Baku Mutu Lingkungan
Baku Mutu Lingkungan
Lingkungan
Baku mutu lingkungan merupakan batas atau akadar makhluk hidup, zat, energi, atau
kompinen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar lingkungan yang
ditenggang adanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Baku mutu air terbagi atas 2, yaitu baku mutu aliran dan baku mutu effluen.
Baku mutu aliran merupakan persyaratan mutu air bagi sumber air seperti sungai,
danau, air tanah yang disusun dengan mempertimbangkan pemanfaat air tersebut,
kemampuan mengencerkan dan membersihkan diri terhadap beban pencemaran dan
faktor ekonomis.
Ciri-ciri baku mutu aliran:
1. Untuk mengatur kualitas badan air
2. Untuk daerah yang sedikit industri
3. Pengawasan lebih sulit
4. Syarat untuk industri sejenis beda
Baku mutu effluen merupakan persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber
air, sawah, tanah, dan tempat-tempat lain dengan mempertimbangkan pemanfaatan
sumber air yang bersangkutan dan faktor ekonomi pengelolaan air buangan.
Ciri-ciri baku mutu effluen;
1. Mengatur buangan ke badan air
2. Untuk daerah yang banyak industri
3. Pengawasan yang dilakukan lebih mudah
4. Syarat untuk industri sejenis sama.
Penggolongan badan air menurut PP No 2o Tahun 1990:
1. Golongan A, untuk air minum tanpa pengolahan
2. Golongan B, untuk bahan bak air minum
3. Golongan C, untuk keperluan perikanan dan pertanian
4. Golongan D, untuk pertanian, usaha perkotaan, industri
5. Golongan E, untuk selain di atas, seperti transportasi.
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan
bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan
kelestarian fungsi sumber daya alam serta lingkungan hidup, sehingga keberlanjutan
pembangunan tetap terjamin.
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan
hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup ditujukan pada upaya mengelola sumber daya alam, baik yang
dapat diperbaharui maupaun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan
teknologi ramah lingkungan, serta menerapkan secara efektif penggunaan indikator-
indikator hidup. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumber
daya alam yang berkelanjutan seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta
meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu lingkungan yang
ditetapkan.
Dewasa ini, ada banyak pendapat yang sering terjadi di masyarakat, misalnya
seseorang mengatakan bahwa sungai telah tercemar, tetapi ada juga yang mengatakan
bahwa sungai tersebut masih baik. Untuk mengatasi perbedaan pendapat yang sering
terjadi, dan supaya seseorang tidak memandang sesuatu dari sudut kepentingannya
sendiri, maka perlu adanya tolok ukur yang dapat digunakan bersama. Di antaranya
yaitu untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar,
dipakai baku mutu lingkungan. Penetapan baku mutu lingkungan diperlukan untuk
mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri
dan aktivitas manusia.
1.2 Tujuan
Setelah membaca makalah yang berjudul “Baku Mutu Lingkungan” pembaca
diharapkan:
1. Dapat memahami pengertian baku mutu lingkungan
2. Dapat mengetahui jenis-jenis baku mutu lingkungan
3. Dapat mengetahui contoh penerapan baku mutu lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Baku Mutu Lingkungan
Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan
pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
Menurut pengertian secara pokok, baku mutu adalah peraturan pemerintah yang harus
dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang
atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien. Secara objektif, baku
mutu merupakan sasaran ke arah mana suatu pengelolaan lingkungan ditujukan.
Kriteria baku mutu adalah kompilasi atau hasil dari suatu pengolahan data ilmiah
yang akan digunakan untuk menentukan apakah suatu kualitas air atau udara yang
ada dapat digunakan sesuai objektif penggunaan tertentu.
Contoh kriteria:
Kriteria bahan pencemar dalam media air untuk kehidupan ikan:
Konsentrasi Pencemar (mg/l) Pengaruh terhadap Ikan
0,01 Tidak ada pengaruh
0,05 Ikan menderita dalam taraf rendah
0,1 Kematian telah terjadi masih dalam
tingkat rendah
0,5 Tidak ada yang dapat hidup
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas
industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran
lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan
laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah
semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk
logam berat.
Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:
1. Pencemaran air
2. Pencemaran udara
3. Pencemaran tanah
Stream Standard merupakan batas kadar untuk sumberdaya tertentu, seperti sungai,
waduk, dan danau. Kadar yang diterapkan ini didasarkan pada kemampuan
sumberdaya beserta sifat peruntukannya. Misalnya batas kadar badan air untuk air
minum akan berlainan dengan batas kadar bagi badan air untuk pertanian.
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam keputusannya No.
KEP-03/MENKLH/II/1991 telah menetapkan baku mutu air pada sumber air, baku
mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air
laut.
Dalam keputusan tersebut yang dimaksud dengan:
1. Baku mutu air pada sumber air, disingkat baku mutu air, adalah batas kadar
yang diperolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun
air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
2. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada
sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air;
3. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan
terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan benda;
4. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara,
sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien;
5. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang
ditenggang adanya dalam air laut.
Untuk melindungi sumber air sesuai dengan kegunaannya, maka perlu ditetapkan
baku mutu limbah cair dengan berpedoman kepada alternatif baku mutu limbah cair
yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991. Baku mutu limbah cair tersebut
ditetapkan oleh gubernur dengan memperhitungkan beban maksimum yang dapat
diterima air pada sumber air.
Baku mutu air dan baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh gubernur
dimaksudkan untuk melindungi peruntukan air di daerahnya. Dengan demikian harus
diperhatikan dalam setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair dan yang
membuang limbah cair tersebut ke dalam air pada sumber air. Limbah cair harus
memenuhi persyaratan:
1. Mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air pada sumber air tidak boleh
melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan.
2. Tidak mengakibatkan turunnya kualitas air pada sumber air penerima limbah.
Hal tersebut mengharuskan agar setiap pembuangan limbah cair ke dalam air pada
sumber air, mencantumkan kuantitas dan kualitas limbah.
1. Baku Mutu Udara
Baku mutu udara ambien dan emisi ditetapkan dengan maksud untuk melindungi
kualitas udara di suatu daerah.
Baku mutu udara ambien dan emisi limbah gas yang dibuang ke udara harus
mencantumkan secara jelas dalam izin pembuangan gas. Semua kegiatan yang
membuang limbah gas ke udara ditetapkan mutu emisinya dalam pengertian:
1. Mutu emisi dari limbah gas yang dibuang ke udara tidak melampaui baku
mutu udara emisi yang telah ditetapkan.
2. Tidak menyebabkan turunnya kualitas udara.
Data yang diambil dari lapangan untuk penerapan Baku Mutu Limbah Cair Kawasan
Industri adalah:
1. Luas areal kawasan industri yang terbangun (A) [hektar, ha]
2. Kadar sebenarnya (CA) untuk setiap parameter [mg/liter]
3. Debit limbah hasil pengukuran (DA) [liter/detik]
Data lapangan
1. Kadar BOD hasil pengukuran (CA) = 60 mg/liter
2. Debit hasil pengukuran (DA) = 1000 liter/detik
3. Luas lahan kawasan terpakai (A) = 1500 ha
BAB III
KESIMPULAN
1. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan
terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
2. Jenis-jenis baku mutu lingkungan, baku mutu air, baku mutu limbah cair,
baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi, dan baku mutu air laut.
3. Baku mutu untuk mencegah berlimpahnya limbah sehingga mengakibatkan
baku mutu lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.
Oleh:
Prof DR Ir Soemarno,MS
Agustus 2007
I. PENDAHULUAN
(1) mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan
daya dukung dan daya tampungnya;
(2) menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan
sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;
(6) memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi
baru di wilayah tertentu; dan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, GBHN 1999
mengamanatkan bahwa :
1) Mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
Sejak tahun 1965, GATT telah memiliki "Komisi Perdagangan dan Pembangunan"
yang memperdulikan persoalan perdagangan di belahan bumi selatan.
Pada tahun 1972, komisi itu membentuk sebuah kelompok yang dinamakan
"Tindakan terhadap Lingkungan dan Perdagangan lnternasional". Kelompok ini dibentuk
setelah munculnya kecemasan bahwa kepentingan lingkungan akan menghambat
perdagangan.
Perangkat utama yang tersedia bagi GATT untuk menangani masalah lingkungan
adalah Pasal XX (yang tidak menggunakan kata lingkungan) dan Persetujuan mengenai
Hambatan Teknik terhadap Perdagangan (yang menggunakan kata lingkungan). Setiap
negara memiliki hak untuk menggunakan tindakan perdagangan seperlunya untuk
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan dengan
pengawetan sumberdaya alam yang dapat habis.
Tindakan semacam ini juga dapat diterapkan untuk membatasi produksi dan/atau
konsumsi dalam negeri, namun tidak boleh menghasilkan diskriminasi yang sewenang-
wenang atau tidak boleh berlaku di semua negara dan tindakan itu tidak boleh merupakan
pembatasan terselubung atas perdagangan internasional.
Pasal XX GATT tidak boleh dibiarkan menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh
para proteksionis. Melanggar asas perdagangan bebas harus dilihat sebagai kekecualian,
dan sifat kekecualian ini harus pula dipertahankan bila ada bahaya terhadap lingkungan.
Beberapa asas dasar berikut ini harus dimasukkan ke dalam peraturan GATT untuk
menangani masalah lingkungan:
Keterkaitan antara dunia usaha dan lingkungan hidup telah disadari sejak
dilaksanakannya "Conference on Human and Environment" oleh PBB pada tahun
1972 di Stockholm, yang dilanjutkan di Nairobi pada tahun 1982. Konperensi
tersebut melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali
akan mempengaruhi kelangsungan dunia usaha itu sendiri.
Pemikiran tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan United Nations
Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and
Development (WCED). lstilah "Sustainable Development" yang diperkenalkan dalam
laporan WCED pada tahun 1987 juga mencakup pengertian bahwa kalangan industri
sudah harus mulai mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan yang
dilaksanakan secara efektif. Selanjutnya diselenggarakan "United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED)" di Rio de Janeiro pada
tahun 1992.
Menindaklanjuti gagasan tersebut, lnggris mengeluarkan baku-mutu
pengelolaan lingkungan yang pertama kali di dunia pada tahun 1992, yaitu British
Standard (BS) 7750. Komisi Uni Eropa mulai memberlakukan Eco-Management
and Audit Scheme (EMAS) pada 1993. Dengan diberlakukannya EMAS, BS 7750
direvisi dan kembali ditetapkan pada tahun 1994. Beberapa negara Eropa yang lain
juga mulai mengembangkan standardisasi pengelolaan lingkungan.
Di tingkat internasional, dengan dorongan kalangan dunia usaha
"International Standardization Organization" (ISO) dan International
Electrotechnical Commission (IEC) membentuk "Strategic Advisory Group on the
Environment" (SAGE) pada bulan Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada
ISO akan perlunya suatu Technical Committee (TC) yang khusus bertugas untuk
mengembangkan suatu seri standar pengelolaan lingkungan yang berlaku secara
internasional.
Pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas
mengembangkan baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri
14000. Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu:
Beberapa pokok pemikiran yang mendasari ISO seri 14000 adalah sebagai berikut:
Arti dari ISO seri 14000 adalah Sistem Pengelolaan Lingkungan, yang dalam
pelaksanaannya didukung oleh beberapa alat bantu (support tools) tentang:
1. Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan Perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya
2. Standar bidang lingkungan adalah spesifikisi teknis atau sesuatu yang
dibakukan dalam bidang lingkungan, disusun berdasarkan konsensus semua
pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kelestarian fungsi
lingkungan, kesehatan, keselamatan, perkembangan iImu pengetahuan dan
teknologi, serta berdasarkan pengalaman , perkembangan masa kini dan masa
yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
3. Standardisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan dan
menerapkan standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama
dengan semua pihak
4. Sistem Standardisasi Nasional, yang selanjutnya disingkat SSN, adalah Sebagai
tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan
terpadu yang meliputi perumusan standar, penerapan standar,
pembinaan dan pengawasan standardisasi kerjasama dan
informasi standardisasi, kerjasama dan informasi standardisasi metrologi dan
akreditasi
5. Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut SNI, adalah standar yang
ditetapkan dan diberlakukan kepala badan Pengendalian dampak lingkungan
setelah mendapat persetujuan dari dewan standardisasi nasional serta berlaku
secara nasional di Indonesia
6. Perumusan standar adalah proses penyusunan SNI yang menjamin konsensus
nasional antara pihak-pihak yang berkepentingan termasuk instansi
pemerintah, swasta, organisasi profesi/ usaha, kalangan ahli/ pakar, produsen,
konsumen dan pihak terkait lainnya;
7. Konsensus adalah kesepakatan pihak-pihak berkepentingan terhadap suatu
konsep standar baik, langsung maupun tidak langsung yang menyatakan tidak
berkeberatan menjadi rancangan SNI;
8. Revisi standar adalah kegiatan menyempurnakan standar sesuai dengan
kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan perumusan standar;
9. Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan SNI sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
10. Akreditati adalah pengakuan formal dari Komite Akreditasi Nasional, atas
nama Dewan Standardisasi Nasional berdasarkan usul Komite Akreditasi Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan, kepada unit / lembaga / institusi/
organisasi/ laboratorium penguji atas kemampuannya untuk melaksanakan
kegiatan tertentu dalam standardisasi bidang lingkungan , sesuai dengan
persyaratan dan kriteria yang ditetapkan Dewan Standardisasi Nasional;
11. Sertifikasi adalah proses yang berkaitan dengan sertifikat oleh suatu unit /
lembaga / institusi /organisasi / laboratorium Penguji yang telah diakreditasi;
12. Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian hasil proses sertifikasi
terhadap persyaratan yang ditentukan.
13. Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan adalah proses yang berkaitan dengan
pemberian sertifikat Sistem Manajemen Lingkungan kepada unit/ lembaga
/institusi /organisasi yang telah mampu menerapkan standar Sistem manajemen
Lingkugan;
14. Sertifikasi Label Lingkungan adalah proses yang berkaitan dengan pemberian
sertifikat label Iingkungan kepada unit / lembaga/ institusi/ organisasi untuk
produk atau jasa tertentu yang telah memenuhi ketentuan atau kriteria label
lingkungan
15. Sertifikasi Hasil Uji adalah proses yang berkaitan dengan pemberian sertifikat
yang menyatakan hasil pengujian atas contoh uji sesuai dengan
spesifikasi/metode uji/standar tertentu;
16. Sertifikasi Auditor Lingkungan adalah Proses yang berkaitan dengan pemberian
sertifikat yang menyatakan bahwa seseorang telah memiliki kualifikasi Auditor
Lingkungan;
17. Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang netral, baik pemerintah maupun
swasta, yang telah diakreditasi untuk Melaksanakan sertifikasi tertentu:
18. Laboratorium Penguji adalah suatu laboratorium, yang akreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) untuk melakukan sertifikasi Hasil Uji berdasarkan
ruang lingkup akreditasi yang ditetapkan;
19. Sistem Manajemen Lingkungan adalah bagian dari keseluruhan sistem
manajemen yang meliputi struktur organisasi , perencanaan kegiatan tanggung
jawab, praktek/ pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya untuk
mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji dan memelihara
kebijaksanaan lingkungan;
20. Audit Lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara
sistematik, terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu
kinerja organisasi , sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan
memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian
dampak lingkungan dan pengkajian Penataan kebijakan usaha atau kegiatan
terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan;
21. Auditor lingkungan adalah individu Yang telah disertifikasi menurut
kualifikasi tertentu yang ditetapkan dan/ atau ditugaskan untuk melaksanakan
sebagian atau seluruh fungsi yang berkaitan dengan penilaian suatu unit /
institusi /produk / jasa dalam rangka kegiatan standardisasi bidang lingkungan;
22. Label lingkungan adalah pernyataan atau tanda lingkungan dari produk atau
jasa yang menyatakan bahwa produk / jasa tersebut sesuai dengan ketentuan
kriteria yang ditetapkan,
23. Dewan Standardisasi Nasional, yang selanjutnya disebut DSN, adalah dewan
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 20 tahun 1984 jo
Keputusan Presiden Nomor 7 1989 tentang Dewan Standardisasi Nasional;
24. Komite Akreditasi Nasignal, yang selanjutnya disingkat KAN, adalah suatu
wadah non struktural yang bertugas untuk mengkoordinasikan,
mensinkronisasikan, membina dan mengawasi kegiatan akreditasi dan
sertifikasi di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggung-jawab
kepada DSN.
(1) Forum konsensus adalah forum untuk membahas konsep standar untuk
mencapai kesepakatan menjadi rancangan SNI.
(2) Forum konsensus yang dibentuk oleh BAPEDAL terdiri atas PanitiaTeknis
Perumusan Standar dan pihak- lainnya yang berkepentingan.
(3) Ketentuan lebih rinci mengenai Fonun Konsensus ditetapkan lebih lanjut oleh
Kepala.
Setiap organisasi, tanpa batasan bidang kegiatan, jenis kegiatan, skala kegiatan
dan status organisasi, dapat mengimplementasikan Sistem Pengelolaan Lingkungan
tersebut untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih baik secara sistematis.
lmplementasi sistem tersebut bersifat sukarela dan berperan sebagai alat pengelolaan
untuk memanajemen organisasi masing-masing.
Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan lndustri wajib untuk (Pasal 6):
a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang
dibuang ke lingkungan hidup tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair
yang telah ditetapkan;
b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak
terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan;
c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan
pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair secara periodik
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan;
e. Memisahkan saluran pembuangan limbah air dengan limpasan air hujan;
f. Menyampaikan laporan tentang luas lahan yang terpakai, catatan debit
harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sekurang-kurangnya 6
bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Bapedalda Tingkat I, Bapedalda
Tingkat II, Instansi Teknis yang membidangi kawasan industri, dan instansi
lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penerapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui
penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
didasarkan pada juralah unsur pencemar yang terkadung dalam aliran limbah cair.
Untuk itu digunakan perbitungan sebagai berikut :
Keterangan :
f = faktor konversi =
1 kg 24 x 3600 detik
--------------------x -------------------------- = 0.086 …. (II.1.2)
1.000.000 mg hari
Keterangan
3. Evaluasi
Penilaian beban pencemaran adalah :
4. Contoh Penerapan
Data yang diambil dari lapanan untuk penerapan Baku Mutu Limbah Cair Kawasan
Industri adalah:
- Luas areal kawasan industri yang terbangun (A) [hektare,ha]
- Kadar sebenarnya (CA) untuk setiap parameter [mg/liter]
- Debit limbah hasil pengukuran (DA) [liter/detik]
Contoh perhitungan:
Suatu kawasan industri mempunvai luas lahan kawasan terpakai 1.500 hektar.
Parameter dari Lampiran 1 yang akan dijadikan contoh perhitungan adalah
parameter (j) BOD.
Data Lapangan:
BPM = Cm x Dm x f x A
= 50 x 1 x 0.086 x 1.500
= ( 4.3 kg/hari/ha ) x 1.500 ha
= 6.450 kg/hari
Dari contoh di atas BPA (5.160 kg/hari) lebih kecil dari pada BPM (6.450 kg/hari),
jadi untuk parameter BOD kawasan tersebut menenuhi Baku Mutu Limbah .
BAB IX
PEMANFAATAN PELABUHAN PERIKANAN
Pasal 26
(1) Pelabuhan Perikanan yang dimiliki Pemerintah Daerah dapat di manfaatkan.
(2) Pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa sewa terhadap fasilitas dan/atau pelayanan jasa.
(3) Penyewaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Sewa Lahan;
b. Sewa Bangunan;
c. Sewa Peralatan.
(4) Pelayanan jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Pelayanan kapal;
b. Pelayanan barang dan alat;
c. Pelayanan pemenuhan perbekalan kapal perikanan;
d. Pelayanan Cold storage;
e. Pelayanan perbaikan kapal;
f. Pelayanan pelelangan ikan;
g. Pelayanan pas masuk dan parkir;
h. Jasa lainnya sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
(5) Pemanfaatan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk Kerja
Sama Operasi (KSO) sesuai dengan peraturan perundangan – undangan yang
berlaku.
(6) Hasil pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disetor secara bruto ke Kas Daerah.
(7) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diukur
berdasarkan jangka waktu, jumlah, dan nilai harga jual ikan setiap pelelangan.
(8) Hasil pelayanan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f
diperuntukkan untuk :
a. Pemerintah Daerah;
b. Kesejahteraan nelayan pada saat paceklik;
c. Biaya operasional penyelenggara;
d. Perawatan dan pemeliharaan TPI.
14
BAB X
PENGELOLAAN USAHA KELAUTAN
Pasal 27
Eksplorasi, eksploitasi dan segala pemanfaatan sumber daya laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil yang ada harus mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari
dinas yang membidangi kelautan dan perikanan serta harus mengikuti arahan dan
petunjuk dari dinas/instansi yang terkait.
BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan izin usaha perikanan
dilakukan oleh Bupati;
(2) Bupati dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala dinas/instansi yang
membidangi kelautan dan perikanan;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 29
(1) Setiap pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban perijinan dikenakan sanksi
administrasi;
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. Pencabutan SIUP,SIPI dan SIKPI;
b. Penghentian kegiatan usaha;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 30
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang kelautan dan perikanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
15
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik umum tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlaku yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan-kegiatan usaha
perikanan di wilayah Kabupaten Tulungagung tanpa memiliki Surat Izin Usaha
Perikanan (SIUP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan ( SIKPI ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diancam dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 32
Pemegang SIUP yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) dan ayat (4) atau setiap orang dan/atau
korporasi yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling
banyak Rp.50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ).
BAB XV
PENUTUP
Pasal 33
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Tulungagung Nomor 37 Tahun 2001 tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha
Daerah sepanjang mengatur mengenai perikanan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
16
Pasal 34
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Tulungagung.
Ditetapkan di Tulungagung
pada tanggal 29 September 2010
BUPATI TULUNGAGUNG
Ttd.
Ir. HERU TJAHJONO,MM.
Diundangkan di Tulungagung
pada tanggal 2 Desember 2010
SEKRETARIS DAERAH
Ttd.
Drs. MARYOTO BIROWO, MM.
Pembina Utama Madya
NIP. 19530808 198003 1 036
Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung
Tahun 2010 Nomor 02 Seri E
17
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN DAN
KELAUTAN
DI KABUPATEN TULUNGAGUNG
I. PENJELASAN UMUM
Program dan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan di bidang
perikanan telah menunjukkan hasil yang memadai. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan produksi dan ekspor hasil perikanan serta kemajuan di berbagai
bidang yang mendukung sektor perikanan. Di samping itu respon positif dari
masyarakat terhadap program dan kegiatan pembangunan perikanan juga
semakin meningkat.
Sumber daya perikanan telah menjadi tumpuan bangsa Indonesia, hal ini
didasarkan pada fakta fisik bahwa dua pertiga dari wilayah Indonesia berupa laut
yang membentuk sekitar 81.000 km garis pantai dan terdiri dari sekitar 17.508
pulau.
Sumberdaya ikan yang cukup melimpah tersebut diarahkan sebesarbesarnya
untuk kemakmuran rakyat banyak serta untuk memperbaiki tingkat
kehidupan nelayan dan pembudidaya ikan, diharapkan para pelaku usaha
kelautan dan perikanan menerapkan manajemen perikanan secara terpadu dan
terarah agar pemanfaatan Sumber Daya Ikan dapat dilakukan secara
berkelanjutan.
Penerapan manajemen perikanan merupakan wujud implementasi dari
komitmen Pemerintah Daerah untuk mengelola perikanan secara lebih
bertanggung jawab. Perwujudan manajemen perikanan adalah dengan
pengendalian usaha kelautan dan perikanan melalui perizinan dalam rangka
pengembangan pembinaan dan pengawasan usahaperikanan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka dipandang perlu
membentuk suatu kebijakan yang bertujuan menjaga kelestarian sumberdaya
kelautan dan perikanan di wilayah pengelolaan kelautan dan perikanan
Kabupaten Tulungagung dengan Peraturan Daerah.
Standar Kualitas Lingkungan
Pemerintah sebagai pemilik ”hak pakai” barang lingkungan (udara, air dan tanah)
dapat melaksanakan program pencegahan pencemaran lingkungan hidup dengan
menetapkan peraturan tentang; ”Standar Kualitas Lingkungan” dan ”Standar Kualitas
Zat Buangan”. Pengaruh zat beracun terhadap kehidupan manusia, hewan ataupun
tumbuh-tumbuhan dapat diketahui berdasarkan penyelidikan-penyelidikan yang
dilakukan oleh ahli ilmu kesehatan masyarakat. Hasil penyelidikan berupa berbagai
angka maksimum konsentrasi zat tertentu yang boleh ada di dalam lingkungan hidup.
Konsentrasi zat tersebut di atas angka yang diijinkan akan menyebabkan kerusakan
pada kesehatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Angka ini harus ditepati agar
tujuan yang diinginkan tercapai. Penelitian selanjutnya dapat diketahui hubungan
antara kadar pencemaran di suatu daerah dengan kegiatan suatu sumber pencemaran
tertentu.
Contoh
Hubungan antara kadar karbonmonoksida di dalam udara di suatu daerah dengan
kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Bila PLTD beroperasi X jam
dengan beban Z kiloamper akan mengeluarkan gas buang yang menyebabkan kadar
karbonmonoksida Y prosen, bila bekerja X+1 jam maka konsentrasi menjadi Y+1
prosen dan seterusnya. Dengan demikian dapat dibuat suatu persamaan yang
menyatakan hubungan antara kadar pencemaran zat tertentu di suatu daerah dengan
aktivitas suatu sumber pencemaran yang berlaku bagi daerah tersebut. Berdasar
perhitungan tersebut, pemerintah melalui lembaga pelaksana program pencegahan
pencemaran dapat menetapkan, melalui undang-undang, angka maksimum kadar zat
pencemar yang boleh ada dalam zat buang / limbah buangan. Dengan adanya angka
standar ini konsumen / produsen terpaksa membatasi kegiatannya. Pemerintah
berdasarkan angka standar ini dapat mendenda sesuatu kegiatan tertentu yang
membuat zat pencemar melebihi angka standar. Besarnya denda / pajak ditetapkan
dengan tujuan angka standar tersebut dipenuhi, dan bukan didasarkan pada besarnya
kerusakan sosial akibat pencemaran.. Mempergunakan ketetapan besarnya pajak
untuk tujuan mencapai angka standar relatif lebih mudah diterapkan, karena tidak
didasarkan pada nilai kerusakan sosial.
Catatan
Kelemahan kebijaksanaan penentuan Standar Kualitas Lingkungan dan Standar
Kualitas Zat Buang sebagai tindakan pencegahan pencemaran lingkungan diperlukan
pertimbangan yang masak Standar yang ditetapkan memuat daftar angka
maksimum/minimum zat pencemar yang boleh ada di udara, di air, di dalam
makanan, minuman atau barang lain. Standar kualitas berfungsi pula sebagai
pengganti permintaan akan barang lingkungan, merupakan tujuan bagi kemurnian
barang lingkungan, dimaksudkan untuk melindungi penduduk. Standar yang
dikeluarkan merupakan hasil dari pertimbangan Hukum, Ekonomi, Politik, perasaan
estetika dan moral.
Catatan
Pada saat ini di negara yang sedang akan berkembang, pemerintah masih harus
berjuang untuk mencukupi kebuthan pokok manusia. terutama makan dan pakaian.
Keadaam gizi buruk yang banyak diderita oleh anak balita di negara yang sedang
akan berkembang, menunjukkan masih kekurangan makan. Pemalsuan produk,
penambahan melamin pada susu bubuk yang terketahui oleh masyarakat pada bulan
September 2008, menurut pengakuan produsen susu danberbagai makanan yang
berbahan susu, kejadian tersebut sudah berlangsung cukup lama. Namun, mengapa
pimpinan di negara ketiga seolah-olah tidak mengetahui akan hal tersebut. Salahkah
produsen tidak cermat dan tidak segera menghentikan produksinya. Kejadian yang
telah merugikan kesehatan tidak kurang dari 1500 orang, penarikan produk dilakukan
atas desakan masyarakat. Masih ingat, beras yang dicampur dengan fluorida agar
menjadi lebih putih, namun ternyata beras yang sudah ”dibersihkan” menjadi tidak
layak dimakan manusia. Kasus mie basah yang dicampur formalin, bakso yang
dicampur dengan borax, daging gelonggongan, semua itu semata-mata sebagai
indikator ”kemiskinan”.