriksaan ektoparasit pada organ sirip, operkulum dan insang dilakukan
dengan menggunakan metode wet mount. Langkah-langkah pemeriksaannya
adalah sebagai berikut:

1. Diambil organ ikan berupa sirip, operkulum dan insang menggunakan


gunting dan alat bantu lainnya.
2. Objek yang telah diambil diletakkan di atas objek glass
3. Organ yang telah diambil dikerok menggunakan gunting atau skapel untuk
mempertipis objek dan memudahkan untuk melakukan pengamatan
4. Ditetesi spesimen tersebut dengan akuades di bagian permukaan
menggunakan pipet tetes hingga rata.
5. Ditutup spesimenmenggunakancover glass.
6. Diamati di bawah mikroskop.
7. Diamati dan diidentifikasi jenis parasit yang ditemukan serta dihitung
jumlahnya berdasarkan spesies.
8. Dilakukan kegiatan 1-7 sebanyak 3 kali ulangan

2. Pengamatan Ektoparasit Udang


Pengamatan ektoparasit pada udang meliputi pengamatan pada organ mata,
kaki renang, kaki jalan, ekor, kulit, dan insang. Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
a. Dipotong organ (mata, kaki renang, kaki jalan, ekor, kulit dan insang
dengan mengunakangunting.
b. Sampel yang telah digunting diambil menggunakan pinsetdan diletakkan di
atas objek glass
c. Ditetesi sampel denganaquades dengan menggunakan pipet tetes
d. Diamati denganmenggunakan mikroskop

xxiii
e. Diamati dan diidentifikasi jenis parasit yang ditemukan serta dihitung
jumlahnya berdasarkan spesies.
f. Diulangi kegiatan 1-5 sebanyak 3 kali ulangan.

3.3.3 Pengamatan Endoparasit


Pengamatan endoparasit menggunakan sampel berupa ikan lele.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari dan menentukan parasit yang hidup
pada bagian dalam tubuh ikan lele. Adapun pemeriksaannya meliputi
pemeriksaan menyeluruh secara umum dan pemeriksaan secara khusus
padaorgan hati, usus dan lambung.
1. Pemeriksaan Endoparasit Secara Menyeluruh
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis
parasit yang terdapat pada bagian dalam tubuh ikan secara umum melalui
pengamatan fisik dengan bantuan loop (kaca pembesar). Adapun langkah-
langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
a. Dibunuh ikan menggunakan jarum dengan menusuk bagian tengkuk ikan
b. Dibedah bagian tubuh ikan mulai dari bagian anal menggunakan gunting
c. Dibuka bagian yang telah dibedah
d. Diamatidan dihitung parasit yang terdapat pada ikan melalui pengamatan
menggunakan indera mata dan bantuan loop(kaca pembesar)
e. Diidentifikasi jenis parasit yang ditemukan menggunakan mikroskop.

2. Pemeriksaan Endoparasit pada Organ Hati, Usus dan Lambung


Pemeriksaan parasit pada organ hati, usus dan lambung ikan dilakukan
dengan menggunakan metode smear. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:

a. Dibunuh ikan dengan menggunakan jarum dengan menusuk bagian


tengkuk ikan

xxiv
b. Diambil organ ikan berupa hati, isi usus dan lambungikan lalu diletakkan
pada objek glass yang berbeda.
c. Organ yang telah diambil dikerok menggunakan gunting atau skapel untuk
mempertipis objek dan memudahkan untuk melakukan pengamatan
d. Ditetesi preparat dengan 1 tetes akuades di bagian permukaan
menggunakan pipet hingga merata
e. Ditutup preparat menggunakan cover glass
f. Dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop
g. Diamati dan diidentifikasi jenis parasit yang ditemukan serta dihitung
jumlahnya berdasarkan spesies.

xxv
h. Diulangi kegiatan 1-7 sebanyak 3 kali pengulangan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Kelompok 1
Organ Target Gejala Klinis
1. Warna tubuh ikan berwarna hitam
keabuan
2. Terdapat banyak lemak didalam
rongga tubuh ikan
3. Usus berwarna putih kemerahan dan

xxvi
berukuran kecil
4. Lambung berwarna putih kemerahan
dan berukuran kecil
5. Hati berwarna merah dan berukuran
kecil
Insang Ikan Mas
Parasit
Dactylogyrus sp. Tricodina sp.

Kelompok 2
Organ Target Gejala Klinis
1. Insang berwarna merah segar
2. Pada gill filamen terdapat bercak
hitam

xxvii
Insang Ikan Mas
Parasit
Argulus sp Dactylogyrus sp.

Kelompok 3
Organ Target Gejala Klinis
1. Warna tubuh tampak pucat
2. Sirip ekor, perut dan punggung
terdapat geripis
3. Insang berwarna merah pucat

xxviii
Insang Ikan Mas
Parasit
Argulus sp Dactylogyrus sp.

Kelompok 4
Organ Target Gejala Klinis
1. Insang tampak pucat kemerahan
2. Terdapat noda-noda hitam pada gill
filament

Insang Ikan Mas


Parasit
Dactylogyrus sp.

xxix
Kelompok 5
Organ Target Gejala Klinis
1. Insang berwarna merah
2. Bentuk insang normal jika diamati
dengan mata telanjang
3. Pada pengamatan dibawah
mikroskop terdapat Dactylogyrus

Insang Ikan Mas


Parasit
Dactylogyrus sp.

xxx
Kelompok 6
Organ Target Gejala Klinis
1. Insang berwarna merah cerah
2. Terlihat bercak merah pada
lembaran insang
3. Mata normal
4. Sirip normal

Insang Ikan Mas


Parasit
Dactylogyrus sp.

xxxi
4.2 Pembahasan

Pada praktikum Penyakit dan Parasit Hewan Akuatik ini, identifikasi parasit
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan secara mikroskopis yakni pemeriksaan
endoparasit dan pemeriksaan ektoparasit pada beberapa organ ikan. Pada pemeriksaan
ektoparasit, dilakukan metode skin scraping (kerokan kulit) pada kulit ikan untuk
mendapatkan lendir ikan sebagai spesimen, metode wet mount (metode preparat
basah) yang dilakukan dengan menjadikan lendir, sisik dan insang sebagai specimen.
Adapun pemeriksaan endoparasit, dilakukan dengan 3 metode yakni metode smear
(metode usap), metode stamp, dan metode squash. Ketiga metode tersebut
mengguankan sampel hati ikan yang dipotong kira-kira 1 cm sebagai specimen.

Dari hasil pengamatan terhadap ikan mas, ikan lele, dan udang, parasit hanya
terdapat pada ikan mas. Dimana parasit yang menyerang ikan mas tersebut adalah

xxxii
Dactylogulus sp., Argulus sp., Tricodina sp., dimana ditemukan pada insang ikan.
Menurut Gusrina (2008), Dactylogylus sp. merupakan parasit yang sering menyerang
ikan air laut maupun air tawar terutama ikan mas. Dactylogylus sp. ini banyak
ditemukan di insang. (secara umum Dactylogyrus lebih menyukai insang) (Dedi,
2010). Parasit ini merupakan jenis parasit yang bersifat ektoparasit (menyerang di
bagian luar tubuh ikan). Dactylogylus sp. ini dapat menyerang ikan secara eksternal
karena kedua parasit ini tersuspensi di air sehingga bagian-bagian awal yang terkena
parasit ini adalah organ luar salah satunya insang. Insang ikan sangat mudah terkena
penyakit/parasit karena sebagaimana yang telah diketahui bahwa insang ini terdiri
dari bagian yang berjajar dan panjang yang memilki selaput yang tipis. Hal ini
menyebabkan insang sangat mudah terkena penyakit apalagi insang ini berfungsi
sebagai jalur penyaringan air yang keluar masuk ke dalam tubuh ikan.

Menurut Gusrina (2008), Insang yang terserang parasit ini terlihat warna
insangnya berubah menjadi pucat dan keputih-putihan dan memproduksi lendir yang
berlebih. Hal ini tentunya akan mengganggu pertukaran gas yang terjadi di insang.
Hal ini akan berakibat pada terganggunya pernapasan dan osmoregulasi ikan.
Ditambahkan pula oleh Irawan (2004), bahwa ikan yang terserang Dactylogyrus sp
biasanya akan menjadi kurus, berenang menyentak-nyentak, tutup insang tidak dapat
menutup dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan kelihatan tak
bening lagi.

xxxiii
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pemeriksaan endoparasit dilakukan dengan mengidentifikasi parasit yang


terdapat pada hati, sedangkan pemeriksaan ektoparasit dilakukan dengan
mengidentifikasi parasit pada organ-organ luar ikan, insang,lendir, sisik

2. Jenis parasit yang ditemukan pada ikan mas yaitu Dactylogulus sp., Argulus
sp., Tricodina sp.

xxxiv
3. Gejala-gejala klinis pada ikan yang ditimbulkan apabila ikan terserang
parasit Dactylogylus sp. antara lain warna insangnya berubah menjadi pucat
dan memproduksi lendir yang berlebihan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diajukan pada praktikum ini adalah praktikan
diharapkan lebih memahami metode-metode untuk melakukan pengamatan parasit,
supaya tidak terjadi kendala waktu karena pengoperasian alat yang kurang efisien,
dan juga untuk persiapan praktikum agar lebih di optimalkan lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

A, Kozinska. 2004. Pengaruh berbagai bestiarum vaksin Aeromonas pada non


spesifik parameter kekebalan dan perlindungan ikan mas (Cyprinus carpio L.).
Penerbit :Departemen Penyakit Ikan, Hewan Nasional Research Institute, 24-
100 Pulawy, Polandia. 16 (3) :437-45.

Anonim. 2004. Pedoman Praktikum Penyakit Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas


Pertanian UGM, Yogyakarta.

xxxv
Anonim. 2007. Metode Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Bakteri . Pusat
Karantina Ikan.66 Hal.

Ariaty, L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila Merah
(Oreochromis sp), dan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dari Sukabumi.
(Skripsi). FPIK Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Austin, B dan D. A. Austin 2007. Bacterial Fish Patogens Diseases of Farmed and
Wild Fish. Praxis Publising: Germany.

Ayuningtyas, A.K. 2008. Efektivitas Campuran Meniran Phylanthus niruri dan


Bawang Putih (Allium sativum) untuk Pengendalian Infeksi Bakteri
Aeromonas hydrophilla pada ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cipriano, R.C and G.L.Bullock.2001. Carp erytrodermatitis and Other Disease


Caused By Aeromonas salmonicida. Fish Diseases Leaflet 66. West Virginia.
33:2-8.

Dehghani,S. 2012. Aquatic Animal Unit Kesehatan. Fakultas Kedokteran Hewan,


Shiraz University, Shiraz, Iran. 9 (4): 409-415 2012

Kabata Z., 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in Tropics. Taylor and
Francisco Ltd. London.

Kismiyanti, Sri S.S.R. Wahid N. Y. dan Kusdarwati, R. 2009. Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Gram Negatif Pada Luka Ikan Mas Koki (Carassius auratus ) Akibat
Infeksi Ektoparasit Argulus Sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol 1
No 2.

xxxvi
xxxvii

Anda mungkin juga menyukai