Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Os Clavicula

Gambar II.1. Os Clavicula dilihat dari arah superior dan inferior (Sumber:Atlas of Human
Anatomy Sobotta Vol I, Johannes Sobotta, 2001, Hal 167)

Os clavicula atau tulang selangka diklasifikasikan sebagai tulang panjang, memiliki

corpus atau body dan dua ujung yang membentuk sendi dengan tulang lainnya. Os

clavicula berada dalam posisi horisontal di atas costae pertama dan membentuk bagian

anterior dari shoulder joint. Pada sisi lateral disebut extremitas acromialis dan membentuk

sendi dengan acromion process dari scapula yang disebut acromioclavcular joint. Pada

sisi medial disebut extremitas sternalis yang membentuk sendi dengan sternum yang

disebut sternoclavicular joint. Clavicula berbentuk kurva ganda dan memanjang. Pada

wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang melengkung, dan permukaannya lebih halus.
Adapun fungsi dari os clavicula, yaitu berguna untuk :

- Sebagai pengganjal untuk menjauhkan anggota gerak atas dari bagian dada

supaya lengan dapat bergerak leluasa.

- Meneruskan goncangan dari anggota gerak atas ke kerangka tubuh (aksial).

Walaupun dikelompokkan dalam tulang panjang, clavicula adalah tulang satu-satunya

yang tidak memiliki rongga sumsum tulang seperti pada tulang panjang lainnya. Clavicula

tersusun dari tulang spons.

B. Patologi

1. Dislokasi

Dislokasi adalah adalah keadaan dimana tulang – tulang yang membentuk sendi

tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini

merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.

Pada os clavicula dapat terjadi dislokasi pada dua bagian yaitu dislokasi pada sendi

acromioclavicularis dan sendi sternoclavicularis.

2. Fraktur

Fraktur adalah patah atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur dapat

terjadi jika tulang dikenai tekanan yang lebih besar dari kemampuannya untuk

mengabsorbsi tekanan tersebut. Fraktur dapat diklasifikasikan sesuai patahannya,

beberapa istilah umum yang berhubungan dengan fraktur yaitu :

- Fraktur Tertutup (closed), fraktur yang terjadi dimana tulang tidak sampai keluar

melalui kulit.

- Fraktur Displaced, fraktur serius sampai terjadi pergeseran fragmen tulang dan

tidak dalam keadaan anatomi yang seharusnya.

- Fraktur Nondisplaced, fraktur pada tulang tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

- Fraktur Terbuka (open), fraktur serius dimana tulang sampai keluar melalui kulit.
Klasifkasi secara umum dari fraktur terdaftar sebagai berikut dan terdentifikasi pada

gambar, yaitu :

a. Fraktur Kompresi (Compression)

b. Fraktur Terbuka (Open or Compound)

c. Fraktur Simple

d. Fraktur Greenstick

e. Fraktur Transverse

f. Fraktur Spiral or Oblique

g. Fraktur Comminuted

h. Fraktur Impacted

Gambar II.2. Klasifikasi umum fraktur (Sumber: Merrill’s Atlas of Radiographic Positions &
Radiologic Procedures 10th Edition. Philip Ballinger, Eugene Frank. 2003, Hal 74)

3. Distal Clavicular Osteolysis (DCO)

Merupakan penyakit yang sering terjadi pada atlet angkat besi yaitu pada

bagian sendi acromioclavicular joint karena tekanan yang tinggi pada pertemuan

clavicula dengan acromion. Ultrasonografi medis menggambarkan penyakit ini

merupakan resorpsi distal clavicula sebagai erosi korteks yang tak teratur, sedangkan

acromion tetap utuh. Yang mungkin terjadi pada penderita penyakit ini adalah

pembengkakan jaringan lunak, ketidakstabilan sendi dan pembengkakan tulang sendi.


4. Degenerasi Tulang Clavicula

Merupakan penipisan tulang yang abnormal pada os clavicula yang ditandai

oleh berkurangnya massa dan mineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang

menjadi rapuh, keropos, dan mudah patah. Degenerasi tulang ini termasuk penyakit

gangguan metabolisme, dimana tubuh tidak mampu menyerap dan menggunakan

bahan-bahan untuk proses pertulangan secara normal, seperti zat kapur = kalsium,

phospat, dan bahan-bahan lainnya.

C. Prosedur Pemeriksaan Os Clavicula

1. Persiapan Pasien

Pada pemeriksaan os clavicula tidak memerlukan persiapan khusus, namun pasien

diharuskan melepaskan benda – benda logam yang berada di sekitar area pemeriksaan

(clavicula) seperti kalung, peniti, dan pakaian dalam wanita (bra).

2. Persiapan Alat

a. Pesawat sinar-X

b. IP (Imaging Plate) ukuran 24 x 30 cm

c. Marker R dan L

d. Alat proteksi radiasi

e. CR

f. Grid

3. Teknik Radiografi

a. Proyeksi AP (Antero-Posterior)

1) Posisi Pasien

- Pasien supine di meja pemeriksaan atau berdiri di depan bucky stand

menghadap ke arah tabung sinar-X.


- Jika pasien tidak kooperatif atau mengalami fraktur pada bagian clavicula

sehingga tidak bisa berdiri, gunakan posisi supine untuk mengurangi

kemungkinan luka tambahan.

2) Posisi Objek

- Posisikan pertengahan clavicula pada pertengahan IP atau bucky stand.

- Tangan di samping tubuh dan bahu rileks pada ketinggian yang sama.

3) Central Ray (CR) : horisontal tegak lurus (AP erect) atau vertikal

tegak lurus (AP supine)

4) Central Point (CP) : pada pertengahan clavicula.

5) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

6) Film : 24 x 30 cm, melintang, menggunakan grid.

Gambar II.3. Proyeksi AP erect Gambar II.4. Proyeksi AP supine

7) Kriteria Radiograf

- Keseluruhan clavicula berada pada pertengahan gambar.

- Bagian lateral clavicula berada di atas scapula dan bagian medial

superimposisi dengan thoraks.


Gambar II.5. Radiograf clavicula AP

b. Proyeksi PA (Postero-Anterior)

1) Posisi Pasien

- Pasien duduk atau berdiri di depan bucky stand membelakangi tabung

sinar-X.

2) Posisi Objek

- Posisikan pertengahan clavicula pada garis tengah bucky stand.

- Tangan di samping tubuh dan bahu rileks pada ketinggian yang sama.

3) Central Ray (CR) : horisontal tegak lurus

4) Central Point (CP) : keluar melalui pertengahan clavicula

5) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

6) Film : 24 x 30 cm, melintang, menggunakan grid


7) Kriteria Radiograf Gambar II.6. Proyeksi PA

- Keseluruhan clavicula berada pada pertengahan gambar.

- Bagian lateral clavicula berada di atas scapula dan bagian medial

superimposisi dengan thoraks.

Gambar II.7. Radiograf clavicula PA

c. Proyeksi AP axial (Lordotic position)

1) Posisi Pasien
- Berdiri atau duduk satu langkah di depan bucky stand, dengan menghadap

ke arah tabung sinar-X.

- Jika pasien tidak memungkinkan untuk berdiri dalam posisi lordotic,

posisikan pasien supine di meja pemeriksaan.

2) Posisi Objek

- (posisi lordotic) pasien menyandar ke belakang pada bucky stand dalam

posisi lordotic, dan letakkan leher dan bahu pada bucky stand. Leher

berada dalam posisi fleksi. Posisikan clavicula pada pertengahan IP.

- (posisi supine) posisikan clavicula pada pertengahan IP. Respirasi: tahan

nafas pada saat full inspirasi untuk menaikkan clavicula.

3) Central Ray (CR) : 0o-15o cephalad (posisi lordotic), 15°-30°

cephalad (posisi supine)

4) Central Point (CP) : pertengahan clavicula

5) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

6) Film : 24 x 30 cm, melintang, menggunakan grid

Gambar II.8. Clavicula AP axial, posisi lordotic Gambar II.9. Clavicula AP axial, posisi supine

7) Kriteria Radiograf
- Sebagian besar clavicula terproyeksi di atas costae dan scapula dengan

bagian medial overlapping dengan costae pertama atau kedua.

- Clavicula dalam posisi horisontal.

- Nampak keseluruhan clavicula dari acromioclavicular joint sampai

sternoclavicular joint.

Gambar II.10. Clavicula AP axial dari anak umur 3 tahun, menampakkan fraktur (panah)

d. Proyeksi PA axial

1) Posisi Pasien

- Pasien dalam posisi prone atau berdiri menghadap bucky stand.

2) Posisi Objek

- Posisikan clavicula pada pertengahan IP. Respirasi : tahan nafas pada saat

full inspirasi kedua.

3) Central Ray (CR) : 15°-30° caudad

4) Central Point (CP) : pertengahan clavicula

5) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

6) Film : 24 x 30 cm, melintang, menggunakan grid.


Gambar II.11. Proyeksi PA axial, posisi prone

7) Kriteria Radiograf

- Sebagian besar clavicula terproyeksi di atas costae dan scapula dengan

bagian medial overlapping dengan costae pertama atau kedua.

- Clavicula dalam posisi horisontal.

- Nampak keseluruhan clavicula dari acromioclavicular joint sampai

sternoclavicular joint.

Gambar II.12. Radiograf proyeksi PA axial

D. Proteksi Radiasi

Sebagai sarana bantu diagnostik, sinar – X mempunyai daya tembus yang besar

sehingga dapat menimbulkan efek pada jaringan yang terkena radiasi, oleh karena itu perlu

adanya proteksi radiasi.

Usaha proteksi radiasi tersebut sudah diatur ketentuannya, seperti peraturan –

peraturan maupun pedoman kerja yang ditetapkan oleh BATAN.

1. Tujuan Proteksi Radiasi


Sesuai dengan rekomendasi ICRP (International Council of Radiation Protection)

atau NCRP (National Council of Radiation Protection), maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan proteksi radiasi adalah sebagai berikut :

a. Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh pasien hingga sekecil mungkin sesuai

dengan ketentuan klinik.

b. Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh petugas radiasi hingga sekecil

mungkin dan tidak boleh melewati batas yang telah ditentukan.

c. Membatasi dosis yang diterima oleh masyarakat umum agar berada pada batas

normal.

d. Pengawasan, penyimpanan, dan penggunaan sumber radiasi harus mendapat

perhatian yang cukup besar dari pemerintah, begitu pula dengan transportasi zat

radioaktif.

2. Usaha Proteksi Radiasi

a. Proteksi radiasi terhadap pasien

1) Pemeriksaan dengan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter.

2) Membatasi luas lapangan penyinaran seluas daerah yang diperiksa.

3) Menggunakan faktor eksposi yang tepat, serta memposisikan pasien dengan

tepat sehingga tidak terjadi pengulangan foto.

b. Proteksi radiasi terhadap petugas

1) Petugas selalu menjaga jarak dengan sumber radiasi saat bertugas.

2) Selalu berlindung dibalik tabir proteksi sewaktu melakukan eksposi.

3) Jika tidak diperlukan, petugas sebaiknya tidak berada di area penyinaran.

4) Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas.


5) Petugas menggunakan alat ukur personal radiasi (film badge) sewaktu

bertugas yang setiap bulan dikirimkan ke BPFK guna memonitor dosis radiasi

yang diterima oleh petugas.

c. Tiga prinsip proteksi radiasi untuk petugas radiasi

1) Prinsip jarak

Dalam setiap pemotretan dengan menggunakan sinar-X seorang petugas

radiasi harus senantiasa berada pada jarak yang jauh dari sumber radiasi.

2) Prinsip waktu

Pada pemotretan menggunakan sinar-X, petugas radiasi harus senantiasa

berusaha menggunakan waktu yang singkat pada saat melakukan penyinaran.

3) Prinsip perisai

Saat pemotretan, petugas radiasi harus senantiasa menggunakan perisai

radiasi.

d. Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum, diantaranya :

1) Sewaktu pemeriksaan berlangsung, selain pasien jangan ada yang berada di

daerah radiasi.

2) Ketika penyinaran berlangsung pintu ruang pemeriksaan selalu ditutup.

3) Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman.

4) Perawat atau keluarga yang terpaksa berada di dalam ruang pemeriksaan

sewaktu penyinaran wajib menggunakan apron.

Anda mungkin juga menyukai