BAB I
STATIKA
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang konsep Statika
Untuk memberikan penjelasan tentang gaya-gaya, momen dan kopel
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan geser, regangan, dan
deformasi untuk keperluan perancangan teknik.
1.1 Pendahuluan
Mekanika dibagi dalam 3 bagian besar :
MEKANIKA
STATIKA DINAMIKA
1.2 GAYA
Gaya adalah penyebab suatu pergerakan dan deformasi suatu benda,
besaran suatu gaya adalah :
- Besar gaya tersebut
- Arah kerja gaya tersebut
- Titik tangkap atau titik kerja gaya tersebut.
Besaran Fisika yang mempunyai besar dan arah disebut vektor.
Besar suatu gaya dinyatakan dalam unit (satuan). S. I. Unit yang
dipergunakan oleh para ahli mengukur besar suatu gaya adalah : Newton [N] dan
kelipatannya : kilonewton [KN], yang sama dengan 1000 [N] Sistem satuan teknik
lama yang dipergunakan adalah Kp dan Mp, yang sama dengan 1000 [Kp].
Arah gaya ditentukan oleh garis aksi (garis kerja) nya, dan tujuan gaya,
garis kerja ini garis lurus yang tak terbatas, dimana gaya tersebut bekerja.
Membentuk sudut terhadap suatu axis (sumbu) tetap. Gaya itu sendiri
digambarkan sebagai suatu ruas (bagian) pada garis tersebut melalui penggunaan
skala tertentu. Panjang ruas ini bisa ditentukan untuk menggambarkan besar gaya,
dan terakhir tujuan gaya harus ditandai oleh anak panah.
Keterangan gambar :
L = Besarnya gaya
= arah gaya
A = titik tangkap gaya
AB = garis kerja gaya
HUKUM NEWTON
Sir Isaac Newton, adalah yang pertama kali menyatakan hukum dasar
yang benar untuk menentukan gerak suatu partikel dan menunjukkan
kebenarannya. Secara perlahan diolah mempergunakan peristilahan modern.
Hukum 1 : Suatu partikel akan tetap diam atau bergerak kontinyu pada suatu garis
lurus dengan kecepatan tetap apabila di sana tidak ada gaya yang tak
seimbang (gaya luar) yang bekerja pada benda tersebut.
Hukum 2 : Percepatan suatu partikel sebanding dengan resultan gaya yang bekerja
pada partikel tersebut dan arahnya searah dengan resultan gaya.
Hukum 3 : Gaya aksi dan reaksi diantara interaksi benda-benda adalah sebanding
besarnya, berlawanan arah dan segaris kerja bisa juga dikatakan :
Gaya reaksi adalah sama besar, berlawanan arah dan segaris kerja
dengan gaya aksi.
dimana F adalah resultan gaya yang bekerja pada partikel dan a adalah
percepatannya.
Persamaan ini adalah persamaan vektor, dimana arah F harus sama
dengan arah a sebagai syarat untuk perbandingan besar F dan m . a.
Hukum Newton I mengandung prinsip kesetimbangan gaya yang
merupakan topik utama dalam kumpulan statika.
Pada dasarnya hukum ini adalah konsekuensi hukum kedua, karena di
sana tidak ada percepatan bila gayanya adalah nol, dan tiap partikel dalam
keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Hukum pertama tidak
menambahkan sesuatu yang baru terhadap gambaran gaya, tetapi dimasukkan di
sini karena merupakan bagian dari pernyataan klasik Newton.
4
HUKUM GRAVITASI
Dalam statika maupun dinamika kita seringkali perlu menghitung berat
suatu benda. Tarikan gravitasi bumi pada suatu benda diketahui sebagai berat
benda. Karena tarikan ini merupakan suatu gaya maka berat benda dinyatakan
dalam Newton.
Gaya ini terjadi baik pada benda dalam keadaan diam maupun bergerak.
Untuk suatu benda yang bermassa : m pada permukaan bumi, yang mempunyai
percepatan akibat gravitasi : g
Kita menyatakan gaya gravitasi atau beratnya sebagai W.
W = m . g [N]
m : massa [kg]
g : percepatan 9,81 [m. s-2]
W : berat [m.kg s-2] [N]
Kedua ujung dalam keadaan setimbang, pada waktu itu gaya yang
bekerja pada arah A sama dengan gaya pada arah B.
Mengingat arah gaya berlawanan, maka bisa kita tulis.
FA = - FB
5
FA + FB = 0
FA = - FBsetimbang (dalam kesetimbangan) bila jumlah gaya-gaya
Benda dalam keadaan
Fyang
A +
bekerja FB = benda
pada 0 tersebut sama dengan nol.
Kedua bagian itu akan tetap dalam keadaan setimbang bila mereka
menarik tali pada titik kerja yang berbeda.
Penyelesaian trigonometri :
F R = ( F A 2+ F B 2) =√ 1600+900=√ 2500=50[ N ]
√
F B 30
tan R= = =0,75
F A 40
R = 36,8o
9
Penyelesaian grafis :
Skala : 1 [N] 1 [mm]
FA = 40[N] 40 [mm]
FB = 30[N] 30 [mm]
FR = 50[mm] 50 [N]
FR = 50[N]
Gaya yang bekerja lebih dari 2 gaya pada suatu titik di bidang datar, di
sini kita mempunyai 2 kemungkinan untuk menentukan resultan dengan sistem
grafis.
a. Kita menghubungkan 2 gaya pertama (FA dan FB) dengan paralelogram
gaya sehingga didapat subresultan FR1. Kemudian FR1 ini dengan FC
dihubungkan menjadi paralelogram gaya yang baru dan resultan inilah
yang merupakan resultan dari ketiga gaya FA, FB dan FC.
b. Kita menghubungkan gaya-gaya tersebut satu terhadap Lainnya dengan
skala "besar dan arah" yang benar sehingga membentuk sebuah poligon.
Garis penutup poligon yang menghubungkan titik tangkap gaya ke ujung
panah gaya terakhir merupakan resultan dari ketiga gaya tersebut. Arah
resultan berlawanan dengan arah poligon FA, FB & FC. Urut-urutan
penempatan untuk membentuk rangkaian gaya itu bisa dipilih
sembarangan.
10
Pemecahan matematis
Untuk penggambaran yang lebih baik, kita mengganti parallelogram
menjadi suatu segitiga gaya. Semua gaya pada segitiga ini mempunyai arah dan
besar yang sama seperti pada paralelogram.
Contoh :
F A=300 [ N ] , α 1=30O
F B=400 [ N ] , α 2=60O
F C =500 [ N ] , α 3=120O
HITUNG : F R ; α R
Penyelesaian :
x 1=F A cos α 1 = 300 . 0,866 = 259,8 [N]
x 2=F B cos α 2 = 400 . 0,5 = 200 [N]
x 3=F C cos α 3 = 500 . (-0,5) = - 250 [N]
x 1 + x2 + x 3 = Fx = 209,8 [N]
12
1.4 Penjumlahan gaya yang terletak pada beberapa titik, dalam satu bidang
1.4.1 Dua gaya yang sejajar
Dua gaya yang sejajar pada suatu benda, kita tidak dapat menyelesaikan
dengan parallelogram gaya untuk mencari jumlah gayanya (resultannya).
Contoh :
14
R = F1 + F2
b.
R = F1 + F2
Besarnya resultante R = F1 + F2 + F3
Untuk mendapatkan titik tangkap Resultantenya di pakai metode rope
poligon (lukisan kutup)
Contoh 1
16
Contoh 2. Carilah besar dan letak resultante gaya-gaya pada ke dua gambar di
bawah ini.
Bila ada sebuah gaya dalam ruang maka penyelesaian dapat menguraikan
ke 3 sumbu, atau sebaliknya.
Perhatikan gambar :
Fx = F.cos x
Fy = F.cos y
Fz = F.cos z
F=√ Fx2 + Fy2 + Fz 2
F́=í Fx+ ´j . Fy + ḱ . Fz
R=√∑ Fx 2+ ∑ Fy2 + ∑ Fz 2
∑ Fx=Fx 1+ Fx 2+ Fx 3 +… F x n
∑ Fy=Fy 1+ Fy 2 + Fy3 + … F y n
∑ Fz=Fz 1+ Fz 2+ Fz 3 +… F z n
Ŕ=∑ Fx❑ . í+ ∑ Fy❑ . ´j+ ∑ Fz❑ . ḱ
Fy
Arah R : Cos Ry = ∑
R
Fz
Cos Rz = ∑
R
Fx
Cos Rx = ∑
R
Contoh : Diketahui F1 = 20 [N] ; y1 = 60o ; z1 = 45o
F2x = 20 [N] F2y = 40 [N] z2 = 30o
18
Fx 2 = 20 [N] Fy 2 = 40 [N]
Fz 2 = F2 . cos 30o = ………………
Cosx22 + Cosy22 + Cosz22 = 1
20 40
Cosx2 = F ; cos y 2= F
2 2
20 2 40 2 1 2
( )( )( )
F2
+
F2
+
2
3
√ =1
Fx = 10 + 20 = 30 N
Fy = 10 + 40 = 50 N
Fz = 14,2 + 77,437 = 91,637 N
R=√ 30 2+50 2+ 91,6372
= 108,6 N
Cos x =
∑ Fx = 30
= 0,276
R 108,6
19
x = 73,96o
Cos y =
∑ F y= 50
= 9,46
R 108,6
y = 62,6o
Cos z =
∑ z = 91,637 = 0,84
R 108,6
z = 32,86o
Bukti :
Karena jajaran genjang :
20
ad = ab + bd.
bd = ac.
R.sin = P.sin + Q.sin
sebab : ad = R.sin
ab = P.sin
ac = Q.sin
Jika dikalikan dengan oa maka :
42 = a2 + a2 - - - 2a2 = 42
16
a2 =
2
a = 2 √2
22 = b2 + b2 - - - 22 = 2b2
4
b2 =
2
b = √2
21
MO = 400 (2 √2 +√ 2)
= 400 . 3√ 2
= 1200 √ 2 [Nm]
Prinsiple momen
Momen suatu gaya = jumlah momen komponen-komponennya. Ditinjau
terhadap titik A.
´ + F1.0
R.AC = F2. AB
8.AC = 6.100
600
AC = = 75 [mm]
8
KOPEL
22
Kopel adalah momen yang disebabkan oleh dua gaya yang sama dan
berlawanan. Kopel mempunyai sifat yang tunggal (unique) yaitu momen pada
semua titik akan sama dan hal ini sangat penting dalam mekanik.
Kita lihat gambar bawah, gaya F dan - F jaraknya sama dengan d, ini
tidak dapat dikombinasikan karena jumlahnya sama dengan O, akibatnya akan
menyebabkan putaran. Kombinasi momen terhadap 0 disebut Kopel ( M ).
F Momen terhadap O.
M = - F ( a+d ) + F.a
= F.a - F.d + F.a
= - F.d
Di sini besarnya kopel pada setiap titik adalah sama yaitu gaya kali jarak
kedua gaya tersebut (lengan)
Contoh
1. F bekerja pada A, jika di tambahkan sejumlah gaya dan gaya tersebut saling
meniadakan (F=O) maka akan timbul kopel. Besarnya kopel: M = - F.d.
23
M = -F.d
2. Letakkan gaya 80 [NJ pada lever dengan sistem seperti di atas, gaya dan
kopel pada 0.
Kopel = - F.1.sin 60o
1
= −80.9 . . √ 3
2
= - 360 √ 3 [N dm]
9. Spring (pegas)
Kondisi-kondisi kesetimbangan
1. 2 gaya
Syarat :
28
3. Gaya-gaya sejajar
Syarat :
Momen (M12) = Momen (M34)
Fx = 0
M = M12 - M34 = 0
4. Umum
Syarat :
Fx = 0
Fy = 0
M=0
1. Sebuah beban F = 10 [N] digantung dengan dua buah kawat seperti pada
gambar.
Ditanya : tegangan tali dan jenis tegangannya ( tarik atau tekan ).
Dengan metode
a. Analitis
b. Grafis.
c. Kombinasi,
Jawab :
Perjanjian tanda :
Untuk grafis dan kombinasi :
Gaya yang meninggalkan titik yang ditinjau disebut tarik ( + ) dan
yang menuju titik tekan (-).
Fx = 0
T1. Cos 60o = T2. Cos 30o
1 1
T1. = T2. √ 3
2 2
T1 = T2 √ 3
a. Fx = 0
T1. cos 60o = T2. cos 30o
1 1
T1 = T2. √ 3
2 2
30
T1 = T2. √ 3
Fy = 0
T1. Sin 60o + T2. sin 30o – 10 = 0
1 1
T1 √ 3 + T2. = 10 ……………… [II]
2 2
c. Cara kombinasi: Skala dua sudut tidak perlu tepat. Penggambaran harus urut
dimulai dari yang diketahui dan karena seimbang harus menutup ke mula-
mula.
F T1
=
sin 90 sin 60o
10 T 1 /1
= √3
1 2
T 1=5 √ 3 [N ]
a b c
= =
sin α sin β sin γ
F T2
=
sin 90 sin30
10 1
=T 2 /
1 2
T 2=5[ N ]
Jawab :
W = m.g
= 20.9,81
= 196 [N]
32
Fx = 0
NA cos 30o – T = 0 ………(1)
Fy = 0
NA sin 30o + NB = W ……(2)
MB = 0
NA cos 30o (AC) + NA sin 30o . (BC) – W.(1/2) = 0
NA cos 30o (3 sin 60o) + NA sin 30o (3 sin 30o) – 198.1/2 = 0
2,25 NA + 0,75 NA = 98 N
98
NA = ¿ 32.66 N
3
NA cos 30o = T
T = 28,09 N
NB = 196 – 16,335
= 179,665 N
Jawab :
33
2. Drum berisi 200 liter oli ( penuh ) dipindahkan dengan kereta dorong ( lihat
gambar di bawah ).
Dengan sudut berapakah kereta tersebut didorong , sehingga
mengakibatkan beban vertikal pada tangan seringan mungkin. g = 10[m/dt2]
Jawab :
m = 200.0,8 = l60[kg]
W = m.g = 160.10 = 1600 [N]
MA = 0
RB . 120. Cos - W.cos . 50 + W.sin .25 = 0
RB . 120. Cos - 25 W(2cos - sin ) = 0
RB . 120. Cos = 25 W (2cos - sin )
Harga minimum dapat dicapai bila harga dari ( 2 cos - sin ) sekecil
mungkin atau sama dengan 0.
2cos - sin = 0
2 sin = cos
sin α
2= ¿ tg α = 63,44°
cos α
Pada sudut = 63,44o gaya angkat { RB ) sebesar 0, karena garis berat W
1urus dengan roda.
35
BAB II
BEAM
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang beam.
Untuk memberikan penjelasan tentang macam-acam tumpuan, gaya aksi dan
reaksi.
Untuk memberikan penjelasan bidang geser dan bidang momen.
Yang dimaksud dengan beam adalah suatu batang yang dibebani gaya atau
momen yang bekerja pada bidang-bidang yang dibentuk oleh sumbu batang
tersebut.
Beam yang reaksi-reaksinya dapat dihitung dengan metode statik
(persamaan kesetimbangan) disebut dengan statis tertentu (Statically determinate).
Sedangkan beam yang didukung oleh dukungan yang lebih dari yang
diperlukan untuk kesetimbangan disebut statis tak tentu (Statically indeterminate).
Untuk statis tak tentu tidak dapat dengan persamaan kesetimbangan akan
tetapi dengan sifat-sifat deformasi.
1. Beban titik
2. Beban terdistribusi
a. Distribusi beban merata
W=w.L
b. Distribusi beban tidak merata
w.L
2
W=
3. Beban kombinasi
W 1 = w1 . L
( w 2−w1 ) . L
W2 =
2
Gambar 2.2 Macam-macam bentuk beban
38
Untuk beam akan kita tinjau besarnya gaya geser dan moment bengkok pada
setiap titik sepanjang beam tersebut.
2.2 CANTILEVER
2.2.1 Beban Titik.
Contoh 1 : Diketahui : Sebuah batang yang dijepit, pada ujungnya diberi beban F.
Ditanya : Lukisan bidang gaya lintang ( V ). dan bidang momen ( M ).
∑ MA = 0
MA + F. L = 0
MA = - F. L
Ditinjau pada potongan di x.
∑ MX = 0
MX + F. x = 0
MX = - F. x
MX merupakan fungsi dari pada x
( f(x) ), MX = - F. x merupakan garis
lurus miring.
Untuk x = 0, MX = 0
x = L, MX = - FL
∑ Fy = 0
VAy + F = 0
Gambar 2.3. Free body diagram jepit tunggal
40
VAy = - F
VAy = F arahnya ke atas.
Jika ditinjau pada potongan x:
Vxy = F.
Contoh 2 :
Sebuah batang yang dijepit, dan diberi beban sebanyak 2 yaitu F1 dan F2 (lihat
gambar ). Ditanyakan lukisan bidang V dan M, bila besarnya F1 = 5 [N] dan F2
= 10 [N]
Jawab :
∑ MA = 0
MA = F1 . 5 + F2 . 10 = 0
MA = 5 . 5 + 10 . 10 = 0
MA = 75 [Nm]
∑ MB = 0
MB + F2 . 5 = 0
MB = - F2 . 5 = -10 . 5
= - 50 [Nm]
∑ Fy = 0
VAy – F1 + F2 = 0
VAy = F1 - F2
= 5 – 10
= -5 [Nm]
Berarti VAy arahnya ke atas besarnya
5 [Nm].
Untuk
X = 0 maka VX = VB = - W . 0 = 0
X = L maka VX = VA = - W . L = -R
Bidang momennya
x
- M X – RX . =0
2
– RX . X
MX =
2
W .x .x
=
2
1
=- W x2 (pers. Kurva)
2
Untuk
X = 0 maka MX = MB = 0
1
X = L maka MX = MA = - WL2
2
Di muka telah diterangkan bahwa jika gaya F diketahui maka bidang gaya
lintang/geser dan momen dapat digambar dengan memakai skala.
2.4.1 Reaksinya.
Sebelum dihitung gaya gesernya digambar lebih dahulu diagram batang
bebasnya.
∑ MA = 0
- R B . L + F . L1 = 0
F . L1
RB =
L
Mencari RA.
∑ Fy = 0
RA + R B – F = 0
RA = F - R B
F . L1
=F-
L
F . L F . L1 F
= - = (L – L1)
L L L
F . L2
RA =
L
Karena tidak ada gaya horizontal maka RX = 0.
F . L2
RA = V =
L
Sekarang ditinjau pada potongan x2
dari kanan
- V = RB
F . L1
V = - RB = -
L
Fy = 0
VAy = 4 – 2,4
= 1,6 [KN]
MB = 0
M + V (10 - x) = 0
M + (-2,4) (10-x) = 10
M = 2,4 (10 - x) . . . . (2)
(1) = (2)
1,6 x = 2,4 – 2,4 x
45
X = 6 [m]
Maka
M = 1,6 . 6
= 9,6. [Nm]
Terletak pada x = 6. [m]
Contoh beban berubah beraturan.
Tentukan bidang gaya geser, bidang momen dari gambar di bawah.
10.0,8
R= = 4 [KN]
2
MA = 0
R. 2/3 . 10 - RB . 10 = 0
4 . 2/3. 10 = 10 RB
RB = 8/3 = 2 2/3 [KN]
Fy = 0
RA = 4 – 2,67
= 1,33 [KN]
Fy = 0
1,33 – Rx – V = 0
1,33 – ½ Wx – V = 0
W : 0,8 = X : 10
0,8
W=x.
10
0,8
1,33 – ½ x. .x–V=0
10
1,33 – 0,04 x2 – V = 0
V = 1,33 – 0,44 x2 (lengkungan)
……..(1)
Mx = 0
- M + 1,33 x – Rx. 1/3 x = 0
x.w
M = 1,33 x – . 1/3 x
2
46
x .0,8 . x
= 1,33 x – . 1/3 x
2. 10
0,04 x 3
= 1,33 x –
3
M = 1,33 x – 0,0133 x3 ………… (2)
dM
Harga momen maximum bila V = 0 atau =0
dx
dM
Harga momen maximum bila V = 0 atau =0
dx
V=0
0 = 1,33 – 0,04 x2
1,33
x2 =
0,04
1,33
x=
√ 0,04
x = 5,77 [m]
maka
M max = 1,33 .5,77 – 0,0133. 5,773
= 5,13 [KN m]
Penggambaran V & M
V = 1,33 – 0,04 x2
x=0 x = 5,77 x = 10
V = 1,33 V=0 V = -2,67
M = 1,33 x + 0,0133 x3
x=0 x = 5,77 x = 10
M=0 M = 5,13 M=0
MA = 0
RB . L = R.1/2. L
1
w.L .L
RB = 2
L
= ½ . W. L
Fy = 0
RA = R – R B
= R – ½ . W. L
= W.L – ½ W.L
= ½ . W. L.
x=L V = - ½ . w. L
Bidang momen
Jika ditinjau keseimbangan pada potongan X
Mx = 0
- M + RA . x – Rx. 1/2 x = 0
M = RA . x – Rx. 1/2 x
= ½ . w. L. x – ½ w. x. x
M = ½ . w. x. (L – x). ini berupa persamaan parabola.
Untuk :
x=0 M=0
x=½.L M = ½ . w. ½ . L (L – ½. L)
= ¼ w. L . ½ . L
= 1/8 . w. L2
x=L M = ½ . w.L (L - L)
=0
49
BAB III
KERANGKA
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang kerangka konstruksi.
Untuk memberikan penjelasan gaya-gaya pada batang konstruksi.
Untuk memberikan penjelasan tentang metode Cremona dan Ritter.
T = Tarik
c = kompressi (tekan)
50
Perjanjian :
Contoh :
Konstruksi seperti gambar.
Ditanyakan gaya-gaya batangnya.
Jawab :
51
Skala 1 kN 2 cm
3.3
RA = = 1 ½ kN
6
RB = 1 ½ kN
Contoh :
Diketahui konstruksi kerangka, hitunglah gaya batangnya (Cremona)
Skala : 1 kN 1 cm
52
batang tertentu, tidak usah menghitung semuanya. Dengan cara memotong batang
yang akan dikehendaki kemudian dihitung berdasarkan keseimbangan.
Contoh :
Sebuah konstruksi kuda-kuda baja seperti gambar bawah.
Diminta : hitunglah gaya batang pada batang-batang I, II, dan III seperti gambar.
MA = 0
- RB . 24 + 10 . 16 + 10 . 8 + 10. 4 = 0 RB = 11,67 [kN]
24 RB = 160 + 80 + 40 RB = 30 – 11,67
280
RB = = 18,33 [kN]
24
BAB IV
54
GESEKAN
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang gesekan statik dan gesekan luncur.
Untuk memberikan penjelasan tentang gesekan putar.
Pendahuluan
Sebuah buku diluncurkan diatas meja rata dan mendatar, lajunya akan
berkurang dan gesekan ( hukum Coulombakhirnya berhenti.Ini berarti ada gaya
luar dalam arah horisontal pada buku dan arahnya berlawanan dengan gerak buku.
Gaya ini disebut dengan gaya gesekan.
Gaya gesek ini terjadi bila dua buah benda kedua permukaannya benda
bersinggungan dan benda satu bergerak terhadap benda yang lain. Gaya gesek
selalu melawan gerak benda.
4.1 Gesekan Statik dan Gesekan Luncur
Gaya-gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang berada dalam
keadaan diam relatif satu dengan yang lainnya disebut gaya-gaya gesek Statik.
Gaya gesek statik maximum adalah gaya yang terkecil yang menyebabkan
benda bergerak.
Sekali benda mulai bergerak, gaya-gaya gesek yang bekeja akan berkurang
besarnya, sehingga untuk mempertahankan gerak lurus beraturan diperlukan
gaya yang lebih kecil. Gaya-gaya yang bekerja antara dua permukaan yang
saling bergerak relatif disebut gaya gesek kinetik.
4.1.1 Ketetapan dari tahanan ( hukum Coulomb).
Untuk menentukan besarnya tahanan gesek atau gaya gesekan tergantung
dari tiga hukum dibawah ini, yaitu:
1. Gaya gesekan sebanding dengan gaya normal.
2. Gaya gesekan tidak tergantung dari luas bidang yang bersinggungan.
3. Gaya gesekan tidak tergantung Kecepatan.
Dua hukum yang pertama dinyatakan oleh Leonardo de Vinci dan hukum
yang ketiga oleh Charles A Coulomb.
Kebanyakan para ahli setuju dengan pendapat bahwa gesekan berasal dari
kohesi antara molekul-molekul pada kedua permukaan yang bersinggungan.
Sebetulnya dua permukaan hanya menyinggung satu dengan yang lainnya pada
55
Contohnya :
Koefisien gesekan kinetik baja dengan baja tanpa pelumasan.
Di bawah ini digambarkan gaya gesekan pada waktu statik maupun kinetik.
Dari rumus gesekan di atas harga koefisien gesek sebenarnya adalah tangen sudut
dari resultan gaya normal dengan gaya gesekan.
Contoh : W = FN
F = gaya luar.
W = berat benda.
f = gaya gesek.
Bahan µS µk
Baja lumer pada baja lumer 0,74 0,57
Aluminium pada baja lumer 0,61 0,47
Tembaga pada baja lumer 0,53 0,36
Besi tuang pada besi tuang 1,10 0,15
Bahan rem pada besi tuang 0,40 0,30
Kayu eik pada besi tuang 0,60 0,32
Batu pada besi tuang 0,45 0,22
Kulit pada besi tuang 0,60 0,56
Karet pada logam metal 0,40 0,30
Karet pada kayu 0,40 0,30
Karet pada trotoar 0,90 0,80
Kulit pada kayu 0,40 0,30
Kaca/glass pada nikel 0,78 0,56
Contoh soal :
Sebuah benda bermasa 20 [kg] diletakkan pada bidang datar yang horizontal,
benda dan bidang tersebut terbuat dari besi tuang tanpa dilumasi.
Hitung gaya gesek maximum untuk statik dan gaya gesek kinetik pada kecepatan
tertentu.
Jawab :
m = 20 kg]
g = 9,81 [m/dt2]
Pada tabel menurut percobaan didapatkan harga µS = 1,10 dan µk = 0,15.
W=m.g
= 20 . 9,81
= 196,2 [N]
FN = m . g . cos α
f = m . g . sin α f = µs . m . g . cos α
f = µ s . FN
µs = tg α (ini adalah gesekan statik yang didapat apabila benda tidak
bergerak), dan µS maksimum.
Karena koefisien gesek kinetik lebih kecil dari koefisien gesek statik, maka :
θk < θs
Rumusnya berbunyi :
60
Tl = Tr + T2 dan Tl = Tr + eµθ
Rumus yang kedua tersebut dapat dibuktikan
dengan memakai deferensial dan integral.
dimana
T1 = tegangan sisi kencang
T2 = tegangan sisi kendor.
e = bilangan alam = 2,718281828 ...
π = koefisien gesek.
θ = sudut kontak.
Contoh :
Diketahui pada gambar diatas, diameter pully D = 60 [cm], putaran n = 200 [rpm],
koefisien gesek 0,5 sudut kontak 160o dan tegangan sabuk T1 = 250[N]
Ditanya : tenaga yang dapat dipindahkan .
Jawab :
T1 / T2 = eµθ
160
θ= . 2 . π = 2,79 [rad]
360
250
maka = e 0,5 . 2,79
T2
250
T2 = = 61,958 [N]
e1,395
61
π . D .n
Maka : P = (T1 - T2) .
60
3,14 .0,6 .200
P = (250-61,958) .
60
= 1181,5 [watt]
atau
1181,5
P=
736
= 1,605 [Hp]
Maka lihat free body diagram pada bendanya dengan cara poligon.
a2
Berhubung 2 sangat kecil maka diabaikan, sehingga :
r
a
f= . FN
r
dimana f = gaya gesek .............. [N]
a = jarak penyimpangan .................. [cm,mm]
r = jari-jari .................. [cm,mm]
FN = gaya normal
FN = m . g
64
Untuk harga a tergantung dari percobaan, jadi belum ada teori mutlak yang
dapat mengatakan bahwa a adalah tergantung pada gaya normal atau diameter
normal. Dari percobaan didapat bahwa :
a = 0,180 ÷ 0,380 untuk baja lunak pada baja lunak
a = 0,005 ÷ 0,012 untuk baja keras pada baja keras
Contoh : suatu benda berbentuk silinder pejal yang berdiameter 4 [cm] terbuat
dari baja keras dan mempunyai massa 2[kg] berputar di atas tumpuan
yang terbuat dari baja keras juga. Hitung gaya geseknya (putar) bila
tidak terjadi slip.
Jawab : harga a = 0,012 [mm] (diambil maksimumnya)
a 0,012
f= . FN = . 9,8 . 2 = 0,012 [N]
r 20
Jadi gaya gesek static putarnya = 0,012 [N]
Bila harga a belum diketahui, maka tentukan dahulu harga koefisien gesek
berdasarkan percobaan, sehingga rumusnya menjadi :
f = µrs . FN
dimana µrs : koefisien gesek gelinding statik
f = µk . F N
Pada langkah ketiga pelumas sudah masuk diantara poros dan bantalan
sehingga terjadi film minyak atau lapisan minyak, jadi seakan-akan poros tidak
berhubungan langsung dengan bantalan tetapi melalui minyak dulu sehingga
besarnya gaya gesek
f = µko . FN
Dalam Percobaan menyatakan bahwa
µko < µk < µs
dimana : µko = koefisien gesek kinetis basah (adanya pelumasan yang telah
bekerja ) = 0,002 ÷ 0,01
µk = koefisien gesek kinetis kering untuk baja keras dengan baja keras
= 0,01 ÷ 0,10
µs = koefisien gesek. statis untuk baja keras dengan baja keras = 0,1 ÷
0,250
Dari gesekan tersebut maka dapat di hitung berapa tenaga atau power yang
hilang dari suatu poros yang bergesekan dengan bantalan. Jika poros berputar n
putaran per menit [rpm] ,daya yang hilang dapat di hitung.
Tenaga yang hilang = momen puntir karena gesekan x kecepatan putar.
P1 = Mt x 2. π . n
= f . r x 2. π .n
= FN . r . 2 . π . n
66
Contoh :
Sebuah poros pendukung yang terbuat dari baja lumer, didukung oleh
bantalan yang terbuat dari tembaga dengan koefisien gesek statik 0,53 dan setelah
dilumasi 0,03.
Hitung tenaga yang hilang waktu akan bergerak dan juga setelah pelumasan
normal. Bila massa yang menekan 2 [ton], diameter poros 60 [mm], kecepatannya
600 [rpm]
Penyelesaian : µs = 0,53 m = 2 [ton] = 2000 [kg]
µk = 0,53 d = 60 [mm] = 0,06 [m]
n = 600 [rpm]
Jika saat/lamanya keadaan statis 0,1 detik, maka tenaga yang hilang
sebesar :
m. g . µ .r
P1 = -------- FN = m . g
t
2000. 9,81 . 0,03 .0,53
=
0,1
= 3119,6 [watt]
Bila 736 [watt] = 1 [Hp], maka harga :
P1 = 3119,6/736 = 4,24 [Hp]
67
Operasi pada
Bahan koefisien
keadaan
Baja dengan baja dalam oli 0,05
Besi tuang pada besi tuang dalam oli 0,05
Baja pada baja kering 0,1 ÷ 0,15
Laminasi buatan pada baja atau besi tuang kering 0,2 ÷ 0,25
Fibre pada baja atau besi tuang kering 0,15 ÷ 0,20
Kulit pada besi tuang kering 0,25 ÷ 0,35
Kayu pada besi tuang kering 0,40 ÷ 0,50
Karet pada besi tuang atau baja kering 0,45 ÷ 0,60
68
BAB V
TEGANGAN DAN REGANGAN
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang konsep tarikan dan tekanan
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan dan regangan dan hubungan
antara tegangan dan regangan (hukum Hooke)
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan geser, regangan, dan
deformasi untuk keperluan perancangan teknik.
Gambar 5.1 Tarikan pada Batang Gambar 5.2 Tekanan pada Batang
Pada gambar (1.2a) menunjukkan batang prismatik lurus yang dikenakan
dua buah gaya P yang menuju ke arah sentroid berimpit dengan sumbu
longitudinal batang yang sama tetapi berlawanan arah. Gaya-gaya ini disebut gaya
tekan (compressive force) dan batang dikatakan mengalami tekanan
(compression).
Gaya reaksi total P1 yang beraksi pada penampang A menjadi satuan dasar
dan dinyatakan menjadi gaya per satuan luas. Ini disebut satuan tegangan (unit
stress). Tegangan dihitung dari rumusan:
P
s=
A (5.1)
dengan s : tegangan rata-rata (Pa, MPa)
P : beban atau gaya luar (N, kgf)
A : luas penampang batang (m2, mm2)
Untuk analisa masalah dalam penentuan kapasitas pembebanan ditentukan
dengan rumusan:
Pall =s( all ) A (5.2)
dengan Pall : kapasitas beban aksial (beban aksial ijin maksimum)
s(all) : tegangan aksial ijin
A : luas penampang batang (m2, mm2)
Untuk keperluan desain yang memerlukan penyangga terhadap beban yang
bekerja tanpa mencapai tegangan ijin:
P
A=
s( all ) (5.3)
dengan A : luas penampang yang dibutuhkan terhadap beban aksial yang
direncanakan
P : beban atau gaya aksial luar yang bekerja
S(all) : tegangan aksial ijin (Pa)
Contoh 1:
(a) Hitung tegangan tarik batang baja dengan ukuran penampang 50 x 50 mm jika
bekerja beban tarik aksial sebesar 100 kN (lihat gbr. 1.1a)
70
(b) Tentukan tegangan tarik st, jika batang tersebut adalah baja struktural W760 x
1,44 (beban tetap 100 kN).
Penyelesaian:
(a) Menggunakan rumus tegangan langsung,
P 100 kN 100 kN
st = = = =40 MPa
A 0 , 05 mm 2,5×10-3 m 2
2 2
(b) Dari lampiran pada tabel A, luas penampang baja struktural W760 x 1,44
adalah 18,8 x 10-3 m2, sehingga:
P 100 kN
st = = =5,3 MPa
A ( 18 , 8×10−3 ) m 2
Contoh 2:
Balok baja pengencang (steel rod supender) digunakan sebagai dudukan pipa uap
pada instalasi pembangkit daya uap (steam power plant). Diameter balok baja
adalah 12 mm dan mempunyai tegangan tarik aksial ijin 165 MPa. Hitung beban
tarik aksial ijin batang baja.
Penyelesaian:
Luas penampang balok baja:
π
A= ×( 0 , 012 m )2 =1 ,13×10−4 m2
4
Maka beban tarik aksial ijin adalah:
6
Pall =st ( all⋅A=165×10
)
( 1 , 13×10−4 )=18 , 645 kN
P
ss=
A
71
(5.4)
dengan ss : tegangan geser rata-rata (Pa, MPa)
P : gaya geser eksternal (N)
A : luasan yang dikenai gaya geser (m2)
Contoh 3
Suatu plat baja sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.4 dihubungkan oleh dua
buah baut dengan diameter 19 mm. Apabila bekerja beban tarik sebesar 80 kN,
hitung gaya geser rata-rata pada baut.
P 40 . 000 N
ss= = =141 MPa
A π 2
×( 0 , 019 m )
4
72
Contoh 4
Sebuah batang baja (steel rod) sebagaimana nampak pada gambar 1.5 menyangga
beban P sebesar 90.000 N. Bahan batang baja terbuat dari baja AISI 1020. Baja
mempunyai tegangan geser ijin 51,71 MPa. Tentukan diameter yang diperlukan
dan pilih diameter yang akan digunakan. Anggap diameter batang berbeda pada
setiap 3 mm.
Penyelesaian:
73
Karena ada dua bidang geser, setiap bidang akan menahan 90.000/2 atau
45.000 N. Luas penampang yang diperlukan tiap bidang adalah:
P 45 . 000 N
A= = =8,7×10−4 m2
s s(all ) N
51, 71×10 6
m2
Karena A = d2/4, maka diameter batang logam yang diperlukan:
4A 4⋅8,7×10−4
d=
√ √
π
=
π
=0 , 033⋅m
P 45 . 000 N
ss= = =44 , 21×10 6 Pa
A π < 51,71 MPa
( 0,036 m )2
4
deformasi total δ
ε= = (5.6)
panjang awal L
Penyelesaian:
L = 18 m
= 0,017018 mm/mm = 1,7018 x 10-5 m/m
δ
ε=
L
74
m
δ=ε⋅L=1 ,7018×10−5⋅ ×18⋅m=0 , 000306⋅m=0 ,306324⋅mm
Maka, m
Regangan geser total adalah deformasi geser total dibagi dengan panjang L:
δs (5.7)
ε s=
L
Dari gbr. 1.6 terdapat hubungan antara distorsi sudut dengan regangan geser,
yaitu: δs
tan φ= =ε
L s (5.8)
Untuk sudut yang kecil, sudut tangensial pada umumnya sama dengan sudut yang
dinyatakan dalam radian.
Contoh 6:
Pada gbr. (1.5c), anggap bahwa gaya P bekerja pada bagian atas balok sehingga
Penyelesaian: δ s 0 , 06096 mm
ε s= = =0 ,001693 mm/mm
L 36 mm
75
Konstanta ini sekarang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young
(sesudah Thomas Young mendefinisikannya pada 1807). Modulus Young
dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik atau tekan, dinyatakan
dengan persamaan:
tegangan s
E= =
regangan ε
(5.10)
Jika benda dikenakan beban aksial (baik tarik atau tekan), gaya geser
sebanding dengan regangan geser sepanjang batas proporsional regangan belum
tercapai. Konstanta proporsionalitas dikenal dengan modulus kekakuan (modulus
of rigidity) yang dilambangkan dengan G dan dinyatakan sebagai:
tegangan geser s s (5.11)
G= =
regangan geser ε s
Contoh 7:
Sebuah batang dengan panjang 300 mm dan luas penampang 25 mm 2 dikenakan
beban tarik aksial 4500 N. Hitung tegangan, regangan, dan pertambahan panjang
total jika bahan batang adalah (a) baja, dengan EST = 207 x 103 MPa; (b)
aluminium, dengan EAL = 70 x 103 MPa; dan (c) kayu, dengan EW = 10 x 103
MPa. Batas proporsional masing-masing bahan adalah sebagai berikut: baja = 250
MPa, aluminium = 240 MPa, dan kayu = 41 MPa.
Penyelesaian:
1. Tegangan tarik untuk semua bahan:
76
P 4500⋅N
st= = =180⋅kPa
A 25×10−3
ini berarti lebih kecil daripada batas proporsional semua bahan, sehingga
hukum Hooke berlaku.
2. Hitung regangan untuk tiga bahan,
(a) baja:
st 0 ,180
ε ST = = =8 , 696×10−7 m/m=0 , 000870 m m/mm
EST 207×103
(b) aluminium:
st 0 , 180
ε AL= = =2, 571×10−6 m/m=0 , 002571 mm/mm
E AL 70×103
(c) kayu:
s W 0 , 180
εW = = =1,8×10−5 m/m =0 , 0180 mm/mm
E W 10×103
3. hitung total pertambahan panjang masing-masing bahan,
(a) baja:
δ ST =ε ST L=0 , 000870 ( 300 )=0 , 261 mm
(b) aluminium:
s P/ A PL
E= = =
ε δ/ L A δ
Contoh 8:
Sebuah pipa dengan panjang 750 mm mengalami gaya tarik aksial adalah sebesar
22.250 N. Pipa terbuat dari baja dengan dimeter luar 19 mm dan diameter dalam
12 mm. Hitung tegangan tarik di dalam pipa dan deformasi aksial total. Anggap
E = 207 x 103 MPa dan batas proporsional adalah 250 MPa.
Penyelesaian:
1. luas penampang pipa adalah:
π π
A= (d 2o −d 2i )= ( 0 , 0192 −0 , 0122 ) =0 , 000170 m2
4 4
2. hitung deformasi aksial (pertambahan panjang)
Contoh 9:
Berat beban sebesar 6700 N harus disangga oleh kawat baja dengan panjang
7,5 m. Tegangan tarik kawat baja tidak boleh melebihi 138 MPa dan deformasi
total tidak boleh melampaui 4,57 mm. Hitung diameter kawat baja yang
diperlukan. Abaikan berat kawat baja. Gunakan E = 207 x 103 MPa dan batas
proporsional 234 MPa.
Penyelesaian:
78
Kemudian, luas penampang kawat baja yang diperlukan juga dihitung berdasarkan
deformasi ijin total menggunakan persamaan (4.1), yaitu:
PL 6700 ( 7,5 )
A= = =5 , 312×10−5 m2
δE 0 , 00457 ( 207×10 )
9
Dipilih luasan yang lebih besar (dihitung berdasarkan deformasi ijin total) untuk
memenuhi kedua keadaan. Sehingga, diameter kawat baja yang diperlukan adalah:
5 ,312×10−5⋅( 4 )
d=
√ π
=8 ,224×10−3 m=8 , 224 mm
Contoh 10:
Sebuah traktor ditunjukkan pada gbr. 5.7. Traktor digunakan untuk menarik
batang kayu gelondongan dengan gaya yang harus ditransmisikan oleh baut geser
(shear bolt) adalah sebesar 50 kN. (a) hitung tegangan geser baut jika diameter
baut adalah 19 mm, (b) hitung prosentase peningkatan tegangan geser jika
diameter baut dikurangi menjadi 16 mm.
Penyelesaian:
Terdapat dua bidang yang menahan beban geser. Masing-masing bidang geser
menahan 25 kN, setengahnya dari beban total 50 kN.
79
P 25×103
ss= = =124 ,32⋅MPa
A 201 ,1×10−6
Latihan Soal
BAB VI
SIFAT-SIFAT BAHAN TEKNIK
Tujuan Pembelajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang uji tarik untuk mengetahui sifat-sifat
bahan teknik
Untuk memberikan penjelasan tentang diagram tegangan-regangan yang
diperoleh dari uji tarik
Untuk memberikan penjelasan tentang sifat-sifat mekanis bahan, meliputi
bahan logam, misal logam besi dan logam non-besi dan bahan non-logam.
Contoh Soal 1:
Sebuah batang baja berdiameter 14 mm diuji tarik dan memanjang 0,182 mm
pada panjang awal 200 mm dengan besar beban 29 kN. Hitung (a) tegangan, (b)
regangan, dan (c) modulus elastisitas berdasarkan pembacaan ini. Batas
proporsional baja adalah 228 MPa.
Penyelesaian:
(a) Luas penampang batang baja adalah:
π
A= ⋅( 14 )2 =153 , 9⋅mm 2 =153 , 9×10−6⋅m2
4
besar tegangan adalah:
P 29×103⋅N
st = = 2
=188 , 4×10 6⋅N /m2
A 153 , 9×10 ⋅m
−6
6
=188 ,4×10 ⋅MPa<228⋅MPa
(b) besar regangan adalah:
δ 0 , 182⋅mm
ε= = =0 , 00091⋅mm /mm
L 200⋅mm
s 188,4⋅MPa
E= t = =207 . 000⋅MPa
ε 0,00091
Contoh Soal 2:
Batang baja ASTM A36 dengan panjang 6 m dikenakan beban tarik 10,7 kN.
Hitung diameter batang yang diperlukan jika tegangan tarik adalah 150 MPa dan
85
perpanjangan maksimum tidak boleh melebihi 6,5 mm. Batas proporsional baja
adalah 234 MPa.
Penyelesaian:
luas penampang batang yang diperlukan berdasarkan tegangan:
3
P 10 , 7×10 ⋅N
A= = 6 2
=0 , 0713×10−3⋅m 2 =71 ,3⋅mm 2
st ( all ) 150×10 ⋅N /m
A 71,3
d=
√ √
π /4
=
π /4
=9,53⋅mm
Contoh Soal 3:
Sebuah kendaraan lapis baja militer, sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 6.4,
beroperasi pada tanah lapang dengan tekanan bantalan (bearing) pada track-shoe
tidak boleh melebihi 69 kPa. Berat kendaraan maksimum adalah 30 ton dan lebar
track-shoe masing-masing adalah 508 mm. Tentukan panjang kontak L minimum
yang diperlukan.
Penyelesaian:
berdasarkan pada tekanan maksimum ini. Luas kontak A untuk dua lintasan
(track) adalah:
2
A=2L ( 0,508 )=1,016 L m
Berdasarkan tekanan bearing maksimum 69 kPa, luas bidang kontak yang
diperlukan adalah:
4 , 2652
Lmin = =4 , 198 m
1 , 016
Jadi panjang lintasan minimum adalah 4,2 m.
Contoh Soal 4:
Hasil test spesimen uji baja ASTM A36 menunjukkan tegangan tarik ijin adalah
517 MPa dan tegangan maksimum 248 MPa. Jika tegangan tarik ijin untuk
spesifikasi desain adalah 152 MPa, tentukan faktor keselamatan berdasarkan
(a) tegangan maksimum dan (b) tegangan tarik.
Penyelesaian:
(b)
Contoh Soal 5:
Sebuah batang dengan panjang 3 m dikenakan beban tarik 67 kN. Dfengan
menggunakan faktor keselamatan 2,5 berdasarkan tegangan maksimum, tentukan
diameter batang yang diperlukan jika batang dibuat dari (a) baja dengan tegangan
maksimum 345 MPa dan (b) paduan aluminium dengan tegangan maksimum
276 MPa.
Penyelesaian:
3
P 67×10 N
A req = = 6 2
=4,86 ×10−4 m2
st ( all ) 138×10 N /m
Areq
d req=
√ √
π /4
=
4,86×10−4
π /4
=0,025 m=25 mm
Areq 6,07×10−4
d req=
Latihan Soal
π /4√ √
=
π /4
=0,028 m=28 mm
88
1. Batang baja AISI 1020 panjang 450 mm dikenakan beban tarik 55 kN.
Tegangan tarik ijin baja 140 MPa dan pertambahan panjang total tidak
boleh melebihi 0,2 mm. Hitung diameter batang yang diperlukan jika batas
proporsional 175 MPa.
2. Sebuah baja landasan (tie rod) dengan diameter 50 mm yang digunakan
dalam permesinan dikenakan beban tarik aksial 180 kN. Panjang batang
adalah 1,75 m. Batas proporsional adalah 225 MPa. Hitung (a) tegangan,
(b) regangan, dan (c) pertambahan panjang total.
3. Hitung diameter yang diperlukan batang baja panjang 3 m yang dikenakan
beban tarik aksial 67 kN. Tegangan maksimum adalah 345 MPa. Gunakan
faktor keselamatan 2,5 berdasarkan tegangan maksimum.
4. Bahan uji tarik mempunyai panjang 100 mm dan diameter penampang
11,28 mm. Jika bahan uji adalah paduan aluminium dengan modulus
elastisitas 70 kN/mm2, berapa pertambahan panjang yang terjadi jika
beban tarik yang bekerja pada spesimen uji adalah 20 kN?
5. Sebuah tang pemotong kawat (wire cutter) bekerja pada gaya potong
maksimum 155 N sebagaimana ditunjukkan pada gbr. 2.6. Tentukan
diameter pin yang diperlukan jika tegangan geser ijin pin adalah 83 MPa.
BAB VII
ANALISA TEGANGAN
Tujuan Pengajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang perbandingan Poisson
Untuk memberikan penjelasan tentang pengaruh panas terhadap perubahan
dimensional material
Untuk memberikan penjelasan tentang kekuatan material struktural yang
disusun oleh dua atau lebih bahan
Untuk memberikan penjelasan tentang konsentrasi tegangan, tegangan pada
bidang miring, tegangan geser pada bidang saling tegak-lurus, dan tarikan
dan tekanan akibat gaya geser.
regangantransversal
μ= (7.1)
reganganaksial
Contoh Soal 1:
Sebuah plat baja ASTM A441 panjang 3 m mempunyai ukuran penampang 25
mm x 305 mm dikenakan beban tarik sebesar 1.068 kN. Batas proporsional baja
adalah 234 MPa. Hitung (a) tegangan aksial, (b) regangan aksial, (c) regangan
transversal, (d) perubahan dimensional aksial total, dan (e) perubahan dimensional
transversal total. Gunakan lampiran tabel E untuk menentukan sifat-sifat mekanis
yang diperlukan.
Penyelesaian:
(a) tegangan aksial (st)
P 1, 068×10 3 N
st = = 2
=1,401×10 5 Pa
A 0,025×0,305 m
5
1,401×10 Pa<234 MPa
(b) regangan aksial ()
karena E= s = tegangan
ε regangan
s t 1,401×10 5
maka: ε = = =6,768×10−7 m/m
E 207 ×10 9
Contoh Soal 2:
Sebuah batang baja ASTM A36 berdiameter 38 mm dikenakan uji tarik. Pada
beban tarik 258 kN diukur bahwa pada panjang awal 50 mm terjadi pertambahan
panjang 0,05588 mm dan diameter berkurang 0,010668 mm. Jika batas
proporsional 234 MPa, hitung modulus elastisitas E dan perbandingan Poisson .
Penyelesaian:
P 258×103
Tegangan aksial: s t = A = π =227 , 5 MPa
2
( 0 , 038 )
4
227,5 MPa < 234 MPa
δ 0 , 05588
ε= = =0 , 001118 mm/mm
Regangan aksial : L 50
6
227 ,5×10
Modulus elastisitas: E= =203 , 49×103 MPa
0 , 001118
Perbandingan Poisson :
Regangan transversal
δ 0 , 010668
ε= = =0 , 0002807 mm /mm
L 38
transversal ε 0 , 0002807
μ= = =0 ,238
aksial ε 0 , 00118
Contoh Soal 3:
Sebuah bahan uji logam berdiameter 50 mm dikenakan beban tekan aksial sebesar
178 kN. Perubahan dimensional longitudinal dan transversal diukur menggunakan
strain gage elektronik tercatat 0,03048 mm memanjang (longitudinal) dan
0,01016 mm melebar (transversal). Hitung (a) perbandingan Poisson , (b)
modulus elastisitas E, dan (c) modulus kekakuan G.
Penyelesaian:
(a) Perbandingan Poisson
P 178×103
sc = = =90 ,6547 MPa
A π 2
( 0 , 050 )
4
sc 90 , 6547×106
E= = =297 , 4×103 MPa
ε 0 , 03048×10 −3
δ=αL ( ΔT ) (7.3)
δ=αL ( ΔT )
2. Jika suhu benda dijaga tetap. Sehingga gaya aksial P untuk mengembalikan
pada panjang semula. Perubahan dimensional dapat dinyatakan sebagai:
PL L
δ=
AE
=s
E ( )
3. Selesaikan kedua persamaan untuk nilai :
L
s ( )
E
=α L ( ΔT )
sehingga: s=Eα ( ΔT ) (7.4)
Contoh Soal 1:
Batang baja ASTM A36 mempunyai dimensi panjang 2540 mm dan luas
penampang 50 mm2 ditempatkan diantara dudukan kaku. Jika tidak ada tegangan
pada batang baja pada temperatur 21 oC, hitung tegangan jika temperatur turun
sampai pada titik –18 oC. Batas proporsional baja adalah 234 MPa. Gunakan
lampiran tabel E untuk menentukan sifat-sifat mekanis yang diperlukan.
Penyelesaian:
Karena tidak sampai terjadi batas mulur, maka:
94
s=E α ( ΔT )
= 207 x 109 Pa (11,7 x 10-6 m/m/oC) (39 oC)
= 96,07 MPa (tarik)
96,07 MPa < 234 MPa
Contoh Soal 2:
Sebuah kawat baja AISI 1040 berdiameter 3,76 mm diregangkan diantara dua
ujung kaku dengan gaya tarik 1335 N pada temperatur 32 0C. Batas proporsional
kawat 276 MPa. Hitung penurunan temperatur yang terjadi tanpa menyebabkan
panjang permanen pada kawat. Gunakan lampiran tabel E untuk menentukan sifat-
sifat mekanis yang diperlukan.
Penyelesaian:
Luas penampang kawat:
π
A= ( 3 , 76 )2 =11 ,104 mm 2 =1 ,11×10−5 m 2
4
P 1 .335
s= = =120 , 23 MPa
A 1 ,1104×10−5
Tegangan termal tambahan untuk mencapai batas proporsional:
s=E α ( ΔT )
120 ,23×106 =207×109 ( 11,7×10−6 )⋅( ΔT )
Contoh Soal 3:
Sebuah batang baja datar dilubangi di tengahnya dengan diameter 19 mm (gbr.
7.3). Batang dikenakan beban tarik 18 kN. Hitung tegangan rata-rata dalam
bidang penampang yang dikurangi dan tegangan tarik maksimum yang terjadi
pada lobang.
P
s t ( max )=k
( )
A net
=2,3 ( 40 )=92 MPa
96
Latihan Soal
1. Sebuah batang baja berbentuk persegi-panjang terbuat dari ASTM A36
dengan dimensi 50 mm x 150 mm dikenai beban tarik 1,3 MN. Batas
proporsional baja 234 MPa. Hitung perubahan transversal pada dimensi
150 mm.
2. Batang baja datar lebar 100 mm dan tebal 100 mm dikurangi menjadi lebar 75
mm. Terdapat fillet dengan jari-jari 12,5 mm pada tiap sisi (lihat gbr.7.4).
Batang dikenai beban tarik aksial 55 kN. Hitung (a) tegangan tarik rata-rata
pada bagian batang yang lebar, (b) tegangan tarik rata-rata pada bagian
batang yang lebih kecil, dan (c) tegangan tarik maksimum pada fillet.
3. Hitung semua perubahan batang baja jika batang dikenakan gaya (lihat gbr.
7.5). batas proporsional baja 234 MPa.
BAB VIII
BEBAN TORSI
Tujuan Pengajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang material yang dikenakan aksi putar
yang bekerja pada bidang tegak-lurus sumbu longitudinal material atau torsi
akibat kopel atau momen putar
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan torsi, sudut puntir, dan
transmisi daya dengan poros
s s ( all ) J (8.1)
T R=
c
98
4
π⋅d
J=
32
Substitusi kedua besaran,
π⋅d 4 T ( d /2 )
=
32 s s ( all )
16⋅T
d= 3
√ π⋅s s ( all ) (8.2)
Contoh 1:
Hitung torsi ijin yang dapat dikenakan pada poros lingkaran jika tegangan geser
ijin material adalah 83 MPa. (a) anggap poros adalah pejal dengan diameter 150
mm. (b) anggap poros adalah berlubang dengan diameter dalam 125 mm dan
diameter luar 150 mm.
Penyelesaian:
π⋅( d 4 −d 41 ) 4
π⋅( 0 ,150 −0 ,125 )
4
J= = =2 ,57×10−5 m 4
32 32
Menghitung torsi ijin, menggunakan pers. (7.3),
99
Pada gbr. 4.8, pulli B, C, dan D ditempatkan pada poros pejal yang disangga
bantalan A dan E. Diameter poros adalah 38 mm. (a) hitung tegangan belt F3, (b)
hitung torsi poros diantara pulli C dan D, (c) hitung tegangan geser maksimum
yang dihasilkan dari torsi bagian (b).
Penyelesaian:
Selesaikan,
100
TcL TL
θ= =
JGc JG
101
(8.3)
Contoh 3:
Sebuah poros baja pejal berdiameter 38 mm, panjang 1800 mm, dikenakan torsi
sebesar 565 Nm. Baja adalah AISI 1020 hot-rolled. Hitung (a) tegangan geser
maksimum dan (b) sudut puntir total.
Penyelesaian:
4
π d 4 π ( 0 , 038 )
J= = =2 ,047×10−7 m4
32 32
(a) menghitung tegangan geser maksimum (dari pers. 4.2)
Tc 565 ( 0 , 038/2 ) N
ss= = =5 , 244×107⋅ 2
J 2 , 047×10 −7
m
(b) menggunakan pers. (4.8) dan G dari lampiran tabel E, sudut puntir dihitung
dengan:
TL 565 ( 1,8 )
θ= = =0 ,063 radian
JG ( 2 ,047×10−7 ) ( 79 , 3×10 9 )
Karena torsi T adalah Fr, dan kerja yang dilakukan per detik adalah daya (W) ,
maka:
Contoh 4:
Poros baja pejal AISI 1020 digunakan untuk mentransmisikan daya sebesar 50
kW dengan putaran poros akan 6 put/det (lihat gambar 8.11). Tegangan geser ijin
adalah 67 MPa dan sudut puntir ijin (tiap meter panjang poros) tidak boleh
melebihi 0,065 radian. Tentukan diameter poros yang diperlukan.
Penyelesaian:
3
W 50×10
T= = =1. 326 , 3 N⋅m
2 πn 2 π ( 6 )
TL TL
θ= =
JG ( πd 4 /32 )⋅G
sehingga,
32 T L 4 32 ( 1. 326 , 3 N . m ) (1 m)
d= 4
√ πθ G
= 40,5 mm
=
√π ( 0 , 065 ) ( 77×109 N /m2 )
=0 , 04053 m
Latihan Soal
1. Tentukan torsi internal pada poros A, B, dan C pada gbr. 8.13. Tunjukkan
diagram benda bebas.
2. Tentukan torsi internal pada poros A dan B pada gbr. 8.14. Tunjukkan
diagram benda bebas. Anggap poros tetap (tidak berputar) pada dudukan
tetap.
3. Pulli C dan D ditempatkan pada poros AB (lihat gbr. 4.15). Poros disangga
oleh bearing pada A dan B. Poros berputar pada kecepatan sama dengan
104
pulli D sebagai pulli penggerak. Diameter poros adalah 65 mm. Hitung (a)
tarikan belt P3 dan (b) tegangan geser maksimum poros.
5. Hitung daya yang dapat ditransmisikan oleh poros baja pejal dengan
diameter 100 mm berputar 5 put/det jika tegangan geser tidak boleh
melebihi 70 MN/m2.
6. Poros pejal berdiameter 65 mm pada gbr. 8.16 dikenai torsi sebesar 600 Nm
pada titik B dan 1400 Nm pada titik C. Tentukan tegangan geser maksimum
pada poros.
7. Hitung torsi ijin untuk poros baja bolong. Diameter dalam adalah 40 mm
dan diameter luar adalah 85 mm. Tegangan geser ijin adalah 65 MPa.
105
BAB IX
TEGANGAN PADA BALOK
Tujuan Pengajaran:
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan tarik dan tekan karena
bending (lentur)
Untuk memberikan penjelasan tentang rumus momen bending, rumus
tegangan geser
Untuk memberikan penjelasan tentang analisa dan desain balok
Untuk memberikan penjelasan tentang tegangan distribusi merata, tegangan
normal poros akibat bending, tegangan geser poros akibat bending, dan
distribusi tegangan
9.1 Tegangan Tarik dan Tekan karena Bending
Karena momen internal total ini pada kesetimbangan momen karena beban
eksternal M, sehingga disebut “momen tahanan internal” (internal resisting
moment) dapat dinyatakan sebagai :
s b (max ) I (9.1)
M=
c
dengan M : momen bending karena beban eksternal, atau momen tahanan
dalam (Nm)
sb(max) : tegangan bending yang terjadi pada segmen terluar balok (Pa)
I : momen inersia terhadap sumbu netral (m4)
c : jarak dari sumbu netral ke segemen terluar (m)
Mc (9.2)
s b ( max )=
I
Karena tegangan adalah proporsional terhadap jarak dari sumbu netral,
dapat ditulis pernyataan untuk tegangan bending yang terjadi pada suatu jarak y
dari sumbu netral :
My (9.3)
sb=
I
Persamaan (9.1) dapat ditulis kembali untuk mendapatkan momen
tahanan maksimum, atau momen bending ijin, untuk potongan melintang. Untuk
menggunakan pernyataan ini, tegangan bending ijin harus diketahui:
sb ( all ) I (9.4)
M R=
c
107
M
sb= (9.5)
S
Contoh 1:
Sebuah besi channels C230 x 0,196 digunakan sebagai balok tumpuan sederhana
dengan panjang span 7 m. Pipa menumpu beban terpusat 6 kN pada midspan.
Hitung tegangan bending maksimum karena (a) berat besi channels dan (b) beban
terpusat.
Penyelesaian:
= 1,856 kNm
= 1.856 Nm
PL ( 6×103 N ) (7 m )
M= =
4 4
= 10.500 Nm
109
M 1 . 856 N⋅m
sb= = =15 , 2×106 N /m2
S 122×10 m
−6 3
= 15,2 MPa
M 10 . 500 N⋅m
sb= = =86 , 1×10 6 N /m2
S 122×10−6 m3
= 86,1 MPa
Kita dapat juga menentukan tegangan total. Karena tegangan yang terjadi
dihitung pada titik yang sama pada balok, maka tegangan total adalah :
Latihan Soal
Gambar 9.4
110
DAFTAR PUSTAKA
Berata, I Wayan, 2005: Diagram Gaya Geser dan Momen Bending, Program
Magister, Bidang Keakhlian Sistem Manufaktur, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya
Hadi, Syamsul, 2005, Hubungan Kekuatan Luluh Hasil Uji Tarik dan Hasil
Uji Lentur, DIPA, Politeknik Negeri Malang
Macaulay, Wilfred H., 1999, Note on the Deflection of Beams, vol. 48, pp. 129 –
130, Messenger of Mathematics
Mathsoft Engineering & Education, Inc., 2005, User’s Guide Mathcad ver.12.1
Enterpise Edition, USA
Riley, William F., Sturges, Leroy D., Morris, Don H., 2003, Statics and
Mechanics of Materials, John Wiley & Sons, Inc., New York, USA
Spiegel, Leonard; Limbrugner, George F., 2005, Strength of Materials, 2nd ed.,
Prentice Hall Inc., A Simon & Schuster Comp., Upper Saddle River, New
Jersey 07458, USA
Shigley, Joseph E.; Miscke, Charles R.; Budynas, Richard G., 2003, Mechanical
Engineering Design, 7th Edition, McGraw Hill, New York, USA
111